BAB III PROFIL SANITASI KOTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah

FUNGSI Zone Pesisir dan Kelautan. Pelabuhan Perikanan. Perdagangan Jasa. Zone Perdagangan dan Jasa. Zone Permukiman. Zone Pertanian Campuran

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

Tabel 3.34 Daftar Program/Proyek Layanan Yang Berbasis Masyarakat Tabel 3.35 Kegiatan komunikasi yang ada di Kabupaten Merangin...

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

PROFIL KABUPATEN / KOTA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR : 8 TAHUN 2001 NOMOR : 8 TAHUN 2001

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA

Memorandum Program Percepatan Pembangunan Sanitasi BAB 1 PENDAHULUAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

JENIS DAN KOMPONEN SPALD

BAB III Profil Sanitasi Wilayah

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI YANG SEDANG BERJALAN

PEMERINTAH KOTA CIREBON REKAPITULASI PER DINAS LAPORAN REALISASI ANGGARAN PERIODE 1 Januari s.d 30 Juni 2015

Profil Sanitasi Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

Permasalahan Mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan. Perencanaan menyeluruh pengelolaan sistem air limbah skala Kota.

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

PENJELASAN I ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PROGRAM ADIPURA

Lingkungan Permukiman

BAB IV PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI SAAT INI DAN YANG DIRENCANAKAN

Program penyusunan Masterplan. Tersedianya Master Plan sistem pengelolaan air limbah domestik tahun Penyusunan Master Plan skala kabupaten

3.1 TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK TABEL 3.1 TUJUAN, SASARAN DAN TAHAPAN PENCAPAIAN PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Cirebon berada pada posisi ' BT dan 6 4' LS, dari Barat ke Timur 8

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI DASAR DAN RUMAH SEHAT

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PROFIL KABUPATEN / KOTA

Mendapatkan gambaran tentang kondisi dan rencana penanganan air limbah domestik di Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2017

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

VI.1. Gambaran Umum Pemantauan Dan Evaluasi Sanitasi

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

PENENTUAN DAERAH PRIORITAS PELAYANAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI KECAMATAN TANAH ABANG JAKARTA PUSAT TUGAS AKHIR

BAB 3 STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI YANG SEDANG BERJALAN

KOTA TANGERANG SELATAN

Deskripsi Program/ Kegiatan Sanitasi. Dinas PU Kabupaten Tapanuli Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Bali dengan luas kurang lebih 5.636,66 km 2. penduduk yang mencapai jiwa sangat rentan terhadap berbagai dampak

T E S I S KAJIAN PENINGKATAN SANITASI UNTUK MENCAPAI BEBAS BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN DI KECAMATAN KARANGASEM BALI

1.2 Telah Terbentuknya Pokja AMPL Kabupaten Lombok Barat Adanya KSM sebagai pengelola IPAL Komunal yang ada di 6 lokasi

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB I PENDAHULUAN. ditemui pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Transkripsi:

BAB III PROFIL SANITASI KOTA 3.1 KONDISI UMUM SANITASI 3.1.1. Kesehatan Lingkungan Kondisi umum kesehatan lingkungan Kota Cirebon dapat dilihat dari beberapa data berkaitan dengan kesehatan lingkungan sebagai berikut : a. Sarana Jamban Keluarga / WC Pemeriksaan dilakukan terhadap KK yang tersebar di 5 (lima) kecamatan, dari hasil pemeriksaan sebanyak 67.506 KK, yang memiliki jamban sebanyak 62.391 KK (92,42%) dengan kriteria jamban sehat 58.009 KK (92,98%). Permasalahan di Kota Cirebon mengenai penyediaan jamban adalah keterbatasan lahan dan dekatnya sarana jamban dengan sumber air, sehingga penampungan tinjanya harus kedap air dan kadang diletakkan di dalam rumah. Perlu diketahui bahwa pencemaran bakteri Coli-form mempunyai dampak pada kesehatan yang cukup serius, karena dapat menjadi faktor risiko penyakit batu empedu. (Sumber: Dr. Tatar Sumarjan, Spesialis Penyakit Dalam). Saat ini Kota Cirebon telah memiliki jamban sehat atau yang sering disebut dengan jamban helikopter sebanyak 2 unit, yang ditempatkan manakala diperlukan untuk kegiatan-kegiatan tertentu. b. Kondisi Pencemaran b.1.pencemaran Air Sumber pencemar air dominan berasal dari kegiatan domestik, industri dan medis/rumah sakit. Pada saat ini Kota Cirebon memiliki IPAL berupa kolam oksidasi sejumlah 4 buah. Disamping itu sektor industri memberikan kontribusi pencemaran terhadap badan air penerima Kota. Sumber pencemar air lainnya yaitu dari limbah medis/rumah sakit, di Kota Cirebon terdapat 4 rumah sakit umum dan 5 rumah sakit khusus (khusus bedah, persalinan ibu dan anak) serta memiliki 46 puskesmas. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 1

b.2.pencemaran Udara Pencemaran udara dominan berasal dari gas buang kendaraan bermotor disamping berasal dari kegiatan domestik. Pada tahun 2009, KLH Kota Cirebon telah melakukan pengukuran kualitas udara ambien di 10 titik pantau yang mempresentasikan kawasan padat hingga permukman, yaitu : 1. Bunderan Gedung Negara Jl. Diponegoro; 2. Kantor Balaikota Cirebon Jl. Siliwangi 3. SMK Santa Maria Jl. Sisingamangaraja; 4. Swalayan Gunung Jati Jl. Pekiringan; 5. Pintu rel KA Jl. Lawanggada; 6. Simpang Gunung Sari; 7. Simpang Pemuda-Cipto; 8. Terminal Harjamukti; 9. Swalayan Yogya Jl. Rajawali 10. Perumahan Pegambiran Jl. Kalijaga. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara dan intensitas kebisingan, pada umumnya hasil pengujian menunjukkan bahwa kondisi kualitas udara di Kota Cirebon tergolong sedang, dalam artian konsentrasi dari parameter-parameter masih memenuhi baku mutu PP No 41 Tahun 1999. c. Akses pada Sumber Air Tanah Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup termasuk manusia. Keberadaan air baik kualitas maupun kuantitas akan berpengaruh pada kehidupan manusia. Air bersih yang memenuhi syarat kesehatan adalah air yang memnuhi syarat kesehatan baik fisik, kimia, maupun bakteriologi juga air bersih harus memenuhi kebutuhan manusia baik secara kuantitas maupun kontinuitas. Akses air bersih selain bersumber dari PDAM, sebagian masyarakat juga berusaha mendapatkan air bersih melalui sumur pompa tangan, sumur gali dan lainnya. Dari hasil inspeksi sanitasi tahun 2009 jumlah Kepala Keluarga (KK) yang diperiksa 99,18% dari jumlah KK yang ada dengan rincian KK BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 2

NO JUMLAH KELUARGA YANG ADA JUMLAH KELUARGA DIPERIKSA LEDENG SPT SGL PAH KEMASAN LAINNYA JUMLAH yang memiliki akses air bersih bersumber dari ledeng 75,89%, sumur pompa tangan (SPT) 8,12%, sumur gali 14,1% dan lainnya 1,88%. Tabel 3.1 KELUARGA MEMILIKI AKSES AIR BERSIH MENURUT KECAMATAN AKSES AIR BERSIH KECAMATAN (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 Kejaksan 10,931 10,876 9,250 33 628 - - 13 9,924 2 Kesambi 16,990 16,629 13,811 655 2,151 - - 12 16,629 3 Pekalipan 7,805 7,635 6,917 90 256 - - - 7,263 4 Lemahwungkuk 11,943 11,943 9,054 157 1,051 - - 430 10,692 5 Harjamukti 23,626 23,626 11,529 4,477 5,311 - - 799 22,116 Jumlah 2009 71,295 70,709 50,561 5,412 9,397 - - 1,254 66,624 2008 68,023 67,030 47,122 5,301 8,223 - - 40 60,686 Dari 22 kelurahan di Kota Cirebon, yang paling rendah memiliki akses air bersih adalah Kelurahan Argasunya yaitu hampir 67,07% dari jumlah KK di kelurahan tersebut. Akses PDAM baru mencapai 5,99%, sumur gali 52,74%, SPT 8,37%. Rendahnya akses air bersih di Kelurahan Argasunya disebabkan karena secara geografis tanahnya berbukit sehingga tidak terjangkau layanan PDAM, mengingat PDAM mengalirkan airnya mengunakan prinsip gravitasi. Pemenuhan air, masyarakat Argasunya banyak memanfaatkan air kolam untuk memenuhi kebutuhannya. d. Rumah Sehat 1 Hasil pendataan mengenai jumlah rumah yang ada di Kota Cirebon pada tahun 2007 sebanyak 55.791 dari jumlah tersebut rumah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 32.456 rumah (58,17%) dan yang tidak memenuhi syarat 23.335 rumah (41,83%). 1 Kriteria rumah sehat: memiliki langit-langit bersih, dinding permanen, memiliki lantai, ada jendela kamar tidur, ada jendela ruang keluarga, ada ventilasi, ada lubang asap dapur, pencahayaan baik, bebas tikus, tersedia sarana air bersih, ada jamban, ada sarana pembuangan air limbah. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 3

KECAMATAN KEJAKSAN Tabel 3.2. RUMAH SEHAT KOTA CIREBON NO KELURAHAN JUMLAH RUMAH RUMAH SEHAT RUMAH TIDAK SEHAT 1 Kel. Kesenden 2,596 1,369 1,227 2 Kel. Kejaksan 1,664 806 858 3 Kel. Kebon Baru 1,568 896 672 4 Kel. Sukapura 2,671 1,826 845 Jumlah 8,499 4,897 3,602 KECAMATAN KESAMBI NO KELURAHAN JUMLAH RUMAH RUMAH SEHAT RUMAH TIDAK SEHAT 1 Pekiringan 2,227 1,357 870 2 Kesambi 1,795 1,073 722 3 Sunyaragi 2,062 1,384 678 4 Karyamulya 3,849 2,282 1,567 5 Drajat 2,893 1,523 1,370 Jumlah 12,826 7,619 5,207 KECAMATAN PEKALIPAN NO KELURAHAN JUMLAH RUMAH RUMAH SEHAT RUMAH TIDAK SEHAT 1 Jagasatru 1,779 810 969 2 Pulasaren 1,531 948 583 3 Pekalangan 1,223 964 259 4 Pekalipan 1,331 1,011 320 Jumlah 5,864 3,733 2,131 KECAMATAN LEMAHWUNGKUK NO KELURAHAN JUMLAH RUMAH RUMAH SEHAT RUMAH TIDAK SEHAT 1 Kesepuhan 2,726 1,789 937 2 Pegambiran 3,395 1,155 2,240 3 Panjunan 2,188 1,476 712 4 Lemahwungkuk 1,459 846 613 Jumlah 9,768 5,266 4,502 KECAMATAN HARJAMUKTI NO KELURAHAN JUMLAH RUMAH RUMAH SEHAT RUMAH TIDAK SEHAT 1 Harjamukti 3,159 1,405 1,754 2 Argasunya 2,964 283 2,681 3 Kalijaga 5,396 2,946 2,450 4 Kecapi 4,247 3,498 749 5 Larangan 3,068 2,809 259 Jumlah 18.834 10.941 7.893 e. Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Dari jumlah TUPM tahun 2008 sebanyak 1.659 sarana telah dilakukan pemeriksaan sejumlah 1.570 sarana dan yang dinyatakan memenuhi aspek kesehatan 1.363 sarana (86,82%). BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 4

JUMLAH YG ADA JUMLAH DIPERIKSA JUMLAH SEHAT % SEHAT JUMLAH YG ADA JUMLAH DIPERIKSA JUMLAH SEHAT % SEHAT JUMLAH YG ADA JUMLAH DIPERIKSA JUMLAH SEHAT % SEHAT JUMLAH YG ADA JUMLAH DIPERIKSA JUMLAH SEHAT % SEHAT JUMLAH YG ADA JUMLAH DIPERIKSA JUMLAH SEHAT % SEHAT Tabel 3.3 PERSENTASE TEMPAT UMUM DAN PENGELOLAAN MAKANAN (TUPM) SEHAT MENURUT KECAMATAN KOTA CIREBON TAHUN 2009 HOTEL RESTORAN/R-MAKAN PASAR TUPM LAINNYA JUMLAH TUPM NO KECAMATAN PUSKESMAS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 20 21 22 23 24 1 Kejaksan 7 7 7 100 3 3 3 100 1 1 1 100 71 71 64 90.14 82 82 75 91.46 2 Jl.Kembang 5 5 5 100 13 11 11 100 - - - - 72 72 62 86.11 90 88 78 88.64 3 Nelayan 9 9 8 88.89 9 9 9 100 - - - - 60 60 56 93.33 78 78 73 93.59 4 Pamitran 7 7 5 71.43 40 40 34 85 - - - - 43 43 45 104.65 90 90 84 93.33 KEC.KEJAKSAN 28 28 25 89.29 65 63 57 90.48 1 1 1 100 246 246 227 92.28 340 338 310 91.72 5 Kesambi - - - - - - - - - - - - 83 83 77 92.77 83 83 77 120.5 6 Gunung Sari 3 3 3 100 9 9 9 100.00 1 1 1 100 84 84 84 100 97 97 97 100.00 7 Sunyaragi - - - - 4 4 4 100 - - - - 71 71 53 74.65 75 75 57 76.00 8 Majasem 1 1 1 100 2 2 2 100 - - - - 56 56 50 89.29 59 59 53 89.83 9 Drajat - - - - 2 2 2 100 1 1 1 100 73 72 56 77.78 76 75 59 78.67 KEC.KESAMBI 4 4 4 100 17 17 17 100 2 2 2 100 367 366 320 87.43 390 389 343 88.17 10 Jagasatru 1 1 1 100 20 20 15 75.00 1 1 1 100 55 55 44 80.00 77 77 61 79.22 11 Astanagarib 2 2 2 100 8 8 8 100 1 1 1 100 24 24 24 100 35 35 35 100 12 Pekalangan - - - - 15 15 15 100 2 2 2 100 39 39 39 100 56 56 56 100 KEC.PEKALIPAN 3 3 3 100 43 43 38 88.37 4 4 4 100 118 118 107 90.68 168 168 152 90.48 13 Kesunean - - - - - - - - - - - - 31 31 29 93.55 31 31 29 93.55 14 Pegambiran - - - - 7 7 6 86 2 2 2 100 313 311 274 88.10 322 320 282 88.13 15 Pesisir 5 5 5 100 10 10 10 100 - - - - 78 78 64 82.05 93 93 79 84.95 16 Cangkol - - - - 6 6 6 100 2 2 2 100 93 85 76 89.41 101 93 84 90.32 KEC.LEMAH WUNGKUK 5 5 5 100 23 23 22 96 4 4 4 100 515 505 443 22.57 547 537 474 88.27 17 Kalitanjung - - - - 4 4 4 100 1 1 1 100 100 100 100 100 105 105 105 100 18 Larangan 2 2 2 100 5 5 5 100 1 1 - - 99 99 82 82.83 107 107 89 83.18 19 Perumnas Utara 1 1 1 100 - - - - - - - - 94 94 88 93.62 95 95 89 93.68 20 Sitopeng - - - - - - - - - - - - 18 18 18 100 18 18 18 100 21 Kalijaga - - - - 1 1 1 100 - - - - 176 171 97 57 177 172 98 57 KEC.HARJA MUKTI 3 3 3 100 10 10 10 100 2 2 1 50 487 482 385 79.88 502 497 399 80.28 JUMLAH KOTA CIREBON 43 43 40 93.02 158 156 144 92.31 13 13 12 92.31 1,218 1,717 1,039 60.51 1,947 1,929 1,678 86.99 Sumber: Bidang pengendalian masalah penyakit BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 5

f. Rumah Bebas Jentik Nyamuk Hasil kegiatan tahun 2008 dari 86.641 bangunan yang ada, yang menjadi objek pemeriksaan adalah 56.937 bangunan (65,72%) sedangkan yang bebas jentik ada 52.413 (92,05%). Melihat hal tersebut, angka bebas jentik belum memenuhi target yaitu 95%. g. Sarana Sanitasi Sekolah Dari hasil survey sarana sanitasi yang ada di sekolah, sebagian besar sekolah sudah memiliki sarana sanitasi hanya saja jumlah sarana sanitasi masih kurang bila dibandingkan dengan jumlah pemakai (jumlah siswa dan guru). Fasilitas cuci tangan sudah disediakan di sekolah beserta dengan sabunnya. Mengenai pengetahuan higiene dan sanitasi biasa diberikan pada mata pelajaran Penjas walaupun masih ada yang hanya diberikan pada pertemuan tertentu saja. Setiap sekolah memiliki dana untuk penyediaan air bersih dan sarana sanitasi, rata-rata dana yang dikeluarkan adalah Rp.75.000 150.000 setiap bulannya. Sebagian besar pengelolaan sampah masih dikumpulkan hanya sebagian kecil sekolah yang telah memisahkan sampah serta diolah menjadi kompos. Tangki septik merupakan tempat buangan air kotor dari toilet, tapi masih ada yang langsung membuang ke badan penerima air. Pengosongan tangki septik hanya bila tangki septik sudah penuh, tidak ada jadwal rutin pengosongan tangki septik. Secara keseluruhan kondisi higiene sekolah adalah cukup bersih. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 6

