Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

dokumen-dokumen yang mirip
PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

: Ketentuan Umum : Pemberian & Permohonan Hak atau Izin & Pelaksanaan Kemitraan Kehutanan Bab III : Pemanfaatan Areal PS Bab IV : Jangka Waktu dan

PERHUTANAN SOSIAL SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN

PENATAAN KORIDOR RIMBA

peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya disekitar hutan dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Hutan Desa Oleh: Arief Tajalli dan Dwi P. Lestari. Serial: BADAN USAHA MILIK DESA (BUM Desa)

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.29/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENDAMPINGAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERSIAPAN DUKUNGAN BAHAN BAKU INDUSTRI BERBASIS KEHUTANAN. Oleh : Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Sedang Membuka Rapat Koordinasi Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah Provinsi Jambi Tahun /10/2014 2

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Rasionalisasi. Anggaran Prioritas Untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan di Provinsi Riau Tahun Anggaran 2016

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

Mengintip Peraturan tentang Perhutanan Sosial, Dimana Peran Penyuluh Kehutanan? oleh : Endang Dwi Hastuti*

SISTEMATIKA PENYAJIAN :

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

REFLEKSI PEMBANGUNAN BIDANG KEHUTANAN DIKEPEMIMPINAN GUBERNUR JAMBI BAPAK Drs. H. HASAN BASRI AGUS, MM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LUAS KAWASAN (ha)

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KRITERIA CALON AREAL IUPHHK-RE DALAM HUTAN PRODUKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

SERBA SERBI HUTAN DESA (HD)

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

PROSES PENGAJUAN PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

RENCANA STRATEGIS DINAS KEHUTANAN TAHUN

REVITALISASI KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.44/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN UNIT PERCONTOHAN PENYULUHAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

KEBIJAKAN PRIORITAS KEMENHUT p.70/2009

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

BAB 2 Perencanaan Kinerja

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA OPERASIONALISASI KPH

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012

Dana Pembangunan. Tonny Soehartono

BAB I PENDAHULUAN. Hampir separuh wilayah daratnya berupa hutan. Untuk itu pemerintah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. Bidang. No Nama Bidang Nama Seksi. 1. Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan. - Seksi Perencanaan dan Penatagunaan Hutan

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

MENTEIU KRIIUTANAN REPUJJLIK INDONESIA

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

1.1. Latar Belakang. Proses penyusunan dan penetapan Renstra SKPD tersebut dilaksanakan dengan mengacu pada mekanisme perencanaan

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan

Transkripsi:

Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU Fitra Riau 1

Skema Pendanaan Perhutanan Sosial SKEMA PENDANAAN PERHUTANAN SOSIAL LANDASAN KEBIJAKAN (HUKUM) Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa pengelolaan hutan yang sentralistik di Indonesia pada akhirnya telah melahirkan kekagagalan dalam menjaga kelestarian fungsi hutan (mengalami deforestasi) dan keseimbangan ekosistem didalamnya. Oleh sebab itu diperlukan penyusunan kebijakan tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfataan hutan yang tepat. Kebijakan tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfataan hutan di Indonesia kemudian tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan, dimana didalamnya memuat tentang semangat untuk mengendalikan degradasi hutan dan meningkatkan perekonomian nasional termasuk didalamnya perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Semangat ini dilandasi atas dasar prinsip good governance dan pengelolaan hutan lestari. Dalam rangka menjalankan semangat mengurasi laju deforestasi diatas ditetapkan Kawasan Pengelolaan Hutan. Dalam Kawasan Kawasan Pengelolaan Hutan tersebut dapat dibentuk Hutan Kemasyarakatan (HKM), Hutan Desa (HD), Hutan Adat dan Kawasan Hutan untuk Tujuan Khusus (KH- DTK. Atas dasar hal tersebut, khusus untuk Hutan Kemasyarakatan kemudian diterbitkan regulasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 Tentang Hutan Kemasyarakatan. Tujuh tahun kemudian diterbitkan regulasi tentang Hutan Desa yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.89/Menhut-II/2014 Tentang Hutan Desa. Semangat untuk mengendalikan deforestasi dan meningkatkan perekonomian nasional termasuk didalamnya perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan tersebut kemudian dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2015-2019 khususnya dalam hal pembangunan kehutanan dengan strategi pengelolaan hutan secara berkelanjutan dalam bentuk alokasi kawasan perhutanan sosial sebesar 12,7 juta hektar. Riau sendiri menurut Peta Indikasi Alokasi Perhutanan Sosial ( PIAPS) memiliki alokasi 2 Fitra Riau

