BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengkaruniai Indonesia kekayaan alam yang sangat berlimpah dan

dokumen-dokumen yang mirip
KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ;

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

- 3 - Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

RechtsVinding Online. menjadikan Migas merupakan bagian dari sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PPM. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

-2- Batubara; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pe

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

BAB I PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA: Upaya Untuk Menata Kembali Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia Oleh: Zaqiu Rahman *

, No.2057 tentang Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Tahun Anggaran 2013 dan Tahun Anggaran 2014 Menurut Provinsi/Ka

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. rata-rata negara dengan kekayaan sejahtera. Namun, hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik dan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Dilema Ancaman PHK dan UU Minerba. Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 08 Januari :27 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 08 Januari :29

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB V PENUTUP Salah satu hal yang diharapkan akan memberikan kontribusi nyata bagi kepentingan nasional dalam UU Minerba adalah adanya kewajiban

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959]

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 95 BT hingga 141 BT (sekitar 5000 km) dan 6 LU hingga 11 LS 2 tentu

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

2 Dalam rangka pembangunan nasional khususnya pembangunan industri pengolahan dan pemurnian dalam negeri yang memerlukan investasi besar, perlu diberi

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

BAB V PENUTUP. Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, kiranya dapat. disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

n.a n.a

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH DIGUGAT PERUSAHAAN TAMBANG INDIA

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Trenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

2 penawaran harga pada pelelangan tahap II, dimana belum secara tegas terdapat korelasi antara harga uap atau tenaga listrik yang ditawarkan dengan as

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu sektor yang

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

- 3 - MEMUTUSKAN: : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN PULAU JAWA DAN BALI.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan.

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kekayan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah SWT mengkaruniai Indonesia kekayaan alam yang sangat berlimpah dan kekayaan tersebut harus dikelola sebaik mungkin untuk kesejahteraan masyarakat. Tetapi tidaklah mudah mengelola itu semua di tengah sifat keserakahan manusia, yang mengakibatkan pengaturan hukum atas kekayaan alam Indonesia seringkali tidak maksimal. Proses pembentukan kebijakan hukum memerlukan landasan pemikiran dan pertimbangan yang kuat serta pengkajian yang lebih mendalam dan komprehensif terutama dari nilai filosofis, ekonomis dan sosiologis sebelum dinyatakan sebagai hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam masyarakat. Kebijakan haruslah melihat apa yang sebenarnya harus dilakukan daripada apa yang diusulkan mengenai suatu permasalahan. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia saat ini selalu dideterminasi secara berlebihan oleh kepentingan politik pengusaha pertambangan. Hal ini mengakibatkan kebijakan pemerintah yang jauh dari kesejahteraan. Seharusnya terdapat penegasan penguasaan negara atas kekayaan alam yang melindungi Kedaulatan Energi Nasional yang hanya dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat bukan untuk kepentingan negara lain. Secara langsung rakyat harus memperoleh dan menikmati hasil kekayaan alam untuk kesejahteraannya. Setiap waga negara

2 menginginkan dan menuntut adanya keadilan yang diberikan oleh Negara. Keadilan yang didambakan oleh warga negara bukan hanya di bidang hukum dan politik, tetapi dituntut di bidang kehidupan ekonomi dan sosial. Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang sangat berlimpah. Pada tahun 2010, cadangan batubara Indonesia sebesar 126,3 miliar ton dan sumber daya diperkirakan sebesar 105,2 miliar ton. 1 Seperti terlihat pada Gambar 1.1 Gambar 1.1 sumber daya dan cadangan batubara tahun 2002-2010 Tidak kalah dari batubara, potensi mineral Indonesia juga berlimpah. Terlihat berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral seperti pada gambar 1.2 berikut : 2,s\ 1 2 Indikator Energi dan Sumber Daya Mineral. Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2011. hlm 11 Op. Cit.. hlm. 13

3 Gambar 1.2 sumber daya logam dan cadangannya dan jumlah dalam ribu Ton Berlimpahnya potensi semberdaya mineral dan batubara Indonesia seharusnya menjadikan Indonesia negara yang kaya raya dan tidak sebaliknya. Pemanfaatan sumber daya mineral dan batubara dewasa ini cenderung hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup pemilik perusahaan tambang. Saat kekayaan SDA Indonesia dijadikan komoditas ekspor tanpa batas alhasil harga barang tambang bergerak

