Lilies Widojoko, Baheram ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

NASKAH SEMINAR INTISARI

Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BAB III LANDASAN TEORI

PERBEDAAN GRADASI TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN BETON ASPAL LAPIS PENGIKAT (AC-BC)

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PEMANFAATAN TRAS SEBAGAI FILLER DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS -WC

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang telah menjadi kebutuhan

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

STUDI DEFORMASI PERMANEN BETON ASPAL DENGAN PENAMBAHAN PARUTAN KARET SEPATU BEKAS. Ari Haidriansyah

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi.

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

Metodologi Penelitian

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

III. METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

KINERJA LABORATORIUM CAMPURAN LASTON LAPIS AUS-2 (AC-WC) DENGAN VARIASI GRADASI DAN FILLER MENGGUNAKAN BATUAN DARI DESA TANJUNGRATU KECAMATAN KETIBUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN PROVINSI LAMPUNG 1 1 2 Lilies Widojoko, Baheram Staf Pengajar, Universitas Bandar Lampung, mail : labtekniksipil_lw@yahoo.co.id 2 Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil, Universitas Bandar Lampung, mail:bram78_bram@yahoo.co.id ABSTRAK Lebih dari 90% campuran Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) terdiri dari agregat. Karena itu maka sifat agregat sangat mempengaruhi kinerja campuran tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja laboratorium dari dua macam agregat campuran dengan pembagian butir atau sering disebut gradasi yang berbeda dengan menggunakan agregat dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung. Gradasi campuran pertama terletak di atas kurva Fuller dan gradasi campuran kedua di bawah kurva Fuller dengan memotong kurva tersebut. Dengan demikian, agregat campuran pertama lebih halus daripada agregat campuran kedua. Masing-masing campuran mengunakan bahan pengisi (filler) abu batu dan semen portland. Penelitian yang dilakukan pada keempat macam campuran tersebut adalah kinerja stabilitas Marshall, Indeks Kekuatan Sisa (IKS), dan stabilitas dinamis. Penelitian ini menunjukkan bahwa stabilitas Marshall tertinggi adalah campuran halus dengan filler semen, diikuti dengan campuran halus dengan filler abu batu, campuran kasar dengan filler semen, dan campuran kasar dengan filler abu batu. Sedangkan IKS tertinggi yaitu sebesar 93,07% pada campuran halus dengan filler semen, sedangkan campuran halus dengan filler abu batu, campuran kasar dengan filler abu batu, dan campuran kasar dengan filler semen menghasilkan nilai IKS kurang lebih sama. Stabilitas dinamis tertinggi yaitu sebesar 6300,0 lintasan/mm pada campuran halus dengan filler abu batu, diikuti dengan campuran halus dengan filler semen, campuran kasar dengan filler abu batu, dan yang terendah campuran kasar dengan filler semen. Kata kunci : AC-WC, Campuran beragregat kasar dan halus, Stabilitas Marshall, Indeks Kekuatan Sisa (IKS), Stabilitas Dinamis. I. Pendahuluan maka dicoba dilakukan pengujian ketahanan I.1 Latar Belakang campuran beraspal terhadap retak akibat kelelahan yang dibuat dengan tipe aspal dan Salah satu jenis perkerasan aspal pada agregat yang sama tetapi berbeda gradasinya spesifikasi baru adalah Lapis Beton Aspal dang menggunakan filler dari abu batu dan (Laston). Laston lebih tahan terhadap semen portland. pelelehan plastis akan tetapi cukup peka Banyak sudah usaha-usaha untuk terhadap retak. Tipe kerusakan umum yang meningkatkan kinerja campuran beraspal di dialami campuran Laston adalah retak dan atau lapangan dengan mencoba menggunakan pelepasan butir. Dengan dikembangkannya variasi gradasi dan juga bermacam-macam metode baru yaitu metode Kepadatan Mutlak bahan sebagai bahan pengisi campuran (filler). Kinerja Laboratorium Campuran Laston Lapis Aus-2 (AC-WC) Dengan Variasi Gradasi Dan Filler Menggunakan Batuan Dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan 1 2 Provinsi Lampung (Lilies Widojoko, Baheram ) 204

