LAPORAN PEMUTAKHIRAN STUDI EHRA (Environmental

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

PEMERINTAH KOTA DEPOK. Draft Laporan. Survey Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT (EHRA) Kota Depok

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

RISALAH RAPAT Menindaklanjuti Hasil Rapat POKJA Sanitasi

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT)

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM. Bab.I Pendahuluan

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang

No. Kriteria Ya Tidak Keterangan 1 Terdapat kloset didalam atau diluar. Kloset bisa rumah.

BUKU SAKU VERIFIKASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

MAKSUD & TUJUAN ISU STRATEGIS & PERMASALAHAN AIR LIMBAH. Tujuan umum : KONDISI EKSISTING

Profil Sanitasi Wilayah

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO

PANDUAN PELAKSANAAN VERIFIKASI

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH SURVEI EHRA Penentuan Target Area Survei... 4

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan. Laporan EHRA Kota Tangerang Selatan. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA BOGOR. Laporan. Survey Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT (EHRA) Kota Bogor.

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

BAB III PROFIL SANITASI WILAYAH

KATA PENGANTAR. Tarempa, September 2016 Ketua Pokja Studi EHRA Kabupaten Kepulauan Anambas SAHTIAR, SH, MM NIP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1

III. METODE PENELITIAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

Pasir Pengaraian, Mei Bupati Rokan Hulu. H. Achmad, M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

NOTULENSI KICK OF MEETING PROGRAM PPSP TAHUN 2016

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara. lain:

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

LAPORAN STUDI Environmental Health Risk Assesment (EHRA) Kabupaten Sukabumi Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sukabumi

NOTULEN KICK OFF MEETING PROGRAM PPSP KABUPATEN JEMBRANA

Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL

DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

Target. Real isasi. Real isasi 0% 10% 0%

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

L-3. Kerangka Kerja Logis TABEL KKL. Pemutakhiran SSK Kabupaten Batang L3-1

T E S I S KAJIAN PENINGKATAN SANITASI UNTUK MENCAPAI BEBAS BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN DI KECAMATAN KARANGASEM BALI

KUISIONER FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KAMPUNG APUNG RT10/01 KELURAHAN KAPUK JAKARTA BARAT

Lampiran 1: Hasil Kajian Aspek Non Teknis dan Lembar Kerja Area Berisiko

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan)

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN STUDI EHRA ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Environmental Health Risk Assessment (EHRA) \ Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan

Tabel 3.34 Daftar Program/Proyek Layanan Yang Berbasis Masyarakat Tabel 3.35 Kegiatan komunikasi yang ada di Kabupaten Merangin...

KOTA TANGERANG SELATAN

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan)

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

Transkripsi:

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2015 LAPORAN PEMUTAKHIRAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Kota Depok Provinsi Jawa Barat (bagian ini dapat diisi foto atau gambar) DISIAPKAN OLEH: POKJA AMPL/SANITASI KOTA DEPOK

KATA PENGANTAR Sanitasi sebagai salah satu wujud pelayanan dasar bidang kesehatan seringkali terlupakan dan tidak menjadi prioritas. Melalui Konferensi Sanitasi Nasional (Tahun 2007), International Year of Sanitation (Tahun 2008) dan Konvensi Strategi Sanitasi Perkotaan (Tahun 2009), maka lahirlah Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) melalui penyusunan Strategi Sanitasi Perkotaan (SSK). Ada enam tahapan kegiatan program PPSP, yaitu : Tahap 1 : Kampanye, edukasi, advokasi dan pendampingan. Tahap 2 : Pengembangan kelembagaan dan peraturan. Tahap 3 : Penyusunan Strategi Sanitasi Kab/Kota. Tahap 4 : Penyiapan memorandum program. Tahap 5 : Pelaksanaan implementasi. Tahap 6 : Pemantauan, pembimbingan, evaluasi dan pembinaan. Pada tahun 2015 ini Kota Depok telah memasuki tahap 6, yaitu pemantauan, pembimbingan, evaluasi dan pembinaan. Dalam rangka evaluasi dari pelaksanaan implementasi yang sudah dilakukan, maka Kota Depok melaksanakan pemutakhiran studi EHRA pada tahun 2015 ini. Hasil pemutakhiran studi EHRA dapat disimak bersama dalam laporan ini. Laporan ini kami susun dengan menyajikan data sanitasi berupa diagram dan tabel. Dengan penyajian berupa diagram dan tabel, kami berharap dapat lebih mudah untuk dipahami. Kami sebagai penanggungjawab, koordinator survei dan tim pemutakhiran studi EHRA dalam Kelompok Kerja Sanitasi Kota Depok pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam survei ini. Kami ucapkan terima kasih kepada kader PKK di 63 kelurahan, para sanitarian/pelaksana sanitasi Puskesmas se-kota Depok, teman-teman di Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Depok, City Facilitator dan seluruh anggota Pokja Sanitasi Kota Depok. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembangunan sanitasi dan seluruh masyarakat di Kota Depok. Depok, 18 Agustus 2015 Pokja Sanitasi Kota Depok Dinas Kesehatan Kota Depok Dr. Noeramanti Lies K

Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Bab 1: Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan dan Manfaat 1.3 Waktu Pelaksanaan Studi EHRA Bab 2: Metodologi dan Langkah Studi EHRA 2.1 Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota 2.2 Penentuan Strata Desa/Kelurahan 2.3 Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Traget Area Studi 2.4 Penentuan RT dan responden di lokasi di Area Studi 2.5 Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya Bab 3: Hasil Studi EHRA 3.1 Informasi responden 3.2 Pengelolaan sampah rumah tangga 3.3 Pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja 3.4 Drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir 3.5 Pengelolaan air minum rumah tangga 3.6 Perilaku higiene dan sanitasi 3.7 Kejadian penyakit diare 3.8 Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Bab 4: Penutup 4.1 Kesimpulan 4.2 Hambatan/Kendala 4.3 Saran Daftar Istilah Daftar Tabel Daftar Grafik Daftar Foto

RINGKASAN EKSEKUTIF (RE) 1. Menjadi isi/input Bab 3.1 Buku Putih Sanitasi (BPS), maksimal 2 halaman 2. RE disusun setelah studi EHRA selesai dilakukan 3. RE bukan merupakan ringkasan dari laporan EHRA, tetapi merupakan intisari hasil analisa studi EHRA 4. Minimum informasi dalam RE a. Penjelasan umum tentang sampling dan Stratifikasi (bila tidak semua desa/kelurahan diambil sebagai Area Studi ) b. Hasil analisis mengenai Indeks Risiko yang mencakup 5 hal penting yaitu: Sumber air Persampahan Air limbah domestik Banjir/genangan Perilaku Hidup Bersih Sehat c. Prioritas berdasarkan permasalahan yang mendesak memberi arah pengembangan strategi Hapus seluruh teks ini pada setelah Ringkasan Eksekutif selesai disusun Contoh huruf: 11 pt Arial Narrow spasi single.