perhutanan sosial sebesar 1.4 juta hektar. Perhutanan sosial adalah penyebutan yang diberikan bagi pengelolaan hutan untuk tujuan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan dengan tetap menjaga kelestarian hutan. Konsep perhutanan sosial merujuk pada pasal 11 dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa Pada areal tertentu di kawasan hutan (hutan konservasi (kecuali pada cagar alam, zona rimba dan zona inti pada taman nasional), hutan lindung dan hutan produksi) dapat ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hutan kemasyarakatan, hutan adat, hutan desa dan kawasan hutan untuk tujuan khusus (KHDTK). Hutan kemasyarakatan menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 37/Menhut-Ii/2007 Tentang Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. Adapun maksud dari penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan adalah untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat. Sedangkan tujuan dari Hutan Kemasyarakatan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial Hutan desa, menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.89/Menhut-II/2014 Tentang Hutan Desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada desa melalui lembaga desa dalam mengelola sumberdaya hutan secara lestari. Sedangkan tujuan penyelenggaraan Hutan Desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan desa secara berkelanjutan. Kriteria kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi dengan ketentuan belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan serta berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dalam hal areal kerja yang dimohon berada pada Hutan Produksi maka harus mengacu peta indikatif arahan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi yang tidak dibebani izin untuk usaha pemanfaatan hasil hutan kayu. Dari alokasi kawasan perhutanan sosial seperti yang tertuang dalam RPJM Nasional Tahun 2015-2019 tersebut, dinantikan kesiapan masyarakat. Namun kesiapan masyarakat ini harus didukung oleh komitmen pemerintah daerah (Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota). Oleh sebab itu kajian ini berfokus pada upaya membangun skema dukungan kebijakan anggaran ditingkat pemerintah daerah (baik Provinsi mapun Kabupaten) dan kesiapan desa maupun kelompok masyarakat dalam terealisasinya pengelolaan perhutanan sosial khususnya Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan pada tataran penganggarannya ditingkat daerah. Perhutanan Sosial di Provinsi Riau. Luas kawasan hutan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : Sk.878/Menhut-Ii/2014 Tanggal 29 September 2014 (Menurut Fungsi Kawasan) di Provinsi Riau memiliki total 5.499.693 Ha dengan rincian Kawasan Suaka Alam/ Kawasan Pelestarian Alam/ Taman Buru seluas 633.420 Ha, Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas 234.015 Ha, Kawasan Hutan Produksi Terbatas HPT seluas 1.031.600 Ha, Kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) seluas 2.331.891 Ha dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) seluas 1.268.767 Ha. Dari luasan tersebut, Provinsi Riau sendiri menurut Peta Indikasi Alokasi Perhutanan Sosial ( PIAPS) memiliki alokasi perhutanan sosial sebesar 1.4 juta hektar. Fitra Riau 3

Skema Pendanaan Perhutanan Sosial Tabel. Luas Kawasan Hutan Dan Non Kehutanan Provinsi Riau Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : Sk.878/Menhut-Ii/2014 Tanggal 29 September 2014 (Menurut Fungsi Kawasan) No. FUNGSI KAWASAN HUTAN LUAS (Ha) % 1 Kawasan Suaka Alam (KSA) / Kawasan Pelestarian Alam 633,420.00 11.52 (KPA) / Taman Buru 2 Kawasan Hutan Lindung (HL) 234,015.00 4.26 3 Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) 1,031,600.00 18.76 4 Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) 2,331,891.00 42.40 5 Kawasan Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) 1,268,767.00 23.07 6 Total 5,499,693.00 100.00 Sumber: Statistik Kehutanan Riau Tahun 2014. Business Process Perhutanan Sosial Business Process perhutanan sosial setidaknya dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian besar yakni Pengusulan Penetapan Areal Kerja (PAK), Pengusulan HPH, Pengusulan IUPHHK. Pengusulan Penetapan Areal Kerja (PAK) terdiri dari Pengusulan Areal Hutan yang akan diajukan PAK, Pembentukan lembaga masyarakat, sketsa lokasi areal yang dimohon, dan penyusunan encana kegiatan dan bidang usaha hutan desa untuk selanjutnya di verifikasi oleh Tim yang dibentuk dari Direktur Jenderal. Pengusulan HPH terdiri dari Pengusulan Rencana Kerja HPH dan Pengajuan HPH, Pengusulan IUPHHK terdiri dari Pengusulan Rencana Kerja Hak Pengelolaan Hutan (RKHPH) 35 Tahun, Rencana Kerja (RKH) 10 Tahun, dan Rencana Tahunan Hutan (RTHD). 4 Fitra Riau

