BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

2016, No Tata Cara Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan dan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan Mineral dan Batubara; Mengingat : 1. Undang-

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kewenangan Pengelolaan FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 37 TAHUN 2013 TENTANG KRITERIA TEKNIS KAWASAN PERUNTUKAN PERTAMBANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN BANGKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat cepat mengakibatkan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSII JAWA TENGH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

- 3 - MEMUTUSKAN: : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN PULAU JAWA DAN BALI.

Dr. Firman Muntaqo, SH, MHum Dr. Happy Warsito, SH, MSc Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Irsan Rusmawi, SH, MH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUAN DI KABUPATEN PASURUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

PERATURAN MENTER! ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 02 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 59 SERI E

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR 20 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 20 TAHUN 2012 BUPATI KERINCI,

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

JENIS DAN TAHAPAN IZIN

Pengertian. Istilah bahasa inggris ; Mining law.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang berbeda-beda pada setiap daerah. Pengelolaan sumber daya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 8 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BUPATI GIANYAR PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN

Penetapan kebijakan pengelolaan mineral, batubara, panas bumi dan air tanah nasional.

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUARA ENIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL, BATUBARA DAN BATUAN

PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Mineral, Batu Bara, Panas Bumi, dan Air Tanah PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatasi permasalahan itu yakni dengan mengatur pengambilan air dalam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 6 TAHUN 2010

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang terkandung dalam wilayah hukum. pertambangan Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. Evaluasi. Penerbitan. Izin Usaha Pertambangan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KEGIATAN PEMETAAN DAN PERENCANAAN TEKNIS PENGEMBANGAN POTENSI SUMBER DAYA MINERAL, BATUBARA DAN PANAS BUMI DI PROVINSI BANTEN (83.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan. Sesuai dengan perkembangan nasional maupun internasional, Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sudah tidak sesuai lagi, oleh karena itu dengan ditetapkannya Undang Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 diharapkan dalam pengelolaan dan pengusahaan potensi mineral dan batubara dapat terwujud 1

secara mandiri, handal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan. Di dalam Undang-Undang RI nomor 04 tahun 2009 mengatur tentang Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, yang merupakan wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Wilayah Pertambangan (WP) terdiri dari Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi, Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP, Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat, Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN, yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. Sepanjang aliran Sungai Kampar yang masuk wilayah Kecamatan Tambang dan Kecamatan Siak Hulu merupakan daerah penambangan bahan galian sirtu yang sudah berlangsung lama. Kegiatan ini sebagian besar dilakukan dengan cara kegiatan penambangan skala kecil yakni menggunakan peralatan peralatan sederhana. Sampai saat ini kegiatan penambangan tersebut belum diwadahi oleh suatu aspek legal atau perizinan sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang- Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 ini menuntut kegiatan skala kecil ini atau lebih dikenal dengan istilah pertambangan rakyat haruslah diwadahi oleh aspek legal, yang memberikan ruang gerak kepada pemerintah daerah untuk dapat 2

mandiri melaksanakan kegiatan kegiatan dalam rangka penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) sesuai kewenangannya. Penentuan WPR semestinya melewati tahapan-tahapan kegiatan yang sama dengan kegiatan dalam penentuan wilayah usaha pertambangan (WUP) yang mewadahi kegiatan pertambangan skala besar seperti tahap penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan. Sebagai langkah awal, tentunya diperlukan suatu analisis sesuai dengan kriteria untuk kegiatan pertambangan rakyat sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 yang lebih dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Informasi geografis dalam bentuk yang paling sederhana adalah sebuah informasi yang berkaitan dengan lokasi tata letak objek tertentu yang selanjutnya diperluas fungsinya sebagai alat bantu dalam memproses data spasial sehingga menjadi informasi. Artinya, Sistem Informasi Geografis (SIG) bukan sekedar penggunaan komputer untuk membuat peta, tapi lebih dari itu, SIG seharusnya dapat membantu dalam analisis data, khususnya spasial. Proses pembangunan SIG yang di dalamnya termasuk analisis spasial sendiri terdiri dari pengumpulan data, pemeriksaan data, penyimpanan data, pemrosesan data, dan penyajian data yang secara keseluruhannya terpaket dalam satu kesatuan data berupa informasi geografis (Cholid, 2009). Sebagai sebuah metode, analisis spasial berusaha untuk membantu perencana dalam menganalisis kondisi permasalahan berdasarkan data dari wilayah yang menjadi sasaran, dan konsep-konsep yang paling mendasari sebuah 3

analisis spasial adalah jarak, arah, dan hubungan. Kombinasi dari ketiganya mengenai suatu wilayah akan bervariasi sehingga membentuk perbedaan yang signifikan yang membedakan satu lokasi dengan yang lainnya. Dengan demikian jarak, arah, dan hubungan antara lokasi suatu objek dalam suatu wilayah dengan objek di wilayah yang lain akan memiliki perbedaan yang jelas. Dan ketiga hal tersebut merupakan hal yang selalu ada dalam sebuah analisis spasial dengan tahapan-tahapan tertentu tergantung dari sudut pandang perencana dalam memandang sebuah permasalahan analisis spasial (Cholid, 2009). Kabupaten Kampar sebagai kabupaten yang memiliki potensi pertambangan mineral dan batubara terutama jenis batuan dan mineral logam yang dimanfaatkan oleh pertambangan rakyat belum adanya peruntukan ruang wilayah secara formal terutama pada lokasi penelitian. Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Kampar sebagai Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) Kabupaten Kampar yang mempunyai tugas dan fungsi dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, perlu mempunyai suatu perencanaan ruang wilayah kabupaten diperuntukkan sebagai WPR sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam merencanakan suatu wilayah ditetapkan sebagai WPR, perlu adanya analisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif sesuai dengan kriteria pertambangan rakyat sebagai langkah awal. Diharapkan analisis spasial bisa memecahkan masalah penetapan WPR sebagai bagian dari rencana pengembangan wilayah. 4