No. Nama Sekolah Tabel 3.4 KONDISI SARANA SANITASI SEKOLAH (TOILET DAN TEMPAT CUCI TANGAN) Jumlah Sumber Air Bersih * Jumlah Toilet Fas. Cuci Persediaan Siapa yg membersihkan toilet Jumlah Siswa Guru PDAM SPT/L SGL Tangan Sabun Siswa Guru Pesuruh Sklh Guru L P L P L P S K T S K T S K T Y T Y T L P L P L P 1 SDN Pekiringan 135 87 1 13 1 2 2 2 SMK Negeri 2 49 864 33 84 3 3 SMPN 15 409 413 18 32 2 3 4 4 SMPN 16 337 458 17 31 2 5 7 5 SMPN 12 354 339 16 23 2 3 3 6 SMPN 9 418 371 15 22 2 1 1 7 SDN Karang Mulya 132 95 1 12 2 3 3 8 SDN Tampomas 120 122 9 1 1 1 9 SMPN 7 605 542 14 29 8 8 9 10 SMA 3 462 605 26 33 3 4 4 11 SMK TI PUI 348 64 14 10 2 2 2 12 SDN Argapura 124 117 21 9 2 1 1 13 SMPN 4 581 588 18 32 3 8 8 14 SMAN 6 473 563 24 32 2 1 1 15 SMAN 2 378 631 28 46 3 3 2 Keterangan: L :Laki-laki S Selalu tersedia air P Perempuan K Kadang-kadang tersedia air Y Ya T Tidak ada tersedia air T Tidak SPT/L Sumur Pompa Tangan/Listrik SGL Sumur Gali BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 7

Tabel 3.5 KONDISI SANITASI SEKOLAH (PENGELOLAAN SAMPAH DAN PENGETAHUAN HIGIENE) No. Nama Sekolah Apakah pengetahuan tentang Higiene & Sanitasi Apakah ada dana utk Cara Pengelolaan Sampah di Sekolah Tempat buangan air kotor diberikan penyediaan air bersih, Kapan Tangki Septik Kondisi higiene sarana sanitasi & Ya, pada pertemuan Ya, pada mata Tidak dikosongkan sekolah pendidikan higiene Dikumpulkan Dipisahkan Dibuat Kompos Dari toilet Dari kamar mandi tertentu pelajaran PenJas pernah Y T 1 SDN Pekiringan Tangki Septik Saluran Drainase Tahun 2009 Cukup Bersih 2 SMK Negeri 2 Tangki Septik Saluran Drainase Bersih 3 SMPN 15 Tangki Septik Saluran Drainase Tahun 2009 Cukup Bersih 4 SMPN 16 Tangki Septik Saluran Drainase Belum pernah Cukup Bersih 5 SMPN 12 Tangki Septik Saluran Drainase Tahun 2005 Cukup Bersih 6 SMPN 9 Tangki Septik Saluran Drainase Belum pernah Cukup Bersih 7 SDN Karang Mulya Tangki Septik Saluran Drainase Cukup Bersih 8 SDN Tampomas Kali Kali Tidak pernah Cukup Bersih 9 SMPN 7 Tangki Septik Saluran Drainase Tahun 2006 Bersih 10 SMA 3 Tangki Septik Saluran Drainase Sudah pernah, untuk yang baru dibangun tahun 2008 belum pernah Bersih 11 SMK TI PUI Tangki Septik Saluran Drainase Belum pernah Cukup 12 SDN Argapura Tangki Septik Saluran Drainase Belum pernah baru dibangun tahun 2006 Cukup Bersih 13 SMPN 4 Tangki Septik Saluran Drainase Belum pernah Cukup Bersih 14 SMAN 6 Tangki Septik Saluran Drainase Tahun 2009 Cukup Bersih 15 SMAN 2 Tangki Septik Saluran Drainase Belum pernah Cukup Bersih BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 8

3.1.2. Kesehatan dan Pola Hidup Masyarakat. Kondisi kesehatan masyarakat Kota Cirebon seperti besarnya timbulan penyakit, terutama penyakit menular akibat sanitasi buruk, kondisi pola hidup masyarakat menyangkut sanitasi, dan sebagainya dapat dilihat sebagai berikut : a. Diare Jumlah penderita diare tahun 2008 seluruhnya 22.771 orang, yang dilayani oleh sarana kesehatan sebanyak 21.295 orang dan oleh kader kesehatan 1.476 orang, lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yaitu 19.347 orang. Dengan rincian Kec. Kejaksan ada 4.434 kasus, Kec. Kesambi ada 4.106 kasus, Kec. Pekalipan ada 2.190 kasus, Kec. Lemahwungkuk ada 4.297 kasus dan Kec. Harjamukti ada 7.744 kasus. b. Demam Berdarah Dengue (DBD) Jumlah penderita DBD tahun 2008 seluruhnya 329 kasus dengan rincian Kec. Kejaksan ada 61 kasus, Kec. Kesambi ada 77 kasus, Kec. Pekalipan ada 28 kasus, Kec. Lemahwungkuk ada 34 kasus dan Kec. Harjamukti ada 129 kasus. Angka kesakitan penderita DBD di Kota Cirebon dari tahun 2000 s.d. tahun 2008 dapat dilihat pada tabel. Tabel 3.6 JUMLAH PENDERITA PENYAKIT DBD DI KOTA CIREBON NO TAHUN JUMLAH KASUS 1. 2000 94 2. 2001 258 3. 2002 101 4. 2003 114 5. 2004 147 6. 2005 286 7. 2006 507 8. 2007 434 9. 2008 329 c. TB Paru Jumlah penderita TB Paru BTA positif yang ditemukan dan diobati di puskesmas pada tahun 2008 sebanyak 314 penderita dengan penderita TB paru klinis sebanyak 222 orang. Dari data rumah sakit penderita paru klinis sebanyak 413 orang. d. Pola Hidup Masyarakat Secara umum pola hidup masyarakat Kota Cirebon dalam membuang air limbah rumah tangga telah menggunakan septic tank, namun BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 9

belum menggunakan sistem komunal, hal ini berkaitan dengan pemahaman masyarakat bahwa keperluan membuang air limbah merupakan urusan sendiri. Ada beberapa daerah yang masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) diantaranya sebagian wilayah Kayu Walang, Argasunya, Pesisir dan Pegambiran. Sedangkan pola masyarakat Kota Cirebon dalam membuang sampah, masih mengandalkan sarana TPS yang ada, belum melakukan pemilahan sampah dari rumah baik sampah organik, anorganik maupun sampah B3. Beberapa wilayah yang bersinggungan dengan sungai dan drainase, masyarakat masih membuang sampah ke badan air penerima tersebut. Kota Cirebon dilalui 4 (empat) sungai besar diantaranya adalah Sungai Kedungpane, Sungai Sukalila, Sungai Kesunean dan Sungai Kalijaga. Disamping itu, terdapat sungai Banjir Kanal yang merupakan batas wilayah bagian barat dengan Kabupaten Cirebon. Disamping itu juga ditunjang oleh system drainase kota yang menghubungkan jaringan tersier, sekunder dan primer. Pola masyarakat Kota Cirebon dalam memanfaatkan system drainase bahwa masih ada anggapan drainase merupakan urusan pemerintah Kota Cirebon, sehingga kepedulian masyarakat akan drainase dalam hal perawatan dan pemelharaan, masih rendah. Bahwa apabila drainase terhambat aliran airnya, merupakan tugas pemerintah kota, belum ada kesadaran kepemilikan bersama. 3.1.3. Kuantitas dan kualitas air. a. Kuantitas air minum PDAM PDAM Kota Cirebon memiliki 2 buah sumber air untuk sistem penyediaan air minumnya yaitu : 1. Sumber air I, berasal dari sumber di Paniis Kabupaten Kuningan; 2. Sumber air II, berasal dari sumber di Paniis Kabupaten Kuningan yang berjarak 50 meter dari sumber air I; Dari kedua sumber air ini, kapasitas produksi dari tahun 2004 s.d. 2008 mengalami fluktuasi seperti digambarkan pada tabel berikut : BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 10

Tabel 3.7 KAPASITAS PRODUKSI AIR BERSIH PDAM TAHUN VOLUME (m 3 /th) DEBIT (lt/dtk) 2004 26.659.018 843 2005 27.247.022 864 2006 26.262.302 833 2007 26.621.154 844 2008 25.536.658 808 Perkembangan kapasitas produksi tersebut tidak sebanding dengan terus bertambahnya jumlah pelanggan dan penurunan pelayanan yang terjadi pada sebagian wilayah pelayanan. b. Kualitas air minum PDAM Pemantauan kualitas air bersih dilakukan oleh DKK Cirebon yang dilakukan setiap 3 bulan sekali. Berdasarkan hasil pemeriksaan air PDAM Triwulan I Tahun 2010, didapat data bahwa pemeriksaan air sampel secara fisik dan kimia terhadap 8 titik dengan hasil seluruhnya memenuhi syarat, sedangkan untuk pemeriksaan air sampel secara bakteriologis terhadap 75 sampel seluruhnya memenuhi syarat. 3.1.4. Limbah Cair Rumah Tangga. Kondisi umum penanganan limbah cair rumah tangga. Dengan asumsi produksi limbah cair rumah tangga rata-rata per hari adalah 40 gr/org/hari maka pada tahun 2008 diperkirakan produksi limbah cair per hari sebanyak 12 m 3. Sistem penanganan limbah cair rumah tangga di Kota Cirebon ada 2, yaitu : off-site system dan on-site system. Pada sistem off-site, limbah cair rumah tangga disalurkan melalui saluran tersier, sekunder atau induk (primer). Dari saluran ini cairan limbah dipompa menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), ada 4 sistem offsite di Kota Cirebon, diantaranya : kolam oksidasi Kesenden, Ade Irma N., Perumnas Utara dan Perumnas Selatan. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 11

Pada sistem on-site terdiri dari : a. Konvensioal Limbah cair rumah tangga diangkut dengan menggunakan kendaraan tangki khusus yang kemudian di salurkan ke IPAL b. Johkasou Limbah cair rumah tangga dikumpulkan secara komunal sebelum disalurkan ke septic tank Johkasou, cairan keluaran dari septic tank ini merupakan green water dan dapat langsung dibuang ke badan air penerima Kota. Sistem ini telah terbangun dan beroperasi sebanyak 2 unit yatu di kantor PDAM dan di kompleks Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Dukuh Semar. Sedangkan penanganan grey water (limbah cair rumah tangga non kakus) adalah disalurkan atau dibuang langsung ke badan air penerima kota. Gambaran umum sistem air limbah terpusat Kota Cirebon dapat dilihat pada gambar berikut. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 12

Gambar 3.1 GAMBARAN UMUM SISTEM AIR LIMBAH TERPUSAT KOTA CIREBON BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 13

Penanganan limbah cair industri rumah tangga di Kota Cirebon sebagian besar masih dibuang langsung ke saluran drainase hanya sekitar 0,2 % yang membuang limbah cair ke bak penampungan, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.8 INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHUN 2004-2005 No Jenis Industri Rumah Tangga Alamat Sistim Pengelolaan Limbah 1 Kecap Lombok Jl. Panjunan Ditampung di bak 2 Kecap Tiga Sendok Jl. Kesunean Dibuang langsung ke saluran drainase 3 Kecap Dua Sontong Jl. Gambir Laya Dibuang langsung ke saluran drainase 4 Kecap Bawal Jl. Winaon Dalam Dibuang langsung ke saluran drainase 5 Kecap Banteng Jl. Pekalipan Dibuang langsung ke saluran drainase 6 Kecap Matahari Jl. Pagongan Dibuang langsung ke saluran drainase 7 Kecap Bola Jl. Lapang Bola Dibuang ke sungai 8 Kecap Ikan Tambak Jl. Pegambiran Dibuang langsung ke saluran drainase 9 Roti Ryan Jl. Karang Mulya Dibuang langsung ke saluran drainase 10 Roti Monas Jl. Jagasatru Ditampung di bak 11 Roti Maria Jl. Winaon Dalam Dibuang langsung ke saluran drainase 12 Kue Atom merk Lia Jl. Jagasatru Dibuang langsung ke saluran drainase 13 Gula Batu Tamsis Jl. Kapten Samadikun Dibuang langsung ke saluran drainase 14 Nata De Coco Jl. Diponegoro Ditampung di kolam 15 Beski Kokoya Jl. Slamet Riyadi Dibuang langsung ke saluran drainase 16 Manisan Handoko Jl. Rajawali Dibuang langsung ke saluran drainase 17 Potong Ayam H. Kerah Jl. Kampung Baru Dibuang ke sungai 18 Krupuk Udang Sari Jl. Ampera Dibuang langsung ke saluran drainase 19 Krupuk Jl. Satria gg.mangga Dibuang langsung ke saluran drainase 20 Krupuk H. Suryo Jl. Pangeran Drajat Dibuang langsung ke saluran drainase 21 Krupuk H. Ibad Jl. Terusan Kandang Perahu Dibuang ke lahan pertanian 22 Krupuk Ahmad Sudi Jl. Raya Kalitanjung Dibuang ke lahan pertanian 23 Sohun Tanah Mas Pegambiran Ditampung di bak 24 Sohun Cap Mangkuk Pegambiran Ditampung di bak 25 Tempe Bp. Didi Casdi Jl. Pangeran Drajat Dibuang ke sungai 26 Tempe Bp. Sutrisno Jl. Pangeran Drajat Dibuang ke sungai 27 Tempa Bp. Rolan Jl. Pangeran Drajat Ditampung di bak 28 Tempe Bp. Rosidi Jl. Pangeran Drajat Dibuang langsung ke saluran drainase 29 Tempe Bp. Feny Jl. Pangeran Drajat Dibuang langsung ke saluran drainase 30 Tempe Bp. Danan Jl. Pangeran Drajat Dibuang langsung ke saluran drainase 31 Tempe Bp. Dalari Kecapi Dibuang ke sungai 32 Tahu Bp. Abdul Wahid Jl. Pangeran Drajat Ditampung di bak 33 Tahu Bp. Eeng Jaelani Jl. Pangeran Drajat Dibuang ke sungai BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 14