Skema Pendanaan Perhutanan Sosial Gambar : Skema Businnes Process Perhutanan Sosial Sumber: Peraturan Perundang-undangan Diolah Fitra Riau 5

Skema Pendanaan Perhutanan Sosial Di level daerah, para aktor pemerintahan yang terlibat dalam fasilitasi pengusilan PAK antara lain adalah Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa. Dalam hal pengajuan usulan PAK, pembagian peran ketiga aktor tersebut dapat digambarkan pada skema sebagai berikut: Sumber: Peraturan Perundang-undangan Diolah Peran Strategis Pemerintah Provinsi Dalam Implementasi Perhutanan Sosial Urusan kehutanan dalam Undang-undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerinah Daerah masuk menjadi Urusan Pemerintahan Pilihan. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan ini bersama-sama dengan Urusan Pemerintahan bidang kelautan, serta energi dan sumber daya mineral yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Dalam Undang-undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah daerah Lampiran BB, yang menjadi kewenangan provinsi dalam urusan kehutanan antara lain adalah: 1. Pengelolaan Hutan 2. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 3. Pendidikan dan Pelatihan, Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat di bidang Kehutanan 4. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sementara itu yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota i dalam urusan kehutanan antara lain adalah Pelaksanaan pengelolaan TAHURA kabupaten/kota. Kewenangan provinsi yang besar dalam urusan kehutanan disatu sisi merupakan tantangan bagi Provinsi Riau khususnya. Tantangan tersebut adalah semakin terpusatnya beban kerja sektor kehutanan di Provinsi Riau dan semakin diujinya kemampuan Pemerintah Provinsi Riau dari sisi kemampuan melakukan penganggaran dan implementasinya disektor kehutanan. Khusus untuk perhutanan sosial, tantangan tersebut (penganggaran dan implementasinya) sesuai amanat RPJM Nasional Tahun 2015-2019 diantaranya: 1. Melakukan Peningkatan kemitraan dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui pola HTR/HKm/HD dan HR. 2. Melakukan Membangun hubungan yang saling menguntungkan antara masyarakat, ter- 6 Fitra Riau

masuk masyarakat adat, dengan pemerintah pengelolaan hutan di kawasan hutan yang menjadi modal dasar pembangunan sektor kehutanan dan kesejahteraan masyarakat. 3. Melakukan Pemisahan peran administrator (regulator) dengan pengelola (operator) kawasan hutan melalui pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan operasionalisasinya 4. Meningkatkan kapasitas pengelola KPH sehingga mampu melakukan kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati dalam ekosistem hutan. KOMITMEN KEBIJAKAN (RPJP, RPJM, RENSTRA, RENJA) Secara umum, terkait dengan kebijakan perhutnan sosial di Riau, dalam RPJP Provinsi Riau Tahun 2005-2025, komitmen pemerintah Provinsi Riau terlihat pada beberapa hal diantaranya: 1. Penurunan kejadian kerusakan lingkungan yang mengakibatkan banjir, genangan, kebakaran hutan, pencemaran, dan penurunan kualitas lingkungan lainnya. 2. Keterlibatan masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pengawasan kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan. 3. Terpeliharanya keanekaragaman hayati dan kawasan berfungsi lindung. Selain itu, permasalahan penyikapan pembakaran hutan dan lahan menjadi isu strategis. Terkait dengan upaya komitmen dalam meningkatkan kesejahtraan ekonomi masyarakat yang terkait dengan sektor kehutanan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Riau Tahun 2005-2025 terdapat pada dua hal: 1. Pelaksanaan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tertuang dalam RPJM ke-1 sampai dengan RPJM ke-3 tahun 2005-2014, 2. Pada RPJM ke-4 yakni tahun 2015-2019 Pembangunan ekonomi diikuti oleh pelaksanaan pengelolaan lingkungan sesuai standar mutu Skema Pendanaan Perhutanan Sosial lingkungan dan konvensi internasional yang disepakati, yakni melalui pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, pemanfaatan sumber energi terbarukan; penyelenggaraan mitigasi bencana dengan memanfaatkan teknologi mutakhir; pelaksanaan program mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim; kompetensi lembaga dan aparatur bidang lingkungan hidup; dan peran serta asyarakat yang melembaga dalam pelestarian dan pengawasan kualitas lingkungan. Lebih spesifik terkait dengan kehutanan sosial, amanat RPJP ini kemudian ditindaklanjuti oleh RP- JMD Tahun 2014-2019, berupa rumusan kebijakan sebagai berikut: No. PROGRAM INDIKATOR 1 Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Usaha Masyarakat sekitar Hutan 2 Program Penguatan Usaha Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan 3 Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan 4 Program Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Hutan 5 Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan 6 Program Perencanaan dan Pengembangan Hutan Sumber: Dokumen RPJM Provsi Riau 2014-2019 Meningkatnya Kapasitas Kelembagaan Usaha Masyarakat sekitar Hutan Meningkanya usaha ekonomi masyarakat sekitar hutan Meningkatnya pemulihan kerusakan hutan dan lahan melalui rehabilitasi hutan Tertanganinya tindak pidana pengrusakan hutan dan lahan Meningkatnya pemanfaatan sumberdaya hutan produksi Tersusunnya skenario pengelolaan kawasan hutan Fitra Riau 7

