BAB I PENDAHULUAN. Hingga saat ini kemiskinan masih merupakan masalah maupun tantangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 132 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 123 TAHUN 2013 TENTANG PENUNJUKAN BAPAK/IBU ASUH PENANGGULANGAN KEMISKINAN KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL,

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu hingga

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN BANTUL. Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan, 75 desa, dan 933 dusun. Secara

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 143 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah salah satunya berasal dari Dana Alokasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 104 A TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks dan dalam

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 205 A TAHUN 2011 TENTANG

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. Alokasi Kebutuhan, Pupuk Bersubsidi, Sektor Pertanian.

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. strategi pembangunan daerah mulai dari RPJPD , RPJMD ,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. kompleks dan multi dimensional. Persoalan kemiskinan bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk penanggulangan kemiskinan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan berkelanjutan secara terus menerus.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat

Bantul, Desember Kepala. Drs. Trisaktiyana, M.Si Pembina Utama Muda/IVc NIP

BAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul. Unit pelaksana, satuan polisi pamong praja, kecamatan.

I. PENDAHULUAN. Kecamatan Bebandem merupakan salah satu kecamatan yang ada di. Kabupaten Karangasem. Kecamatan Bebandem memiliki masalah yang paling

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Gbr.1 Jaringan di Ruang Sekpri Bupati

I. PENDAHULUAN. bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BERITA DAERAH KABUPATEN SERANG

Rencana Kerja (RENJA ) 2015

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi, pendidikan dan teknologi di Indonesia adalah kecenderungan seseorang

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

BUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 150 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

PERMASALAHAN INSTRUMEN YG BERBEDA DIBERBAGAI JENJANG -PENGUMPULAN DATA REDUNDANT -DATA BELUM DI-SHARE

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG BESARAN UANG PERSEDIAAN PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 229 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak diantara koordinat 110 o o Bujur Timur,

DAFTAR ISI. 1. Rencana Program Dan Kegiatan SKPD Kabupaten Sijunjung Tahun 2015 Pembiayaan APBD Kabupaten Sijunjung.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Page 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 55 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KECAMATAN SE- KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 148 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. daerah, ketimpangan pembiayaan pembangunan antar daerah kian menonjol.

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan utama dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia saat ini

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hingga saat ini kemiskinan masih merupakan masalah maupun tantangan terbesar yang dihadapi oleh pemerintah pusat maupun daerah, dimana pemerintah daerah bersama masyarakat berikut segenap komponennya dituntut agar lebih terpadu sebagai pilar good governance dalam praktek penanggulangan kemiskinan. Seiring dengan sistem pemerintahan desentralisasi untuk otonomi daerah, maka urusan pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat tetap menjadi prioritas utama sasaran pembangunan setiap pemerintah daerah sebagai bentuk pelayanan dan tanggungjawab disamping pembangunan sektor kesehatan, pendidikan dan perbaikan infrastuktur bagi masyarakat di daerahnya. Sejumlah kebijakan penanggulangan kemiskinan yang pernah digulirkan oleh pemerintah selama ini, seperti program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Jaring Pengaman Sosial (JPS), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan lain-lain, ternyata dalam pelaksanaannya masih belum efektif. Hal ini dikarenakan kebijakan-kebijakan tersebut kurang mampu menyentuh golongan masyarakat miskin secara menyeluruh (dalam lingkup satu keluarga, bukan hanya diwakili oleh kepala keluarga saja), serta belum mampu memacu peningkatan produktivitas golongan masyarakat miskin maupun peran serta atau partisipasi masyarakat golongan miskin tersebut dalam proses pembangunan. 1

2 Berbagai kegagalan yang dialami oleh sebagian kebijakan penanggulangan kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah menunjukkan bahwa masalah kemiskinan merupakan suatu fenomena multi dimensional yang memiliki variabilitas dimensi yang sangat kompleks. Persoalan kemiskinan bukanlah hal yang sederhana karena sampai saat ini kebijakan anti kemiskinan yang dirumuskan oleh pemerintah belum menemukan formula yang cukup tepat untuk memecahkan persoalan kemiskinan. Asumsi dari pemerintah yang memandang permasalahan kemiskinan di Indonesia secara umum dan parsial dengan formula kebijakan berupa penyeragaman berbagai bentuk program dengan pendekatan yang monolitiksentralistik telah mengakibatkan terjadinya bias kebijakan. Dari asumsi yang salah karena ketidakmampuan memahami persoalan kemiskinan sebagai suatu gejala yang spesifik dan berbeda di setiap daerah telah menciptakan jurang pemisah yang cukup besar antara kota dan desa serta antara golongan masyarakat kaya dengan masyarakat miskin. Kondisi ini tentu saja menimbulkan ketidakpuasan dalam masyarakat yang terus bergulir laksana bola salju. Upaya penanggulangan dan pengentasan kemiskinan juga telah menjadi bagian dari pelaksanaan agenda pembangunan di daerah Kabupaten Bantul. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bantul, pemerintah daerah kabupaten Bantul telah menetapkan proram penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas utama pembangunan untuk periode tahun 2006-2010, bahkan secara khusus pada tahun anggaran 2005 pemerintah daerah kabupaten Bantul telah melaksanakan program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) sebagai program pengganti untuk

