DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jalan Jenderal Gatot Subroto - Jakarta Nomor : 60 /KOM.IIIIV/2005 Jakarta, 19 Mei 2005

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RAKYAT REPUBLIK INDONESI

CACATAN TERHADAP RUU PERLINDUNGAN SAKSI BERDASARKAN UU DAN PP TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG

Rabu, 24 September 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL 18 JULI 2006

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS ATAS RUU PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Oleh:Ahsanul Minan, Staff Ahli FKB DPR RI

KETUA RAPAT (H. SOETARDJO SOERJOGOERITNO, B.Sc.): Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengadakan wawancara terhadap responden yang telah ditentukan oleh penulis,

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

-2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Un

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Draft RPP pemberian Kompensasi & Restirusi Korban Pemerintah 2006

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI. Sentra HAM UI & ICW

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TUGAS DAN FUNGSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya, diperoleh. kesimpulan penting sebagai berikut:

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Institute for Criminal Justice Reform

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

BAB III PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) A. Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 1999 TENTANG KOMISI INDEPENDEN PENGUSUTAN TINDAK KEKERASAN DI ACEH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELESAIAN PELANGGARAN KODE ETIK DAN PELANGGARAN DISIPLIN BERAT

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan


PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jalan Jenderal Gatot Subroto - Jakarta 10270 Nomor : 60 /KOM.IIIIV/2005 Jakarta, 19 Mei 2005 Sifat Derajat Lampiran Perihal : Penting : Segera : 1 (satu) eksemplar : Penyampaian RUU Usul Inisiatif Komisi III DPR RI tentang Perlindungan Saksi dan Korban KEPADA YTH. PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Bersama ini kami sampaikan dengan hormat, Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Anggota Komisi III DEwan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia. Adapun pokok-pokok pikiran yang menjadi dasar pengajuan Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif tersebut adalah 1. Bahwa keberadaan suatu peradilan pidana yang adil (fair trial) merupakan tuntutan dan prinsip dasar hak asasi manusia yang universal dan ciri negara yang demokratis. 2. Bahwa kelancaran dan keberhasilan suatu proses peradilan, khususnya peradilan pidana, akan tergantung pada alat bukti yang berhasil dimunculkan di pengadilan. 3. Bahwa keterangan saksi dan korban merupakan salah satu slat bukti yang dapat memperlancar proses peradilan pidana. Selama ini, para pencgak hukum bahkan masyarakat kurang memberikan peraatian akan pentingnya perlindungan terhadap saksi dan korban, maupun keluarganya. 4. Bahwa untuk mendapatkan keterangan dari saksi dan korban, perlu jaminan perlindungan hukum bagi saksi dan korban untuk dapat memberikan kesaksiannya tanpa tekanan dan/atau intimidasi. 5. Bahwa ketentuan hukum acara pidana atau perundang-undangan lainnya belum memberikan perlindungan hukum bagi saksi dan korban untuk dapat.menyampaikan apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dikatakan karya agung bangsa Indonesia, atau perundangundangan lainnya, belum memberikan perlindungan kepada saksi dan korban. Oleh karena itu, keberadaan suatu perundang-undangan yang melindungi saksi dan korban sangat dibutuhkan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, kami mengajukan Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tentang Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia berdasarkan hak konstitusional dan normatif DPR RI yang diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI Pasal 128

Demikian atas perhatian dan perkenannya, kami ucapkan terima kasih. TEMBUSAN : Sekretaris Jenderal DPR RI.

KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Keberadaan suatu peradilan pidana yang adil (fair trial) merupakan tuntutan dan prinsip dasar hak asasi manusia yang universal dan ciri negara yang demokratis. Kelancaran dan keberhasilan suatu proses peradilan, khususnya peradilan pidana, akan tergantung pada alat bukti yang berhasil dimunculkan di pengadilan. Salah satu alat bukti yang menentukan adalah yang menyangkut keterangan saksi dan korban. Sebagaimana kita ketahui bersama, banyak kasus yang terjadi belum dapat diselesaikan secara cepat atau tidak dapat terungkap, karena tidak ada atau kurangnya alat bukti yang didapat antara lain dari saksi dan korban. Sebagian besar saksi dan korban merasa enggan atau takut memberi keterangan karena mereka tidak mendapat perlindungan hukum yang jelas. Apalagi dalam kasus-kasus besar yang mungkin melibatkan pihak-pihak yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan tertentu dalam masyarakat, mempunyai peluang untuk memberikan penekanan atau intimidasi pada saksi dan korban agar tidak memberikan kesaksiannya. Di lain pihak, perhatian dari para penegak hukum, bahkan masyarakat, akan pentingnya perlindungan terhadap saksi dan korban, maupun keluarganya, masih terlihat kurang. Hal itu juga didukung oleh belum memadainya perangkat hukum yang memberikan jaminan kepada saksi dan korban untuk dapat menyampaikan apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dikatakan karya agung bangsa Indonesia, atau perundang-undangan lainnya, belum memberikan perlindungan kepada saksi dan korban. Kecuali Undang-Undang No. 26 Tahun 2001 tentang Pengadilan HAM yang memerintahkan pengaturan Perlindungan Saksi dan Korban melalui Peraturan Pemerintah untuk itu telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2001 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam pelanggaran HAM. Pembentuk undang-undang diwaktu yang lalu sepertinya, lebih memfokuskan pada perlindungan hukum bagi pelaku tindak pidana yang bersangkutan. Sedangkan perlindungan saksi dan korban terabaikan. Padahal, tanpa saksi dan korban, penegakan hukum tidak akan berjalan lancar dan berkeadilan. Oleh karena itu, keberadaan undang-undang yang melindungi saksi dan korban sangat dibutuhkan agar ada kepastian hukum. Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban terdiri dari VII Bab yang dijabarkan dalam 32 Pasal. Adapun rinciannya sebagal berikut: I II KETENTUAN UMUM Ketentuan Umum dalam RUU memuat beberapa pengertian yaitu Saksi, Korban, Lingkungan Peradilan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Ancaman, Keluarga Saksi dan/atau Korban, dan Perlindungan. Bab ini juga memuat asas dan tujuan perlindungan saksi dan korban. PERLINDUNGAN DAN HAK-HAK SAKSI DAN KORBAN Seorang Saksi dan Korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadinya dari ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain, berkenaan dengan kesaksian yang