4 begitu fluktuatif. Bukan hanya atas perhitungan statistik penawaran dan permintaan, tetapi juga lebih pada permainan spekulan dalam pasar komoditas tambang. Tidak pernah disadari dan dipedulikan kondisi tersebut oleh pelaku penambangan yang demikian ini menjadikan semua aktivitas pertambangan masuk ke dalam sistem Neo Liberalism. Seraya dengan hal tersebut, pertambangan Indonesia saat ini bertambah dilematis dengan adanya kebijakan keharusan melakukan pemurnian mineral dan batubara di dalam negeri. Dalam industri pengolahan hilir yaitu pemurnian mineral dan batubara ternyata tidak semudah yang dibayangkan oleh pemerintah. Selain membutuhkan modal yang sangat besar, program ini membutuhkan dukungan teknologi, peralatan, dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai dan tentu saja Pengaturan hukumnya harus tegas dan jelas. Kebijakan pemurnian mineral dan batubara juga membutuhkan pendekatan holistik dan memperhitungkan skala keekonomian. Ketidakcermatan pemerintah akan menyebabkan kerugian dan menimbulkan permasalahan baru yang kompleks. Bukan mustahil hal ini justru menjadi kontraproduktif dari apa yang pemerintah dan rakyat harapkan yaitu kesejahteraan. Pemerintah seharusnya kembali duduk bersama pelaku dunia usaha pertambangan dan mendengarkan kembali aspirasi dan pertimbangan dari masyarakat untuk mendapatkan suatu kebijakan yang mampu diterapkan secara maksimal. Niatan pemerintah atas pemurnian mineral dan batubara memiliki tujuan yang baik. Maka pemerintah perlu menyiapkan indikator prapenerapan yang mapan. Jika tidak ingin kehilangan kewibawaan pemerintah dimata masyarakat, atas kegagalan menjalankan kebijakan untuk memenuhi kewajiban pemerintah menjalankan Negara yang

5 berkonsep welfare state. Sesuai dengan apa yang tertuang dalam alenia pertama pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) : Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, Dari penggalan pembukaan UUD 1945 dapat terlihat bahwa yang harus diutamakan dalam mengeluarkan kebijakan pemerintah di bidang pertambangan khususnya, pemerintah harus berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Saat ini kebijakan sektor pertambangan selalu diintervensi kepentingan-kepentingan para elit politik dan pengusaha pertambangan semata. Sehingga banyak kebijakan-kebijakan yang mengkonfrontasi dan mengenyampingkan hak-hak masyarakat. Kebijakan pertambangan Indonesia dibentuk untuk menjaga kedaulatan energi nasional. Sebelum adanya Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pengelolaan mineral dan batubara hanya sampai pada sektor hulu. Yakni ekplorasi kemudian dipasarkan begitu saja tanpa pengelolaan lebih lanjut. Keadaan demikian tidak lagi ditemukan setelah berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pengelolaan mineral dan batubara telah menemukan sistem baru, yaitu pengelolaan sektor hilir. Terdapat tahapan operasi produksi mineral dan batubara yaitu pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan terlebih dahulu sebelum masuk ketahap penjualan.

6 Pemurnian mineral dan batubara yang dicanangkan oleh pemerintah awalnya bertumpu pada Pasal 102 Undang undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara : 3 Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batubara. Peningkatan nilai tambah barang tambang mineral dan batubara melalui pemurnian mineral dan batubara atau yang selanjutnya ditopang oleh Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan dalam Bab VIII Pasal 93 ayat (1), sebagai berikut : 4 Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya. Nilai tambah dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk rneningkatkan produk akhir dari usaha pertambangan atau pemanfaatan terhadap mineral ikutannya. Kewajiban untuk rnelakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dimaksudkan antara lain untuk rneningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambah dari produk pertambangan mineral dan batubara, tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara. Pada tujuan akhirnya nanti pasti bertujuan menjaga kedaulatan energi Indonesia. Pihak yang bertanggungjawab atas kebijakan ini adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan aturan 3 4 Lihat Pasal 102 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 93 ayat (1) Bab Viii. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

7 tegasnya yakni Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral. Terkait dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat diberlakukan pada 12 Januari 2014. Penerapan perintah undang-undang pertambangan mineral dan batubara sudah mendekati 2014, namun tanda-tanda pemerintah untuk mengimplementasikannya masih jauh dari kata siap. Pemerintah terlihat seperti ketakutan mengahadapi pemurnian mineral dan batubara 2014 yang terlanjur sudah dikeluarkan, dan kebijakan pendukungnya belum dapat diimplementasikan secara menyeluruh. Kembali pada kebijakan pemurnian mineral dan batubara tengah menghadapi kendala yang cukup besar, terkait ketersediaan energi listrik yang dibutuhkan untuk membangun smelter (pabrik pemurnian). Pembangunan smelter juga sulit diwujudkan mengingat membutuhkan modal besar. Mengingat satu smelter membutuhkan modal investasi mencapai 450 juta dolar AS 700 juta dolar AS (Rp 4,05 triliun Rp 6,3 triliun). 5 Pendanaan kebijakan pemurnian mineral dan batubara ini akan menelan dana yang sangat besar yang berarti akan menyedot aloksi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang besar. Dana susbsidi yang akan diberikan oleh APBN tidak lebih dari Rp.150 miliar. Cara pemilik perusahaan tambang mendapatkan dana tambahan salah satu jalannya adalah pemerintah memberikan IUP semudah mungkin untuk investor asing agar berinvestasi diperusahaannya dengan demikian maka aliran dana pun akan semakin 5 http://www.esdm.go.id/berita/43-mineral/4191-sig.rusia-siap-kucurkan-dana-us-4- miliar-bangun-smelter.html. diakses pada tanggal 27 April 2013.