3 pemberdayaan bagi keluarga-keluarga miskin akseptor KB Mandiri yaitu program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA) KB Mandiri (1996 2003), kemudian dirubah menjadi program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) beranggotakan ibu-ibu akseptor KB dari keluarga miskin (Pra Sejahtera) atau kurang mampu (Sejahtera I), dimana pada tahun 2009 dana permodalan bagi kelompok-kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di beberapa provinsi termasuk provinsi DI. Yogyakarta pada akhirnya dihentikan. (BKKBN Provinsi DI. Yogyakarta). Untuk lebih jelasnya, maka data keluarga miskin di Kabupaten Bantul perlu pula ditampilkan dalam bentuk tabel 1.1. berikut. Tabel 1.1. Jumlah penduduk (KK) dan Jumlah KK Pra-Sejahtera dan Sejahtera-1 di Kabupaten Bantul tahun 2005 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (dalam keluarga/kk) Jumlah Keluarga Pra-S & KS-1 (KK) 1 Kretek 13.354 2.390 2 Sanden 14.385 3.086 3 Srandakan 14.007 3.173 4 Pandak 23.310 6.556 5 Bambanglipuro 17.379 3.779 6 Pundong 15.323 3.039 7 Imogiri 26.290 8.197 8 Dlingo 17.446 6.016 9 Jetis 23.838 5.419 10 Bantul 25.580 4.122 11 Pajangan 14.244 3.543 12 Sedayu 19.430 4.028 13 Kasihan 39.653 6.163 14 Sewon 38.469 6.156 15 Piyungan 19.873 4.819 16 Pleret 17.948 5.015 17 Banguntapan 40.996 6.620 Jumlah 281.525 82.121 Sumber: BKK Kabupaten Bantul, 2005

4 Data Badan Kesejahteraan Keluarga Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BKKPPKB) Kabupaten Bantul-DI. Yoyakarta (Laporan Tahun 2006) menjelaskan bahwa jumlah keluarga miskin di Bantul cukup besar, yaitu 18,7% dari total jumlah keluarga di Kabupaten Bantul. Data keluarga sangat miskin (Pra Sejahtera) dan miskin (Sejahtera I) di Kabupaten Bantul tahun 2005 yang dihasilkan tidak lain merupakan pelaksanaan instruksi Bupati Kabupaten Bantul Nomor 174.a Tanggal 20 Juli 2004 tentang Penetapan Indikator Keluarga Miskin Kabupaten Bantul. Program Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) merupakan salah satu usaha Pemerintah Kabupaten Bantul dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin yang dikelola oleh Badan Kesejahteraan Keluarga, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BKKPPKB) Kabupaten Bantul, berupa program pemberdayaan keluarga dengan fasilitas penyaluran modal usaha ekonomi produktif bergulir kepada keluarga miskin dengan dana hibah sebesar 50% dari total anggaran, yang disediakan bagi seluruh anggota kelompok PEKM setiap tahunnya hingga tahun 2009. Program ini dimulai sejak tahun 2005, sesuai dengan Keputusan Bupati Nomor 210 tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskindan merupakan inovasi kebijakan yang dilakukan Pemerindah Daerah Kabupaten Bantul untuk mengakomodir masyarakat miskin yang tidak tercakup ke dalam program UPPKS. Disamping itu, program PEKM juga merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan yang mengacu pada Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) dengan menetapkan target-targetnya sejalan dengan pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDGs) di daerah.