akan, tengah, atau telah diberikannya atas suatu tindak pidana. Di samping itu, sejumlah hak diberikan kepada Saksi dan Korban, antara lain berupa hak untuk memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan, hak untuk mendapatkan nasihat hukum, hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan, hak untuk mendapatkan identitas dan tempat kediaman baru, serta hak untuk memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai kebutuhan. Dalam tindak pidana dengan kekerasan dan pelanggaran HAM berat, seorang korban juga berhak mendapatkan bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial, serta kompensasi dan/atau restitusi. III IV V VI VII LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban merupakan lembaga mandiri yang bertanggungjawab menangani pemberian perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban. Anggota lembaga ini terdiri dari unsur Komnas HAM, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan HAM, Akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Sedangkan pembiayaan lembaga ini dibebankan kepada negara. TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN Dalam bab ini diatur bahwa untuk memperoleh perlindungan dan/atau bantuan, seorang saksi atau korban harus mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban melakukan pemeriksaan terhadap permohonan perlindungan atau bantuan saksi dan/atau korban yang telah diajukan, dan memberi keputusan tentang perlu atau tidaknya perlindungan dan bantuan diberikan kepada saksi atau korban. Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dapat bekerjasama dengan instansi terkait yang kompeten. KETENTUAN PIDANA Ketentuan Pidana memuat ancaman pidana penjara dan/atau denda bagi setiap orang yang memaksakan kehendaknya atau menghalang-halangi dengan cara apapun, agar saksi dan/atau korban tidak memberikan kesaksian. Ancaman tersebut diperberat sepertiga jika dilakukan oleh pejabat publik. Ancaman pidana juga diberikan kepada setiap orang yang menyebabkan saksi dan/atau korban kehilangan pekerjaan atau dikurangi hak-haknya, karena saksi dan/atau korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan pidana. KETENTUAN PERALIHAN Jangka waktu pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban paling lambat satu tahun setelah ketentuan ini berlaku. Ketentuan ini juga berlaku bagi saksi dan/atau korban yang tengah menjalani proses peradilan pidana yang belum mendapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap pada saat berlakunya undang-undang ini. KETENTUAN PENUTUP Ketentuan ini menyebutkan saat mulai diberlakukannya undang-undang ini. Demikian secara ringkas keterangan pengusul mengenai perlunya Rancangan Undang- Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban dibuat dan materi muatan RUU ini. PARA PENGUSUL

DAFTAR NAMA PENGUSUL RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NO NAMA NOMOR ANGGOTA FRAKSI 1 H. NUR SYAMSI NURLAN, SH 3 BPD 2 HJ. AZLAINI AGUS, SH., MH 140 PAN 3 DRS. H. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN 45 PPP 4 AL-MUZAMMIL YUSUF 249 PKS 5 HJ. SOEDARMANI WIRYATAMO, SH., M.Hum 497 PG 6 M. AZIZ SYAMSUDDIN 446 PG 7 DEWI ASMARA, SH 457 PG 8 H. DJUHAD MAHJA, SH, Cn 48 PPP 9 M. IDRUS MARHAM 532 PG 10 H. YUDO PARIPURNO, SH 19 PPP 11 H. MAIYASYAK JOHAN, SH, MH 17 PPP 12 PANDA NABABAN 326 PDIP 13 PATANIARI SIAHAAN 311 PDIP 14 AGUS PURNOMO 272 PKS 15 NURSYAHBANI DATJASUNGKANA, SH 212 KB 16 S.T. DRS. JANSEN HUTASOIT, SE, MM 410 PDS 17 RAHMAT ABDULLAH 256 PKS 18 NADRAH IZAHARI, SH 354 PDIP 19 DJOKO EDHI SOETJIPTO ABDURRAHMAN 173 PAN 20 H. PATRIALIS AKBAR, SH 138 PAN 21 HRM PUPUNG SUHARIS, SH., MH 356 PDIP 22 ARBAB PAPROEKA, SH 184 PAN 23 TRIMEDYA PANJAITAN, SH 301 PDIP 24 M. AKIL MOCHTAR, SH., MH 516 PG