3.1.5. Limbah Padat (Sampah). Kondisi umum penanganan limbah padat/persampahan Kota Cirebon. Penanganan sampah kota telah menjadi isu lingkungan utama, hal ini berkaitan erat dengan keterbatasan lahan yang dapat digunakan sebagai tempat pembuangan akhir karena luas wilayah Kota Cirebon yang kecil serta kondisi hidrogeologisnya yang kurang layak dari segi teknis. Berbagai kegiatan di wilayah Kota Cirebon akan menimbulkan konsekuensi seperti masalah persampahan yang memerlukan penanganan terpadu. Luas kota yang hanya 37.358 km 2 berpenduduk 298.995 jiwa dengan kepadatan rata-rata 8.003,5 jiwa/km 2. Dari catatan DKP, data volume sampah yang dibuang di TPA Kopiluhur bulan April 2010, diperkirakan menghasilkan sampah yang berasal dari permukiman, jalan dan pasar serta daerah industri sebesar 770 m 3 /hari. Sebagian besar sampah rumah tangga dikumpulkan di TPS kemudian dibawa ke TPA begitu juga dengan sampah pasar, sedangkan untuk sampah industri, sebagian industri bekerjasama dengan DKP untuk penjemputan sampah yang kemudian dibuang ke TPA. Dari tahun 1998 sampai dengan saat ini pembuangan sampah yang berasal dari penduduk kota dialihkan dari TPA Grenjeng Kelurahan Harjamukti Kecamatan Harjamukti ke TPA Kopiluhur Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti dengan sistem pengolahan sampah Open Dumping. TPA Kopiluhur mempunyai luas 9 Ha merupakan lahan bekas penambangan galian C. 3.1.6. Drainase Lingkungan. Kondisi umum pematusan air hujan (drainase) Kota Cirebon. Kota Cirebon terletak di daerah pantai utara Propinsi Jawa Barat bagian timur dan termasuk daerah beriklim tropis dengan curah hujan 1.766 mm per tahun dan hari hujan 133 hari. Dengan ketinggian rata-rata 5 m dpl serta kondisi saluran yang kurang terawat menyebabkan Kota Cirebon berpotensi terjadi genangan. Hal ini yang tentunya berdampak buruk pada sanitasi perkotaan, dengan demikian Drainase lingkungan sebagai salah satu sarana utilitas lingkungan tidak boleh diabaikan dan harus direncanakan secara detail dalam proses BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 15

pembangunan. Karena perencanaan drainase yang baik dapat meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian yang disebabkan banjir atau genangan, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan, oleh karena itu pada tahap perencanaan saluran drainase perlu mempertimbangkan debit saluran terencana, jalur saluran, profil memanjang, penampang melintang saluran dan perkuatan dinding saluran. Selain itu dalam proses pelaksanaannya mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi. Kota Cirebon memiliki 4 (empat) sungai besar diantaranya adalah Sungai Kedungpane, Sungai Sukalila, Sungai Kesunean dan Sungai Kalijaga. Disamping itu, terdapat sungai Banjir Kanal yang merupakan batas wilayah bagian barat dengan Kabupaten Cirebon. Permasalahan kesehatan lingkungan banyak muncul karena kelalaian atau ketidakmampuan masyarakat dalam mengelola drainase lingkungan di sekitarnya. Fenomena yang lebih memprihatinkan lagi adanya sikap yang kurang bijaksana dalam memaknai fungsi drainase, diantaranya pembuangan sampah di saluran drainase, penutupan saluran dengan bahan permanen sehingga menyulitkan pembersihan salurannya. Fenomena yang menjadi permasalahan ini lambat laun akan menimbulkan kerusakan lingkungan karena mengakibatkan terjadinya genangan air kotor yang mengganggu dan menjadi sumber penyakit, bahkan berakibat genangan serta banjir. Pada saat musim penghujan terjadi genangan, secara umum genangan yang terjadi di Kota Cirebon bukan diakibatkan oleh limpasnya air sungai akan tetapi karena terhambatnya aliran air drainase lingkungan. Berdasarkan pengamatan terdapat 7 (tujuh) titik genangan, diantaranya : a. Kawasan Jl. Pemuda, Jl. Terusan Pemuda dan Kawasan Jl. Ciptomangunkusumo b. Kawasan Kampung Sukasari (blk Hotel Kharisma) c. Kawasan Gunung Sari Ampera d. Kawasan Perumnas Burung e. Kawasan Perumnas Gunung f. Kawasan Kali Tanjung g. Kawasan Majasem Gambar 3.2 GENANGAN JL. CIPTOMANGUNKUSUMO BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 16

Gambar 3.3 PETA SPOT GENANGAN DI KOTA CIREBON Lokasi Genangan BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 17

3.1.7. Pencemaran Udara. Kondisi umum pencemaran udara. Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai kondisi atmosfer yang terdiri dari senyawa dengan konsentrasi tinggi diatas kondisi udara ambien normal sehingga menimbulkan dampak negatif bagi manusia, hewan, vegetasi maupun benda lainnya. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, yang dimaknai baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada atau seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Unsur pencemar yang tercakup didalamnya antara lain : SO2, CO, NO2, HC, Partikulat, Debu, Pb, Fluor dan senyawa khlorine. Kota Cirebon adalah kota perkotaan dengan tingkat pencemaran yang cukup tinggi terutama sumber pencemar berasal dari sektor transportasi serta industri, baik yang bersumber dari kota maupun dari wilayah sekitarnya. Pencemaran ini bersifat mikro namun tetap memiliki peran dalam mempengaruhi skala meso ataupun makro. Oleh karena itu pengendalian pencemaran juga dilakukan guna mengatasi masalah pada skala mikro tersebut. Tingkat konsentrasi pencemaran udara sangat ditentukan oleh tingkat emisi, jenis emiter/polutan, kondisi meteorologi, topografi dan tutupan lahan. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Kota Cirebon membawa dampak meningkatnya tingkat pencemaran udara. KLH Kota Cirebon pada tahun 2009 telah melakukan pengukuran kualitas udara ambien di 10 titik pantau yang mewakili kondisi kualitas udara di Kota Cirebon, kesepuluh titik pantau tersebut adalah : 1. Bunderan Gedung Negara Jl. Diponegoro; 2. Kantor Balaikota Cirebon Jl. Siliwangi 3. SMK Santa Maria Jl. Sisingamangaraja; 4. Swalayan Gunung Jati Jl. Pekiringan; 5. Pintu rel KA Jl. Lawanggada; 6. Simpang Gunung Sari; 7. Simpang Pemuda-Cipto; 8. Terminal Harjamukti; BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 18

9. Swalayan Yogya Jl. Rajawali 10. Perumahan Pegambiran Jl. Kalijaga. Dari hasil rekapitulasi data pengukuran kualitas udara ambien di 10 titik pantau, menunjukkan bahwa kondisi kualitas udara tergolong sedang, artinya bahwa konsentrasi dari parameter uji masih memenuhi baku mutu udara ambien. 3.1.8. Limbah Industri. Kondisi umum penanganan limbah Industri. Limbah industri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu limbah padat (sampah) dan limbah cair. Pada umumnya para pelaku industri melakukan pengelolaan limbah padat sendiri oleh staf pengelola limbah padat. Sampah dikumpulkan kemudian dibuang ke tempat pembuangan khusus, ada juga yang melakukan pengolahan sendiri di tempat, seperti daur ulang dan penimbunan. Dalam menangani limbah industri, KLH melakukan program monitoring limbah industri. Dalam monitoring tersebut dilakukan pengambilan sampel limbah industri, misalnya di PT BAT yang bergerak dibidang industri rokok dan PT Dunia Kimia Jaya yang bergelut di industri kimia, guna dapat ditentukan beban polusi masing-masing industri. Penanganan terhadap limbah industri terkendala oleh pemahaman pengusaha mengenai cara pengolahan limbah industri itu sendiri, disamping rendahnya upaya pengusaha memenuhi kewajiban menyediakan fasilitas instalasi pengolah limbah, tingginya beaya investasi pembangunan, operasi dan pemeliharaan instalasi pengolah limbah juga belum tersedianya laboratorium lingkungan daerah yang akan mampu mengurangi beban operasional pemeriksaan air limbah sehingga kurang akurasi dalam menentukan tingkat pencemaran yang terjadi. Para pelaku industri di Kota Cirebon yang telah memiliki Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) sejumlah 5 pengusaha. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 19

3.1.9. Limbah Medis. Kondisi umum penanganan limbah medis. Kota Cirebon termasuk kota yang memiliki sarana dan prasarana kesehatan yang lengkap yang mampu melayani masyarakat Kota Cirebon dan sekitarnya (Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, Brebes dan Tegal). Kota Cirebon memiliki fasilitas rumah sakit dari tipe D hingga tipe B terdiri dari 4 rumah sakit umum dan 5 rumah sakit khusus (bedah, persalinan ibu dan anak) dan ditunjang oleh 46 Puskesmas, klinik bersama hingga apotek yang cukup lengkap. Akan tetapi dalam hal pengelolaan limbah medis baik cair maupun padat yang bersifat infeksious masih kurang, karena masih banyak yang belum dilengkapi instalasi pengolah limbah cair dan padat yang representatif. Terdapat beberapa penanganan limbah medis di Kota Cirebon, agar tidak membahayakan lingkungan diantaranya : 1. Pengoptimalan kinerja incinerator yang ada di rumah sakit agar dapat menghanguskan limbah padat medis; 2. Melakukan perawatan rutin IPAL rumah sakit. KLH secara rutin melaksanakan program monitoring lingkungan terhadap limbah medis/rumah sakit di Kota Cirebon. 3.2. PENGELOLAAN LIMBAH CAIR. 3.2.1. Landasan Hukum/Legal Operasional Kebijakan Pusat 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air; 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 20

6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih; 7. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik; Kebijakan Daerah 1. Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 9 Tahun 1994 yang antara lain mengatur tentang pengalihan tugas pengelolaan air limbah ke PDAM. Sesuai Surat Keputusan Walikota yang mengacu pada PERDA No.9 Tahun 1994, sektor Air Limbah diserahkan pengelolaan sepenuhnya ke PDAM dan dalam struktur organisasi dan tata kerja PDAM Kota Cirebon, Air Limbah merupakan salah satu BAGIAN. Sebagai konsekuensinya maka pengelolaan keuangan disatukan dengan sektor air minum. 2. Peraturan Daerah No. 10 / 1994 antara lain disebutkan bahwa Retribusi Penyehatan Lingkungan Pemukiman (RPLP) meliputi 2 sektor (drainase & persampahan), sedangkan pembiayaan sektor Air Limbah dimasukkan ke struktur tarif PDAM. Dalam pelaksanaannya struktur tarif yang diberlakukan belum dapat membiayai pengelolaan sektor air limbah. 3. Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 13 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelayanan Air Minum dan Air Limbah pada PDAM. 4. Tahun 2000 dilakukan penyesuaian tarif air minum PDAM melalui Kep. Walikota, dimana struktur tarif tersebut belum memperhitungkan pembiayaan air limbah, hal tersebut disebabkan kondisi perekonomian masyarakat belum sepenuhnya pulih dari krisis moneter. 5. Tahun 2003 terbit RPPK / PL untuk sektor persampahan yang pola dan besarnya seperti RPLP yaitu melalui rekening PDAM sebesar 25 % dari pemakaian air. 6. Tahun 2004 (tarif yang berlaku sampai saat ini) dilakukan penyesuaian tarif, dimana pembiayaan air limbah masih belum dapat diperhitungkan. 7. Tahun 2007 RPPK / PL disesuaikan besarannya menjadi 12 % dari pemakaian air. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 21

3.2.2. Aspek Institusional Saat ini pengelolaan limbah cair domestik, ditangani oleh PDAM Kota Cirebon. Dilihat dari struktur organisasinya penanganan limbah cair merupakan kewenangan Bagian Air Limbah, Bagian ini membawahkan 2 seksi yaitu Seksi Pemeliharaan Saluran dan Pembuangan Lumpur dan Seksi Pengolahan Air Limbah. Seksi Pemeliharaan Saluran dan Pembuangan Lumpur membawahkan Sub Seksi Penyambungan dan Pemeliharaan Saluran dan Sub Seksi Pembuangan Lumpur Tinja. Seksi Pengolahan Air Limbah membawahkan Sub Seksi Stasiun Pompa dan Sub Seksi IPAL. Sesuai dengan PERDA No. 13 Tahun 1994, tarif pelayanan air limbah ditetapkan sebagai berikut : a. Tarif pelayanan septik tank : Setiap pelayanan penyedotan lumpur tinja septik tank dikenakan biaya sesuai dengan klasifikasi persilnya yaitu : - Non Komersial sebesar Rp. 25.000,- / m 3. - Komersial sebesar Rp. 35.000,- / m 3. - Industri sebesar Rp. 50.000,- / m 3 Volume penyedotan minimal adalah 2 m 3. Bagi persil / bangunan diluar kota, dikenakan Biaya Transportasi sebesar Rp. 500,- / km untuk setiap pelayanan penyedotan. b. Tarif Pelayanan Penyambungan Baru : Setiap permohonan penyambungan baru (persil / bangunan yang belum mendapatkan pelayanan air limbah ke saluran Perusahaan), dikenakan Biaya Penyambungan (BP) sesuai dengan klasifikasi persilnya yaitu : - Non Komersial sebesar Rp. 1.200.000,-. - Komersial I sebesar Rp. 1.500.000,-. - Komersial II sebesar Rp. 2.000.000,-. Khusus untuk klasifikasi Industri ditentukan berdasarkan jenis dan jumlah air limbah yang dihasilkan serta telah memenuhi syarat baku mutu buangan air limbah yang telah ditentukan melalui laboratorium. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 22

c. Tarif Pelayanan Penyambungan kembali : Setiap permohonan penyambungan kembali (persil / bangunan yang telah mendapatkan pelayanan air limbah ke saluran Perusahaan), dikenakan Biaya Administrasi dan Pencatatan sesuai dengan klasifikasi persilnya yaitu : - Non Komersial sebesar Rp. 150.000,- - Komersial I sebesar Rp. 165.000,- - Komersial II sebesar Rp. 225.000,- d. Pelayanan Lain-lain : Setiap penyambungan persil yang telah mendapatkan pelayanan air limbah ke saluran Perusahaan, dikenakan Biaya Administrasi dan Pencatatan sesuai dengan klasifikasi persilnya yaitu : - Non Komersial sebesar Rp. 150.000,- - Komersial I sebesar Rp. 165.000,- - Komersial II sebesar Rp. 225.000,- e. Pelayanan Perencanaan dan Pemeriksaan Laboratorium Air Limbah : Meliputi desain IPAL, sistem jaringan saluran dan Baku Mutu parameter air limbah. Struktur organisasi PDAM dapat dilihat pada gambar berikut. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 23

Gambar 3.4 BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 24

3.2.3. Cakupan Pelayanan Saat ini cakupan pelayanan pengelolaan air limbah di Kota Cirebon dapat diklasifikasikan dalam beberapa aspek, diantaranya menurut jumlah penduduk yang terlayani, luas cakupan dan prosentasi wilayah terlayani dan menurut jumlah pelanggan dan prosentasi terlayani. Dari jumlah penduduk Kota Cirebon per tanggal 31 Agustus 2009, sebanyak 271.795 jiwa yang tersebar di 5 kecamatan, jumlah yang terlayani adalah 71.631 jiwa atau 26,36%. Kecamatan Kesambi merupakan kecamatan yang belum memiliki jangkauan layanan air limbah dikarenakan infrastruktur jaringan air limbah di kecamatan ini belum tersedia. Sedangkan menurut cakupan pelayanan air limbah menurut luasan wilayah per kecamatan secara total adalah 15,02% dari seluruh wilayah Kota Cirebon. Jika dilihat dari jumlah pelanggan baik pelanggan tetap maupun non pelanggan, terdapat total pelanggan yang terlayani 26,01% yang terdiri dari pelanggan tetap sebesar 13,765% dan non pelanggan 12,247%. Tabel berikut dapat mengambarkan kondisi cakupan layanan air limbah di Kota Cirebon tahun 2009. Tabel 3.9 JUMLAH DAN PROSENTASE PENDUDUK TERLAYANI No KECAMATAN PENDUDUK (JIWA) PENDUDUK TERLAYANI % PENDUDUK TERLAYANI % TERHADAP TOTAL 1. Harjamukti 86.504 25.434 29,40% 9,36% 2. Lemahwungkuk 46.813 20.222 43,19% 7,44% 3. Pekalipan 31.892 18.883 59,51% 6,95% 4. Kesambi 65.364 0 0 0 5. Kejaksan 41.222 7.092 17,20% 2,61% Jumlah 271.795 71.631 26,36 BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 25

Tabel 3.10 LUAS CAKUPAN DAN PROSENTASE WILAYAH TERLAYANI No KECAMATAN LUAS WILAYAH % WILAYAH % TERHADAP WILAYAH (Ha) TERLAYANI TERLAYANI TOTAL 1. Harjamukti 1.761,50 228.420 12,97 6,11 2. Lemahwungkuk 650,70 142.510 21,90 3,81 3. Pekalipan 156,15 106.470 68,18 2,85 4. Kesambi 805,90 0 0 0 5. Kejaksan 361,60 83.890 23,20 2,25 Jumlah 3.735,85 561.290 15,02 Tabel 3.11 BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 26

Tabel 3.12 JUMLAH MCK MENURUT KECAMATAN NO NAMA WILAYAH JUMLAH MCK 1 2 8 1 KEJAKSAN 20 2 KESAMBI 18 3 PEKALIPAN 37 4 LEMAHWUNGKUK - 5 HARJAMUKTI - JUMLAH 75 Sumber : TP PKK Kota Cirebon 3.2.4. Aspek Teknis dan Teknologi a. Sistem terpusat/offsite system Di Kota Cirebon terdapat 4 (empat) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), yaitu : IPAL Kesenden, Ade Irma, Perumnas Utara dan Perumnas Selatan. IPAL Kesenden yang terletak di Kecamatan Kejaksan saat ini mempunyai luas area terlayani 83,89 Ha, dengan jumlah pelanggan 171 SL sedangkan panjang saluran terpasang adalah 11,5 Km. IPAL Ade Irma terletak di Kecamatan Pekalipan memiliki jumlah pelanggan 1.808 SL dengan cakupan luas area yang terlayani 248,98 Ha dan panjang saluran terpasang 20,7 Km. IPAL Perumnas Utara di Kecamatan Harjamukti melayani pelanggan sejumah 1.419 SL dengan luasan area yang terlayani 53,58 Ha dan panjang saluran 9,2 Km IPAL Perumnas Selatan yang terletak di Kecamatan Harjamukti mempunyai jumlah pelanggan 4.738 SL dengan luas area cakupan 174,84 Ha, sedangkan panjang saluran air limbah di IPAL ini 27,7 Km. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 27

