M.Ikhlas Khasana ( ) Mengetahui berbagai dampak kebijakan persawitan nasional saat ini. Pendahuluan. ekspor. produksi.

dokumen-dokumen yang mirip
Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Tahun Harga Kakao Harga Simulasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Paramita Anggraini ( ) Pembimbing : Dr.Ir. Sri Gunani Partiwi. Co Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

Analisis Pengaruh Tarif Cukai Terhadap Pendapatan Negara Dan Keberlangsungan Usaha Industri Rokok (Sebuah Pendekatan Sistem Dinamik)

ANALISIS KEBIJAKAN PERKOPIAN NASIONAL TERKAIT USAHA-USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI : SUATU PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya

ANALISIS PENAWARAN TANDAN BUAH SEGAR DI PROVINSI RIAU. Ermi Tety & Helentina Situmorang. Fakultas Pertanian Universitas Riau ABSTRACT

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan Dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

Karakteristik dan definisi Petani swadaya dalam konteks perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

Gambar 1.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi ke-5

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

terhadap impor dalam kelompok perdagangan nonmigas yang meningkat menandakan bahwa peranan migas di dalam ekspor total nasional semakin kecil.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat di segala

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINSI RIAU. Eriyati Rosyeti. Abstraksi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

KELAPA SAWIT: PENGARUHNYA TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU. Abstrak

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

Transkripsi:

Tugas Akhir ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERKEBUNAN SAWIT DI KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU: SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Membuat model persawitan nasional dalam usaha memahami permasalahan terkait dengan perkembangan industri sawit yang selama ini terjadi. RALAT LOGO M.Ikhlas Khasana (2506100014) Mengetahui berbagai dampak kebijakan persawitan nasional saat ini. Tujuan Memperoleh alternatif kebijakan yang berpihak pada upaya pengembangan persawitan nasional. Pembimbing : Prof.DR.Ir.Budisantoso Wirjodirdjo,M.Eng Contents Latar Belakang ekspor Kondisi CPO dunia (1999-2004) 7,37 % Pangsa 3,18 % Metodologi produksi konsumsi 7,7 % 5,93 % 3,06 % 4,12 % 7,33 % Kesimpulan dan Saran Peluang? Usaha Dampak Kebijakan 12,04 % 13,62 % 16,37 % Luas lahan Produksi 7,67 % Volume ekspor Nilai ekspor Konsumsi domestik Kondisi Industri Kelapa Sawit Indonesia(1998-2003) Rumusan Masalah Tujuan Mengacu pada latar belakang, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana memodelkan pengembangan persawitan serta dampak yang mungkin terjadi di daerah-daerah sentra penghasil sawit, sehingga para pengambil kebijakan dapat mengevaluasi keefektifan kebijakan yang dilakukan serta mampu menentukan kebijakan yang tepat. Dampak yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah dampak terhadap penerimaan petani, luas areal hutan konservasi dan suhu Membuat model persawitan nasional dalam usaha memahami permasalahan terkait dengan perkembangan industri sawit yang selama ini terjadi. Mengetahui berbagai dampak kebijakan persawitan nasional saat ini. Tujuan Memperoleh alternatif kebijakan yang berpihak pada upaya pengembangan persawitan nasional. 1

Ruang Lingkup Batasan : 1. Dalam konteks ruang yaitu daerah sentra penghasil sawit di kabupaten Siak, Propinsi Riau. 2. Kajian penelitian lebih ditekankan pada memberikan alternatif skenario kebijakan berdasarkan hasil simulasi ditingkat daerah dimana penelitian ini dilakukan. 3. Aspek lingkungan tidak dijabarkan secara mendalam. Ruang Lingkup Asumsi : 1. Kebijakan yang ada merupakan kebijakan pemerintah Kabupaten Siak, Propinsi Riau saat ini yang tidak berbenturan dengan kebijakan pemerintah pusat. 2. Kondisi ekonomi global yang mempengaruhi persawitan nasional adalah diluar kendali pemerintah. Secara geografis Kabupaten Siak terletak pada koordinat 10 16 30 00 20 49 Lintang Selatan dan 1000 54 21 102 10 59 Bujur Timur. Secara fisik geografls memiliki kawasan pesisir pantai yang berhampiran dengan sejumlah negara tetangga dan masuk kedalam daerah segitiga pettumbuhan (growth triangle) Indonesia - Malaysia - Singapura. Kabupaten Siak terbentuk melalui UU 53 tahun 1999 tanggal 12 Oktober bersama beberapa kabupaten/kota di Propinsi Riau. Kabupaten Siak merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Sumber utama APBD berupa DBH Migas sebesar 60%. APBD dalam 3 tahun terakhir sekitar Rp 2 T. Umumnya masyarakat bekerja di bidang pertanian (34% dari jumlah tenaga kerja) baik di lahan pribadi maupun milik swasta. Sektor pertanian menyumbang kontribusi sekitar 19 % PDRB. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Siak dalam 3 tahun terakhir 7.6%. Manfaat Metodologi Mendapatkan pemahaman secara mendalam mengenai persawitan nasional Manfaat Dapat memberikan rekomendasi atas berbagai skenario kebijakan pengembangan persawitan nasional. A Metodologi Identifikasi Variabel A 1. Supply-Demand 2. Hutan-Lahan 3. Produktivitas-Harga 4. Pendapatan 5. Lingkungan 2