Sejalan dengan pikiran tersebut, maka dalam campuran aspal untuk menahan deformasi hal ini dicoba meneliti tentang penggunaan 2 akibat beban lalu lintas. (dua) variasi gradasi yaitu gradasi di atas kurva 2. Keawetan (Durability), keawetan Fuller dan gradasi di bawah kurva Fuller serta campuran aspal menunjukkan kemampuan 2 (dua) macam filler yaitu abu batu dan semen campuran untuk menahan pengaruh buruk portland dengan menggunakan agregat dari lingkungan dari lingkungan dan iklim Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung (udara, air dan temperatur). Kabupaten Lampung Selatan Provinsi 3. Kelenturan (Flexibility), adalah Lampung untuk meneliti kinerja stabilitas k e m a m p u a n c a m p u r a n u n t u k Marshall, Indeks Kekuatan Sisa (IKS), dan mengakomodasi lendutan permanen dalam stabilitas dinamis. batas-batas tertentu tanpa mengalami retak. 4. Ketahanan terhadap Kelelahan (Fatigue II. Tinjauan Pustaka Resistance), adalah kemampuan lapisan menahan lendutan berulang tersebut tanpa II.1 Agregat terlalu cepat mengalami retak. Berdasarkan besar ukuran ayakan agregat 5. Kekesatan Permukaan (Skid Resistance), dibedakan menjadi tiga macam yaitu : Lapis permukaan dituntut untuk 1. Agregat halus adalah agregat yang lolos mempunyai kekesatan yang cukup penting ayakan No. 8 atau 2,38 mm dan tertahan dalam hal menjamin keselamatan pemakai ayakan No. 200, jalan terutama pada kondisi basah. 2. Agregat kasar adalah agregat yang tertahan 6. Kekedapan (Impermeability), Air dan pada ayakan No. 8 atau 2,38 mm, udara akan mempercepat proses penuaan 3. Bahan pengisi (filler) adalah bahan aspal. Disamping itu air dapat berbutir halus yang lolos ayakan No. 30 menimbulkan efek pengelupasan film dimana persentase berat butir yang lolos aspal dari permukaan agregat (stripping). ayakan No. 200 minimum 65%. Oleh sebab itu kekedapan lapis beraspal diperlukan semaksimal mungkin II.2 Bahan Pengisi (Filler) mencegah lolosnya air dan kontak Bahan pengisi (filler) yaitu material yang langsung film aspal dengan udara. lolos saringan No. 200 (0,075 mm). Filler 7. Kemudahan Pelaksanaan (Workability), dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah tuntutan terhadap kemudahan pelaksanaan rongga dalam campuran. terutama menonjol pada proses penghamparan dan pemadatan. Campuran II.3 Semen di laboratorium menunjukkan stabilitas Menurut Krebs, R.D. dan Walker, R.D., tinggi bukan tidak mungkin di lapangan (1971) definisi dari semen adalah produk yang ternyata sulit dihampar dan dipadatkan. didapatkan dengan membubukkan kerak besi yang terdiri dari material pokok, yaitu kalsium II.6 Lapis Beton Aspal Aus 2 (AC-WC silikat hidrolik. Asphalt Concrete-Wearing Course) AC-WC adalah merupakan lapisan paling II.4 Aspal atas dari struktur perkerasan yang Aspal didefinisikan sebagai cairan yang berhubungan langsung dengan roda kendaraan, lekat atau berbentuk padat terdiri dari mempunyai tekstur yang lebih halus hydrocarbon atau turunannya, terlarut dalam dibandingkan dengan AC-BC. Disamping trichloro-ethylene, dan bersifat tidak mudah sebagai pendukung beban lalu lintas, lapisan menguap serta lunak secara bertahap jika ini mempunyai fungsi utama sebagai dipanaskan. (Kreb, R.D. dan Walker, R.D., pelindung konstruksi dibawahnya dari 1971). kerusakan akibat pengaruh air dan cuaca, sebagai lapisan aus dan menyediakan II.5 Karakteristik Beton Aspal permukaan jalan yang rata dan tidak licin (Bina 1. Stabilitas (Stability), adalah kemampuan Marga Dept. PU.,1987). Jurnal Teknik Sipil UBL, Volume 3 Nomor 1, April 2012 205