Bab 1: Pendahuluan Pemutakhiran studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah studi yang mendalami kondisi sanitasi dan perilaku yang berhubungan dengan sanitasi. Yang ingin diketahui dari pemutakhiran studi EHRA adalah mencakup akses dan kondisi sarana sanitasi yang telah ada, termasuk air bersih, jamban, air buangan, saluran pembuangan air dan jasa pengumpulan limbah padat. Pemutakhiran studi EHRA juga mengamati bagaimana perilaku rumah tangga dalam menggunakan fasilitas yang ada, dan mempelajari perilaku anggota rumah tangga dalam hubungannya dengan risiko kesehatan lingkungan. Perilaku hidup sehat yang dipelajari mencakup cuci tangan dengan sabun, penanganan kotoran anak, dan pengelolaan limbah padat di rumah tangga. Data pemutakhiran studi EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengevaluasi terhadap implementasi strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kota Depok sesuai dengan Strategi Sanitasi Kota Depok yang telah disusun pada tahun 2012. Selain itu, data ini pun dapat dimanfaatkan sebagai benchmark pencapaian pembangunan sanitasi ke depan, baik di tingkat kota sampai di tingkat kelurahan (indikatif). Pelaksanaan pemutakhiran studi EHRA banyak melibatkan kelompok perempuan. Untuk pengumpulan data, kami melibatkan kader-kader PKK di tingkat kelurahan. Keterlibatan dengan kader dilakukan dengan sejumlah pertimbangan, yakni : 1). Kader-kader memiliki akses yang lebih leluasa untuk datang ke rumah-rumah dan diterima oleh RT/RW dan warga penghuni rumah. Pertimbangan ini terkait erat dengan karakteristik responden, yakni ibu-ibu dengan usia 18-65 tahun dan juga pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner yang banyak mengandung hal-hal, yang dalam norma masyarakat dinilai sangat privasi dan sensitif, seperti tempat dan perilaku buang air besar (BAB). 2). Kader umumnya memahami wilayah kelurahan sehingga mempermudah mencari rumah yang terpilih secara acak sebagai lokasi sampling. Perempuan atau ibu dipilih sebagai responden karena mereka adalah kelompok warga yang paling memahami kondisi lingkungan di rumahnya. Dokumen ini adalah laporan pemutakhiran studi EHRA di Kota Depok yang kegiatan survey pengumpulan datanya dilakukan pada tanggal 18-21 Juni 2015 yang dilakukan oleh enumerator dari kader-kader PKK yang melibatkan sebanyak 126 orang dari 63 kelurahan se-kota Depok. Pelaksanaan supervisi, spot check dan entry data dilakukan oleh sanitarian puskesmas sebanyak 35 orang. Wilayah pemutakhiran studi EHRA dilakukan di seluruh kelurahan di Kota Depok dengan jumlah responden sebesar 40 orang per kelurahan dengan menggunakan metodologi Proporsional Random Sampling. Dengan jumlah total responden sebesar 2.520 responden.

Bab 2 : Metodologi dan Langkah Studi EHRA Pemutakhiran studi EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni : 1). Wawancara (interview) dan 2). Pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah kader-kader PKK yang terpilih dan kemudian mengikuti pelatihan sebagai enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 15-16 Juni 2015. Tempat pelatihan di Gedung Pertemuan Diklat Wisma Hijau, Mekarsari, Depok. Materi pelatihan mencakup : pengenalan EHRA, pengorganisasian EHRA, dasar-dasar wawancara dan pengamatan, pemahaman tentang instrumen EHRA, latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator EHRA, simulasi dan praktek, teknik pelaporan dan pengumpulan data, penjelasan alur EHRA dan diskusi perbaikan instrumen. Dengan ukuran populasi Kota Depok sebesar 1.898.567 jiwa, 11 kecamatan, 63 kelurahan, 883 RW, 4.990 RT dan 496.363 KK. (Sumber : BPS, Depok Dalam Angka, Tahun 2012). Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan Rumus Slovin, sbb : Dimana : n adalah jumlah sampel N adalah jumlah populasi d adalah prosentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5%. Dengan menggunakan Rumus Slovin, kami melakukan perhitungan untuk sampel responden pemutakhiran studi EHRA di Kota Depok dengan Confidence Level (CL) atau tingkat kepercayaan sebesar 98% dan Confidence Interval (CI) atau tingkat kesalahan sebesar 2%, maka didapat ukuran sampel sebesar 2.487 rumah tangga. Sedangkan dalam pemutakhiran studi EHRA Kota Depok tahun 2015 ini ditetapkan sampel sebesar 2.520 rumah tangga, dengan demikian tingkat kepercayaan lebih dari 98%. Sampel sebesar 2.520 rumah tangga tersebut diambil secara merata di 11 kecamatan dan di 63 kelurahan. Yang menjadi primary sampling unit adalah rumah tangga. Di setiap kelurahan diambil secara random sebanyak 8 rukun tetangga, dengan jumlah responden sebesar 5 responden per rukun tetangga. Sehingga setiap kelurahan diambil sampel sebanyak 40 rumah tangga.

Rumah tangga ditarik secara random, untuk menentukan rumah tangga digunakan pilihan teknik random sistematik (urutan rumah) dengan menggunakan interval. Contoh : jumlah RT di Kelurahan Sawangan sebanyak 368 RT, jumlah RT yang akan diambil sebanyak 8 RT, maka intervalnya adalah jumlah RT di Kelurahan Sawangan (368 RT) dibagi dengan jumlah RT yang akan diambil (8 RT) = 368 : 8 = 46. Maka enumerator bersama supervisor membuat daftaran secara urut RW dan RT dari no 1-368, lalu mengambil 1 lokasi sebagai titik awal (RT pertama). Kemudian menghitung secara urut dengan interval 46 untuk RT kedua dan seterusnya hingga diperoleh 8 lokasi RT. Setelah 8 sasaran RT diperoleh, maka tentukan lokasi sasaran rumah tangga yang akan menjadi responden. Contoh : pada RT pertama terpilih adalah RT 001 RW 01, dengan jumlah rumah tangga di RT 001 RW 01 sebanyak 60 rumah, maka intervalnya adalah 60 : 5 = 12. Sesuai kesepakatan, titik awal dimulainya survei adalah dari rumah kepala RT. Yang kemudian dilanjutkan dengan melompat 12 rumah dari rumah sebelumnya untuk memperoleh sasaran responden selanjutnya, demikian seterusnya dilakukan hingga diperoleh 5 lokasi responden pada tiap RT. Yang menjadi unit analisis dalam pemutakhiran studi EHRA adalah rumah tangga. Sementara, yang menjadi unit respon adalah ibu rumah tangga. Ibu dipilih dengan asumsi bahwa mereka relatif lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi serta mereka relatif lebih mudah ditemui dibandingkan bapak-bapak. Ibu dalam pemutakhiran studi EHRA didefinisikan sebagai perempuan berusia 18-65 tahun yang telah atau pernah menikah. Untuk memilih Ibu di setiap rumah, enumerator menggunakan matriks prioritas yang mengurutkan prioritas Ibu di dalam rumah. Prioritas ditentukan oleh status ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas tertinggi ada dua atau lebih ibu, maka usia menjadi penentunya. Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan sudah diujicoba di sebuah lokasi riset di Jakarta Pusat tahun 2006 lalu dan diuji kembali dalam hari ke-2 pelatihan enumerator. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh kader sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar. Pekerjaan entry data dikoordinir oleh Tim pemutakhiran studi EHRA Dinas Kesehatan sebagai anggota Pokja Sanitasi dengan mengerahkan tim koordinator entry data dan Sanitarian Puskesmas Kecamatan. Sebelum melakukan entry data, tim entry data terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat entry data yang difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kota Depok. Selama pelatihan itu, tim entry data dikenalkan pada perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi. Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check ini dilakukan oleh supervisor yang secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap entry data. Hasil entry di-re-check kembali oleh tim Pokja Sanitasi. Sejumlah 5% entry kuesioner diperiksa kembali.