8 besar. Akibatnya terlalu banyak IUP yang diberikan maka kontrol terhadap pemegang kegiatan IUP menjadi sangat sulit. Kebijakan pemurnian mineral dan batubara yang sebentar lagi harus dilakukan. Tetapi masih banyak kendala penghambat seperti buruknya pengaturan hukum dan penegakannya pada pengelolaan bidang pertambangan. Hal ini mengakibatkan kepanikan pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha pertambangan. Awal dari tahapan pengelolaan mineral dan batubara adalah penentuan dan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). Tidak peduli dikawasan hutan lindung ataupun kawasan masyarakat pemerintah dapat menghalalkan wilayah itu untuk ditambang dengan alasan untuk menigkatkan penerimaan negara dan daerah. Masalah lain turut muncul yakni penentuan WIUP yang sering tumpang tindih dan cenderung mengindahkan kepentingan dan hak-hak masyarakat pemilik tanah. Berikutnya masalah pemberian izin usaha pertambangan (IUP) yang tercatat pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam sebanyak 10.600 buah izin, 6 dikhawatirkan dengan semakin banyaknya pengeluaran izin maka pengawasannya pun akan sangat sulit dilakukan. Semua ini menuntut adanya Kesanggupan mempertanggungjawabkan secara konsisten dan konsekuen atas apa yang diperbuat pemerintah. Salah satu substansi kebijakan pemurnian mineral dan batubara ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang tidak sama sekali melibatkan masyarakat dan kalangan akademisi dalam hal tersebut. Masyarakat memiliki kajian kritis dan realistis terhadap suatu kebijakan 6 http://www.hukumonline.com.-sony Heru Prasetyo: Penataan IUP Terus Dilakukan.Html. 2013. Diakses pada tanggal 13 April 2013.

9 yang akan berdampak secara langsung pada masyarakat luas. Kesiapan Indonesia dalam mengelola SDA haruslah mapan, harus sudah menyiapkan kebijakankebijakan prapenerapan, saat penerapan, pascapenerapan pemenurnian mineral dan batubara. Dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, pemerintah tidak boleh terjebak kepada persoalan klasik. Seperti berorientasi memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dari industri pertambangan mineral dan batubara. Kebijakan pemurnian mineral dan batubara yang banyak diliputi oleh banyak permasalahan seperti yang telah dipaparkan diatas. Sangat disayangkan karena industri ini memberikan sumbangan yang cukup besar bagi perekonomian nasional maupun daerah. Persoalan disektor pertambangan sebenarnya hanya salah satu problematik dari sekian banyaknya masalah pengelolaan sumber daya mineral dan batubara di negara ini. Peningkatan nilai tambah pertambangan dengan cara pemurnian adalah upaya optimalisasi atas pengelolaan proses hulu ke hilir kegiatan pertambangan serta pengembangan wilayah dan masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu harus ada pengaturan hukum yang tepat atas kebijakan pemurnian mineral dan batubara dan disamping itu harus ada kebijakan transisi yang harus dilakukan oleh pemerintah guna memaksimalkan kebijakan tersebut pada 2014. Untuk itulah penulis memilih untuk mengkaji kritis atas kebijakan pemurnian mineral dan batubara ini.

10 1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimanakah pengaturan hukum atas kebijakan pemurnian mineral dan batubara? b. Bagaimanakah implikasi kebijakan pemurnian mineral dan batubara bagi Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum kebijakan pemurnian mineral dan batubara. b. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan akselerasi pemerintah bila dalam proses menuju kebijakan pemurnian mineral dan batubara Indonesia tidak mampu atau belum siap melaksanakan kebijakan tersebut. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pengaturan hukum tindakan pemerintah dalam pertambangan Indonesia khususnya pemurnian barang tambang mineral dan batubara, selanjutnya mengetahui bagaimana implikasi dan kebijakan transisi dari program pemerintah tersebut, yang mengharuskan adanya peningkatan nilai tambah terhadap mineral dan batubara melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian sehingga mahasiswa dapat memberikan kritisi dan menemukan solusi-solusi yang terbaik untuk pertambangan Indonesia kedepannya.

11 1.4.2 Kegunaan Praktis Secara praktis penelitian ini untuk memberikan pengetahuan bagi semua pihak yang mempunyai perhatian terhadap kebijakan pemerintah bidang pertambangan dan dan sebagai bahan bacaan alternative dalam bidang kebijakan hukum pertambangan Indonesia terutama mahasiswa Fakultas Hukum dalam menambah wawasan dalam urgensi suatu kebijakan pemerintah dan implikasinya.