Gambar 3.5 INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI KOTA CIREBON IPAL Ade Irma : - Jumlah Pelanggan : 1.808 SL - Luas Area Terlayani : 248,98 Ha - Panjang Saluran : 20,675 Km IPAL Perumnas Selatan : - Jumlah Pelanggan : 4.738 SL - Luas Area Terlayani : 174,84 Ha - Panjang Saluran : 27,739 Km IPAL Perumnas Utara : - Jumlah Pelanggan : 1.419 SL - Luas Area Terlayani : 53,58 Ha - Panjang Saluran : 9,182 Km a IPAL Kesenden : - Jumlah Pelanggan : 171 SL - Luas Area Terlayani : 83,89 Ha - Panjang Saluran : 11,493 Km BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 28

Tabel 3.13 Sarana Pengelola Air Limbah Tabel 3.14 KAPASITAS STASIUN POMPA (SP) DAN IPAL BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 29

Tabel 3.15 SISTEM PENYALURAN/PEMBUANGAN Tabel 3.16 SISTEM PENGOLAHAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 30

Tabel 3.17 PERALATAN b. Sistem setempat/onsite system Sistem setempat/onsite system yang ada di Kota Cirebon terdiri dari sistem konvensional dan sistem Johkasou. Secara konvensional, sistem pembuangan limbah berasal dari persil yang disedot dan diangkut oleh kendaraan khusus pengangkut air limbah yang kemudian dibuang ke IPAL. Johkasou, sistem ini berupa pengolahan mandiri untuk skala terbatas sampai dengan 300 KK. Saat ini telah terbangun dan beroperasi sebanyak 2 unit di kantor PDAM dan di kompleks Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Dukuh Semar. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 31

Cara kerja sistem ini dimulai dari pembuangan air limbah komunal dari beberapa rumah tangga yang dialirkan ke septic tank Johkasou. Dalam septic tank ini air limbah diproses dan keluaran dari saluran ini dapat langsung dibuang di badan air penerima Kota Cirebon. 3.2.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Penanganan Limbah Cair Peran serta masyarakat dan jender dalam penanganan limbah cair di Kota Cirebon dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Masyarakat kota yang mempunyai kesadaran dan memiliki kelonggaran finansial telah mampu menangani limbah cair, baik dalam penyediaan maupun dalam pemeliharaan sarana dan prasarana air limbah; b. Sedangkan untuk masyarakat yang belum memiliki kesadaran dan low income, sangat sulit untuk penanganan limbah cair di lingkungannya hal ini keterbatasan akan kesadaran dan biaya yang harus dikeluarkan. Sebagai contoh untuk Kelurahan Pegambiran Kecamatan Lemahwungkuk perilaku masyarakat dalam BAB sebagai berikut, pada tahun 2010, ada sebanyak 47 orang yang masih BAB di kebun/sawah, 80 orang yang BAB di sungai/kolam, 175 orang yang BAB di MCK umum, dan sebanyak 2.621 orang BAB di WC sendiri. Secara umum peran serta masyarakat dan gender dalam penanganan limbah cair di Kota Cirebon belum maksimal, masih mengandalkan kegiatan atau proyek dari Pemerintah Kota Cirebon, baik penyediaan sarana prasarana maupun perawatannya. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 32

3.2.6. Permasalahan Dari pemaparan di atas, ada beberapa hal yang masih menjadi kendala dalam meningkatkan cakupan layanan air limbah di Kota Cirebon, diantaranya adalah : Cakupan area masih kecil dan didominasi golongan low income; Kurangnya infrastruktur jaringan air limbah, khususnya di Kecamatan Kesambi; Masih banyaknya penduduk yang memiliki jamban yang tidak kedap air; Masih banyaknya perilaku masyarakat yang BABS; Persepsi dari sebagian masyarakat bahwa sarana sanitasi air limbah belum menjadi kebutuhan yang mendesak; Sebagian masyarakat Kota Cirebon lebih mudah membuang limbahnya ke saluran/sungai atau karena keterbatasan ekonominya belum mampu menyediakan sarana sanitasi sendiri; Kondisi kawasan pemukiman di Kota Cirebon yang padat sulit untuk menempatkan saluran pembuangan air limbah dan septic tank yang sesuai dengan persyaratan kesehatan. 3.3. PENGELOLAAN PERSAMPAHAN (LIMBAH PADAT). 3.3.1. Landasan Hukum/Legal Operasional 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Persampahan; 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL; 5. Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan; 6. Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 14 Tahun 2008 tentang Dinasdinas Daerah Pada Pemerintah Kota Cirebon. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 33

3.3.2. Aspek Institusional Urusan pengelolaan persampahan di Kota Cirebon ditangani oleh DKP, berdasarkan bagan Struktur Organisasi DKP, perencanaan pengelolaan persampahan di bawah Bidang Sarana dan Prasarana Persampahan yang menangani sarana dan prasarana angkutan persampahan dan tempat pembuangan sampah sementara. Sedangkan operasional penanganan dan pengelolaan tempat pemrosesan akhir sampah dilaksanakan oleh UPTD Tempat Pemrosesan Akhir. Sesuai dengan Perda No.3 tahun 2005, objek retribusi pelayanan persampahan adalah : Pedagang Kaki Lima Melalui PDAM (rumah, dll) Pasar / Fasilitas Umum Industri Kantor/usaha perdagangan BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 34

Gambar 3.6 BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA CIREBON BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 35

3.3.3. Cakupan Pelayanan Cakupan pelayanan pengelolaan persampahan meliputi 5 kecamatan di 22 kelurahan se-wilayah Kota Cirebon yang ditunjang oleh sarana TPS yang tersebar di kota, diantaranya adalah : TPS Tuparev dan Wahidin, TPS LP dan TPI, TPS kembar dan Sukalila, TPS Mega Endah, Nuansa Majasem dan BI, TPS Rajawali dan Buyut, TPS Pasar Jagasatru dan Pasar Pagi, TPS Krucuk dan GSP, TPS Penggung, TPS R.S GN.Jati, Sunyaragi dan Terminal, TPS Galunggung dan Kimia Jaya, TPS Kalibaru, Sukalila dan TPI, TPS BI, Kembar dan LP, TPS Krucuk, Penggung dan Wahidin, TPS Sunyaragi dan Rajawali, TPS Buyut dan Grage Mall, TPS Pasar Jagasatru dan Jl.Protokol, TPS BAT, TPS Pasar Kanoman. Kapasitas penanganan sampah atau Service Coverage sebesar 78 % dari area kota. Sampah dari TPS diangkut dengan menggunakan kendaraan pengangkut sampah (amroll kecil dan dumptruck) sedangkan sampah saluran, sampah kerja bhakti, sampah pasar liar dan sampah sapuan diangkut oleh kendaraan ringan bak terbuka. Kemudian akhir dari pengangkutan sampah disentralkan di TPA Kopiluhur Kelurahan Argasunya di Kecamatan Harjamukti yang merupakan tempat pemrosesan akhir sampah. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 36

Gambar 3.7 SKETSA LAYOUT TEMPAT PEMROSESAN AKHIR KOPI LUHUR ( EKSISTING) BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 37

BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 38

Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang dihasilkan per orang/hari dalam satuan volume atau berat dengan sumber timbulan sampah di Kota Cirebon sebagai berikut : 1. Sampah domestik 2. Sampah daerah komersial, jalan dan drainase 3. Sampah pasar 4. Sampah perkantoran dan institusi 5. Sampah khusus 6. Sampah rumah sakit 7. Sampah industri 8. Sampah hotel dan rumah makan Jumlah volume sampah yang dibuang per hari per kecamatan di Kota Cirebon selama 8 tahun dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 3.15 VOLUME SAMPAH PERHARI PER KECAMATAN (M 3 ) DI KOTA CIREBON TAHUN 2001- No Kecamatan Volume Sampah 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 2008 1 Harjamukti 95 120 116 188 198 200 205 210 2 Lemahwungkuk 60 80 106 128 132 135 137 138 3 Pekalipan 40 47.5 48 56 87 90 95 100 4 Kesambi 30 38.5 59 64 126 130 132 135 5 Kejaksan 85 95 126 144 158 160 162 165 Jumlah 310 381 455 580 701 715 731 748 Kenaikan (%) 22.90 19.42 27.47 20.86 2.00 2.24 2.33 Sumber : Cirebon Dalam Angka Komposisi sampah yang dikumpulkan berdasarkan sumbernya adalah sebagai berikut : 1. Perumahan 76 % 2. Area bisnis (perkantoran dan hotel) 1,8 % 3. Pasar 12,3 % 4. Kawasan publik 9,7 % BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 39

Komposisi sampah kota sebagai berikut : 1. Organik 76,5 % 2. Plastik 12,49 % 3. Logam 0,39 % 4. Kertas 6,51 % 5. Lain-lain 4,1 % 3.3.4. Aspek Teknis dan Teknologi a. Tempat Penampungan Sementara (TPS) Kota Cirebon memiliki 30 tempat penampungan sementara yang tersebar di wilayah Kota Cirebon. Masing-masing TPS dilengkapi dengan kontainer, data mengenai jumlah volume sampah yang dapat ditampung kontainer pada masing-masing TPS tersaji pada tabel berikut : Tabel 3.16 TEMPAT PENAMPUNGAN SEMENTARA No Tempat Penampungan Volume Kontainer Jumlah Sementara (m 3 ) (unit) 1. Krucuk 6 2 2. Tuparev 12 2 3. Kalibaru Utara 12 1 4. Sukalila Selatan 12 1 5. Nuansa Majasem 6 1 6. Wahidin 12 2 7. Sunyaragi 6 2 8. BI 6 2 9. LP 12 2 10. Evakuasi 6 2 11. Taman Sari 6 2 12. Kembar 12 2 13. Jagasatru 6 2 14. TPI 12 1 15. Pronggol 6 2 16. Bima 6 1 17. Puri Taman Sari 6 2 BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 40

No Tempat Penampungan Volume Kontainer Jumlah Sementara (m 3 ) (unit) 18. Pasar Pagi 6 2 19. Galunggung 6 6 20. Rajawali 6 2 21. Penggung 6 2 22. Kimia Jaya 6 1 23. PLTG 6 1 24. RS Gunung Jati 6 3 25. Terminal 6 1 26. SMP - - 27. BAT - - 28. Hotel Sidodadi 6 1 29. Wanacala 6 1 30. Sunyaragi 6 2 Jumlah : 50 Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan, yang terkena objek retribusi meliputi : pedagang kaki lima, pasar/fasilitas umum, industri dan kantor/usaha perdagangan. Cara pengumpulan sampah dibedakan menjadi 2 yaitu, secara langsung dan melalui TPS Dalam melaksanakan operasioal persampahan, kinerja DKP ditunjang oleh beberapa kendaraan operasional pengangkut sampah diantaranya: Tabel 3.17 KENDARAAN OPERASIONAL PENGANGKUT SAMPAH No Jenis Kapasitas Kondisi Kepemilikan Kendaraan Angkut 1. Dump Truck 8 x 8 m 3 50% Pemkot 2. Amroll Besar 3 x 12 m 3 Laik jalan Pemkot 3. Amroll Kecil 7 x 8 m 3 50% Pemkot 4. Pick Up 5 x 4 m 3 50% Pemkot BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 41

b. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) TPA Kopiluhur Kota Cirebon berlokasi di Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti, dengan luas areal ± 9,6 Ha merupakan bekas galian C dengan kedalaman rata-rata areal 10 meter. Pertama kali dimanfaatkan sebagai TPA pada tahun 1998. Dengan asumsi produksi sampah rata-rata per hari adalah 2,4 lt/org/hari atau 717 m 3/ hari (tahun 2008) maka diperkirakan akan penuh 3 tahun lagi (lahan tersisa : ± 2 Ha). Sistem yang dipakai masih menggunakan sistem open dumping. Jarak terdekat terhadap permukiman terdekat sekitar 250 meter. Dalam areal TPA telah berdiri pabrik pembuatan kompos dengan kapasitas produksi kompos 40-60 ton per hari. Dari data DKP volume rata-rata buangan sampah per harinya sampai dengan bulan April 2010 ini, adalah 770 m 3, dengan berat sampah rata-rata dalam kontainer 256 kgm 3. Saat ini diperkirakan ada sekitar 156 orang pemulung yang beroperasi di TPA. Para pemulung tersebut diperkirakan bisa mengurangi sampah TPA sekitar 99m 3 ton/bulan atau 12.9 % dari volume sampah yang masuk TPA. Guna melancarkan operasional TPA, kelengkapan sarana yang ada meliputi : 1 unit exavator, 1 unti buldozer, 1 unit becho wheel loader dan 1 unit soft wheel loader. Saat ini DKP telah membangun kolam lindi. Kolam ini berfungsi untuk memperlakukan air licid diubah menjadi green water yang selanjutnya air tersebut dibuang ke badan air penerima. Air licid merupakan air hasil proses pembusukan sampah, apabila air licid meresap ke dalam tanah, maka dikhawatirkan akan membuat air tanah menjadi terpolusi. c. Pemanfaatan dan pengolahan sampah Ada sebagian masyarakat, swasta dan pemerintah yang melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengolahan sampah secara 3R (reuse, reduce dan recycle). Kegiatan pemanfaatan ini sedikitnya dapat mereduksi jumlah timbulan sampah yang masuk ke TPA walaupun tidak tampak secara signifikan karena jumlah timbulan sampah sangat banyak dan selalu meningkat. Rincian kegiatan pemanfaatan dan pengolahan sampah 3R dapat dilihat pada tabel berikut. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 42

Tabel 3.18 KEGIATAN PEMANFAATAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH (REUSE, REDUCE DAN RECYCLE) OLEH MASYARAKAT, SWASTA DAN PEMERINTAH No JENIS KEGIATAN ALAMAT JENIS SAMPAH KAPASITAS (LIMBAH) PEMANFAATAN a Sekolah: SDN Karang Mulya Jl.Drajat Limbah padat dan organik 0.1-0.3 m3/hari SDN Kebon Melati Jl.Moh.Toha Limbah padat dan organik 0.1-0.3 m3/hari SMP 1 Jl.Siliwangi Limbah padat dan organik 0.2-0.5 m3/hari SMP 2 Jl.Siliwangi Limbah padat dan organik 0.2-0.5 m3/hari SMP 3 Jl.Pemuda Limbah padat dan organik 0.4-0.6 m3/hari SMP 4 Jl.Wahidin S Limbah padat dan organik 0.2-0.5 m3/hari SMP 5 Jl.Jend.A.Yani Limbah padat dan organik 0.3-0.5 m3/hari SMP 8 Jl.Cipto MK Limbah padat dan organik 0.3-0.6 m3/hari SMU 2 Jl.Ciremai Raya Limbah padat dan organik 0.2-0.5 m3/hari SMU 3 Jl.Perjuangan Limbah padat dan organik 0.4-0.6 m3/hari SMKN 1 Jl.Cipto MK Limbah padat dan organik 0.4-0.6 m3/hari SMKN 2 Limbah padat dan organik b Perkantoran: Dinas Kesehatan Jl.Kesambi Limbah padat dan organik 0.05 m3/hari Kantor lingkungan Hidup Jl.Wahidin S Limbah padat dan organik 0.05 m3/hari Limbah padat dan organik c Perumahan: RW.03 Sigendeng Kelurahan Kesambi Limbah padat dan organik RW.04 Kampung Melati Kelurahan Kesambi Limbah padat dan organik RW.08 Kebon Baru Kelurahan Kebon Baru Limbah padat dan organik RW.03 Pegambiran Kelurahan Pengambiran Limbah padat dan organik RW.08 Sunyaragi Kelurahan Sunyaragi Limbah padat dan organik 1-2 m3/hari RW.10 Jagasatru Keluran Jagastru Limbah padat dan organik RW.03 Larangan Keluran Larangan Limbah padat dan organik RW.07 Larangan Keluran Larangan Limbah padat dan organik RW.08 Larangan Kelurahan Larangan Limbah padat dan organik d Rumah sakit/puskesmas: Puskesmas Kejaksan Jl.Siliwangi Limbah padat dan organik Puskesmas Nelayan Jl.Kapten Samadikun Limbah padat dan organik 0.15 m3/hari Puskesmas Gunungsari Jl.Tentara Pelajar Limbah padat dan organik 3.3.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Sampah Peran serta masyarakat dan jender dalam pengelolaan sampah di Kota Cirebon masih belum optimal, seharusnya sebelum sampah dibuang di TPS, penanganan sampah dilakukan di rumah masing-masing dengan cara pemilahan sampah organic, anorganik dan sampah B3, namun hal ini belum dilakukan. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 43