Konseptualisasi Model Konseptualisasi Model Input- Output Diagram Input Tak Terkendali Inflasi Harga CPO internasional Harga CPO olahan internasional Harga TBS Kebakaran Hutan Illegal Logging Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Lingkungan Iklim Kebijakan Pemerintah Output Dikehendaki Peningkatan Produktivitas Peningkatan Kesejahteraan Petani Peningkatan Areal Hutan Konservasi Causal Loop Diagram Persawitan Nasional Input Terkendali Output Tak Dikehendaki Bea ekspor Kapasitas industri Kualitas CPO Nilai tambah CPO terhadap TBS Produktivitas lahan Penurunan Produktivitas Penurunan Produksi Pengelolaan Formulasi Model Formulasi Model Sub-model Supply-Demand Sub-model Hutan-Lahan Sub-model Produktivitas-Harga Formulasi Model Sub-model Pendapatan Verifikasi : Pengujian untuk menguji kesesuaian atau ketepatan logika pada model dan memastikan tidak ada error yang terjadi pada model yang dibangun Sub-model Lingkungan Verifikasi model Verifikasi unit check 3

Berdasarkan hasil output dari software Minitab diperoleh nilai P- value = 0,722. Karena nilai P-value > α=0,05, maka terima Ho dan dinyatakan bahwa rata-rata harga CPO internasional hasil simulasi tidak berbeda dengan rata-rata harga CPO internasional. Validasi produktivitas lahan perkebunan rakyat 0 = 2,8 ton Hipotesa untuk uji validasi ini, yaitu: H 0 : d = 0 (tidak ada perbedaan data) H 1 : d 0 (terdapat perbedaan data) hasil simulasi aktual 2,722 2,800 3,049 2,841 2,894 3,702 3,075 Berdasarkan hasil output dari software Minitab diperoleh nilai P-value 0,141. karena nilai P-value > α=0,05 maka terima Ho dan dinyatakan bahwa rata-rata produktivitas lahan perkebunan rakyat hasil simulasi tidak berbeda dengan rata-rata produktivitas lahan perkebunan rakyat. Validasi produktivitas lahan perkebunan swasta 0 = 4,05 ton Hipotesa untuk uji validasi ini, yaitu: H 0 : d = 0 (tidak ada perbedaan data) H 1 : d 0 (terdapat perbedaan data) hasil simulasi aktual 3,937 4,050 4,410 4,108 4,186 5,354 4,447 Validasi produktivitas lahan PTPN hasil simulasi aktual Berdasarkan hasil output dari software Minitab diperoleh nilai P-value 0,142. karena nilai P-value > α=0,05 maka terima Ho dan dinyatakan bahwa rata-rata produktivitas lahan perkebunan swasta hasil simulasi tidak berbeda dengan rata-rata produktivitas lahan perkebunan swasta. 0 = 4,62 ton Hipotesa untuk uji validasi ini, yaitu: H 0 : d = 0 (tidak ada perbedaan data) H 1 : d 0 (terdapat perbedaan data) 4,494 4,620 5,034 4,690 4,778 6,112 5,077 4