5 Kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin/kurang mampu yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Bantul tahun 2007 masih terkait dengan dampak Gempa Yogya pada 27 Mei 2006, dimana Bantul merupakan daerah terparah untuk tingkat kerusakan fisik dan jumlah korban jiwa. Untuk mempercepat pemulihan perekonomian masyarakat Bantul akibat dampak Gempa dimana jumlah penduduk miskin meningkat mencapai 67.589 KK (28,11%), maka pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Bantul melalui APBD Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2007 mengalokasikan dana sebesar 5 milyar rupiah untuk pembiayaan pembangunan sosial bidang pengentasan kemiskinan, (sub bidang ketahanan keluarga BKKPPKB). Untuk tahun 2008 juga dialokasikan dana APBD sebesar 7 milyar rupiah sebagai modal dana bergulirbagi 7.000 KK dari keluarga miskin(pra Sejahtera dan Sejahtera I) baik yang baru maupun lanjutan dan selanjutnya program ini diimplementasikan hingga tahun 2012. Hasil evaluasi implementasi program PEKM di Kabupaten Bantul 2010 oleh Tim Koordinator Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Bantul, menjelaskan bahwa selain faktor hambatan jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan keterbatasan potensi daerah, juga munculnya penduduk miskin yang baru dengan latar belakang status sosial-ekonomi pada umumnya adalah keluarga yang bekerja di sektor pertanian, peternakan, sektor informal atau jasa sebagai alih profesi penambang pasir, hal ini tentulah menjadi kendala tersendiri, dikarenakan kelompok sasaran perlu diberikan penanganan secara lebih khusus dan terpadu agar memiliki motivasi dan optimisme yang kuat untuk memperbaiki taraf kehidupannya. Ada indikator lain (versi pendataan keluarga oleh BKKP2KB Kabupaten Bantul) yang menarik untuk dicermati lebih jauh, yaitu dengan

6 semakin banyaknya jumlah keluarga miskin yang memanfaatkan dana hibah maupun dana bergulir Pemda Kabupaten Bantul sebagai fasilitas dalam upaya pemberdayaan bagi keluarga mereka. Untuk tahun 2012, sekitar 369 Kepala Keluarga Miskin atau Pra Sejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera I (KS I) telah memperoleh bantuan dana bergulir PEKM serta memperoleh akses informasi tentang sumber daya ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan keluarganya melalui kelompok UPPKS. Jumlah ini meningkat sekitar 0,8%dari jumlah KK Miskin dibandingkan tahun 2011 yang berkisar 0,5% dari total KK Miskin di Kabupaten Bantul. Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2012 juga telah dilakukan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan manajemen usaha, serta kegiatan pendampingan bagi sekitar 18 kelompok PEKM (Sub Bidang Pembinaan Ketahanan Keluarga BKKP2KB Kabupaten Bantul, 2013), berarti ada peningkatan pengetahuan dan kesadaran dari keluarga-keluarga miskin tentang manfaat dan aksesibilitas dana bergulir atau kredit bagi kelompok PEKM (kelompok Pra UPPKS). Terkait dengan peran Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, adalah perlunya melegitimasi beberapa kebijakan atas kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah sebagai fungsi administrasi dan birokrasi dalam pemberdayaan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa desain kebijakan pemberian modal dana bergulir kredit PEKM bagi kelompok keluarga miskin (Pra Sejahtera dan Sejahtera I) di seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul dimaksudkan agar dapat lebih mudah tercapai, sedangkan terciptanya pemerataan kesempatan dan keseimbangan dalam pemanfaatan dana bergulir PEKM tersebut sebagai salah

7 satu upaya dalam rangka penanggulangan dan pengurangan tingkat kemiskinan di suatu wilayah kecamatan yang berbeda dalam kategori atau pengukuran tersebut. Dari berbagai uraian diatas, secara sederhana dan detail program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui pemberian stimulan modal usaha ekonomi produktif kepada kelompok-kelompok dari keluarga miskin/kurang mampu, sehingga dihasilkan gambaran yang lebih jelas bagaimana proses reformulasi untuk konsep implementasi kebijakan penanggulangan dan pengentasan kemiskinan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dirumuskan untuk menjamin terciptanya kesejahteraan bagi setiap keluarga dan masyarakat Kabupaten Bantul secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 berikut Pasal 34 UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Melalui model pendekatan pemberdayaan keluarga dengan dasar hukum Undang-Undang RI. Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, tentunya implementasi kebijakan dana bergulir bagi kelompok PEKM ini relatif akan lebih mudah berhasil. Secara operasional, dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 ini disebutkan bahwa pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab dalam: a. Menetapkan pelaksanaan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga di kabupaten/kota; dan b. Sosialisasi, advokasi dan koordinasi pelaksanaan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sesuai dengan kebutuhan, aspirasi, dan kemampuan masyarakat setempat. Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Daerah.