Sebagian kecil masyarakat melakukan pemusnahan sendiri dengan cara ditimbun atau dibakar, terutama pada permukiman dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah. Umumnya pada pengelolaan sampah belum ada keterlibatan perempuan sejak dari tingkat rumah tangga sampai tingkat kelurahan dan kecamatan. Semua aktifitas masih didominasi oleh laki-laki. 3.3.6. Permasalahan dalam Pengelolaan Sampah Permasalahan dalam pengelolaan sampah di Kota Cirebon sangat komplek, baik dari tingkat masyarakat, tingkat swasta maupun ditingkat Pemerintah Kota Cirebon. Permasalahan persampahan ditingkat masyarakat : 1. Kesadaran masyarakat Kota Cirebon untuk memilah sampah rumah tangga dari sampah organic, anorganik dan sampah B3, masih kurang; 2. Perilaku masyarakat Kota Cirebon membuang sampah di sungai, drainase lingkungan atau badan air penerima kota masih banyak terlihat; 3. Kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi kebersihan masih rendah; 4. Masih adanya pola masyarakat yang membakar sampah, bukan menimbun dan menutup dengan tanah. Permasalahan persampahan ditingkat swasta 1. Peran swasta dalam memanfaatkan pengelolaan sampah masih kurang; Permasalahan persampahan ditingkat pemerintah 1. Minimnya sistem perencanaan persampahan termasuk DED persampahan; 2. Kurangnya sarana operasional persampahan, berupa gerobak sampah dan kendaraan pengangkut sampah yang tidak laik jalan; 3. Pemerintah Kota Cirebon melalui DKP Kota Cirebon mengalami kesulitan menempatkan TPS (baik permanen maupun kontainer); 4. Lahan TPA Kopiluhur diperkirakan akan penuh dalam 3 tahun mendatang; 5. Mengingat dana operasional yang minim, TPA Kopiluhur masih menggunakan system open dumping, belum ke sanitary landfill; BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 44

6. Terdapat beberapa masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan persampahan, khususnya disebagian wilayah Pegambiran; 7. Belum adanya penghargaan berupa insentif yang diberikan kepada masyarakat atau pihak swasta, apabila masyarakat atau swasta melakukan pemilahan sampah terlebih dahulu. 3.4. PENGELOLAAN DRAINASE. 3.4.1. Landasan Hukum/Legal Operasional 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman; 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Air; 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai; 4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih; 5. Petunjuk Teknis Nomor KDT 627.54 Pan I judul Panduan Dan Petunjuk Praktis Pengelolaan Drainase Perkotaan; 6. Petunjuk Teknis Nomor KDT 307.14 Man P judul Manual Teknis Saluran Irigasi; 7. Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 7 November 2008 tentang Dinas-dinas Daerah Pada Pemerintah Kota Cirebon. 3.4.2. Aspek Institusional Penanganan sungai-sungai yang melintas di Kota Cirebon terbagi menjadi 2, untuk penanganan sungai : Kedungpane, Sukalila, Kesunean dan Kalijaga merupakan kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung, yang merupakan instansi Kementerian Pekerjaan Umum RI, yang berkedudukan di wilayah Cirebon. Sedangkan pengelolaan drainase di Kota Cirebon merupakan kewenangan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi dan Sumber Daya Mineral, dibawah Bidang Sumber Daya Air, Energi dan Mineral. Bidang SDAEM membawahi Seksi Sumber Daya Air dan Seksi Energi dan Sumber Daya Mineral. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 45

Gambar 3.8 BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PEKERJAAN UMUM, PERUMAHAN, ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KOTA CIREBON BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 46

3.4.3. Cakupan Pelayanan Cakupan layanan dari sistem drainase yang ada di Kota Cirebon dari sistem drainase yang terkecil sampai dengan yang terbesar terdiri dari sistem drainase tersier, drainase sekunder dan drainase primer. Sistem drainase tersier yaitu sistem drainase yang melayani kawasan layanan meliputi sistem drainase yang berasal dari perumahan ke selokan yang biasanya berada di depan, samping ataupun belakang rumah yang terletak tersebar di wilayah permukiman yang ada di Kota Cirebon, dalam perawatan dan pengelolaannya dibutuhkan kesadaran warga yang menempati kawasan wilayahnya. Sistem drainase sekunder yaitu sistem drainase dari yang berasal dari drainase tersier menuju saluran yang dimensi penampangnya lebih besar dari dimensi penampang saluran drainase tersier. Sistem drainase primer atau drainase utama yaitu sistem drainase yang menampung dari sistem drainase tersier dan drainase sekunder, selanjutnya disalurkan ke sungai atau canal-canal yang nantinya akan dialirkan ke sungai utama menuju muara. Adapun sistem drainase sungai utama (dengan asumsi panjang saluran utama meliputi saluran terpanjang yang berhilir ke sungai/ saluran utama dan terletak di daerah administrasi Kota Cirebon), meliputi: a. Sungai Kedungpane Kali kedungpane merupakan kali yang terletak di kawasan Kota Cirebon bagian utara dan berhilir tepat berbatasan dengan Kabupaten Cirebon, dengan panjang 8,3 km, lebar kali di bagian hulu 25 m dan luas kawasan yang terlayani sebesar 405,9 Ha. b. Sungai Sukalila Kali Sukalila sebenarnya bukanlah sebuah kali, karena Kali Sukalila tidak memiliki hulu. Sehingga lebih tepatnya sebagai saluran pembuang dari beberapa pertemuan sungai-sungai yang terletak di bagian hulu serta saluran sekunder lainnya yang terletak di kawasan padat permukiman dan pusat kegiatan, sehingga beban yang diterima Kali Sukalila sangat besar yaitu dengan daerah layanan sebesar 478 Ha, panjang 5,1 km dan lebar di bagian hilir sebesar 28 m. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 47

c. Sungai Kesunean Kali Kesunean merupakan kali dengan luas kawasan daerah yang terlayani sebesar 643 Ha, panjang 8,4 km dan lebar di bagian hilir sebesar 85 m. d. Sungai Kalijaga Sungai Kalijaga merupakan sungai yang terletak di bagian selatan Kota Cirebon yang sekaligus berbatasan langsung dengan Kabupaten Cirebon, dengan luas kawasan daerah yang terlayani sebesar 1261 Ha, dengan panjang 11,8 km dan lebar di bagian hilir sebesar 27 m. Selain sungai utama yang sudah disebutkan diatas, sistem saluran utama di Kota Cirebon terdiri dari kanal-kanal, seperti disebutkan di bawah ini: 1. Kanal Diponegoro Kanal Diponegoro terletak di sepanjang jalan diponegoro dengan luas kawasan daerah yang terlayani sebesar 19 Ha, panjang canal sebesar 900 m dan lebar di bagian hilir sebesar 3 m. 2. Kanal Kramat Kanal Kramat yang berhulu di daerah pancuran dengan luas kawasan daerah yang terlayani sebesar 64 Ha, panjang canal sebesar 1,5 k m dan lebar di bagian hilir sebesar 3 m. 3. Tongkol Kanal Tongkol Kanal yang berhulu di daerah siliwangi bagian utara dengan luas kawasan daerah yang terlayani sebesar 70 Ha, panjang canal sebesar 1 km dan lebar di bagian hilir sebesar 5 m. 4. Kanal Cipadu Kanal Cipadu yang berhulu di daerah Kutagara dengan luas kawasan daerah yang terlayani sebesar 165 Ha, panjang kanal sebesar 1,9 km dan lebar di bagian hilir sebesar 9 m. Untuk lebih jelasnya mengenai system drainase beserta daerah cakupan layanannya dapat dilihat pada gambar di bawah ini : BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 48

Gambar 3.9 SISTEM CAKUPAN LAYANAN DRAINASE KOTA CIREBON BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 49

Kota Cirebon memiliki pintu air sebanyak 52 buah, Kali Kerian yang memiliki paling banyak pintu air. Tabel 3.19 PINTU AIR Lokasi Pintu Air Jumlah Pintu Air BENDUNG BATU 2 BT.1. 2 BT.2. 3 BT.4. 2 BT.5. 1 K4. 1. 3 K4. 2. 2 PINTU PENGURAS 1 K4. 3. 3 MAJASEM 3 KANDANG PERAHU 1 KALI TANJUNG 4 SUNYARAGI 5 KESAMBI 3 KALI KERIAN 11 KALI CIPADU 1 KALI KESUNEAN 3 KOMPLEK SUATER 1 PENGAMBIRAN 1 JUMLAH 52 3.4.4. Aspek Teknis dan Operasional a. Aspek Teknis Dalam mengatasi permasalahan drainase yang ada di Kota Cirebon, maka aspek yang diperlukan adalah : Pembuatan master plan Drainase Kota Cirebon; Membuat embung di kawasan hulu yang berfungsi sebagai tampungan dan persediaan air hujan; Membuat sumur resapan yang bertujuan untuk,mengendalikan kelebihan air permukaan sedemikian rupa sehingga air permukaan dapat mengalir secara terkendali; Normalisasi saluran dan sungai terutama di daerah muara; Pembuatan mechanical screen di saluran drainase utama; BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 50

Pengadaan pompa, saat ini di Kota Cirebon hanya terdapat 2 pompa aktif di Ade Irma. Pompa ini dipergunakan pada saat terjadi genangan. b. Aspek Non Teknis Aspek non teknis merupakan aspek yang bersifat yuridis yang mengatur system drainase perkotaan secara umum, seperti: Undang Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Air. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 35/MENLH/7/1995 Tentang Program Kali Bersih. Petunjuk Teknis Nomor KDT 627.54 Pan I judul Panduan dan Petunjuk Praktis Pengelolaan Drainase Perkotaan. Petunjuk Teknis Nomor KDT 307.14 Man P judul Manual Teknis Saluran Irigasi. 3.4.5. Peran serta Masyarakat dan Jender dalam Pengelolaan Drainase Lingkungan Masih kurangnya peran serta masyarakat dan gender dalam pengelolaan drainase lingkungan di Kota Cirebon, hal ini terbukti dari perilaku masyarakat terhadap pemeliharaan sarana drainase lingkungan. Namun dibeberapa tempat, keterlibatan masyarakat untuk menormalisasikan saluran drainase lingkungan sudah nampak. Dilain pihak masih terlihat perilaku masyarakat terhadap sarana drainase adalah sebagai berikut : a. Masyarakat memanfaatkan drainase lingkungan sebagai jaringan pembuangan limbah home industri tanpa melalui proses pengolahan limbah terlebih dahulu; b. Masyarakat memanfaatkan drainase lingkungan sebagai TPS (tempat pembuangan sampah) yang praktis; BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 51

c. Masyarakat memanfaatkan drainase lingkungan sebagai jamban untuk BAB; d. Masyarakat sering mendirikan bangunan untuk kegiatan usaha. seperti yang terjadi bantaran sungai Sukalila, bantaran kali Suba, bantaran. 3.4.6. Permasalahan Kota Cirebon merupakan kota yang terletak di kawasan pantai, sehingga dalam penanganan permasalahan drainase banyak faktor yang mempengaruhi dan perlunya pertimbangan yang matang. Adapun permasalahan sektor drainase yang terjadi di Kota Cirebon yaitu: Perubahan tata guna lahan seperti yang sangat terlihat diantaranya pada kawasan Argasunya yang mengakibatkan peningkatan aliran permukaan sehingga aliran permukaan yang mengalir ke hilir semakin cepat dan tidak terkendali; Kelandaian kemiringan dasar saluran yang merupakan konsekuensi dari daerah pantai sehingga mengakibatkan kecepatan aliran air kecil, sehingga banyak terjadi endapan/ sedimentasi terutama pada daerah tikungan yang tentunya memberi kontribusi percepatan pendangkalan/ penyempitan saluran dan sungai, dengan demikian kapasitas sungai dan saluran drainase menjadi berkurang dan tidak mampu menampung debit yang terjadi, air meluap sehingga terjadi genangan; Kurangnya fasilitas pompa drainase. 3.5. PENYEDIAAN AIR BERSIH 3.5.1. Landasan Hukum/Legal Operasional 1. Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 13 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelayanan Air Minum dan Air Limbah pada PDAM; 2. Surat Keputusan Walikotamadya DT II Cirebon No 18 Tahun 1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 13 Tahun 1994. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 52

3.5.2. Aspek Institusional Saat ini pengelolaan dan penyediaan air bersih di Kota Cirebon merupakan kewenangan PDAM Kota Cirebon. Kondisi saat ini pada tahun 2009, harga rata-rata air bersih per m3 adalah Rp.1.361 sasaran pada tahun 2014 mencapai Rp. 3.180. Untuk kualitas pelayanan atau jam layanan, pada tahun 2009 masih 16 jam layanan sasaran pada tahun 2014 adalah 24 jam. Saat ini jumlah SDM kurang memadai sehingga untuk SDM bidang penagihan lapangan dan pencatatan meter air akan dilakukan outsourcing mulai tahun 2011. 3.5.3. Cakupan Pelayanan Cakupan pelayanan air bersih PDAM Kota Cirebon dan sekitarnya pada tahun 2008 mencapai 75,60% dari total penduduk Kota Cirebon. 24,40% penduduk yang belum terakses sarana air bersih mayoritas bertempat tinggal di kawasan Argasunya Kecamatan Harjamukti. Dalam melayani masyarakat, PDAM mengklasifikasikan pelanggan dalam beberapa kelompok. Kelompok I merupakan kelompok pelanggan sosial, baik sosial khusus dan sosial umum. Kelompok II meliputi golongan Semi Permanen, Permanen A, Niaga A (kecil) dan Industri A (kecil). Kelompok III terdiri dari Perkantoran, Permanen B, Rumah Praktek A dan Rumah Praktek B. Kelompok IV terbagi menjadi Niaga B (sedang),industri B (sedang), Niaga C (besar) dan Industri C (besar). Sedangkan Kelompok V melayani PDAM Kabupaten Cirebon, Pancuran Umum, Air Sebagai Bahan Baku, Pelabuhan, Tanki Sosial, Tanki Niaga dan Air Sebelum Diolah. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 53

Tabel 3.20 KONDISI JUMLAH PELANGGAN PDAM KOTA CIREBON TAHUN 2008 URAIAN JUMLAH PROSENTASE (%) A. KELOMPOK I : 1.399 2.570 1 Sosial Khusus 2 Sosial Umum 545 854 1.000 1.570 B. KELOMPOK II : 27.785 51.138 1 Semi Permanen 2 Permanen A 3 Niaga A (kecil) 4 Industri A (kecil) 91 26.725 923 45 0.167 49.187 1.698 0.082 C. KELOMPOK III : 21.043 38.729 1 Kantor, Instansi Pemerintah 2 Permanen B 3 Rumah Praktek A 4 Rumah Praktek B 51 15.308 2.890 2.334 0.093 28.174 5.319 4.295 D. KELOMPOK IV : 3.961 7.290 1 Niaga B (sedang) 2 Industri B (sedang) 3 Niaga C (besar) 4 Industri C (besar) 3.110 111 706 34 5.720 0.204 2.338 0.062 E. KELOMPOK V : 145 0.267 1 PDAM Kota Cirebon 2 Pancuran Umum 3 Air sebagai bahan baku 4 Pelabuhan 1 110 32 2 0.001 0.202 0.058 0.003 5 Tanki Sosial 6 Tanki Niaga 7 Air Sebelum Diolah - - - Jumlah 54.333 100 Karakteristik Pelayanan Berdasarkan data pemakaian air dan data air yang diproduksi selama 5 tahun terakhir (2004-2008) menunjukkan karakteristik sebagai-berikut : BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 54

