BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bergesernya paradigma manajemen pemerintahan dalam dua dekade terakhir yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. penganut NPM karena sesuai dengan semangat NPM untuk meningkatkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyusunannya berupa pendekatan penganggaran terpadu (Unified Budget),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance (Bappenas,

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan pada ketersediaan anggaran. Kinerjalah yang diubah-ubah sesuai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Dalam Modul Pembentukan Auditor Ahli yang berjudul Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. dibidang keuangan negara, yaitu undang-undang No. 17 tahun tentang Keuangan Negara, Undang-undang No. 1 tahun 2004 tentang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) menyatakan anggaran sektor publik terutama pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

BAB 1 PENDAHULUAN. Paradigma manajemen keuangan pemerintahan di Indonesia saat ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

Arsip Nasional Republik Indonesia

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PPN/ KEPALA BAPPENAS NOMOR 1 TAHUN 2011 TANGGAL 31 JANUARI 2011 TATA CARA PENYUSUNAN INISIATIF BARU

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

2016, No ; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 No

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyusunan anggaran merupakan suatu proses yang berbeda antara

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kinerjanya. Menurut Propper dan Wilson (2003), Manajemen

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

CARA PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aturan-aturan

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, serta untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi rumusan masalah penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan era informasi saat ini, organisasi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan hak dan kewajiban serta untuk melaksanakan tugas yang

BAB I Pendahuluan. dan mampu mengelolah keuangannya sendiri maka di bentuklah instansi-instansi

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan budaya manajemen baru (the new public management), atau

PERUBAHAN MENDASAR PENYUSUNAN ANGGARAN NEGARA SESUAI UNDANG-UNDANG NO 17 TAHUN 2003 DAN IMPLEMENTASINYA PADA MASA TRANSISI

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM

MENGAPA ANGGARAN KINERJA?

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. No. 25/2004 yang telah mensyaratkan adanya konsistensi perencanaan anggaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

SISTEM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA

menjadi Dasar Perekonomian Kerakyatan, dalam menunjang perekonomian sebagian besar penduduk Indonesia telah terbukti terutama pada saat krisis

1. Tujuan dan Landasan Konseptual PBK; 2. Kerangka PBK; 3. Syarat Penerapan PBK; 4. Tahapan Kegiatan Penerapan PBK; 5. Mekanisme Penganggaran.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI. Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii BAB I JADWAL PELAKSANAAN PENERAPAN... 1 BAB II PENUTUP Daftar Isi i

BAB I PENDAHULUAN. tidak berorientasi pada kinerja, dapat menggagalkan perencanaan yang telah

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR


PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) sebagai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena

PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran bagi suatu kementrian atau lembaga merupakan nafas kehidupan suatu organisasi. Aktivitas-aktivitas kementrian atau lembaga dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh dukungan anggaran yang dialokasikan. Oleh karena itu, kebijakan pengalokasian anggaran menjadi sangat penting, sehingga memerlukan ketepatan dengan visi, misi, tugas pokok dan fungsi dari kementrian/lembaga. Mardiasmo (2002:61) menyatakan bahwa penganggaran dalam organisasi sektor publik, merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik. Anggaran merupakan rencana tindakan managerial untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi. Meskipun sistem penganggaran mungkin bukan merupakan topik pembicaraan sehari hari di masyarakat, namun output dan outcome dari sistem penganggaran seringkali menghiasi berita media massa. Tuntutan pemenuhan dana pendidikan 20 % anggaran, pemberian bantuan kepada korban bencana alam atau kecelakaan, subsidi untuk mengurangi kemiskinan, fasilitasi dan stimulus fiskal untuk usaha kecil menengah, atau pengadaan perlengkapan militer untuk penjagaan pulau-pulau terluar Indonesia adalah contoh isu yang terkait dengan sistem penganggaran. Menurut Suparmoko (1996:49) yang dimaksud dengan anggaran adalah suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya adalah satu tahun. Sistem penganggaran merupakan sistem yang menghasilkan pelumas bagi sistem-sistem lainnya untuk bekerja dengan baik dan lancar.