Untuk mengorganisir pemutakhiran studi EHRA, dibentuk panitia ad-hoc yang intinya terdiri dari Dinas Kesehatan sebagai Penanggungjawab pemutakhiran studi EHRA, Koordinator pemutakhiran studi EHRA, Koordinator entry data, dan anggota Pokja Sanitasi yang lain. Sebagai ujung tombak, direkrut enumerator yang berasal dari kaderkader PKK dari semua kelurahan di Kota Depok dan supervisor berasal dari Sanitarian Puskesmas di seluruh Kota Depok. 2.1 Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Kota Dalam menentukan banyaknya jumlah sampel yang diambil dalam studi pemutakhiran EHRA ini, kebijakan Pokja Sanitasi Kota Depok memberikan dana yang cukup untuk melakukan pengambilan sampel di seluruh kelurahan di Kota Depok. Oleh karena itu kami melaksanakan sampling di seluruh kelurahan tanpa melakukan klasifikasi maupun stratifikasi wilayah. Sehingga diharapkan sampel yang diambil benar-benar mampu memiliki validasi yang tinggi mewakili setiap wilayah dan kondisi di Kota Depok. Dalam menentukan jumlah sampling, kami menghitung secara statistik dengan mengacu pada rumus Slovin dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 98% dan tingkat kesalahan sebesar 2%. Dengan populasi sebesar 496.363 KK sehingga diperoleh nilai sampling sebesar 2.487 responden, dan kami melaksanakan sampling responden sebesar 2.520 responden. Dengan perhitungan 40 responden per kelurahan yang dilakukan pada 63 kelurahan se-kota Depok. 2.2 Penentuan Jumlah Kelurahan Target Area Studi Wilayah target area studi pemutakhiran EHRA di Kota Depok adalah seluruh kecamatan yang berjumlah 11 kecamatan dan seluruh kelurahan yang berjumlah 63 kelurahan. Penentuan banyaknya jumlah sampling di tiap kelurahan adalah sebanyak 40 responden. Dengan ketentuan 5 responden tiap wilayah Rukun Tetangga, kemudian memilih berdasarkan interval untuk memperoleh lokasi sampling selanjutnya. 2.3 Penentuan RT dan Responden di Area Studi Dalam menentukan lokasi responden yang akan diwawancara dan diamati adalah sebagai berikut : 1. Susun RW dan RT secara berurutan mulai dari RW 01 dan RT 001 hingga RW terakhir dan RT terakhir yang ada di kelurahan tersebut. 2. Misal : jumlah RT di kelurahan ada 368 RT, jumlah RT yang akan diambil ada 8 RT, maka intervalnya adalah 368 : 8 = 46. 3. Lalu ambil acak 1 angka untuk menentukan lokasi RT pertama, setelah itu buat lompatan 46 dari lokasi RT pertama, demikian seterusnya hingga diperoleh 8 lokasi RT.

4. Setelah menemukan 8 lokasi RT, maka langkah selanjutnya adalah menentukan 5 lokasi responden dari tiap-tiap RT. 5. Misal lokasi RT pertama adalah RT 001 RW 01 dengan jumlah 60 rumah tangga, maka intervalnya adalah 60 : 5 = 12. 6. Kami sepakat bahwa titik mulai sampling adalah di rumah RT, setelah itu buat lompatan 12 dari lokasi rumah pertama, demikian sterusnya hingga diperoleh 5 lokasi rumah tangga (responden). 2.4 Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya Enumerator dalam studi pemutakhiran EHRA adalah ibu-ibu kader PKK yang berdomisili di wilayah kelurahannya serta ditunjuk oleh petugas sanitarian puskesmas dan memperoleh mandat dari kelurahan untuk menjadi enumerator. Jumlah enumerator tiap kelurahan sebanyak 2 orang. Hal yang mendasar dalam menentukan enumerator adalah : 1). Enumerator terpilih ibu-ibu karena dalam studi pemutakhiran EHRA yang menjadi sasaran/responden adalah ibu-ibu dan dalam pertanyaan studi pemutakhiran EHRA banyak terdapat hal-hal yang bersifat privasi dan sensitif. 2). Enumerator terpilih dari kader PKK karena mereka memiliki kedekatan secara sosiografi di wilayah mereka tinggal. Sehingga lebih memudahkan dalam melaksanakan pengumpulan data melalui kuesioner studi pemutakhiran EHRA. Supervisor dalam studi pemutakhiran EHRA adalah petugas sanitarian PKM yang memiliki wilayah kerja di Kota Depok. Jumlah supervisor dalam studi pemutakhiran EHRA sebanyak 35 orang. Mereka melaksanakan supervisi pada saat pelaksanaan survei yang dilakukan oleh enumerator dan melaksanakan spot check untuk mengetahui kebenaran sampling responden yang dilakukan oleh enumerator. Baik enumerator dan supervisor, mereka memperoleh pelatihan serta logistik sebelum mereka melaksanakan tugas di wilayahnya masing-masing.

Bab 3 : Hasil Studi EHRA 3.1 Informasi Responden Bagian ini memaparkan sejumlah variabel sosio-demografis dan hal-hal yang terkait dengan status rumah di Kota Depok. Variabel-variabel yang dimaksud mencakup usia responden, status rumah responden, pendidikan terakhir, dan kepemilikan anak. Variabel-variabel sosio-demografis perlu dipelajari karena keterkaitannya cukup erat dengan masalah sanitasi. Variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang menempati rumah atau lahan yang dimilikinya sendiri akan cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih tinggi. Secara mendasar, perbedaan-perbedaan karakteristik ini akan menuntut pendekatan program yang berbeda. Variabel yang terkait dengan pendidikan terakhir responden juga sangat penting. Hal ini berkaitan dengan pola pikir dan kecepatan transformasi informasi-informasi sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung mempunyai pola pikir yang terbuka dan mudah menerima hal-hal baru serta memiliki kecepatan yang baik dalam menerima informasi-informasi terkait dengan sanitasi dan prilaku hidup bersih sehat. Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam pemutakhiran studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18 65 tahun. Batas usia, khususnya batas-atas diperlakukan secara fleksibel. Penilaian kader sebagai enumerator banyak menentukan. Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (65 tahun), namun responden terlihat dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 65 tahun, namun bila performa komunikasinya kurang memadai, maka itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden.

Diagram 1 : Jumlah responden tiap kecamatan N = 2.513 Diagram di atas menggambarkan jumlah responden yang merata di 11 kecamatan yang ada di Kota Depok. Rentang jumlah responden terkecil 159 responden dan terbesar 280 responden. Responden terbesar 280 terdapat di Kecamatan Bojongsari. Besar kecilnya jumlah responden ini terkait dengan jumlah kelurahan pada kecamatan yang bersangkutan. Diagram 2 : Kelompok umur responden N = 2.513 Diagram 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden berumur 41-45 tahun sebesar 18,94%. Dan responden terkecil berumur <20 tahun sebesar 0,40%.

Diagram 3 : Status kepemilikan rumah N = 2.509 Diagram 3 memperlihatkan bahwa sebagian besar atau 83,82% responden menempati rumah dengan status kepemilikan rumah milik sendiri. Disusul kemudian 7,05% responden yang menempati rumah dengan status rumah milik orang tua. Sementara itu responden yang menempati rumah kontrakan menempati urutan ke tiga atau 5,30%. Diagram 4 : Pendidikan terakhir responden N = 2.510 Diagram 4 memperlihatkan bahwa pendidikan terakhir responden terbesar adalah SMA sebesar 30,32% disusul kemudian berpendidikan SD sebesar 22,03%, baru kemudian SMP sebesar 21,27%. Yang menarik bahwa responden yang berpendidikan universitas/akademi cukup besar yaitu 13,51%. Bila digabung, responden yang berpendidikan terakhir SMA sampai universitas/akademi sebesar 52,63%. Ini menunjukkan bahwa responden berpendidikan cukup tinggi.