8 1.2. Perumusan Masalah Adanya era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 telah memberikan peluang kepada Pemerintah Daerah karena daerah memiliki keleluasan dan kemandirian untuk mengeluarkan kebijakan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Peluang ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dengan membuat dan merancang sebuah kebijakan yang benarbenar dapat diimplementasikan dan memberikan dampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Bantul telah berusaha dijawab dengan menetapkan kebijakan berbentuk program PEKM, yaitu pemberdayaan keluarga miskin yang difasilitasi melalui penyediaan kredit dana bergulir yang bersumber dari APBD setiap tahunnya. Namun dalam beberapa tahun pelaksanaan program PEKM, masih banyak masyarakat yang belum memanfaatkan modal bergulir PEKM dengan baik, terbukti dengan banyaknya kredit yang macet dari tahun ke tahun. Dana yang bergulir rentang waktu tahun 2005-2007 berjumlah Rp. 21.037.000.000,- sedangkan pengembalian dana per - 31 Oktober tahun 2007 adalah Rp. 11.644.514.306,- atau 55% dari modal yang tersalur. Selanjutnya banyak diantara masyarakat yang masih menggunakan dana modal bergulir sebagai pemenuhan kebutuhan hidup. Hal ini tentunya berdampak pada tidak signifikannya penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Bantul.

9 Dalam penelitian ini, peneliti secara sengaja (purposive) memilih kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul-DIY sebagai lokasi penelitian. Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan, antara lain, Kecamatan Banguntapan memiliki jumlah penduduk terpadat dengan tingkat kemiskinan tertinggi pada tahun 2011 yaitu sebanyak 12.965 jiwa atau 3.802 KK Miskin (Pra Sejahtera dan Sejahtera I) yang relatif paling tinggi di kabupaten Bantul, kedua, penduduk di Kecamatan Banguntapan memiliki karakteristik komunitas lokal tradisional dan diharapkan mampu mengembangkan potensi SDM-nya untuk kegiatan ekonomi produktif kerajinan rumah-tangga serta usaha jasa perdagangan, ketiga, karena Kecamatan Banguntapan termasuk daerah kecamatan di Kabupaten Bantul DI. Yogyakarta yang memiliki kategori perdesaan non tertinggal atau non IDT yang berbatasan langsung dengan kota Yogyakarta (daerah penyangga kota), tetapi memiliki jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas, sejauhmana manfaat yang diperoleh oleh kelompok pengguna dana bergulir PEKM (kelompok PraSejahtera dan Sejahtera I) di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul Provinsi DI. Yogyakarta ini, peneliti menetapkan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana proses implementasi program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin dilaksanakan di Kecamatan Banguntapan? 2. Bagaimana kinerja implementasi dana bergulir program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin di Kecamatan Banguntapan? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja implementasi dana bergulir PEKM dan upaya pemberdayaan ekonomi bagi keluarga miskin di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul tersebut?

10 1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Proses implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul; 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi dana bergulir bagi kelompok Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM); 3. Kinerja (output) implementasi dana bergulir bagi kelompok Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I) di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul tersebut. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Secara Akademis, paling tidak hasil penelitian ini dapat menjadi referensi ilmiah bagi peneliti selanjutnya, terutama yang tertarik melakukan penelitian kebijakan bidangpenanggulangan dan pengurangan kemiskinan di daerah. 2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dan evaluasi lebih lanjut terhadap keberhasilan dan kegagalan implementasi program penanggulangan dan pengurangan kemiskinan di masa mendatang, sesuai dengan karakteristik dan kapasitas daerah masing-masing.

11 1.5. Sistematika Penulisan Dalam penulisan tesis ini, pokok-pokok pikiran yang dituangkan dalam bab atau bagian, untuk susunannya telah disesuaikan berdasarkan prosedur penulisan tesis yang ditetapkan oleh Program MAP FISIPOL UGM, sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian tentang fakta kemiskinan secara struktural yang menggambarkan fenomena masyarakat miskin atau kurang mampu, yang pada gilirannya kondisi ini semakin mengakibatkan meningkatnya jumlah keluarga miskin pada hampir di setiap daerah di Indonesia. Beberapa paket program atau kebijakan pemerintah untuk menanggulangi, mengatasi ataupun mengurangi dampak kemiskinan telah diluncurkan diantaranya adalah paket program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang pada tahun 2004 (berdasarkan indikator keluarga miskin daerah) telah diadopsi oleh Pemerintah Kabupaten Bantul Provinsi DI. Yogyakarta menjadi Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Kesejahteraan Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana hingga kelompok sasaran, sejauh ini implementasi program PEKM telah dilaksanakan di Kabupaten Bantul selama lebih dari 5 (lima) tahun belum menunjukkan hasil yang diharapkan, untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih mendalam tentang bagaimana mekanisme dan proses implementasi program PEKM dilaksanakan, sekaligus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan kinerja implementasi program PEKM tersebut.