Tabel 3.21 PERKEMBANGAN TINGKAT PELAYANAN Keterangan 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah Pelanggan 52.439 53.262 53.707 53.861 54.333 Penjualan Air (m3/thn) 20.010.472 19.799.413 19.590.043 19.530.600 18.833.420 Rata-rata pemakaian per pelanggan (m3/hari) Pemakaian per orang per hari (liter) 1,04 1,02 1 0,99 0,95 208 204 200 198 190 Kehilangan air (%) 23,91 27,22 26,28 25,5 25,86 NO 1 2 URAIAN Jumlah distriusi/penjualan Cakupan pelayanan Tabel 3.22 KONDISI SAAT INI DAN SASARAN DARI ASPEK PEMASARAN KONDISI SAAT INI (2009) 20.496.000 M3 (650 l /det) SASARAN (2014) 84 % 101 % 27.358.848 M3 (868 l /det) 3 Jumlah SL 54588 SL 69.088 SL 4 Kualitas air Sesuai KepMenKes 5 Sarana distribusi Sudah tua 6 7 8 9 10 11 Prasarana diatribusi Penggolongan kembali pelanggan Harga rata rata per M3 Kualitas pelayanan (jam layanan) SDM: Kecukupan jumlah kualifikasi Ketersediaan counterpoint Sesuai KepMenKes Penggantian bertahap dan penambahan Sudah tua Sda Sda 2007 2010 Rp 1.361,00 Rp 3.180,00 16 jam Tidak memadai Belum memadai 24 jam bertahap Outsuorcing Memadai KETERANGAN / ACTION PLAN Evaluasi kembali estimasi penambahan sumber air unuk menentukan program distribusi tiap tahun Cakupan untuk pelanggan tidak hanya di kota Cirebon, tetapi juga pelanggan di daerah sekitarnya Peningkatan distribusi/produksi air untuk SL baru dan memperbaiki pelayanan pelanggan yang sudah ada Diprogram secara otomaris berdasarkan corporate plan Dilakukan investasi/identifikasi secara konprehensif sebagai dasar pertimbangan dasar pengganti secara bertahap serta pemeliharaan yang tepat. Penambahan baru sesuai keperluan investasi untuk penambahan air baku Melakukan inventarisasi dan tinjauan lapangan untuk dijadikan dasar penggolongan kembali tarif pelanggan Kualitas layanan termasuk cara pembayaran, pengaduan, dll SDM dirinci dalam bab program Untuk SDM bidang penagihan lapangan dan pencatatan meter air akan dilakukan outsourcing mulai 2011 Menambahan counterpoint yang paling strategis, efisien dan efektif. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 55

3.5.4. Aspek Teknis dan Operasional 3.5.4.1. Instalasi Produksi PDAM Kota Cirebon memiliki dua buah sumber air untuk sistem penyediaan air minumnya yaitu: 1) Sumber Air I : Sumber air I berasal dari terowongan penampungan air yang dibangun pada tahun 1937 terletak di Paniis dengan 33 liter/dt. Terowongan air merupakan penampung air yang berasal dari sumur vertikal berdiameter 200 mm dengan kedalaman bervariasi antara 2 m sampai 8 m. Panjang terowongan + 77 mm dibawah kaki Gunung Ciremai. Pada tahun 1960, kapasitas ditingkatkan menjadi 100 liter/detik dengan menambah pipa 350 mm. Dari sumber ini air disalurkan melalui pipa dia.250 mm (1937) menuju instalasi pengolahan yang terletak + 270 dari sumber air 2) Sumber Air II : Sumber air II terletak kurang lebih 50 m dari sumber air lama, berupa sumur pengumpul bediameter dalam 4 m dan 5 m diameter luar dengan kedalaman + 7 m yang mengumpulkan air dari 24 buah sumur horisontal berdiameter 200 mm yang tepasang melingkar dengan jari-jari antara 9 m sampai 32,5 m. Namun demikian, hanya beberapa sumur horisontal saja yang terarah ke sungai yang mampu mengalirkan air. Dari sumber ini air disalurkan melalui pipa diameter 700 mm menuju instalasi pengolahan yang terletak di Plangon + 8,195 km dari Paniis. Perkembangan lingkungan kawasan sumber air sejak tahun 1998, sudah banyak mengalami perubahan yang meliputi : kebakaran hutan, galian pasir dan batu, penebangan hutan dan perubahan perilaku masyarakat telah mempengaruhi kelangsungan pasokan terhadap sumber air tersebut. Sebelum tahun 1998, ketinggian muka air di sumur pengumpul Paniis adalah + 100 cm, dari bibir atas pipa outlet. Kondisi ini menjamin air yang masuk ke dalam pipa mengalir secara penuh. Sehingga kapasitas yang diranfang terhadap instalasi pengolahan air di Plangon dapat menghasilkan air secara optimal sesuai dengan kapasitas pasangannya. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 56

Kondisi lingkungan sumber air berubah sejak tahun 1998, secara bertahap namun pasti telah mengganggu pasokan air ke pipa transmisi. Ketinggian air diatas bibir pipa outlet pada sumur pengumpul hanya berkisar 4 cm, yang menyebabkan adanya air disekitar pipa outlet sebagai indikasi adanya udara yang ikut masuk ke dalam pipa. Kondisi udara dalam pipa air baku ini meyebaba menurunnya kapasitas yang mungkin dialirkan melalui pipa tersebut. Sebagai diketahui kapasitas terpasang adalah sebesar 860 liter/detik, (meliputi sistem lama dan baru) namun demikian total perkembangan produksi yang dapat demanfaatkan selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.23. PERKEMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI 5 TAHUN TERAKHIR TAHUN VOLUME (m3/thn) DEBIT (I/det) 2004 26,659,018 843 2005 27,247,022 864 2006 26,262,302 833 2007 26,621,154 844 2008 25,536,658 808 Perkembangan kapasitas produksi tersebut tidak sebanding dengan terus bertambahnya jumlah pelanggan dan penurunan pelayanan yang terjadi desebagian wilayah pelayanan. 3.5.4.2. Instalasi Pengolahan 1) Instalasi Pengolahan I, Paniis Instalasi ini terdapat di Paniis + 270 m dari sumber air baku, dibangun pada tahun 1937 dan dikembangkan tahun 1961, meliputi : Unit Aerasi dengan Marley Sproyers (Sistem Pancaran) untuk mengurangi kandugan C02 Agresif. Berjumlah : 20 buah (1937), 80 buah (1961). Sejak tahun 1996 diganti dengan model Dreesner. Debit produksi rata - rata sebesar 22,2 liter/detik dan sebesar 84,5 liter/debit. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 57

Unit Desinfeksi dengan menggunakan injieksi gas Chlor Pembubuhan gas Chlor dilakukan untuk menjaga kualitas air di jaringan distribusi sampai dengan titik dengan sisa chlor kurang lebih 0,2 mg/l. 2) Instalasi Pengolahan II, Plangon Instalasi pengolahan baru dibangun 1980 merupakan satu unit pengolahan yang terdiri dari : Unit Aerasi dengan Methoda Sulzer (Sistem Kontak dengan tekanan tinggi) Unit Desinfeksi dengan menggunakan injeksi gas Chlor. Instalasi pengolahan tersebut terletak di desa Plangon + 8.195 m dari sumber air Paniis ke arat kota Cirebon, dengan debit produksi air bersih rata rata sebesar 700 lt/dt. Berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada unit sumber airnya, pasokan IPA Plangon juga mengalami perubahan. Standar operasi yang seharusnya tidak dapat dipenuhi. Standar operasi optimal, seperti yang disyaratkan pada Pedoman Operasi dan Pemeliharaannya (1982) disyaratkan : 5 unit enjektor bekerja dan 1 unit ejektor siaga Tekanan inlet : 18,5 bar dan tekanan outlet : 17,5 bar Debit masing masing enjektor : 580 m3/jam ( 161,1 l/det ), sehingga dalam kondisi optimal debit total mencapai : 805 l/det. Kualitas air yang dihasilkan : 8 11 mg/l CO2 bebas ( 1-3 mg/l CO2 aggresif ) Namun demikian sejak tahun 2000, keenam enjektor telah dioperasikan secara total dalam upaya untuk mendapatkan tambahan debit. Namun demikian kondisi sumber air yang ada, hal tersebut sulit dipenuhi. Terlebih lagi, karena IPA Plangon sudah dirangcang sedemikian rupa untuk menghasilkan kualitas air dengan CO2 agresif 1-3 mg/l bila dioperasikan dengan optimal, maka bila kondisi tersebut diabaikan maka kualitas air yang dihasilkan tentu menurun. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 58

No 1 2 3 Keterangan Pipa transmisi Pipa transmisi II Pipa transmisi III 3.5.4.3.Sistem Transmisi Sistem Transmisi dimaksudkan untuk mengalirkan air dari instalasi pengolahan air ke sistem distribusi. Sistem Transmisi yang dibangun bersamaan dengan dibangunnya instalasi pengolahan air dan dpergunakan untuk mengalirkan air sesuai dengan kapasitas yang dihasilakan oleh instalasi pengolahan air. Dengan demikian ukuran diameter pipa transmisi yang terdiri dari 3 sistem perpipaan juga memiliki diameter yang bervariasi. Tahun Pasang 1937 1960 Tabel 3.24 KONDISI PIPA TRANSMISI Jenis pipa CI, sebagian sudah diganti PVC CI, sebagian sudah diganti PVC 1980 DCIP Diameter 250 125 mm 400 225 mm 700 500 mm Kapasitas Desain (l/det) Sistem pengalira n 30 grafitasi 80 grafitasi 760 grafitasi Pengendali Tekanan Bangunan Pelepas Tekanan (3 buah) BPT di siliwangi elevasi 269 m.a.l BPT di Capar elevasi 197 m.a.l BPT di Plangon elevasi 116 m.a.l Ketup pengendalian Kecepatan (Over Speed Velve) dan Katup Pengurang Tekanan (Pressure Reducing Velve) Tabel 3.25 LOKASI DAN JARAK UNIT PRODUKSI SISTEM LAMA ( 1937 & 1960 ) NO KETERANGAN ELEVASI (m.s.a.l ) JARAK ( m ) 1 Terowongan 374.000 m 2 Aerasi 363.000 m 0 + 350 km 3 Tempat Bahan Kimia 363.000 m 0 + 010 km 4 BPT I 263.000 m 6 + 025 km 5 BPT II 194.000 m 1 + 350 km 6 BPT III 113.000 m 1 + 050 km 7 Resorvoar Perujukan 2.230 m 11 + 07 km BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 59

Tabel 3.26 LOKASI DAN JARAK UNIT PRODUKSI SISTEM BARU ( 1982 ) NO KETERANGAN ELEVASI JARAK(km) 1 Sumur Pengumpul 373.2 m 2 Over Speed 358.3 m 1 + 852 3 Teatmen Plant 92.5 m 8 + 195 4 Presure Control 11.016 m 16 + 200 5 Reservoar Gn. Sari 2.901 m 20 + 500 Tabel 3.27 PANJANG DAN DIAMETER PIPA TRANSMISI LAMA NO KETERANGAN PIPA I PIPA II PVC Dia. (mm) Panjang (m) Dia. (mm) Panjang (m) Dia. (mm) Panjang (m) 1. Transmisi Plan Cipaniis s/d 250 1.550 400 1.600 200 Conection Chamber Cirea 1.600 2. Conection Chamber Cirea 250 280 400 230 s/d Changing Point 3. Changing Point s/d BPT Capar 150 3.630 250 3.630 4. BPT Sidawangi s/d BPT Capar 200 460 250 460 125 902 225 902 5. BPT Capar s/d BPT Plangon 125 1.043 250 1.043 6. BPT Plangon s/d Kota a. Pipa I : Ke Menara 125 360 350 9.468 Parujakan b. Pipa II : Ke Menara Gunung Sari 200 2.876 225 3.560 250 5.273 Panjang Total 19.934 17.333 1.600 Tabel 3.28 PANJANG PIPA TRANSMISI III (1980) NO. KETERANGAN PIPA II (1982) Dia. Panjang (m) 1. Collector Well s/d Over Speed 700 mm 1.700 2. Over Speed s/d Treatment Plant Plangon 600 mm 6,3 3. Perempatan By Pass s/d PCS Kalitanjung 700 mm 8 4. PCS Kali Tanjung s/d By Pass 700 mm 1,15 5. By Pass s/d Kesambi 600 mm 400 6. Jl. Kesambi s/d Menara Gunung Sari 500 mm 2,8 Panjang Total 2118,25 BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 60

3.5.4.4 Sistem Distribusi Sistem distribusi dengan menggunakan berbagai macam pipa diantaranya jenis Steel dia. 100 350 m ( tahun 1937 1960), jenis PVC, ACP dan DCIP (tahun 1877) dia. 100 700 mm dan jenis pipa PE (tahun 2008). Di samping itu untuk mendukung pendistribusian air, telah dibangun beberapa reservoir yakni : - Menara Air Baja Parujakan (tahun 1973), kapasitas 875 m3 - Menara Air Beton Gunung Sari (tahun 1960), kapasitas 2.500 m3 - Reservoar Pompongan (tahun 1999), kapasitas 2000 m3 Namun demikian, seiring dengan perubahan yang terjadi pada sumber air Paniis, pengisian terhadap ketiga reservoar tersebut juga mengalami gangguan. Menara air Parujakan dan Gunung Sari sudah tidak terisi sejak tahun 2000. Sementara itu operasional Reservoar Pompongan juga tidak optimal bukaan katup dari reservoar hanya kurang lebih 10% dari total bukaan. Hal ini dilakukan untuk dapat menahan air untuk beberapa waktu di dalam reservoar dan mengeluarkannya sedikit demi sedikit karena pasokan air yang relatif sedikit. Karena bila katup dibuka total, air cenderung langsung mengalir ke pipa dan tidak ada yang tersimpan di reservoar. Gangguan distribusi ini sudah lama dirasakan sejak tahun 2000 oleh masyarakat di daerah pelayanan bagian utara. Secara bertahap, gangguan itu mulai dirasakan oleh masyarakat di wilayah lainnya. Dan puncaknya terjadi pada bulan Agustus tahun 2007 lalu, saat reservoar pompongan sudah tidak dapat diisi secara normal dari pipa transmisi 700 mm tanpa melakukan pengaturan pada katup pengurang tekanan (PRV) di BPT Kalitanjung. Sistem pengaliran secara prinsip dilakukan secara grafitasi 24 jam. Namun demikian, pada kenyataannya beberapa wilayah di jaringan distribusi tidak mendapatkan air seperti yang diharapkan, karena pasokan air ke sistem distribusi relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan air oleh masyarakat, khususnya kebutuhan air pada jam puncak. Saat ini sistem operasi jaringan distribusi dengan melakukan pengaturan beberapa katup yang ada di jaringan. Pengaturan katup tersebut BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 61

berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dengan jumlah putaran dan lokasi katup ditetapkan dengan sistem coba-coba. Pemantauan terhadap tekanan air di jaringan distribusi dilakukan secara periodik dan beberapa tempat (random) antara lain di beberapa hydrant kebakaran setiap ½ tahun. Sedangkan pemantauan terhadap debit air di jaringan distribusi dilakukan dengan memasang meter konsumen di setiap pelanggan. Untuk menyeimbangkan tekanan air dan mengarahkan aliran, pada jaringan distribusi, maka beberapa katup bukaan/putarannya diatur. Kegiatan pengendalian kebocoran pada jaringan pipa distribusi merupakan faktor utama dalam suatu manajemen perusahaan air minum yang baik. Sebagian penghematan dana dapat dilaksanakan dengan melaksanakan deteksi dan perbaikan kebocoran. Selain daripada hal tersebut diatas bahwa kegiatan kontrol kebocoran ini juga mempunyai keuntungan yaitu untuk meningkatkan kegiatan pemeliharaan jaringan distribusi. Tabel 3.29 TINGKAT KEHILANGAN AIR PDAM KOTA CIREBON 5 TAHUN TERAKHIR NO URAIAN SATUAN 2004 2005 2006 2007 2008 1. Volume air M3 26.387.002 27.304.762 26.616.464 26.245.072 25.432.591 produksi 2. Volume air M3 20.077.916 19.873.649 19.621.440 19.553.775 20.245.072 didistribusikan 3. Kebocoran M3 6.309.086 7.431.113 6.995.024 6.691.297 187.519 4. Prosentase kebocoran (%) % 23,91 27,22 26,28 25,50 25,86 Dengan tingkat kehilangan air PDAM Cirebon tahun 2008 sebesar 25,86% perlu dilakukan usaha-usaha untuk menurunkan kehilangan air terdiri dari : aspek teknis maupun non teknis. Aspek teknis untuk menurunkan tingkat kehilangan air meliputi : - Pencarian kebocoran dan memperbaikinya dengan cepat - Penyelesaian sambungan tidak resmi - Program penggantian meter air yang sudah lama BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 62

- Penggantian pipa lama khususnya pipa dengan bahan yang mudah korosif (CI, steel) - Membuat zona-zona dengan jumlah pelanggan tertentu untuk memudahkan pemantauan kehilangan air (area distrik meter) - Menerapkan pengelolaan asset (Asset Manajemen) dan peta jaringan perpipaan yang baik untuk mengetahui kondisi setiap aset yang dimiliki dan menjadualkan pemeliharaannya. Aspek Non Teknis untuk menurunkan kehilangan air meliputi : - Pengecekan terhadap akurasi pencatatan meter pelanggan - Pengecekan terhadap pengolahan data hasil pembacaan - Pencatatan terhadap semua pemakaian resmi tanpa rekening (contoh: pemakaian untuk kebutuhan dinas kebakaran, dinas pertamanan, bantuan dll) - Pencatatan terhadap semua pemakaian yang tidak berekening atau berekening. 3.5.4.5 Pengawasan dan Pemantauan Air Bersih Pengawasan dan pemantauan air bersih bertujuan agar kualitas air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat aman sehingga masyarakat terhindar dari gangguan penyakit bersumber/perantara air. Kualitas air yang didistribusikan kepada pelanggan pada dasarnya telah dilakukan pemeriksaan/pengujian melalui laboratorium PDAM Kota Cirebon dengan mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan No.907/Menkes/Sk/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Program pemeriksaan/ pengujian kualitas air meliputi : 1). Kualitas air baku diperiksa setiap hari 2). Kualitas sumber air diperiksa seminggu sekali 3). Kualitas air yang didistribusikan diperiksa setiap hari 4). Pengambilan sampel dari pelanggan dilakukan seminggu sekali (diambil secara random dari beberapa rumah pelanggan) 5). Pemeriksaan per triwulan oleh Dinas Kota Cirebon 6). Pemeriksaan per tahun oleh Balai Teknik Lingkungan di Jakarta BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 63