Diagram 5 : Kepemilikan Anak N = 2.484 Diagram 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar yaitu 92,43% responden memiliki anak. Sedangkan yang tidak mempunyai anak hanya 7,57%. Jumlah anak dalam kelompok umur dan jenis kelaminnya diperlihatkan dalam tabel berikut. 3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Perubahan paradigma pengelolaan sampah dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pada tanggal 7 Mei 2008. Pola pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang dilakukan dengan metode kumpul, angkut dan buang tidak diperkenankan lagi untuk dilakukan dengan dikeluarkannya undang-undang ini. Mekanisme pengelolaan sampah selanjutnya harus dilakukan dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu pengurangan sampah dan penanganan sampah. Kegiatan penanganan sampah dilakukan dengan metode pilah, kumpul, angkut, olah dan pemrosesan akhir di TPA.

Penanganan sampah mutlak dilakukan dengan ramah lingkungan sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 ini. Langkah pertama yang dilakukan dalam penanganan sampah adalah pemilahan sampah sesuai dengan kategorinya. Hal ini diupayakan melalui penempatan bak sampah terpilah yaitu organik, anorganik dan B-3 rumah tangga. Langkah kedua adalah pengumpulan sampah dari setiap rumah tangga yang sudah terpilah-pilah tersebut untuk selanjutnya diangkut yang merupakan langkah ketiga. Pengangkutan secara terpilah pun mutlak diperlukan berdasarkan undang-undang ini. Langkah keempat adalah pengolahan sampah baik pada sumber maupun di TPA. Pengolahan secara sederhana dapat dilakukan dengan pengkomposan sampah organik sejak dari sumber/rumah tangga. Pengkomposan secara besar dilakukan di TPA dengan penyediaan mesin-mesin pengolah yang memadai. Pengolahan sampah anorganik sampai saat ini masih dilakukan secara mandiri oleh masyarakat melalui pemulung dan pelapak. Langkah terakhir adalah pemrosesan akhir sampah di TPA, hal ini haruslah dilakukan secara ramah lingkungan. Paradigma penanganan sampah yang baru ini mutlak memerlukan peran serta secara aktif dari masyarakat, hal ini dikarenakan adanya proses pemilahan sampah sejak dari sumbernya. Tanpa didukung oleh kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk memilah sampah mustahil dapat dilakukan pengelolaan sampah yang benar. Selain masyarakat umum yang harus berperan aktif, seharusnya pihak penghasil sampah dari produsen harus ikut bertanggung jawab. Perusahaanperusahaan makanan hampir semua membungkus produksi makanannya dengan plastik. Pada akhirnya plastik akan menjadi sampah. Bila komsumen saja yang bertanggung jawab maka tidak memenuhi rasa keadilan. Karena produsen menikmati keuntungan ekonomi, tetapi masyarakat konsumen dan pemerintah selalu sibuk mengurusi sampah yang tidak pernah ada habisnya. Solusinya harus ada peraturan yang mewajibkan para produsen bertanggung jawab terhadap wadah produksinya atau mengganti wadah dengan bahan selain plastik. Aspek-aspek pengelolaan sampah yang dikaji dalam pemutakhiran studi EHRA kali ini meliputi : 1. Kondisi sampah di lingkungan rumah 2. Pengelolaan sampah rumah tangga 3. Perlakuan barang bekas layak pakai 4. Pemilahan/pemisahan sampah di rumah sebelum dibuang 5. Jenis sampah yang dipilah sebelum dibuang 6. Daur ulang sampah 7. Frekuensi petugas mengangkut sampah dari rumah 8. Ketepatan waktu pengangkutan sampah 9. Pembiayaan layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah 10. Pihak penerima pembayaran layanan sampah, dan 11. Jumlah biaya iuran layanan sampah per bulan Kuesioner mengenai kondisi sampah di lingkungan rumah terdapat 9 pilihan jawaban, yaitu; 1.) Banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan, 2.) Banyak lalat di sekitar tumpukan sampah, 3.) Banyak tikus berkeliaran, 4.) Banyak

nyamuk, 5.) Banyak kucing dan anjing mendatangi tumpukan sampah, 6.) Bau busuk yang mengganggu, 7.) Menyumbat saluran drainase, 8.) Ada anak-anak yang bermain disekitarnya dan 9.) Lainnya. Kuesioner mengenai pengelolaan sampah rumah tangga terdapat 10 pilihan jawaban, yaitu; 1.) Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang, 2.) Dikumpulkan dan dibuang ke TPS, 3.) Dibakar, 4.) Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah, 5.) Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah, 6.) Dibuang ke sungai/laut/danau, 7.) Dibiarkan saja sampai membusuk, 8.) Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk, 9.) Lainnya, sebutkan, 10.) Tidak tahu. Jawaban 1 dan 2 mengindikasikan pengelolaan sampah yang cukup baik dan memiliki risiko kesehatan yang rendah dibandingkan dengan jawaban 3 sampai 8. Pilihan jawaban 1 berkaitan dengan dengan aspek 7 sampai dengan 11, yaitu; frekuensi petugas mengangkut sampah, ketepatan waktu pengangkutan sampah, pembiayaan layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah, pihak penerima pembayaran layanan sampah dan jumlah biaya yang dikeluarkan. Frekuensi dan ketepatan waktu pengangkutan sampah berkaitan dengan risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh sampah dan juga menyangkut ukuran kinerja lembaga pengelola layanan sampah. Pihak penerima pembayaran layanan sampah perlu dikaji untuk mengetahui pengelolaan sampah telah dikelola oleh pihak yang berwenang atau tidak. Sebab bila pihak penerima pembiayaan pengangkutan sampah ini diterima oleh perseorangan belum tentu dikelola dengan benar. Bisa jadi hanya dipindahkan ke tempat lain yang tidak mengurangi masalah sampah tetapi tetap menimbulkan masalah di tempat pembuangannya. Kemudian yang tak kalah penting untuk dikaji adalah tentang pemilahan/pemisahan sampah di rumah sebelum dibuang. Dalam kuesionernya ada 2 pilhan jawaban, yaitu; 1.) Ya dan 2.) Tidak. Jawaban 1 adalah indikasi yang baik, artinya kesadaran untuk mengelola sampah rumah tangga dengan baik sudah tumbuh. Aspek pemilahan/pemisahan sampah ini berkaitan dengan aspek lainnya yaitu; jenis sampah yang dipilah sebelum dibuang, dan daur ulang sampah. Enumerator dalam kegiatan pemutakhiran studi EHRA di wajibkan untuk mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga secara mendetail data yang di peroleh dari cara utama membuang sampah rumah tangga. Hasil kajian pemutakhiran studi EHRA mengenai pengelolaan sampah di Kota Depok tampak dalam diagram atau tabel berikut ;

Tabel 1 : Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah Jawaban Responden Ya % Tidak % Banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan 326 13.50 2088 86.50 Banyak lalat di sekitar tumpukan sampah 214 8.91 2188 91.09 Banyak tikus berkeliaran 516 21.46 1889 78.54 Banyak nyamuk 727 29.66 1724 70.34 Banyak kucing dan anjingmendatangi tumpukan sampah 139 5.80 2258 94.20 Bau busuk yang menggangu 50 2.09 2344 97.91 Menyumbat saluran drainase 68 2.84 2329 97.16 Ada anak-anak yang bermain di sekitarnya 213 8.89 2184 91.11 Lainnya, sebutkan 658 27.11 1769 72.89 Tablel 1 di atas memperlihatkan kondisi sampah di lingkungan rumah yang dialami oleh responden. Yang mengalami kondisi sampahnya banyak nyamuk sebesar 29,66%, banyak tikus berkeliaran sebesar 21,46% dan banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan sebesar 13,50%. Diagram 6 : Pengelolaan Sampah Rumah Tangga N = 2.504