Sebelum terjadi reformasi dalam bidang pengelolaan Keuangan Negara sistem penganggaran yang selama ini berlaku di Indonesia masih banyak mengandung kelemahan. Beberapa kelemahan dari sistem penganggaran yang berlaku sebelum dikeluarkannya Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara seperti dinyatakan Sjahruddin Rasul (2003:45) adalah orientasi pada pengendalian pengeluaran (expenditure control oriented), dikotomi rutin dan pembangunan yang tidak jelas (ambiguity on distinction betwen capital and revenue expenditure), basis alokasi yang tidak jelas (allocation based and revenue not clear), cenderung tidak fleksibel (rigid), orientasi hanya satu Tahun Anggaran (short-term perspective). Di Indonesia, melalui paket Undang-Undang Bidang Keuangan Negara yang terdiri atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dilakukan reformasi manajemen keuangan negara yang mencakup keseluruhan aspek pengelolaan keuangan negara, yaitu penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran. Paket Undang-Undang di bidang keuangan negara tersebut tidak sekedar menggantikan perundang-undangan keuangan negara warisan kolonial, tetapi lebih penting dari pada itu, paket tersebut menggariskan filosofi dan visi dalam pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan perkembangan jaman dan diharapkan mampu menjawab tantangan di masa depan. Reformasi manajemen keuangan negara yang dimuat dalam perundangundangan tersebut mencakup keseluruhan aspek pengelolaan keuangan negara yaitu penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran. Dalam bidang penyusunan anggaran, perubahan yang diamanatkan meliputi lebih dalamnya keterlibatan parlemen dalam proses penyusunan anggaran, penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting), penyusunan anggaran dalam kerangka pengeluaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework/MTEF), dan 2

anggaran terpadu (unified budget). Dalam bidang pelaksanaan anggaran, dilakukan pembagian kewenangan yang lebih jelas dalam pengelolaan keuangan antara Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Dalam bidang pencatatan (akuntansi) keuangan negara diamanatkan pula penerapan pencatatan dengan sistem accrual basis. Tahun anggaran 2005 merupakan tahun anggaran pertama yang menerapkan beberapa amanat dalam undang-undang di bidang keuangan negara. Perubahan yang mendasar dari sistem penganggaran sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara pasal 14 antara lain adalah berlakunya sistem penganggaran yang baru bagi kementerian negara/lembaga. Dalam sistem penganggaran yang baru, setiap kementerian negara/lembaga dalam menyusun anggaran diwajibkan untuk mengakomodasikan tiga komponen yaitu penganggaran terpadu, penganggaran dalam kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran berbasis kinerja ke dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (selanjutnya disingkat RKA-KL). Penyatuan anggaran ke dalam format anggaran terpadu menghindarkan duplikasi pendanaan suatu kegiatan, pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah akan menjaga kesinambungan fiskal dan meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan proses penganggaran, sedangkan pendekatan anggaran berbasis kinerja mengutamakan upaya pencapaian output (keluaran) dan outcome (hasil) atas biaya input (masukan) yang ditetapkan. Dalam melakukan penyusunan anggaran berbasis kinerja pada Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, tidak terlepas dari suatu perencanaan. Karena rencana adalah proyeksi dari aktivitas di masa mendatang, sedangkan anggaran adalah rencana dalam bentuk angka rupiah, dolar atau mata uang lainnya. Meskipun memerlukan upaya, organisasi menganggap perencanaan sebagai investasi yang menguntungkan, karena dapat dijadikan sebagai pengawasan, alokasi sumber daya, tanggung jawab keluar dan efisiensi. 3

Menurut Siagian (1992:108) : perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan Fungsi perencanaan adalah merupakan fungsi yang paling penting dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Perencanaan akan menentukan fungsi-fungsi manajemen berikutnya dan merupakan landasan pokok dari semua fungsi manajemen. Tanpa adanya perencanaan, maka fungsi manajemen lainnya akan sulit untuk dijalankan. Perencanaan memberikan pola pandangan secara menyeluruh terhadap segala bentuk pekerjaan yang harus dilaksanakan. Sedangkan Terry dalam Smith (1993:46) menyebutkan : perencanaan merupakan pemilihan dan menghubungkan fakta, menggunakan asumsi-asumsi tentang masa depan dalam membuat visualisasi dan perumusan kegiatan yang diusulkan dan memang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan dapat memberikan tuntutan bagi pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan agar menjadi efisien dan efektif, karena perencanaan meliputi antara lain keputusan tentang waktu yang akan datang, apa yang akan dilakukan, bilamana akan dilakukan dan siapa yang melakukannya Sekalipun yang akan datang jarang dapat diperkirakan secara tepat terutama faktor-faktor di luar jangkauan manusia tetapi dengan proses intelektual, maka perencanaan diharapkan akan dapat mendekati kenyataan/kebenaran. Jelasnya, perencanaan dimaksudkan untuk memperoleh sesuatu dalam waktu yang akan datang dengan usaha/cara yang se-efisien dan se-efektif mungkin. Oleh karena itu perencanaan merupakan suatu keputusan tentang apa yang akan diharapkan dalam waktu yang akan datang. Pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah dimaksudkan untuk memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran, atau dengan kata lain menyusun anggaran atas dasar kebijakan, mengembangkan disiplin fiskal, 4

mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis melalui penyusunan prioritas yang lebih ketat, disiplin, dan konsisten, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang efektif serta lebih efisien. Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun birokrasi pemerintah. Menurut Dwidjowidjoto (2006:119 dan 155) implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dalam proses kebijakan karena implementasi kebijakan sebenarnya bukan hanya sekedar menyangkut mekanisme penjabaran keputusan politik kedalam prosedur rutin melalui saluran birokrasi, tetapi juga menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa memperoleh apa dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat karena masalah yang kadang tidak dijumpai dalam perumusan kebijakan muncul di lapangan. Selain itu, implementasi kebijakan menjadi dasar bagi evaluasi kebijakan sehingga dapat diketahui kinerja suatu kebijakan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Sehingga tercapai atau tidaknya tujuan dari kebijakan-kebijakan yang telah dibuat, akan tergantung pada saat kebijakan tersebut diimplementasikan. Namun berdasarkan realitas, sering terjadi kesenjangan antara kebijakan yang telah digariskan dengan implementasi atas kebijakan tersebut. Bahkan Udoji (1981) sebagaimana dikutip oleh Wahab (2004:59) dengan tegas mengatakan bahwa : the execution of policies is a important if not more important than policy-making. Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they implemented Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa implementasi kebijakan tidak kalah penting dengan pembuatan kebijakan. Bahkan dikatakan jika kebijakan tidak diimplementasikan maka kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana biru yang tersimpan rapi dalam arsip. 5

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 mewajibkan setiap pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara mulai pejabat Eselon II keatas untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumber daya dan kebijaksanaan yang dipercayakan kepadanya berdasarkan perencanaan strategik (RENSTRA) yang dirumuskan sebelumnya. Perencanaan strategik merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhatikan integrasi antara keahlian sumber daya lainnya agar mampu menjawab tuntutan lingkungan strategis, dan global. Perencanaan strategik yang disusun oleh suatu instansi pemerintah harus mencakup (1) uraian tentang visi, misi dan faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi;(2) Uraian tentang tujuan, sasaran dan aktivitas organisasi dan (3) Uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut, dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan. Analisas terhadap lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal merupakan langkah yang sangat penting dalam memperhitungkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ada. Analisa terhadap unsur-unsur tersebut sangat penting dan merupakan dasar bagi perwujudan Visi dan Misi serta strategi Instansi Pemerintah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Direktorat Jenderal Perlindungan HAM dibentuk berdasarkan Keppres No: 234 Tahun 2000 dan surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 24/M.Pan/ 1/2000 tanggal 26 Januari 2001 serta Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor : M 01-PR 07.10 Tahun 2001 tentang organisasi dan tata kerja Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Direktorat Jenderal Perlindungan HAM mempunyai tugas pokok merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang Perlindungan HAM. Menurut Pasal 1 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA- KL), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran 6

berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. Selain itu dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2004 Pasal 3 ayat (2) dinyatakan bahwa: Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disusun dengan pendekatan berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu. Sedangkan dalam PP No. 21/2004, khususnya Pasal 4 ditegaskan bahwa: RKA-KL disusun dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut: a. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah; b. Penganggaran terpadu; c. Penganggaran berbasis kinerja Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 dan 21 Tahun 2004, mengintegrasikan proses perencanaan pembangunan dengan proses penganggaran. Sejalan dengan itu, dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perlindungan HAM Tahun 2005-2009 seharusnya terdapat matrik Rencana Program dan Kegiatan Pembangunan Direktorat Jenderal Perlindungan HAM Tahun Anggaran 2005-2009. Namun demikian, didalam Renstra Direktorat Jenderal Perlindungan HAM Tahun 2005-2009 tidak dibuat matrik Rencana Program dan Kegiatan pembangunan Direktorat Jenderal Perlindungan HAM untuk lima tahun kedepan, sehingga diduga bahwa dalam menyusun anggaran Direktorat Jenderal Perlindungan HAM belum membuat forward estimate yang merupakan bentuk implementasi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah. Untuk itu ingin dilakukan studi evaluasi terhadap faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah pada Direktorat Jenderal Perlindungan HAM. Studi tentang implementasi kebijakan, khususnya kebijakan pemerintah, juga akan melibatkan sejumlah pembuat kebijakan yang berusaha keras untuk mempengaruhi perilaku para birokrat/pejabat pelaksana kebijakan. Studi tentang 7