Berkaitan dengan poin 5 diatas, Dinas Kesehatan melakukan pemantauan kualitas air bersih setiap tiga bulan sekali yang terdiri dari 8 titik untuk pemeriksaan kimia dan 75 titik untuk pemeriksaan bakteri. Sedangkan untuk pengawasan air bersih bersumber non PDAM seperti sumur pompa tangan dan sumur gali, maka dilakukan inspeksi sanitasi terhadap sarana air bersih guna mengetahui resiko pencemaran apakah rendah, sedang, tinggi atau amat tinggi. Pemantauan kualitas sumur gali dan sumur pompa tangan pada tahun 2008 sebanyak 950 sampel untuk pemeriksaan bakteri dan 44 sampel untuk pemeriksaan kimia. Pada hasil pemeriksaan bakteri hanya 24% yang memenuhi syarat sedangkan pemeriksaan kimia 100% memenuhi syarat. 3.5.5. Permasalahan Perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan pembangunan di Kota Cirebon tidak dapat dipungkiri lagi akan peningkatan berbagai kebutuhan pelayanan umum diantaranya adalah penyediaan air bersih yang merupakan salah satu prasarana dasar kehidupan. Pemerintah bertanggung jawab dalam hal perencanaan dan pembangunan system penyediaan air bersih, mulai dari sumber-sumber air bersih, sistem produksi, transmisi dan distribusi. Adapun permasalahan sektor penyediaan air bersih yang terjadi di Kota Cirebon yaitu: 1. Isu utama air bersih adalah dalam memperoleh sumber air karena hingga saat ini Kota Cirebon sangat bergantung pada sumber air dari wilayah lain yaitu kawasan Gunung Ciremai yang masuk wilayah administrasi Kabupaten Kuningan. Permasalahan tuntutan kompensasi air dan debit operasional berpotensi menyebabkan konflik antar daerah. 2. Sumber penyediaan air bersih di Kota Cirebon yang lain adalah dari air bawah tanah. Namun sumber ini menghadapi ancaman dari intrusi air laut dan kerusakan daerah tangkapan air. Intrusi air laut terpantau telah mencapai sejauh + 1.000 m dari garis pantai ke darat. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 64

3.6. KOMPONEN SANITASI LAINNYA. Penjelasan kondisi riil penanganan limbah industri dan limbah medis, program kampanye perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang dilaksanakan SKPD. 3.6.1. Penanganan Limbah Industri Beberapa penanganan yang dilakukan untuk mereduksi dampak dari Limbah Industri, yaitu : a. Telah diterbitkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Perijinan Air Bawah Tanah yang mengatur penggunaan air bawah tanah untuk keperluan usaha atau kegiatan produksi dan komersial. b. Telah diterbitkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelayanan Air Minum dan Air Limbah pada PDAM, dimana untuk sektor Air Limbah diserahkan pengelolaan sepenuhnya ke PDAM. c. Mewajibkan kepada pelaku usaha untuk membuat sumur resapan di areal usahanya, dengan pengawasan pelaksanaan dilakukan oleh KLH Kota Cirebon. d. Mempersiapkan rancangan Peraturan Daerah mengenai perijinan pembuangan limbah cair. e. Melaksanakan supervisi dan monitoring rutin kepada pelaku usaha dan kondisi air permukaan aktual. f. Melakukan reduksi limbah yang masuk ke dalam badan air dengan mendorong pembangunan peningkatan sarana prasarana pengumpulan air limbah dan pengolahannya atau kolam oksidasi yang dikelola oleh PDAM Kota Cirebon, meningkatkan penyambungan/perluasan sambungan dari bangunan yang terletak di sepanjang sistem penyaluran air limbah. Beberapa industri yang menghasilkan limbah B3, dapat dilihat pada tabel berikut. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 65

Tabel 3.30 DAFTAR INDUSTRI PENGHASIL LIMBAH B3 No Nama Perusahaan Alamat Jenis Industri 1 PT.BAT Jl. Pabean No. 84 Industri Rokok 2 PT Japfa Comfeed Jl. A.Yani. No.31 Industri Pakan Ternak 3 PT Japfa Comfeed Jl. Buyut No.130 Industri Pakan Ternak 4 PT Arida Jl. Dukuhduwur No.46 Industri Jaring Sintetis 5 PT Starion Jl. Kalijaga No. 164/165 Industri Karoseri 6 PT Pegambiran Jaya Jl. Karangdawa brt No.2 Industri Sumpit Utama 7 PT. Dunia Kimia Jaya Jl. Kalijaga No. 120-124 Industri Kimia 8 PT Indonesia Power Jl. By Pass Industri Pembangkit Listrik 9 PT Pelindo II Cirebon Jl. Belawan Pelabuhan Kawasan Industri 3.6.2. Penanganan Limbah Medis Limbah medis adalah jenis sampah berbahaya (B3), karena sampah medis merupakan sampah infeksius yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan sangat berbahaya dapat mencemari lingkungan, sehingga dalam pengelolaannya perlu penanganan khusus. Dalam pengelolaan limbah medis di Kota Cirebon belum seluruhnya tertangani, baru dari UPTD Puskesmas, Laboratorium daerah. Pelaksanaan pengumpulan limbah medis dilaksanakan oleh setiap UPTD Puskesmas se Kota Cirebon dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan setiap bulan. Dalam pemusnahan limbah medis, Dinas Kesehatan bekerjasama dengan CV Medivest sebagai Jasa Pelayanan Pengelolaan Sampah Medis. Selain itu beberapa Rumah Sakit juga memiliki incinerator untuk memusnahkan limbah medis. Tabel 3.31. JUMLAH TIMBULAN SAMPAH MEDIS BERSUMBER DARI SARANA KESEHATAN / PUSKESMAS DI KOTA CIREBON JUMLAH TIMBUL SAMPAH MEDIS (KG) / TRIWULAN JUMLAH NO PUSKESMAS I II III IV TOTAL 1 Kejaksan 11,00 13,37 10,15 8,66 43,18 2 Jl. Kembang 8,00 3,38 8,33 9,40 29,11 3 Nelayan 1,20 6,43 3,44 4,28 15,35 4 Cangkring 4,50 6,41 5,71 7,49 24,11 5 Pekiringan 13,00 2,05 1,48-16,53 6 Gunungsari 14,00 15,80 15,32 12,06 57,18 BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 66

NO PUSKESMAS JUMLAH TIMBUL SAMPAH MEDIS (KG) / TRIWULAN JUMLAH I II III IV TOTAL 7 Sunyaragi 6,50 5,98 4,32 6,55 23,35 8 Majasem 7,20 10,48 9,63-27,31 9 Drajat 13,00 10,01 9,13 7,07 39,21 10 Jagasatru 66,00 15,53 8,71 8,21 98,45 11 Astanagarib 4,50 3,62 3.58 1,67 13,37 12 Pekalangan 10,00 2,66 2,30 2,30 17,26 13 Kesunen 6,40 4,77 4,39 13,91 29,47 14 Pegambiran 6,20 8,51 7,36-22,07 15 Pesisir 10,00 2,25 4,88 3,71 20,84 16 Cangkol 11,00 5,24 4,91 5,06 26,21 17 Kalitanjung 9,00 18,29 12,69 32,06 72,04 18 Larangan 7,30-2,61 17,08 26,99 19 Perumnas Utara 13,00 7,20 4,52 10,48 35,20 20 Sitopeng 7,50 6,26 7,09 6,59 27,44 21 Kalijaga Permai 9,00 3,78 23,42-36,20 22 P2P - 9,81 2,88 12,69 23 Laboratorium Kesda 9,00 12,26 20,12 11,29 52,67 24 Bidan Ika 3,00 3,00 25 RB Rajawali 14,00 14,00 25 KKP Cirebon 2,78 2,78 26 BP Saadah 1,88 1,88 JUMLAH 247,30 164,28 205,56 170,75 787,89 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Cirebon Beberapa rumah sakit dan laboratorium yang menghasilkan limbah B3 sebagai berikut : Tabel 3.32 RUMAH SAKIT DAN LABORATORIUM PENGHASIL LIMBAH B3 No Nama Perusahaan Alamat 1 RSUD Gunung Jati Jl. Kesambi No. 56 2 RST Ciremai Jl. Kesambi No 237 3 RSU Putra Bahagia Jl. Ciremai Raya No.114 4 RSU Budi Asta Jl. Kalitanjung No. 51 5 RSB Muhamadiyah Jl. Dr. Wahidin S No.71 6 RSB PAD Jl. Pulasaren No.7 7 RSIA Sumber Kasih Jl. Siliwangi No.135 8 RSU Pelabuhan Jl. Sisingamangaraja No.45 9 RS Budi Luhur Jl. Kebon Pelok BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 67

No Nama Perusahaan Alamat 10 RS Bedah Medimas Jl. Evakuasi 11 RSB PMI Jl. Ade Irma Suryani 12 Lab Alma Jl. Pagongan No.23B 13 Lab Ciremai Jl. Siliwangi No. 171 14 Lab Harapan Sehat Jl. Kesambi 15 Lab Mitra Jaya Jl. Karanggetas No.214 16 Lab Promedis Jl. Karanggetas No.64 17 Lab Wahidin Jl. Wahidin No.68 18 Lab Setia Darma Jl. Lemahwungkuk No.131 19 Lab Prodia Jl. Kartini No.32 20 Lab Pramita Jl. Dr. Cipto MK No.95 21 Lab Mitra Jl. Karanggetas 22 Lab Bio Analisa Jl. Ciremai Raya 23 Lab Bio Assaadah Jl. Diponegoro 3.6.3. Kampanye PHBS Beberapa program Dinas Kesehatan yang dilakukan dalam mendukung PHBS, yaitu : 1. Program Pengembangan Lingkungan Sehat, dengan kegiatan sosialisasi kebijakan lingkungan sehat dan penyuluhan menciptakan lingkungan sehat. 2. Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, dengan kegiatan pengembangan media promosi dan informasi sadar hidup sehat, penyuluhan masyarakat pola hidup sehat, peningkatan pendidikan tenaga penyuluh kesehatan, peningkatan pemanfaatan sarana kesehatan. Dalam upaya mencapai Cirebon Kota Sehat, Dinas Kesehatan memiliki program-program fokus, salah satu program yang berkaitan dengan sanitasi adalah Program Perbaikan Sanitasi Lingkungan melalui pengembangan Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS).Pemberdayaan masyarakat dilakukan atas prakarsa perorangan atau kelompok-kelompok yang ada di masyarakat termasuk swasta dan pemerintah, terdiri dari : 1. Pemberdayaan perorangan : ditujukan kepada tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh politik, tokoh swasta dan tokoh populer. Dilakukan melalui pembentukan pribadi-pribadi dengan BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 68

perilaku hidup bersih dan sehat serta pembentukan kader-kader kesehatan. 2. Pemberdayaan kelompok : ditujukan kepada kelompok atau kelembagaan yang ada di masyarakat seperti : RT/RW, kelurahan, kelompok pengajian, kelompok budaya, kelompok adat, organisasi swasta, organisasi wanita, organisasi pemuda dan organisasi profesi. Dilakukan melalui pembentukan kelompok peduli kesehatan dan atau peningkatan kepedulian kelompok/lembaga masyarakat terhadap kesehatan. 3. Pemberdayaan masyarakat umum : ditujukan kepada seluruh masyarakat dalam suatu wilayah melalui wadah perwakilan masyarakat yang peduli kesehatan. Wadah perwakilan yang dimaksud antara lain adalah Badan Penyantun Puskesmas (di Kecamatan), Konsil/KOmite Kesehatan Kab/Kota atau Koalisi/Jaringan/Forum Peduli Kesehatan (di Provinsi/Nasional). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan tindakan (perilaku) yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajara yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri (memecahkan masalah-masalah) di bidang kesehatan serta berperan aktif dalam emwujudkan kesehatan masyarakatnya. Pelaksanaan PHBS secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap penanggulangan masalah kesehatan melalui pencegahan terjadinya kesakitan maupun kematian. PHBS mengisyaratkan slogan Lebih baik mencegah daripada mengobati. Pembinaan PHBS dilaksanakan di beberapa tatanan yaitu di Rumah Tangga, di Sekolah, di Tempat Kerja, di Tempat Umum dan di Sarana Kesehatan. Pembinaan PHBS juga dilaksanakan di tatanan rumah tangga, hasil pantauan jumlah rumah tangga yang telah ber perilaku hidup bersih dan sehat mengalami peningkatan dan mencapai 46,51 % dari rumah tangga yang diperiksa pada tahun 2009.Materi yang diberikan pada pembinaan PHBS di sekolah antara lain adalah mengenai makanan jajan yang ada, penyakit-penyakit yang bisa ditimbulkan oleh jajanan yang tidak sehat dan kiat praktis dalam memilih jajanan yang aman, materi ini juga diberikan dalam pembinaan pada masyarakat BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 69

Tabel 3.33 PERSENTASE RUMAH TANGGA BER PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT KOTA CIREBON TAHUN 2007-2009 2007 2008 2009 RUMAH TANGGA RUMAH TANGGA RUMAH TANGGA NO KECAMATAN PUSKESMAS JUMLAH BER PHBS % JUMLAH JUMLAH BER PHBS % BER PHBS % DIPANTAU DIPANTAU DIPANTAU 1 2 3 4 5 6.00 7 8 9.00 10 11 12.00 1 Kejaksan 2,881 20 0.69 2,881 1,089 37.79 3,068 1,581 51.53 2 Jl.Kembang 3,586 364 10.15 3,586 2,667 74.37 3,657 2,458 67.21 3 Nelayan 1,960 839 42.81 1,960 980 50.00 2,134 896 41.99 4 Cangkring 2,192 300 13.69 2,192 2,244 102.37 2,320 877 37.80 KEC. KEJAKSAN 10,619 1,523 14.34 10,619 6,980 65.73 11,179 5,812 51.99 5 Pekiringan 2,271 1,231 54.21 2,271 70 3.08 2,250 1,195 53.11 6 Gunung Sari 2,676 1,480 55.31 2,676 443 16.55 2,676 1,899 70.96 7 Sunyaragi 2,586 936 36.19 2,586 431 16.67 2,747 1,343 48.89 8 Majasem 4,722 1,990 42.14 4,722 48 1.02 5,057 2,136 42.24 9 Drajat 3,478 209 6.01 3,478 580 16.67 3,985 1,748 43.86 KEC. KESAMBI 15,733 5,846 37.16 15,733 1,572 9.99 16,715 8,321 49.78 10 Jagasatru 4,036 608 15.06 4,036 546 13.52 4,257 1,984 46.61 11 Astanagarib 1,724 584 33.87 1,724 1,090 63.21 1,796 813 45.27 12 Pekalangan 1,308 79 6.04 1,308 1,647 125.92 1,508 643 42.64 KEC. PEKALIPAN 7,068 1,271 17.98 7,068 3,283 46.44 7,561 3,440 45.50 13 Kesunean 3,300 450 13.64 3,300 14 0.42 3,799 1,651 43.46 14 Pegambiran 3,908 1,788 45.75 3,908 210 5.37 4,382 2,915 66.52 15 Pesisir 2,497 104 4.16 2,497 0 0.00 2,676 1,130 42.23 16 Cangkol 1,720 284 16.51 1,720 0 0.00 2,215 864 39.01 KEC. LEMAHWUNGKUK 11,425 2,626 22.98 11,425 224 1.96 13,072 6,560 50.18 17 Kalitanjung 4,213 450 10.68 4,213 450 10.68 4,557 1,498 32.87 18 Larangan 5,013 515 10.27 5,013 202 4.03 5,377 2,633 48.97 19 Perumnas 3,510 955 27.21 3,510 3,247 92.50 3,749 2,169 57.86 20 Utara Sitopeng 3,794 143 3.77 3,794 11 0.30 3,981 506 12.71 21 Kalijaga 6,325 2,317 36.63 6,325 268 4.24 6,862 3,039 44.29 KEC. HARJAMUKTI 22,855 4,380 19.16 22,855 4,178 18.28 24,526 9,845 40.14 JUMLAH KOTA CIREBON 67,700 15,646 23.11 67,700 16,236 23.98 73,053 33,978 46.51 Sumber: Bidang Pelayanan Kesehatan, DINKES BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 70