12 BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalarn bab ini diuraikan kerangka teori yang mencakup beberapa konsep seperti dimensi kebijakan, konsep implementasi kebijakan, paradigma baru dalam penanganan kemiskinan, konsep pemberdayaan, konsep dinamika kelompok dan konsep partisipasi dalam pemberdayaan kelompok, konsep tentang kinerja suatu kebijakan serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi suatu kebijakan atau program, yang dalam hal ini adalah Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM). BAB III METODE PENELITIAN Selanjutnya, pada bab ini dijelaskan metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mencakup 3 (tiga) variabel berdasarkan kerangka teori, yaitu variabel proses implementasi program, variabel kinerja implementasi dan variabel faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja implementasi yang selanjutnya dijabarkan dalam definisi konsep dan dioperasionalkan ke dalam indikator-indikator yang juga dapat dijadikan sebagai pedoman ataupun arah penelitian. Untuk sumber data primer akan dilakukan melalui teknik observasi, Focused Group Discussion (FGD), dan wawancara mendalam, sedangkan data penunjang atau data sekunder akan diperoleh dari dokumentasi dan studi kepustakaan, dimana selanjutnya data yang telah terkumpul kemudian diverifikasi dan dianalisis secara interpretatif dan empirik. BAB IV PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM PEKM Bab ini berisi tentang deskripsi implementasi program PEKM di kecamatan Banguntapan agar diperoleh gambaran empiris secara detail tentang bagaimana mekanisme dan proses implementasi program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin (PEKM) dilaksanakan di Kabupaten Bantul-DI. Yogyakarta Tahun 2005-2012 dan seberapa jauh hasil yang diperoleh Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I atas keikutsertaannya dalam program tersebut, sehingga pertanyaan penelitian dapat terjawab dengan baik dan sistematis sesuai dengan

13 fokus penelitian, tentunya mekanisme dan proses implementasi program PEKM di kecamatan Banguntapan dapat diketahui dengan menganalisis antara policy goals dan policy output. Selanjutnya untuk mengetahui jawaban atas faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi program PEKM akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan dinamika kelompok (guna mengetahui kecenderungan hubungan antara agen perubahan dan kelompok sasarannya). BAB V KINERJA IMPLEMENTASI PROGRAM PEKM DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Setelah menguraikan proses implementasi program PEKM yang dilaksanakan di kecamatan Banguntapan- Bantul, untuk selanjutnya dalam bab ini perlu dikemukakan gambaran tentang kinerja implementasi (capaian efektifitas) program PEKM di kecamatan Banguntapan yang diukur dengan 7 (tujuh) indikator agar diperoleh gambaran empiris secara lebih detail tentang bagaimana mekanisme penyampaian pelayanan (service delivery mechamism) penyaluran fasilitasi modal dana bergulir dan pemberdayaan kelompok PEKM serta faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja implementasi program PEKM sehingga ada kelompok PEKM yang berhasil (tetap berjalan) maupun yang gagal (usahanya macet). BAB VI PENUTUP Hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan pada Bab IV dan Bab V akan membuahkan beberapa temuan normatif dan problematik yang diidentifikasi sebagai berikut : (1) fenomena sosial-ekonomi keluarga kelompok sasaran (PS dan KS I) setelah mengikuti program PEKM baik dengan memanfaatkan modal dana bergulir yang bersifat reguler maupun revolving dapat disimpulkan berdasarkan sub-sub pembahasannya, kemudian (2) interpretasi lebih lanjuta dalah kesimpulan umum sebagai jawaban utama atas 2 (dua) pertanyaan penelitian, dan (3) disamping itu, ditemukan juga beberapa permasalahan yang harus dipecahkan secara konstruktif berupa rekomendasi alternatif tindakan sebagai sebuah solusi kepada Pemerintah Kabupaten Bantul dan stakeholder terkait.