. II.7 Penelitian yang Pernah Dilakukan paling panjang. Kemudian secara umum Ari Haidriansyah (2006) menguraikan campuran yang memenuhi semua hasil hasil penyelidikan laboratorium terhadap pengujian (Marshall Test, Marshall Immersion empat campuran yang berbeda dari dua jenis Test, dan Fatigue Test) adalah campuran GBF2 gradasi campuran Laston Lapis Aus - 2 (AC- (gradasi di bawah kurva Fuller, filler semen). WC) menggunakan metode Kepadatan Mutlak. Setiap gradasi menggunakan 2 (dua) jenis filler III. Metodologi Penelitian yang berbeda yaitu filler abu batu (GAF1 dan GBF1) dan filler semen (GAF2 dan GBF2). III.1 Umum Berdasarkan hasil pengujian kelelahan, Dalam penelitian ini, pengujian bahan campuran GBF2 (gradasi di bawah kurva bahan dilakukan dengan menggunakan Fuller, filler semen) memberikan kinerja yang prosedur SNI, AASHTO, ASTM, dan BS. paling baik yaitu dengan umur kelelahan yang Mulai Studi Pendahuluan 1. Latar Belakang 2. Tujuan Penelitian 3. Tinjauan Pustaka Pemilihan dan Persiapan Material (Agregat, Filler, dan Aspal) Pengujian Agregat 1. Berat Jenis Bulk 2. Berat Jenis SSD 3. Berat Jenis Apparent 4. Penyerapan Air 5. Abrasi dengan Mesin Los Angeles 6. Kelekatan Agregat Terhadap Aspal 7. Indeks Kepipih an 8. Indeks Kelojongan 9. Material Lolos Saringan No. 200 Pengujian Filler 1. Berat Jenis 2. Material Lolos Saringan No. 200 Pengujian Aspal 1. Penetrasi, 25 0 C, 100 gr, 5 detik 2. Titik Lembek 3. Titik Nyala 4. Daktilitas 5. Berat Jenis 6. Kelarutan dalam Trichloro Ethlyen 7. Penurunan Berat (dengan TFOT) 8. Penetrasi Setelah Penurunan Berat 9. Daktilitas Setelah Penurunan Berat Tidak Tidak Ya Memenuhi Spesifikasi? Penyiapan Gradasi Laston Lapis Aus 2 ( AC WC ) Memenuhi Spesifikasi? Ya Pembuatan Laston ( AC-WC) dengan 2 (Dua) Variasi Gradasi dan 2 (Dua) Macam Filler 1. Tipe 1 (GAF 1) : Di Atas Kurva Fuller Menggunakan Filler Abu Batu 2. Tipe 2 (GAF2) : Di Atas Kurva Fuller Menggunakan Filler Semen 3. Tipe 3 (GBF1) : Di Bawah Kurva Fuller Menggunakan Filler Abu Batu 4. Tipe 4 (GBF 2) : Di Bawah Kurva Fuller Menggunakan Filler Semen 5. Penentuan Kadar Asp al Optimum (KAO) dengan Metode Marshall dan Metode Kepadatan Mutlak Pengujian Perendaman Marshall Pengujian Wheel Tracking Analisis Data Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3.1 Bagan Alir Kegiatan Penelitian Kinerja Laboratorium Campuran Laston Lapis Aus-2 (AC-WC) Dengan Variasi Gradasi Dan Filler Menggunakan Batuan Dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan 1 2 Provinsi Lampung (Lilies Widojoko, Baheram ) 206

III.2 Pengujian Material Agregat Kasar Fraksi agregat kasar untuk perencanaan ini adalah agregat yang tertahan di atas saringan 2,36 mm atau saringan No.8. Tabel 3.1 Pengujian dan Persyaratan Agregat Kasar No. Karakteristik Metode Pengujian Persyaratan 1. Berat jenis kering (bulk) AASHTO T-85-81 - 2. Berat jenis kering permukaan (SSD) AASHTO T-85-81 - 3. Berat jenis semu (apparent) AASHTO T-85-81 - 4. Penyerapan air SNI 1969-1989 Maks. 3% 5. Abrasi dengen mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40% 6. Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Maks. 95% 7. Indeks kepipihan ASTM D-4791 Maks. 25% 8. Indeks kelonjongan ASTM D-4791 Maks. 10% 9. Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1% III.3 Pengujian Material Agregat Halus Agregat halus dari masing-masing sumber harus terdiri atas pasir alam atau hasil pemecah batu dan harus disediakan dalam ukuran nominal maksimum 2,36 mm. Tabel 3.2 Pengujian dan Persyaratan Agregat Halus III.4 Pengujian Material Bahan Pengisi (Filler) Bahan pengisi harus bebas dari semua bahan yang tidak dikehendaki. Bahan pengisi yang ditambahakan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan. 3.3 Pengujian dan Persyaratan Bahan Pengisi (Filler) III.5 Pengujian Material Aspal Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal penetrasi 60/70 sesuai yang diisyaratkan dalam spesifikasi. Tabel 3.4 Pengujian dan Persyaratan Aspal Pen. 60/70 Jurnal Teknik Sipil UBL, Volume 3 Nomor 1, April 2012 207