1.2. Perumusan Masalah Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Sebaran Bahan galian sirtu yang merupakan salah satu potensi sumberdaya mineral dan batubara di Kabupaten Kampar yang telah dimanfaatkan oleh pertambangan rakyat khususnya di lokasi penelitian, belum teridentifikasi secara baik sesuai dengan kaidah geologi untuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 2. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) merupakan salah satu peruntukan kawasan dalam tata ruang wilayah khususnya di tingkat Kabupaten, dalam penetapannya perlu dilakukan suatu perencanaan yang didasarkan pada konsep pemanfaatan lahan dalam ruang wilayah yang berkelanjutan. Perencanaan tersebut tentunya dipengaruhi berbagai faktor yang menjadi faktor penentu terkait dengan kesesuaian lahan untuk penggunaan wilayah sebagai pertambangan rakyat. 3. Pemanfaatan dan pengembangan bahan galian sirtu dilokasi penelitian dilakukan dengan cara pertambangan rakyat, yang diamanatkan oleh Undang Undang no 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai salah satu penopang perekonomian masyarakat setempat, namun perlu adanya suatu kajian yang bertujuan untuk menilai apakah wilayah penyebaran bahan galian sirtu tersebut bisa diarahkan 5

sebagai wilayah pertambangan rakyat baik secara kemampuan maupun kelayakannya yang sesuai dengan kaidah perencanaan tata guna lahan dalam pengembangan wilayah yang mengacu kepada kriteria yang berlaku. 1.3. Keaslian Penelitian Berdasarkan studi literatur yang berkaitan dengan tema tesis ini diperoleh beberapa literatur sebagai berikut: 1. Zulkarnain, dkk, 2007 Menulis tentang definisi pertambangan rakyat berikut perkembangan kebijakan pertambangan rakyat di Indonesia serta dinamika dan peran pertambangan rakyat di Indonesia. 2. Zulkarnain, dkk, 2008 Menulis tentang konsep pertambangan rakyat dalam kerangka pengelolaan sumber daya tambang yang berkelanjutan dari berbagai aspek seperti aspek kebijakan, aspek modalitas, aspek kelembangan, aspek teknologi dan pengelolaan lingkungan. 3. Baja, 2012 Menulis tentang pendekatan spasial dan aplikasinya dalam perencanaan tata guna lahan dalam pengembangan wilayah, dengan pemilihan parameter yang disesuaikan dengan peruntukan penggunaan lahan suatu wilayah. 6

Perencanaan wilayah pertambangan rakyat sudah dilakukan oleh beberapa daerah terutama yang terdapat kegiatan penambangan rakyat baik yang telah legal maupun ilegal, namun lebih menggunakan metode kualitatif, dan lebih banyak untuk bahan galian emas. Dalam Undang Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dicantumkan kriteria untuk menentukan kawasan wilayah pertambangan rakyat antara lain kriteria keterdapatan bahan galian secara geologi. Penulis dalam penulisan tesis ini mencoba menerapkan konsep perencanaan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) menggunakan metode analisis spasial dengan pendekatan konsep teknologi yang mengarah kepada konsep geologi dan pengelolaan lingkungan pada lokasi penelitian dengan objek bahan galian sirtu. 1.4. Batasan Masalah Lokasi penelitian ini adalah sepanjang aliran Sungai Kampar yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Tambang, dan Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar (Gambar1.1). Objek penelitian ini adalah data dan informasi baik data primer dari survei lapangan maupun sekunder terkait dengan kondisi geologi dan kondisi lingkungan pendukung lainnya berupa peta, tabel, narasi maupun informasi lain yang diperlukan. Data tersebut digunakan dalam penentuan wilayah yang dinilai dapat dijadikan sebagai WPR dengan melakukan analisis kesesuaian lahan dan kelayakan lahan dengan metode analisis spasial. 7

Gambar.1.1.Peta lokasi penelitian 8

1.5. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Kampar dalam hal ini Dinas ESDM Kabupaten Kampar dalam penetapan WPR di Kabupaten Kampar khususnya di lokasi penelitian sebagai wadah legal formal bagi pelaku usaha pertambangan rakyat yakni Izin Pertambangan Rakyat (IPR), yang memberikan kepastian hukum dan memudahkan dalam pembinaan dan pengawasan kegiatan pertambangan rakyat tersebut. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat jadi salah satu referensi untuk perencanaan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di daerah lainnya. 1.6. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi lokasi sebaran bahan galian sirtu sesuai dengan kaidah geologi untuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. 2. Menjabarkan faktor penentu yang menjadi parameter dalam analisis kesesuaian lahan dan kelayakan secara lingkungan serta arahan pengembangan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). 3. Menilai kemampuan dan kelayakan secara lingkungan serta memberikan arahan pengembangan bahan galian sirtu dilokasi penelitian sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) berdasarkan kriteria yang dikembangkan dari Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang 9

Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan menggunakan metode analisis spasial yang dapat diterapkan sesuai kaidah perencanaan tata guna lahan dalam pengembangan wilayah. 10