Diagram 6 di atas memperlihatkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Depok masih belum begitu baik. Cara pengelolaan yang terbesar adalah dengan dikumpulkan dan dibuang ke TPS yaitu 55,51%. Dan pengelolaan yang buruk yaitu dengan cara dibakar sebesar 29,51%. Sementara itu cara pengelolaan yang cukup baik yaitu dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang sebesar 6,91%. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa sampah masih merupakan potensi yang menimbulkan risiko kesehatan yang tinggi di Kota Depok. Bila kita lihat cara pengelolaan sampah pada setiap kecamatan diperlihatkan dalam tabel pada halaman selanjutnya. Tabel 2 : Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Per Kecamatan Dikumpulkan olehkolektorinformal yang mendaur ulang Dikumpulkan dandibuangke TPS Dibakar Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah Dibuang ke dalam lubangtetapi tidakditutup dengan tanah Dibuang ke sungai/kali/laut/danau Dibiarkan saja sampai membusuk Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutandan dibiarkan membusuk BEJI 21 169 39 1 0 4 0 2 1 0 237 8.86 71.31 16.46 0.42 0.00 1.69 0.00 0.84 0.42 0.00 BOJONGSARI 39 99 127 2 3 0 0 8 2 0 280 13.93 35.36 45.36 0.71 1.07 0.00 0.00 2.86 0.71 0.00 CILODONG 5 101 72 1 0 0 0 11 10 0 200 2.50 50.50 36.00 0.50 0.00 0.00 0.00 5.50 5.00 0.00 CIMANGGIS 9 200 22 0 3 2 0 4 0 0 240 3.75 83.33 9.17 0.00 1.25 0.83 0.00 1.67 0.00 0.00 CINERE 21 82 9 0 2 0 0 5 37 0 156 13.46 52.56 5.77 0.00 1.28 0.00 0.00 3.21 23.72 0.00 CIPAYUNG 8 142 34 1 5 1 1 1 0 6 199 4.02 71.36 17.09 0.50 2.51 0.50 0.50 0.50 0.00 3.02 LIMO 10 93 48 1 0 0 0 8 0 0 160 6.25 58.13 30.00 0.63 0.00 0.00 0.00 5.00 0.00 0.00 PANC MAS 21 169 41 4 0 2 0 1 1 0 239 8.79 70.71 17.15 1.67 0.00 0.84 0.00 0.42 0.42 0.00 SAWANGAN 21 67 161 1 18 0 0 4 6 0 278 7.55 24.10 57.91 0.36 6.47 0.00 0.00 1.44 2.16 0.00 SUKMAJAYA 14 161 41 4 2 4 0 5 5 2 238 5.88 67.65 17.23 1.68 0.84 1.68 0.00 2.10 2.10 0.84 TAPOS 4 107 145 0 1 8 0 9 3 0 277 1.44 38.63 52.35 0.00 0.36 2.89 0.00 3.25 1.08 0.00 Total 173 1390 739 15 34 21 1 58 65 8 2504 Lain-lain, sebutkan Tidak tahu Total

Tabel 2 memperlihatkan kepada kita cara pengelolaan sampah ditingkat kecamatan-kecamatan. Kecamatan yang mengelola sampah dengan cara dibakar yang tertinggi adalah Kecamatan Sawangan sebesar 57,91%, Kecamatan Tapos sebesar 52,35%, Kecamatan Bojongsari sebesar 45,36%, dan Kecamatan Cilodong sebesar 36,00%. Hal ini barangkali ada kaitannya dengan tingkat kepadatan penduduk yang masih rendah sehingga ada ruang untuk melakukan pembakaran sampah. Kemudian kecamatan yang masyarakatnya membuang sampah ke sungai/kali/danau dengan prosentase cukup tinggi yaitu Kecamatan Tapos sebesar 2,89%, Kecamatan Beji sebesar 1,69% dan Kecamatan Sukmajaya sebesar 1,68%. Hal ini berkaitan dengan adanya aliran sungai yang melintasi pemukiman di wilayah tersebut. Kemudian prosentase yang cukup tinggi pengelolaan sampah dengan cara dibuang di lahan kosong yaitu di Kecamatan Cilodong sebesar 5,50% dan Kecamatan Limo sebesar 5,00%. Demikianlah potret pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Depok berdasarkan pemutakhiran studi EHRA. Diagram 7 : Pemilahan Sampah N = 1.740 Diagram 7 memperlihatkan bahwa sebagian besar warga Kota Depok belum melakukan pemilahan sampah organik dan non organik, plastik, kertas, logam dan lain-lain yaitu sebesar 67,47%. Yang sampah hanya sebesar 32,53%. Kita akan melihat potret pemilahan sampah ini pada setiap kecamatan sebagai berikut;

Tabel 3 : Pemilahan Sampah di Rumah Tangga Sebelum Dibuang Kecamatan Jawaban Responden Ya % Tidak % Total BEJI 37 19.58 152 80.42 189 BOJONGSARI 72 48.65 76 51.35 148 CILODONG 33 28.95 81 71.05 114 CIMANGGIS 58 27.75 151 72.25 209 CINERE 44 30.77 99 69.23 143 CIPAYUNG 27 17.20 130 82.80 157 LIMO 29 28.16 74 71.84 103 PANCORAN MAS 50 26.18 141 73.82 191 SAWANGAN 40 43.01 53 56.99 93 SUKMAJAYA 64 35.36 117 64.64 181 TAPOS 112 52.83 100 47.17 212 Total 566 32.53 1174 67.47 1740 Tabel 2 di atas memperlihatkan bahwa prosentase terbesar kecamatan yang tidak melakukan pemilahan sampah di rumah sebelum dibuang adalah Kecamatan Cipayung sebesar 82,80%, kemudian Kecamatan Beji sebesar 80,42%. Sementara itu prosentase terbesar kecamatan yang selalu melakukan pemilahan sampah adalah Kecamatan Tapos sebesar 52,83%, kemudian Kecamatan Bojongsari sebesar 48,65%. Tabel 3 : Jenis Sampah Yang Dipilah Jenis Sampah Yang Dipilah Ya % Tidak % Total Sampah organik/sampah basah 305 58.77 214 41.23 519 Plastik 452 80.71 108 19.29 560 Gelas atau kaca 346 62.79 205 37.21 551 Kertas 346 62.91 204 37.09 550 Besi/logam 280 50.09 279 49.91 559 Lainnya 42 8.28 465 91.72 507 Tidak tahu 6 1.19 498 98.81 504 Berdasarkan tabel 3 di atas, dari total responden yang menjawab pertanyaan terkait pemilahan sampah sebesar 1.740 dengan total yang melakukan pemilahan 32,53% atau 566 responden, prosentase terbesar jenis sampah yang dipilah adalah jenis plastik sebesar 80,71% dan jenis kertas sebesar 62,91%. Disusul kemudian jenis gelas/kaca sebesar 62,79%, dan sampah organik sebesar 58,77%.