Indikator PHBS di tatanan rumah tangga mencakup aspek-aspek sebagai berikut yaitu : ibu bersalin oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI untuk balita, adanya jaminan pemeliharaaan kesehatan, aktivitas setiap hari, tidak merokok, makan dengan gizi berimbang, ketersediaan air bersih, adanya jamban, tingkat kepadatan hunian, lantai rumah bukan dari tanah dan bebas jentik. Penerapan PHBS di rumah tangga diharapkan mengurangi resiko terjadinya kematian bayi karena tidak ditolong oleh tenaga kesehatan, meningkatnya daya tahan tubuh dengan ASI, pencegahan penyakit degeneratif dengan berolahraga, mengkonsumsi makanan bergizi. Pencegahan penyakit pernafasan dengan tidak merokok dan tinggal di tempat yang tidak terlalu padat hunian. Ketersediaan air bersih, jamban dan lantai mengurangi risiko kejadian penyakit berbasis lingkungan, seperti diare, penyakit kulit, dll. Hingga saat ini penyakit infeksi saluran pernafasan dan diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang cukup besar. Ada kalanya manfaat perilaku hidup bersih dan sehat ini tidak langsung dirasakan oleh masyarakat, sehingga seringkali masyarakat sulit melakukannya bahkan kurang memperdulikannya. Indikator PHBS di tatanan tempat kerja mencakup aspek : kawasan tanpa rokok, aktifitas fisik/olahraga, kesehatan dan keselamatan kerja, bebas jentik dan jamban sehat. Tahun 2008 telah dilakukan kajian PHBS dengan pendataan pada seluruh penduduk, dengan hasil sebagai berikut, dari jumlah yang disurvei sebanyak 67.699 KK yang sudah ber-phbs yang memenuhi 9 indikator Perilaku sehat dan 3 indikator gaya hidup baru 15.646 KK atau 23,11%, hal ini disebabkan karena masih banyaknya penduduk yang masih merokok di dalam rumah (53,42%). ASI Ekslusif masih rendah (16,15%), rumah yang tidak memenuhi syarat dalam tingkat kepadatan hunian (77,59), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan masih rendah (52,57%). Dari data diatas maka ada 3 indikator Perilaku sehat yang angkanya masih perlu ditingkatkan yaitu : ASI Eksklusif, tingkat kepadatan hunian, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, sedangkan perilaku gaya hidup yang masih sukar untuk dihilangkan yaitu kebiasaan merokok di dalam rumah. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 71

3.7. PEMBIAYAAN SANITASI KOTA 3.7.1 Kelembagaan Pembiayaan Pengelolaan Sanitasi Pengelolaan sektor sanitasi yang terdiri dari sub sektor persampahan, air limbah, air bersih dan drainase di Kota Cirebon merupakan kewenangan dari berbagai SKPD, diantaranya : DPUESDM, DKP, PDAM, Dinkes dan KLH Kota Cirebon. Secara rinci kelembagaan pembiayaan pengelolaan sanitasi dapat dilihat pada table berikut : Tabel 3.34. LEMBAGA PENGELOLA KEUANGAN SANITASI No Sub Sektor SKPD Ket. 1. Persampahan DKP, KLH KLH : pelatihan, edukasi 2. Air Limbah PDAM, KLH KLH : pembinaan dan monitoring limbah selain limbah domestik/rt 3. Air Bersih PDAM, DPUESDM, Dinkes Dinkes : uji kualitas air bersih 4. Drainase DPUESDM 3.7.2 Proporsi Pendanaan Pembangunan Sanitasi Kota Proporsi pendanaan pembangunan sanitasi di Kota Cirebon, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 terlihat bahwa untuk tahun 2007 realisasi pendanaan pembangunan sanitasi sebesar : Rp 2.826.614.793,- dari APBD Rp 504.413.293.000,- atau sebesar 0,56% APBD. Pada tahun 2008, realisasi pendanaan pembangunan sanitasi mengalami kenaikan menjadi Rp 6.840.424.400,- dari APBD sebesar 555.186.378.000,- atau sebesar 1,23% APBD hal ini disebabkan ada pendanaan yang diterima oleh Dinkes dari Dana Alokasi Khusus. Tahun 2009 realisasi pendanaan pembangunan sanitasi mengalami kenaikan menjadi Rp 11.509.755.052,- dari APBD Rp 667.402.250.100,- atau sebesar 1,72% APBD, hal ini dipengaruhi oleh kucuran dana perimbangan untuk sub sektor drainase. Untuk tahun 2010, alokasi pendanaan pembangunan untuk sektor sanitasi sebesar Rp 4.666.157.000,- dari APBD Rp 623.615.933.550,- atau 0,75% APBD. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 72

Tabel 3.35. PROPORSI PENDANAAN PEMBANGUNAN SANITASI KOTA CIREBON No Tahun Pendanaan APBD % THD Ket. Pembangunan Sanitasi (Rp) (Rp) APBD 1. 2007 2.826.614.793,- 504.413.293.000,- 0,56 Realisasi 2. 2008 6.840.424.400,- 555.186.378.000,- 1,23 Realisasi 3. 2009 11.509.755.052,- 667.402.250.100,- 1,72 Realisasi 4. 2010 4.666.157.000,- 623.615.933.550,- 0,75 Alokasi 800,000,000,000 Grafik 3.1. PROPORSI PENDANAAN PEMBANGUNAN SANITASI KOTA CIREBON 700,000,000,000 600,000,000,000 500,000,000,000 555,186,378,000 504,413,293,000 667,402,250,100 623,615,933,550 400,000,000,000 300,000,000,000 Dana Sanitasi APBD 200,000,000,000 100,000,000,000 2,826,614,793 6,840,424,400 11,509,755,052 4,666,157,000 0 2007 2008 2009 2010 Grafik 3.2. Prosentase Pendanaan Pembangunan Sanitasi Terhadap APBD 0.75 0.56 1.72 1.23 2007 2008 2009 2010 BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 73

3.7.3 Perkembangan APBD Kota Cirebon Penerimaan pemerintah daerah merupakan salah satu faktor utama untuk membiayai pembangunan. Penerimaan pemerintah daerah bersumber dari pendapatan asli daerah yang meliputi pajak, retribusi, laba BUMD dan penerimaan lainnya, pajak daerah dan bantuan pemerintah pusat. Realisasi penerimaan Pemerintah Kota Cirebon dari tahun ke tahun terus meningkat, dapat dilihat pada grafik dibawah ini. Pada tahun anggaran 2004 penerimaan mencapai 260,1 miliar rupiah, sementara itu pada tahun anggaran 2009 meningkat menjadi 637,2 miliar rupiah. Grafik 3.3 REALISASI PENERIMAAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2004-2009 700,000,000,000 600,000,000,000 500,000,000,000 400,000,000,000 418,653,117,000 555,186,378,000 504,413,293,000 637,259,937,000 300,000,000,000 200,000,000,000 100,000,000,000 260,088,521,000 269,692,158,000 0 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Realisasi Penerimaan Daerah Pada tahun 2009, pos penerimaan terbesar masih diperoleh dari bagian Dana Perimbangan yaitu sebesar 474,3 miliar rupiah atau sekitar 74,4 persen dari seluruh penerimaan daerah, penerimaan terbesar kedua berasal dari Bagian Pendapatan Asli Daerah yaitu sebesar 77,3 miliar rupiah atau sebesar 12,1 persen dari seluruh penerimaan daerah. Besarnya Dana Perimbangan ini, terutama merupakan kontribusi dari dana alokasi umum (DAU) kepada pemerintah daerah Kota Cirebon yang pada tahun 2009 jumlahnya mencapai 365,5 miliar rupiah atau sebesar 57,3 persen dari total penerimaan. Realisasi penerimaan daerah tahun anggaran 2004-2009 dapat dilihat pada tabel berikut. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 74

Jenis Penerimaan Tabel 3.36 REALISASI PENERIMAAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2004-2009 (.000 Rp) Tahun Anggaran 2004 2005 2006 2007 2008 2009 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Pendapatan Asli Daerah 34,400,560 43,137,624 56,060,827 57,002,328 67,692,578 77,318,392 1.1 Pajak Daerah 9,945,851 11,869,339 13,456,234 15,418,406 17,234,097 19,594,448 1.2 Retribusi Daerah 6,262,372 6,835,486 6,750,458 7,223,077 7,183,910 9,406,121 1.3 Bagian Laba BUMD & Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 1,479,078 2,286,706 2,312,559 2,471,593 2,505,393 2,175,246 1.4 Penerimaan Lain-Lain 16,713,259 22,146,093 33,541,576 31,889,252 40,769,178 46,142,577 2 Dana Perimbangan 214,071,191 219,148,534 362,592,290 380,267,141 436,898,492 474,292,926 2.1 Bagi Hasil Pajak / Bukan Pajak 35,333,969 37,602,170 44,449,945 46,590,141 60,637,365 74,933,377 2.2 Dana Alokasi Umum 149,752,243 143,039,000 259,312,992 304,470,000 340,669,127 365,486,549 2.3 Dana Alokasi Khusus 5,530,000 7,210,000 17,830,000 29,207,000 35,592,000 33,873,000 2.4 Bagi Hasil Pajak & Bantuan Keuangan Dari Propinsi 23,454,979 31,297,364 40,999,353 3 Lain-Lain Pendapatan Yang Sah Pinjaman Daerah 11,616,770 7,406,000 67,143,824 50,595,308 85,648,619 Jumlah Penerimaan 260,088,521 269,692,158 418,653,117 504,413,293 555,186,378 637,259,937 Kenaikan (%) 3.69 55.23 20.48 10.07 14,78 Dari tabel di atas, tampak bahwa Pendapatan Daerah Kota Cirebon selama kurun waktu lima tahun, mulai tahun 2004 2009 mengalami kenaikan yang cukup berarti dengan rata-rata pertumbuhan 20,85% per tahun. Kenaikan tertinggi terjadi tahun 2006 yaitu sebesar 55,23% dengan total Pendapatan Daerah sebesar Rp 418.653.117.000,- hal ini terjadi karena pada tahun tersebut penerimaan dari Dana Perimbangan sangat dominan atau mencapai besaran Rp 362.592.289.395,00 (86,6% dari total Pendapatan Daerah). 3.7.4 Besaran Pendanaan Sanitasi Per Tahun a. Sub Sektor Persampahan DKP dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai SKPD pelayanan operasional persampahan di Kota Cirebon, didukung dari BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 75

aspek pendanaan APBD. Tercatat bahwa mulai tahun 2007 s.d. 2010, pendanaan sanitasi persampahan mengalami fluktuasi. Tahun 2007, sebesar Rp 96.061.750,- atau 0,02% APBD, tahun 2008 mengalami kenaikan menjadi Rp 1.786.300.000,- atau 0,32% APBD, tahun 2009 sebesar Rp 478.000.000,- atau 0,07% APBD dan tahun 2010 dianggarkan Rp 966.200.000,- atau 0,15% APBD. b. Sub Sektor Drainase DPUESDM dalam mengelola drainase yang ada di wilayah Kota Cirebon, didukung dengan pendanaan sebagai-berikut : Tahun 2007 mengelola dana APBD sebesar Rp 2.584.594.550,- atau 0,51% APBD, tahun 2008 dana untuk sub sektor ini adalah Rp 2.964.124.400,- atau 0,53% APBD, pada tahun 2009 sebesar Rp 10.366.651.000,- atau 1,55% APBD dan pada tahun 2010 dianggarkan Rp 3.652.850.000,- atau 0,59% APBD. c. Sub Sektor Air Limbah dan Air Bersih Untuk sub sektor air limbah rumah tangga dan air bersih yang operasionalnya merupakan kewenangan PDAM, maka pendanaannya bukan bersumber dari APBD Kota Cirebon namun dikelola secara mandiri oleh PDAM. Dana yang dikelola untuk operasional penyediaan air bersih pada tahun 2007 sebesar Rp. 2.382.168.430,-, tahun 2008 sebesar Rp. 2.995.835.952,-, tahun 2009 sebesar Rp. 2.979.728.500,- sedangkan pada tahun 2010 dialokasikan dana sebesar Rp. 3.633.507.936,-. Dana yang dikelola untuk operasional penyediaan air bersih pada tahun 2007 sebesar Rp. 858.520.529,-, tahun 2008 sebesar Rp. 1.148.002.182,-, tahun 2009 sebesar Rp. 1.229.975.000,- sedangkan pada tahun 2010 dialokasikan dana sebesar Rp. 450.707.500,-. d. Sub Sektor Pendukung Sanitasi Dalam pengelolaan sanitasi di Kota Cirebon, terdapat beberapa SKPD yang mempunyai kewenangan yang bersifat memberikan edukasi, kampanye dan perencanaan terhadap operasionalisasi sanitasi, diantara SKPD yang membidangi hal tersebut adalah KLH dan Dinkes. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 76

KLH Kantor Lingkungan Hidup telah melaksanakan kegiatan yang mendukung sektor sanitasi diantaranya adalah kegiatan Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengendalian Lingkungan Hidup dan Pengujian Kadar Polusi Limbah Padat dan Cair. Pada tahun 2007, sebesar Rp 175.017.609,- atau 0,03% APBD, pada tahun 2008 Rp 63.130.000,- atau 0,01% APBD, tahun 2009 tercatat realisasi anggaran sebesar Rp 297.412.500,- atau 0,017 APBD dan pada tahun 2010 dianggarkan Rp 150.000.000,- atau 0,01% APBD. Dinkes Dinas Kesehatan Kota Cirebon telah merealisasikan anggaran untuk sanitasi dengan rincian : pada tahun 2007 sebesar Rp 145.958.493,- atau 0,03% APBD, tahun 2008 sebesar Rp 2.090.000.000,- atau 0,38% APBD, untuk tahun 2009 sebesar Rp 665.104.052,- atau 0,10% APBD dan anggaran untuk tahun 2010 adalah Rp 47.107.000,- atau 0,01% APBD. Tabel 3.37. PROPORSI BELANJA SANITASI No Tahun SKPD Jumlah DKP DPUESDM LH Dinkes 1. 2007 96.061.750,- 2.584.594.550,- 175.017.609,- 145.958.493,- 3.001.632.402,- 2. 2008 1.786.300.000,- 2.964.124.400,- 63.130.000,- 2.090.000.000,- 6.903.554.400,- 3. 2009 478.000.000,- 10.366.651.000,- 297.412.500,- 665.104.052,- 11.807.167.552,- 4. 2010 966.200.000,- 3.652.850.000,- 150.000.000,- 47.107.000,- 4.816.157.000,- BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 77

Grafik 3.4. BESARAN PENDANAAN SANITASI/TAHUN PER SKPD Rp12,000,000,000.00 Rp10,000,000,000.00 Rp10,366,651,000.0 0 Rp8,000,000,000.00 Rp6,000,000,000.00 Rp3,652,850,000.00 Rp4,000,000,000.00 Rp2,964,124,400.00 Rp2,584,594,550.00 Rp1,786,300,000.00 Rp2,000,000,000.00 Rp966,200,000.00 Rp478,000,000.00 Rp96,061,750.00 Rp- 2007 2008 2009 2010 DKP DPUESDM KLH Dinkes 3.7.5 Besaran Realisasi dan Potensi Pendapatan Layanan Sanitasi a. Realisasi Pendapatan Layanan Sanitasi Dalam melaksanakan pelayanan sanitasi, Kota Cirebon menerima hasilretribusi pelayanan sanitasi sebagai konsekuensi pelayanan kepada pengguna jasa sanitasi, diantaranya dari : Retribusi Persampahan/Kebersihan, Retribusi Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah. Sedangkan retribusi dari layanan air limbah rumah tangga dan air bersih yang dikelola oleh PDAM, dapat dijabarkan secara terpisah. Dari pendapatan Retribusi Persampahan/Kebersihan, pada tahun 2005 tercatat Rp 1.692.656.544,-, tahun 2006 Rp 1.527.572.679,-, pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi Rp 1.149.738.276,-, pada tahun 2008 sebesar Rp 1.398.882.559,- dan tahun 2009 penerimaan retribusi sebesar Rp 1.466.905.201,-. Pendapatan Retribusi Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah tercatat bahwa pada tahun 2007 sebesar Rp 46.036.000,-, Tahun 2008 Rp. 39.845.250,-, dan pada tahun 2009 menjadi Rp. 44.578.500,- BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON III - 78