Skema Pendanaan Perhutanan Sosial Indikator Terbangunnya unit pengelolaan hutan berbasis masyarakat (unit) yang direncanakan dilaksanakan pada tahun 2014-2018. Dengan Perencanaan anggaran sebesar Rp. 200 juta pada tahun 2014, Rp. 250 juta pada tahun 2016, Rp. 250 juta pada tahun 2017 dan Rp.250 juta pada tahun 2018. Realisasinya Pada APBD Tahun 2016 sebesar Rp. 195.263. juta dengan rincian sebesar Rp. 13.180 juta untuk belanja aparatur dan Rp. 182.083 juta untuk belanja barang dan jasa. Jika dilihat dari komposisi progam kehutanan di Provinsi Riau tersebut, dari 11 item program, 6 diantaranya (seperti yang tercantum pada table. diatas) adalah program yang mengarah pada upaya perhutanan sosial, dimana 2 dari 6 program terlihat mengikutsertakan pelibatan masyarakat. Program-program tersebut sejak tahun 2016 sampai 2019 mendatang secara berkesinambungan diamanatkan oleh RPJMD untuk dilaksanakan (kecuali program Perencana dan Pengembangan Hutan yang diamanatkan dilaksanakan pada tahun 2015 lalu). Namun jika dilihat dari renstra, dari 11 program yang bersifat langsung pada urusan kehutanan dan 129 kegiatan Kegiatan yang diamanatkan oleh Rencana Strategis Dinas Kehutanan hanya 9 kegiatan (selain kegiatan yang ditujukan untuk Minas Tahura dan Tasik Serkap) yang berhubungan dengan rehabilitasi (secara langsung), peningkatan ekonomi dan kehutanan sosial. Terkait dengan kehutanan sosial sebagai tumpuan bagi upaya menahan laju deforestasi maupun rehabiitasi hutan secara langsung tercatat hanya ada 2 kegiatan: 1. Fasilitasi, Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Pemanfaatan HTR, HKm, HD dan HHBK Unggulan Daerah dengan indikator meningkatnya peran masyarakat dalam Pembangunan, Pengelolaan dan Pemanfaatan HTR, HKm Hutan Desa dan HHBK Unggulan Daerah (Kab/Kota), Kegiatan pembinaan pengelolaan hutan berbasis masyarakat 2. Kegiatan Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Pengelolaan Hutan (KPHP/KPHL) dengan indikator terlaksananya fasilitasi pembentukan KPHP//KPHL Provinsi Riau dan Kab./Kota (Lokasi), yang direncanakan dilaksanakan pada tahun 2015-2018 Dengan Perencanaan anggaran sebesar Rp. 200 juta pada tahun 2015, Rp 240 juta pada tahun 2016, Rp 288 juta pada tahun 2017, dan Rp 345 juta pada tahun 2018. Realisasinya Pada APBD Tahun 2016 sebesar Rp. 158.527 juta dengan rincian sebesar Rp. 6.170 juta untuk belanja aparatur dan Rp. 152.357 juta untuk belanja barang dan jasa. Terdapat 1 kegiatan tidak langsung yang berhubungan dengan kehutanan sosial yakni Kegiatan Pembinaan & pemberdayaan masyarakat pelestari hutan dengan indikator peningkatan jumlah kader serta pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja penyuluh kehutanan swadaya mandiri (PKSM) di Provinsi Riau (Orang) yang direncanakan dilaksanakan pada tahun 2014-2019. Dengan Perencanaan anggaran sebesar Rp. 250 juta pada tahun 2014, Rp 250 juta pada tahun 2015 dan Rp 300 juta pada tahun 2016, Rp 360 juta pada tahun 2017 dan Rp 432 juta pada tahun 2018. Realisasinya Pada APBD Tahun 2016 sebesar Rp. 192.151 juta dengan rincian sebesar Rp. 18.503 juta untuk belanja aparatur dan Rp. 173.647 juta untuk belanja barang dan jasa. Selain 3 kegiatan diatas (selain kegiatan yang ditujukan untuk Minas Tahura dan Tasik Serkap), dalam APBD terdapat 2 kegiatan yang berkiatan dengan kehutanan sosial diantaranya: 1. Perencanaan Dan Pengembangan Hutan Kemasyarakatan. Realisasinya Pada APBD Tahun 2016 sebesar Rp. 113.727 juta dengan rincian 8 Fitra Riau