Diagram 8 : Frekuensi Petugas Mengangkut Sampah Dari Rumah N = 1.713 Terkait dengan penerima layanan pengangkutan sampah, diagram 8 menunjukkan prosentase frekuensi pengangkutan sampah dari rumah. Yang menyatakan sampah diangkut tiap hari sebesar 18,91%, diangkut beberapa kali dalam seminggu 60,30%, sekali dalam seminggu 8,23%. Standar minimum dalam indikator global tentang layanan angkutan sampah rumah tangga adalah seminggu sekali. Rumah tangga yang telah menerima layanan pengangkutan sampah sebetulnya telah cukup mendapatkan pelayanan yang memadai, karena frekuensi pengangkutan paling besar proporsinya adalah menerima pengangkutan beberapa kali dalam seminggu. Sementara itu responden yang menyatakan tidak tahu mengindikasikan belum mendapatkan layanan pengangkutan sampah. Diagram 9 : Ketepatan Waktu Sampah Diangkut N = 1.584

Penilaian terhadap rumah tangga yang menerima pelayanan pengangkutan sampah dalam satu bulan terakhir terlihat dalam diagram 9 di atas. Bahwa sebagian besar yaitu 84,03% menilai tidak tepat waktu, 13,70% menyatakan sering terlambat dan selebihnya menyatakan tidak tahu. Diagram 10 : Pembiayaan Layanan Sampah Kepada Tukang Sampah N = 1.592 Diagram 10 di atas menyatakan bahwa 96,86% layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah dibayar. Sementara 3,14% menyatakan layanan pengangkutan sampah tidak dibayar. Kepada siapakah biaya pengangkutan sampah ini dibayarkan? Jawabannya akan terlihat dalam tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 : Pihak Penerima Layanan Pengangkutan Sampah Kepada Siapa Membayar Layanan Sampah % Pemungut uang sampah dari RT 908 58.66 Pemungut uang sampah dari desa/kelurahan 26 1.68 Pemungut uang sampah dari perusahaan swasta/ksm 569 36.76 Tidak tahu 45 2.91 Total 1548 100.00 Tabel 4 di atas memperlihatkan bahwa para pihak yang menerima pembayaran layanan pengangkutan sampah adalah pihak Rukun Tetangga (RT) sebesar 58,66%, pihak kelurahan sebesar 1,68%, dan pihak perusahaan sebesar 36,76%. Sedangkan yang memberikan jawaban tidak tahu masih tanda tanya, apakah tidak tahu pihak mana yang menerima pembayaran atau karena memang tidak ada layanan pengangkutan sampah.

3.3 Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja Praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak aman adalah salah satu faktor risiko bagi turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak aman bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/kali/got/kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya. Untuk tempat pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, pemutakhiran studi EHRA menyediakan pilihan jawaban sebanyak 9, yaitu; jamban pribadi, MCK/WC umum, WC helikopter di empang/kolam, sungai/pantai/laut, kebun/pekarangan rumah, selokan/parit/got, lubang galian, lainnya dan tidak tahu. Sedangkan jenis jamban, pemutakhiran studi EHRA membaginya ke dalam 5 (lima) kategori besar, yakni; kolset jongkok leher angsa, kloset duduk leher angsa, plengsengan, cemplung dan tidak punya kloset. Pilihan-pilihan pada dua kategori pertama kemudian dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup tangki septik, pipa sewer, cubluk/lubang tanah, langsung ke saluran drainase, sungai/danau/pantai, kolam/sawah, kebun/tanah lapang, tidak tahu dan lainnya. Karena informasi jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik. Padahal, yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya, pemutakhiran studi EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain; Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?, Kapan tangki septik dikosongkan?, dan Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun? Lebih jauh tentang kondisi jamban, pemutakhiran studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/wc yang ada di rumah tangga. Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamati oleh enumerator, misalnya; ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau gayung, dan handuk. Enumerator pemutakhiran studi EHRA juga mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada tinja menempel atau tidak? Selain itu, enumerator juga mengamati apakah ada lalat beterbangan di jamban atau sekitarnya.

Terakhir, bab ini pun memaparkan informasi tentang kebiasaan membuang tinja/pampers, air bekas cebokan, tisu bekas cebokan anak untuk anak usia 0-5 tahun. Hal ini penting karena semua hal tersebut juga menyangkut limbah. Hasil studi EHRA tentang pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, dan lumpur tinja adalah sebagai berikut. Diagram 11 : Tempat Buang Air Besar Orang Dewasa Berdasarkan diagram 11 di atas, kita dapat mengetahui bahwa kepemilikan jamban pribadi di Kota Depok sudah cukup baik, 98,76% telah membuang limbah tinja manusia di jamban pribadi. Namun demikian masih juga terdapat warga Kota Depok yang membuangnya pada WC helikopter di atas empang/kolam, ke sungai, ke kebun, ke selokan/parit/got, juga ke lubang galian, meskipun prosentasenya cukup kecil. Ini artinya bahwa Kota Depok belum terbebas dari kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS). Hal ini sejalan dengan hasil pendataan yang dilakukan oleh Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan mengenai warga yang buang air besar sembarangan.

Tabel 5 : Tempat Buang Air Besar Orang Dewasa Per Kecamatan Kecamatan Jamban pribadi MCK/WC Umum Ke WC helikopter di empang/ kolam Ke sungai/pantai/laut Ke kebun/pekarangan rumah Ke selokan/parit/got Ke lubang galian Lainnya Tidak tahu BEJI 239 0 0 0 0 0 0 0 0 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 BOJONGSARI 273 1 7 0 0 0 0 1 0 96.81 0.35 2.48 0.00 0.00 0.00 0.00 0.35 0.00 CILODONG 199 0 0 0 0 0 0 0 0 100.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 CIMANGGIS 237 1 0 0 0 0 0 1 0 99.16 0.42 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.42 0.00 CINERE 157 3 0 1 1 1 0 0 0 96.32 1.84 0.00 0.61 0.61 0.61 0.00 0.00 0.00 CIPAYUNG 194 1 2 1 0 0 0 0 2 97.00 0.50 1.00 0.50 0.00 0.00 0.00 0.00 1.00 LIMO 159 15 0 1 0 0 0 0 0 90.86 8.57 0.00 0.57 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 PAN MAS 237 0 0 1 0 0 0 0 0 99.58 0.00 0.00 0.42 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 SAWANGAN 269 2 11 0 0 0 0 1 0 95.05 0.71 3.89 0.00 0.00 0.00 0.00 0.35 0.00 SUKMAJAYA 238 2 5 1 1 0 1 1 1 95.20 0.80 2.00 0.40 0.40 0.00 0.40 0.40 0.40 TAPOS 277 3 0 0 0 0 0 0 0 98.93 1.07 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Total 2479 28 25 5 2 1 1 4 3 97.29 1.10 0.98 0.20 0.08 0.04 0.04 0.16 0.12 Berdasarkan tabel 9 di atas dapat diketahui bahwa Kecamatan Beji, Cilodong dan Tapos telah bebas buang air besar sembarangan, sebab penggunaan jamban pribadi dan MCK umum mencapai 100%. Sedangkan 8 kecamatan yang lainya masih belum bebas buang air besar sembarangan. Kecamatan yang warganya tertinggi prosentasenya membuang limbah tinja manusia di WC helikopter adalah Kecamatan Sawangan sebesar 3,89%. Kemudian kecamatan yang prosentase warganya buang limbah tinja ke sungai adalah Kecamatan Cinere sebesar 0,61%.