implementasi kebijakan KPJM pada Direktorat Jenderal Perlindungan HAM dapat di pandang sebagai evaluasi sederhana terhadap implementasi kebijakan tersebut. Jika konsep evaluasi cenderung dikaitkan dengan konsep kinerja maka studi implementasi ini lebih cenderung memotret realitas dukungan faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan KPJM. Menurut Wahab (2004:63) terdapat tiga pihak yang terlibat dalam implementasi suatu kebijakan publik, yaitu pemrakarsa/pembuat kebijakan, pejabat/ aparat pelaksana kebijakan dan kelompok sasaran yaitu kepada siapa kebijakan tersebut ditujukan. Dalam penelitian ini, fokus penelitian adalah para aparat pelaksana kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah pada Direktorat Jenderal Perlindungan HAM. Dengan kata lain, tesis ini berusaha meneliti persepsi para aparat pelaksana terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi KPJM pada Direktorat Jenderal Perlindungan HAM. Berdasarkan pendekatan teori implementasi dari Edwards III (1978:295-305), ada 4 (empat) faktor atau variabel yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan. Keempat faktor tersebut bekerja secara simultan, saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut : - Faktor Komunikasi - Faktor Sumber Daya - Faktor Sikap/kecenderungan aparat Pelaksana - Faktor Struktur birokrasi B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas serta mengacu pada latar belakang permasalahan, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana dukungan faktor komunikasi terhadap implementasi kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah? 8

2. Bagaimana dukungan faktor sumber-sumber terhadap implementasi kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah? 3. Bagaimana dukungan faktor sikap dan kecenderungan aparat pelaksana terhadap implementasi kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah? 4. Bagaimana dukungan faktor struktur birokrasi terhadap implementasi kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah? C. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana dukungan faktor komunikasi terhadap implementasi kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah? 2. Untuk mengetahui bagaimana dukungan faktor sumber-sumber terhadap implementasi kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah? 3. Untuk mengetahui bagaimana dukungan faktor sikap dan kecenderungan aparat pelaksana terhadap implementasi kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah? 4. Untuk mengetahui bagaimana dukungan faktor struktur birokrasi terhadap implementasi kebijakan kerangka pengeluaran jangka menengah? D. Signifikansi Penelitian 1. Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana studi kebijakan publik, khususnya pada implementasi kebijakan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah; serta memberikan rekomendasi bagi penelitian lain yang sejenis. 2. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmu di bidang manajemen pengeluaran publik. 9

E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi atas 5 (lima) Bab, yaitu: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Signifikansi Penelitian dan Sistematika Penelitian. BAB II : TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN Pada bagian Tinjauan Literatur disebut Penelitian terdahulu dan dijelaskan tentang Tinjauan Teoritik meliputi Pengertian Kebijakan Publik, Hierarki Kebijakan Publik, Implementasi Kebijakan Publik, Evaluasi dalam Kebijakan Publik, Pengertian KPJM, KPJM dan PEM (Public Expenditure Management), KPJM dan Prinsip-prinsip penganggaran, Manfaat KPJM, Teori Perencanaan, Model Analisis, Hipotesis, Operasionalisasi Konsep, serta Metodologi Penelitian. Pada bagian Metode Penelitian dijelaskan tentang pendekatan penelitian, jenis/tipe penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, teknik analisa data dan keterbatasan penelitian. BAB III : GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Bab III menguraikan karakteristik dari objek penelitian yang terkait dengan penelitian, yang tidak hanya mengacu pada data statistik tetapi juga dilengkapi dengan hasil wawancara. BAB IV : PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan hasil analisis dari data yang terkumpul meliputi analisis uji validitas instrumen, uji reliabilitas internal, analisis distribusi frekuaensi serta analisis nilai rata-rata tertimbang. Dalam bab ini juga diuraikan pembahasan masing-masing faktor. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran. kesimpulan merupakan jawaban pertanyaan penelitian yang didasarkan atas hasil analisis yang lebih mengarah pada bentuk abstraksi, bukan ringkasan. Saran adalah jawaban konkret yang sifatnya penyelesaian masalah atas pertanyaan penelitian. 10