sebesar Rp. 11.080 juta untuk belanja aparatur dan Rp. 102.64 juta untuk belanja barang dan jasa. 2. Pembibitan Tanaman Hutan Untuk Kemasyarakatan. Realisasinya Pada APBD Tahun 2016 sebesar Rp. 702.009 juta dengan rincian sebesar Rp. 80.920 juta untuk belanja aparatur dan Rp. 422.518 juta untuk belanja barang dan jasa dan Rp 198.570 juta untuk belanja modal. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial Sementara itu, dalam merealisasikan perhutanan sosial, Provinsi Riau masih memiliki banyak pekerjaan rumah diantaranya (sesuai dengan Permenhut No.37/Menhut-II/2007 dan Permenhut No. 89/Menhut-II/2014) perlu memfasilitasi penyedialokasikan untuk mengusulkan 1,395,734 hektar yang kawasan perhutanan sosial yang belum memperoleh PAK, maka alokasi anggaran yang dipunyai oleh Pemerintah Provinsi Riau untuk memfasilitasi implementasi perhutanan sosial yang belum memperoleh PAK hanya Rp. 537/ hektarnya. Jumlah ini tentunya juga merupakan jumlah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan beban kerja Pemerintah Provinsi Riau dalam merealisasikan perhutanan sosial berupa pendidikan dan latihan, Pembentukan dan pengembangan kelembagaan, pengajuan permohonan izin, pengusulan areal kerja, bimbingan penataan batas areal kerja dan bimbingan penyusunan rencana kerja HPHD. Jika dilihat dalam perencanaan, alokasi anggaran untuk Fasilitasi, Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Pemanfaatan HTR, HKm, HD dan HHBK Unggulan Daerah Provinsi Riau selama tahun 2014-2018 adalah sebesar Rp. 950 juta. Jika anggaran pada tahun 2016 dialokasikan untuk memfasilitasi 4.266 hektar kawasan hutan desa (Desa Segamai telah mendapatkan Penetapan Areal Kerja (PAK) berdasarkan SK Menhut Nomor 154/Menhut-II/2013 dengan luas 2.270 ha dan desa Serapung berdasarkan SK Menhut Nomor 155/ Menhut-II/2013 dengan luas 1.956 ha) yang telah mendapatkan PAK. Maka anggaran ini sangat cukup untuk memfasilitasi HPHD segera memfasilitasi penerbitan HPHD bagi hutan desa di Desa Segamai dan Serapung. Namun jika anggaran Fasilitasi, Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Pemanfaatan HTR, HKm, HD dan HHBK Unggulan Daerah Provinsi Riau tahun 2016-2018 dengan total Rp 750 juta Peran Strategis Pemerintah Provinsi Riau. Kabupaten/Kota dan Desa Jika dilihat dari beban target sebesar 1.4 juta hektar perhutanan sosial yang ditargetkan hingga tahun 2019, Pemerintah Provinsi Riau masih memiliki kewajiban merealisasikan usulan PAK 1,395,734 hektar. Jika dihitung dari masa sekarang, artinya Pemerintah Provinsi Riau hanya memiliki waktu 3 tahun lagi. Itu artinya kewajiban Pemerintah Provinsi Riau dalam memperoleh PAK bagi perhutanan Sosial dalam tiap tahunnya adalah 465.244 hektar. Fitra Riau 9