Dalam pemutakhiran studi EHRA juga menelaah tentang pengamatan atau pengalaman responden terhadap orang di sekitarnya, diluar anggota keluarganya yang masih buang air besar di tempat terbuka. Hasil studinya seperti tampak dalam tabel di bawah ini. Tabel 6 : Orang di Luar Anggota Keluarga Yang Buang Air Besar di Ruang Terbuka Jawaban Responden Ya % Tidak % Anak laki-laki umur 5 12 tahun 14 0.58 2393 99.42 Anak perempuan umur 5 12 tahun 8 0.33 2384 99.67 Remaja laki-laki 7 0.29 2385 99.71 Remaja perempuan 7 0.29 2385 99.71 Laki-laki dewasa 16 0.67 2376 99.33 Perempuan dewasa 15 0.63 2377 99.37 Laki-laki tua 10 0.42 2382 99.58 Perempuan tua 12 0.50 2380 99.50 Masih ada tapi tidak tahu/jelas siapa 18 0.75 2374 99.25 Lainnya 13 0.54 2378 99.46 Tidak ada 1675 67.16 819 32.84 Menurut tabel 6 di atas, masih ditemukan orang di luar anggota keluarganya yang memiliki kebiasaan buang air besar sembarangan di ruang terbuka. Walaupun prosentasenya cukup kecil dikisaran 0,29 0,75%. Dalam tabel di atas responden juga menjawab ada sekitar 0,75% yang BAB sembarangan tapi dengan kriteria umur yang tidak jelas. Kemudian juga ada prosentase yang cukup tinggi yaitu 0,54% dengan menjawab lainnya yang berarti diluar kriteria umur yang disediakan dalam kuesioner. Kemudian tentang jenis kloset yang dipakai warga Kota Depok, studi EHRA mendapatkan data sebagai berikut. Diagram 12 : Jenis Kloset Yang Dipakai N = 2.486

Diagram 12 di atas menjelaskan kepada kita bahwa sebagian besar warga Kota Depok menggunakan jenis kloset jongkok leher angsa yang mencapai 82,62%. Namun demikian ada juga yang menggunakan kloset duduk leher angsa sebesar 16,73%. Sedangkan jenis kloset plengsengan dan cemplung masing-masing sebesar 0,32% dan 0,08%. Warga yang membuang limbah tinja dengan menggunakan kloset belum tentu buangan akhirnya adalah tangki septik yang aman. Pemutakhiran studi EHRA juga melakukan kajian mengenai buangan akhir tinja warga. Hasilnya sebagaimana digambarkan dalam diagram berikut. Diagram 13 : Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja N = 2.455 Diagram 13 di atas menunjukkan kepada kita bahwa tidak semua tinja dari kloset disalurkan ke tangki septik, hanya sebesar 92,71% yang menyalurkannya ke tangki septik. Selebihnya ada yang menyalurkan ke sungai/danau sebesar 2,36%, ke kolam/sawah sebesar 2,16%, langsung ke drainase 0,73%, ke pipa sewer sebesar 0,69% dan ke cubluk/lubang tanah sebesar 0,61%. Sekarang mari kita lihat tempat penyaluran buangan akhir tinja ini per kecamatan, untuk mengetahui kecamatan mana yang penyaluran buangan akhir tinjanya kurang baik.

Tabel 7 : Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja Per Kecamatan Kecamatan Tangki Septik Pipa Sewer Cubluk/Lubang Tanah Langsung ke Drainase Sungai/danau Kolam/sawah Kebun/tanah lapang Tidak tahu Total BEJI 236 1 0 1 1 0 0 0 239 98.74 0.42 0.00 0.42 0.42 0.00 0.00 0.00 BOJONGSARI 223 2 5 0 3 19 0 3 255 87.45 0.78 1.96 0.00 1.18 7.45 0.00 1.18 CILODONG 188 1 2 0 1 2 0 6 200 94.00 0.50 1.00 0.00 0.50 1.00 0.00 3.00 CIMANGGIS 234 1 0 2 0 1 0 0 238 98.32 0.42 0.00 0.84 0.00 0.42 0.00 0.00 CINERE 151 1 0 0 1 0 0 3 156 96.79 0.64 0.00 0.00 0.64 0.00 0.00 1.92 CIPAYUNG 174 2 1 3 10 2 0 3 195 89.23 1.03 0.51 1.54 5.13 1.03 0.00 1.54 LIMO 148 1 0 0 3 5 0 1 158 93.67 0.63 0.00 0.00 1.90 3.16 0.00 0.63 PAN MAS 228 0 0 0 4 3 0 1 236 96.61 0.00 0.00 0.00 1.69 1.27 0.00 0.42 SAWANGAN 223 5 5 9 5 21 0 0 268 83.21 1.87 1.87 3.36 1.87 7.84 0.00 0.00 SUKMAJAYA 206 3 0 2 21 0 0 0 232 88.79 1.29 0.00 0.86 9.05 0.00 0.00 0.00 TAPOS 265 0 2 1 9 0 1 0 278 95.32 0.00 0.72 0.36 3.24 0.00 0.36 0.00 Total 2276 17 15 18 58 53 1 17 2455 92.71 0.69 0.61 0.73 2.36 2.16 0.04 0.69 Berdasarkan tabel 7 di atas kita ketahui bahwa Kecamatan Sawangan adalah kecamatan yang memiliki prosentase buangan akhir tinja ke tangki septik yang terkecil dibanding kecamatan-kecamatan lannya yaitu sebesar 83,21%, kemudian Kecamatan Bojongsari sebesar 87,45% dan Kecamatan Sukmajaya sebesar 88,79%. Tiga kecamatan ini juga penyumbang terbesar prosentase pembuangan akhir tinja ke kolam/sawah yaitu Kecamatan Sawangan 7,84%, Kecamatan Bojongsari 7,45% dan Kecamatan Limo sebesar 3,16%. Mengenai tangki septik tempat pembuangan akhir tinja yang aman, pemutakhiran studi EHRA juga memperdalam dengan mengkajinya dari sisi lama pembuatannya. Hal ini terkait dengan kajian berikutnya tentang pengosongan tangki septik. Sebab makin lama tangki septik dibangun bila tidak ada pengosongan itu penanda bahwa yang

sebenarnya tangki tersebut tidak septik. Berarti juga berpotensi mencemari air tanah. Hasil kajian pemutakhiran studi EHRA terkait lama tangki septik dibangun disajikan dalam diagram berikut. Diagram 14 : Lama Tangki Septik Dibuat N = 2.288 Diagram 14 menunjukkan bahwa prosentase terbesar tangki septik warga Kota Depok sudah dibangun lebih dari 10 tahun yang lalu saat pemutakhiran studi EHRA dilaksanakan mencapai 47,38%. Kemudian 24,39% menyatakan dibangun lebih dari 5-10 tahun yang lalu. Tabel 8 : Lama Tangki Septik Dibuat Per Kecamatan Kecamatan 0-12 bulan yang lalu 1- tahun yang lalu Lebih dari 5-10 tahun yang lalu Lebih dari 10 tahun yang lalu Tidak tahu Total BEJI 12 46 70 101 7 236 5.08 19.49 29.66 42.80 2.97 BOJONGSARI 8 59 56 94 7 224 3.57 26.34 25.00 41.96 3.13 CILODONG 4 34 45 99 7 189 2.12 17.99 23.81 52.38 3.70 CIMANGGIS 5 31 34 149 15 234 2.14 13.25 14.53 63.68 6.41 CINERE 7 12 36 93 5 153 4.58 7.84 23.53 60.78 3.27

CIPAYUNG 7 55 43 61 10 176 3.98 31.25 24.43 34.66 5.68 LIMO 3 31 49 61 4 148 2.03 20.95 33.11 41.22 2.70 PANCORAN MAS 7 25 47 135 13 227 3.08 11.01 20.70 59.47 5.73 SAWANGAN 11 46 69 81 13 220 5.00 20.91 31.36 36.82 5.91 SUKMAJAYA 13 32 44 97 27 213 6.10 15.02 20.66 45.54 12.68 TAPOS 10 48 65 113 32 268 3.73 17.91 24.25 42.16 11.94 Total 87 419 558 1084 140 2288 3.80 18.31 24.39 47.38 6.12 Berdasarkan tabel 8 di atas kita ketahui bahwa kecamatan yang tangki septiknya telah dibangun lebih dari 10 tahun yang terbesar adalah Kecamatan Cimanggis 63,68% dan Kecamatan Cinere 60,78%. Diagram 15 : Waktu Terakhir Tangki Septik Dikosongkan N = 2.283 Data diagram 15 menjelaskan kepada kita bahwa tangki septik di Kota Depok belum aman, masih berpotensi mencemari air tanah, karena prosentase terbesar yaitu 73,19% menyatakan tidak pernah mengosongkan tangki septiknya. Bila hal ini ditambah dengan prosentase yang menyatakan tidak tahu, tentu lebih besar lagi. Sedangkan yang mengosongkan tangki septiknya dari 0 tahun lebih 10 tahun yang lalu prosentasenya hanya mencapai 20,45%.