Desain Skenario Desain skenario dibuat dengan mengembangkan model dengan penambahan sub model pembiayaan pemerintah. Pembiayaan tersebut meliputi sektor perkebunan sawit dan sektor kehutanan. Sehingga sub model hutan-lahan dan sub-model pendapatan berubah menjadi : Berdasarkan hasil output dari software Minitab diperoleh nilai P- value 0,139. karena nilai P-value > α=0,05 maka terima Ho dan dinyatakan bahwa rata-rata produktivitas lahan PTPN hasil simulasi tidak berbeda dengan rata-rata produktivitas lahan PTPN. sub model hutan-lahan sub-model pendapatan Desain Skenario Pada hasil simulasi terlihat peningkatan penerimaan baik petani sawit, swasta maupun PTPN dari kondisi existing sampai ke skenario 3. Hal tersebut dikarenakan produktivitas kebun masing-masing diberi pendanaan oleh pemerintah. Trend terus meningkat tetapi dengan proporsi yang tidak sama karena masing-masing skenario memberikan peningkatan produktivitas terhadap perkebunan masing-masing secara berbeda. Pada skenario 4, penerimaan petani menjadi sangat berbeda dikarenakan pada skenario 4 ada pembiayaan sektor kehutanan dimana terjadi perubahan pada luas lahan sawit, harga TBS dan produktivitas lahan yang mengakibatkan perubahan pada penerimaan petani. Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa trend penerimaan petani hampir mendekati penerimaan swasta dan penerimaan PTPN. Hal tersebut dikarenakan skenario yang dirancang memang bertujuan untuk membuat penerimaan masing-masing tipe perkebunan relative sama sehingga tidak ada kecemburuan petani terhadap penerimaan perkebunan swasta maupun PTPN yang selama ini jauh berbeda akibat produktivitas lahan yang tidak sama. Alokasi pembiayaan dari pemerintah bertujuan meningkatkan produktivitas masing-masing lahan. Porsi pembiayaan yang lebih besar pada perkebunan rakyat telah membuat penerimaan petani meningkat, relative tidak berbeda jauh dari perkebunan lain. Hasil simulasi menunjukkan bahwa tidak sepenuhnya penerimaan negara akan terus turun akibat kebijakan pembiayaan sektor kehutanan. Ada saat dimana penerimaan negara lebih tinggi dan ada saat penerimaan negara lebih rendah. Hal tersebut karena pada kondisi existing terdapat bea ekspor yang mengatur porsi jumlah ekspor CPO. Bea ekspor mengatur berdasarkan harga CPO internasional. Semakin tinggi harga CPO internasional makin tinggi bea yang dikenakan. Selain itu juga terdapat tindakan untuk mengimpor CPO namun tidak serta merta bisa diterapkan melainkan dengan aturan bahwa impor dilakukan ketika produksi lebih kecil dari konsumsi dan ekspor. Dengan adanya situasi seperti itu ditambah adanya perubahan luas areal hutan konservasi yang berdampak pada luas areal kebun sawit, maka dimungkinkan penerimaan menjadi seperti pada grafik 5

Hasil simulasi pada skenario ini menunjukkan bahwa tidak selamanya luas areal hutan konservasi akan terus berkurang. Adanya upaya pembiayaan sektor kehutanan yang meliputi program reboisasi, penanggulangan illegal logging dan penanggulangan kebakaran hutan ternyata dapat memberi hasil positif. Namun upaya ini harus disertai komitmen pengawasan yang ketat dari pemerintah. Hal ini setidaknya dapat mengurangi kekhawatiran masyarakat akibat perubahan fungsi hutan dimana keberadaan hutan merupakan sebuah titipan untuk generasi mendatang. Hasil simulasi menunjukkan bahwa laju peningkatan suhu bumi berkurang. Hal tersebut karena skenario 4 berisi ada upaya pemerintah di sektor kehutanan melalui pembiayaan untuk program reboisasi, penanggulangan illegal logging dan penanggulangan kebakaran hutan. Hal tersebut menyebabkan tingkat penyerapan karbon yang didasari atas luas hutan yang ada, meningkat juga. Peningkatan penyerapan karbon yang menjadi faktor tingkat efek rumah kaca tersebut membuat efek rumah kaca menjadi berkurang sehingga suhu bumi tidak naik dengan cepat. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dan Saran Dari kondisi existing diketahui terjadi deforestasi tanpa henti akibat perubahan fungsi hutan menjadi lahan dan terjadi peningkatan suhu bumi. Penerimaan petani sawit, PTPN dan swasta tidak seimbang dikarenakan tingkat produktivitas masingmasing lahan berbeda dimana penerimaan petani paling rendah diantara ketiganya. Produktivitas lahan sawit di Siak ( 4 ton per Ha) lebih rendah daripada produktivitas rata-rata nasional ( 4.5 ton per Ha). Dari berbagai skenario yang disimulasikan, maka diketahui skenario yang memberikan dampak kenaikan penerimaan bagi petani sawit, swasta maupun PTPN adalah skenario 1,2 dan 3. Skenario 3 paling ideal bagi petani karena penerimaan mereka tiap Ha lahan tidak jauh berbeda dengan penerimaan perkebunan swasta maupun PTPN. Tidak jauh berbeda karena produktivitas kebun rakyat meningkat lebih tinggi dari kebun swasta dan PTPN. Adapun skenario 4 menunjukkan deforestasi dapat diperlambat namun berdampak pada penerimaan baik bagi petani, perkebunan swasta, PTPN maupun penerimaan negara. Skenario 4 juga menunjukkan penurunan laju peningkatan suhu bumi. Pada penelitian persawitan selanjutnya diharapkan ada kajian lebih luas mengenai dampak lingkungan dari system persawitan ini (system dinamics for sustainablepalm oil). Pada penelitian persawitan berikutnya diharapkan adanya kajian mengenai bagaimana Indonesia sebagai produsen CPO terbesar bisa menentukan harga jual CPO yang saat ini ditentukan oleh pihak lain. Pada penelitian persawitan berikutnya diharapkan kajian bagaimana kesiapan Indonesia memanfaatkan sawit sebagai sumber energi.(system dinamics on Energy from palm oil) Pada penelitian selanjutnya diharapkan kajian mengenai potensi pengembangan nilai tambah sawit dari pengembangan produk turunannya. Pada penelitian selanjutnya diharapkan kajian mengenai sistem pengawasandan tingkat pengawasan pada industri persawitan. LOGO 6