Skema Pendanaan Perhutanan Sosial lenggaraan perhutanan sosial berupa: a. Pendidikan dan latihan; b. Pembentukan dan pengembangan kelembagaan; c. Pengajuan permohonan izin c. Pengusulan areal kerja; d. Bimbingan penataan batas areal kerja; e. Bimbingan penyusunan rencana kerja HPHD; Oleh sebab itu, maka pelibatan pemerintah Kabupaten dan Pemerintah desa menjadi mutlak diperlukan. Pemerintah Kabupaten perlu mengalokasikan anggaran bantuan sosial untuk kelompok masyarakat di desa-desa bagi upaya memfasilitasi penyelenggaraan perhutanan sosial. Peran strategis pemerintahan kabupaten dapat difokuskan pada alokasi belanja untuk kegiatan fasilitasi berupa pengusulan areal kerja dan pengajuan permohonan izin. Sementara itu pemerintahan desa sesuai dengan Permendagri No 113 Tahun 2014 dapat mengambil kebijakan dengan mengalokasikan anggaran perhutanan sosial pada pos belanja Pembinaan Kemasyarakatan Desa dan atau Pemberdayaan Masyarakat Desa. Peran strategis pemerintahan desa dapat difokuskan pada alokasi belanja untuk kegiatan fasilitasi pembentukan dan pengembangan kelembagaan. Pada kegiatan pembentukan, alokasi anggaranya dapat berupa alokasi anggaran pembentukan LPH dan alokasi anggaran pembentukan Peraturan Desa tentang LPH (sesuai Permenhut). Gambar: Skema Usulan Distribusi Alokasi Anggaran Perhutanan Sosial Riau 10 Fitra Riau

Skema Pendanaan Perhutanan Sosial KESIMPULAN Berdasarkan kajian terhadap Perhutanan Sosial di Riau, maka dapat disusun beberapa kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut: 1. Upaya Pemerintah Provinsi Riau dalam merealisasikan perhutanan sosial sangat lambat, baru sekitar 0,3% dari 1,4 juta hektar yang diatargetkan untuk Provinsi Riau. 2. Pemerintah Provinsi Riau hanya memiliki waktu 3 tahun lagi. Itu artinya kewajiban Pemerintah Provinsi Riau dalam memperoleh PAK bagi perhutanan Sosial dalam tiap tahunnya adalah 465.244 hektar. 3. Anggaran pehutanan sosial yang dialokasikan oleh Pemerintah Provinsi Riau khususnya dalam hal Fasilitasi, Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Pemanfaatan HTR, HKm, HD dan HHBK Unggulan Daerah Provinsi Riau masih sangat kecil jika dibandingkan dengan kewajiban merealisasikan usulan PAK 1,395,734 hektar menjelang tahun 2019. REKOMENDASI Atas dasar kajian diatas, maka dalam rangka realisasi target Perhutanan Sosial terdapat beberapa hal yang penting untuk menjadi perhatian pemerintah Provinsi Riau diantaranya: 1. Perlu sinergi bersama Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Desa dalam upaya mendorong percepatan izin penetapan PAK sebesar 1,395,734 hektar atau sebesar 99.7% target yang belum tercapai sampai tahun 2019. 2. Perlu sinergi bersama Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Desa dalam hal pengalokasian anggaran implementasi percepatan perizinan PAK yang belum tercapai sampai tahun 2019 dimana Pemerintah Kabupaten dapat mengalokasikan anggaran bantuan sosial yang dimilikinya untuk memfasilitasi dalam hal Pengusulan areal kerja dan Pengajuan permohonan izin dan Pemerintah Desa dapat mengalokasikan anggarannya dalam hal Pembentukan & pengembangan kelembagaan Lembaga Pengelola Hutan (LPH). 3. Perlu penambahan alokasi anggaran Pemerintah Provinsi Riau khususnya untuk kegiatan Fasilitasi, Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Pemanfaatan HTR, HKm, HD dan HHBK Unggulan minimal 2 (dua) kali lipat dari anggaran saat ini pertahunnya. 4. Perlu political will Gubernur Riau dalam percepatan pemberian izin HPHD untuk Hutan Desa di Desa Segamai dan Serapung yang telah mendapatkan SK PAK dari Kementrian Kehutanan. Fitra Riau 11

Skema Pendanaan Perhutanan Sosial 12 Fitra Riau