Tabel 9 : Waktu Terakhir Tangki Septik Dikosongkan Per Kecamatan Kecamatan 0-12 bulan yang lalu 1- tahun yang lalu Lebih dari 5-10 tahun yang lalu Lebih dari 10 tahun yang lalu Tidak pernah Tidak tahu Total BEJI 17 25 9 7 166 12 236 7.20 10.59 3.81 2.97 70.34 5.08 BOJONGSARI 6 16 8 4 180 11 225 2.67 7.11 3.56 1.78 80.00 4.89 CILODONG 8 14 2 1 159 5 189 4.23 7.41 1.06 0.53 84.13 2.65 CIMANGGIS 18 41 13 7 142 13 234 7.69 17.52 5.56 2.99 60.68 5.56 CINERE 8 26 5 6 101 7 153 5.23 16.99 3.27 3.92 66.01 4.58 CIPAYUNG 7 8 4 1 141 15 176 3.98 4.55 2.27 0.57 80.11 8.52 LIMO 4 13 2 1 125 3 148 2.70 8.78 1.35 0.68 84.46 2.03 PANCORAN MAS 7 38 7 9 137 29 227 3.08 16.74 3.08 3.96 60.35 12.78 SAWANGAN 8 7 3 1 195 7 221 3.62 3.17 1.36 0.45 88.24 3.17 SUKMAJAYA 15 33 26 5 113 17 209 7.18 15.79 12.44 2.39 54.07 8.13 TAPOS 11 7 6 3 212 26 265 4.15 2.64 2.26 1.13 80.00 9.81 Total 109 228 85 45 1671 145 2283 4.77 9.99 3.72 1.97 73.19 6.35 Berdasarkan tabel 9 tersebut di atas, kecamatan yang prosentase tertinggi tidak pernah mengosongkan tangki septiknya adalah Kecamatan Sawangan sebesar 88,24% disusul Kecamatan Limo 84,46% dan Cilodong 84,13%.

Diagram 16 : Pihak Yang Mengosongkan Tangki Septik Berdasarkan diagram 16 di atas, hanya 70,77% yang dilayani oleh layanan sedot tinja. Sedangkan 24,44% tidak tahu, 2,24% dengan cara membayar tukang dan dikosongkan sendiri. Pengosongan isi tangki septik dengan membayar tukang masih berpotensi mencemari lingkungan, karena kita belum tahu dibuang ke mana lumpur tinjanya. Data berikut akan menjelaskan dugaan potensi pencemaran lingkungan dari pengosongan tangki septik ini. Diagram 17 : Tempat Lumpur Tinja Dibuang Berdasarkan diagram 17 di atas, diketahui bahwa masih ada yang membuang lumpur tinja ke sungai, kemudian juga dikubur di halaman atau tanah orang. Mungkin ini adalah yang dilakukan oleh pihak selain yang dilakukan oleh pihak layanan sedot tinja. Namun sebagian terbesar 92,06% menyatakan tidak tahu kemana Lumpur tinja ini dibuang.

Selain kebiasaan buang air besar orang biasa, pemutakhiran studi EHRA juga menyoroti kebiasaan buang air besar bagi anak-anak khususnya anak umur 0-5 tahun. Karena umumnya masyarakat masih menganggap bagi anak-anak buang air besar di lantai di halaman masih menjadi hal yang lumrah. Pemutakhiran studi EHRA ingin mengetahui bagaimana perlakuan tinja anak-anak ini baik yang memakai pampers atau tidak. Berikut ini hasilnya. Diagram 18 : Kebiasaan Anak Umur 0-5 th BAB di Lantai, Kebun, Jalan, Selokan, Got atau Sungai N = 1.393 Diagram 18 di atas menunjukkan kebiasaan anak-anak umur 0-5 tahun buang air besar, 64,39% menyatakan tidak biasa buang air besar di lantai, kebun, jalan, selokan atau sungai bagi anak-anaknya. Namun yang menjawab tidak tahu masih cukup besar. Jawaban ini masih merupakan tanda tanya. Namun yang menjawab kadang-kadang 2,87% dan yang sering 3,02%. 3.4 Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir Drainase lingkungan merupakan sarana yang penting dalam sanitasi. Selain itu drainase berfungsi juga mengalirkan limbah cair dari rumah rangga seperti dapur, kamar mandi, tempat cucian dan juga wastafel. Drainase yang buruk akan menimbulkan banjir pada waktu hujan, selain itu juga akan membuat genangan air dari limbah cair rumah tangga. Bila kondisinya demikian akan menjadi tempat perindukan nyamuk yang bisa menularkan berbagai penyakit seperti demam berdarah, chikungunya, dan juga filariasis. Oleh karena itu studi EHRA juga membidik drainase sebai obyek kajiannya. Diagram-diagram selanjutnya membahas lebih detail tentang kepemilikan sarana pengolahan air limbah selain tinja, tempat pembuangan limbah cair rumah tangga, pengalaman banjir yang rumah tangga di Kota Depok, termasuk waktu terakhir banjir, kerutinan, frekuensi dalam setahun, lama air mengering, dan tinggi air di rumah maupun di pekarangan rumah.

Diagram 19 : Keberadaan Sarana Pengolahan Air Limbah Selain Tinja Di Rumah N = 2.467 Diagram 19 di atas menjelaskan bahwa sebagian besar yaitu 92,30% warga Kota Depok memiliki sarana pengolahan air limbah selain tinja di rumah. Sementara itu yang tidak memiliki sarana sebesar 7,70%. Hal ini mengindikasikan limbah cair rumah tangga masih berpotensi menimbulkan risiko kesehatan lingkungan. Pemutakhiran studi EHRA juga memperhatikan kemana air limbah rumah tangga yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat mencuci pakaian, dan wastafel dibuang. Berikut hasil pemuatakhiran studi EHRA tentang hal tersebut di atas. Tabel 10 : Asal Limbah Cair Rumah Tangga Dan Saluran Pembuangannya Dapur Kamar Mandi Tempat cuci pakaian Wastafel n % n % n % n % Ke sungai, kanal, empang/kolam, selokan 662 29.54 657 29.30 662 29.54 493 22.31 Ke jalan, halaman, kebun 25 1.13 21 0.95 27 1.22 13 0.59 Saluran terbuka 945 42.15 931 41.53 932 41.59 739 33.45 Saluran tertutup 623 27.64 640 28.37 618 27.39 517 23.31 Lubang galian 113 5.06 114 5.11 112 5.02 86 3.91 Pipa saluran pembuangan kotoran 87 3.92 91 4.10 81 3.65 74 3.37 Pipa IPAL Sanimas 11 0.50 10 0.45 10 0.45 10 0.46 Tidak tahu 3 0.14 4 0.18 3 0.14 4 0.18 Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar limbah rumah tangga yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat cuci pakaian dan wastafel dialirkan ke sungai dan saluran terbuka. Sedangkan yang menyalurkannya ke saluran tertutup, lubang galian, pipa saluran pembuangan dan pipa IPAL sanimas prosentasenya lebih keil dibanding yang