III.6 Penyiapan Gradasi Campuran Bila garis gradasi agregat berada di atas Penetapan gradasi yang akan digunakan kurva Fuller maka akan didapatkan gradasi dengan memperhatikan persyaratan gradasi halus dimana dengan jumlah fraksi agregat dan terget rongga udara yang akan dicapai. halus lebih besar dapat mengisi rongga antar Penentuan proporsi pemakaian masing- agregat kasar. Sebaliknya gradasi kasar akan masing fraksi agregat dilakukan dengan cara didapatkan bila gradasi terletak di bawah kurva coba-coba dan dibandingkan hasilnya dengan Fuller. gradasi yang diisyaratkan. Tabel 3.5 Prosentase Lolos Agregat Persaringan Untuk Gradasi Di Atas Kurva Fuller (GAF) Tabel 3.6 Prosentase Lolos Agregat Persaringan Untuk Gradasi Di Bawah Kurva Fuller (GBF) Kinerja Laboratorium Campuran Laston Lapis Aus-2 (AC-WC) Dengan Variasi Gradasi Dan Filler Menggunakan Batuan Dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan 1 2 Provinsi Lampung (Lilies Widojoko, Baheram ) 208

Gambar 3.3 Gradasi Di Atas Kurva Fuller (GAF) Gambar 3.4 Gradasi Di Bawah Kurva Fuller (GBF) Jurnal Teknik Sipil UBL, Volume 3 Nomor 1, April 2012 209

III.7 Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak III.8 Pengujian Perendaman Marshall Analisa Marshall dan Kepadatan Mutlak (Marshall Immersion) digunakan untuk mengidentifikasi KAO, Pengujian ini diharapkan dapat yaitu kadar aspal di dalam rentang yang memberikan indikasi akan kerentanan memenuhi semua kriteria rancangan sempurna. (suspectibility) campuran terhadap pengaruh Pengujian standar terhadap benda uji suhu, cuaca, dan air. Pada pengujian ini dibuat disiapkan sesuai dengan prosedur yang dua benda uji untuk tiap tipe campuran. Satu ditentukan dalam SNI 06-2489-1991. Pada benda uji pertama direndam dalam air pada 0 pengujian dengan alat Marshall, tiga benda uji suhu 60 C selama 24 jam dan lakukan untuk masing-masing kadar aspal disiapkan pengujian Marshall, kemudian sisa benda uji pada lima kadar aspal, yaitu -1,0%, -0,5%, dilakukan pengujian Marshall standar. Pb% (perkiraan KAO), +0,5%, dan +1% Perbandingan nilai stabilitas rendaman dengan terhadap berat total campuran. stabilitas standar tersebut adalah nilai Indeks Pemadatan untuk kondisi lalu lintas berat, Kekuatan Sisa (Marshall Index of Retained dilakukan penumbukan sebanyak 75 kali Strength) yang dinyatakan dalam persen. dengan menggunakan penumbuk Marshall. Setelah grafik hubungan antara karakteristik III.9 Pengujian Wheel Tracking Marshall (stabilitas, kelelehan, hasil bagi Pengujian ini diharapkan memberikan Marshall (MQ), VIM, VMA, dan VFA) dengan informasi mengenai ketahanan dari suatu kadar aspal diperoleh, langkah selanjutnya campuran perkerasan terhadap deformasi adalah menentukan kadar aspal untuk permanen atau alur. Pengujian ini dilakukan pembuatan benda uji PRD. Kadar aspal yang menggunakan alat uji wheel tracking machine digunakan untuk benda uji PRD ini adalah (WTM). Pelaksanaan pengujian dilaksanakan 0 kadar aspal yang memberikan nilai VIM pada suhu 60 C dengan memberikan tekanan 2 Marshall 6% dan 0,5% di atas dan di bawah permukaan sebesar 6,4 ± 0,15 kg/cm yang benda uji kadar aspal tersebut. Benda uji setara dengan beban sumbu tunggal roda 8,16 kemudian dipadatkan dalam cetakan (mold), ton sebanyak 1260 siklus dalam 1 jam pada 21 dengan pemadat getar (BS 598 Part 104, 1989), siklus (42 lintasan permenit). Dari pengujian atau dengan pemadat Marshall sebanyak 400 didapatkan grafik hubungan waktu dan tumbukan untuk masing-masing sisi pada deformasi serta nilai stabilitas dinamis (DS) & cetakan 102 mm (4 inchi). Hasil pengujian laju deformasi (RD). VIM Refusal kemudian disatukan dengan grafik hubungan antara VIM Marshall dengan IV. Penyajian Data dan Analisis kadar aspal. Selanjutnya dilakukan analisis untuk medapatkan KAO yang memenuhi IV.1 Penyajian Data dan Pembahasan semua kriteria campuran. Hasil Pengujian Sifat Fisik Agregat Tabel 4.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat No. Karakteristik Metode Persyaratan Hasil Satuan Keterangan Pengujian Pengujian Agregat Kasar 1. Berat Jenis AASHTO T- - 2,592 - - Bulk 85-81 2. Berat Jenis SSD AASHTO T- - 2,637 - - 85-81 3. Berat Jenis Apparent AASHTO T- 85-81 - 2,713 - - Kinerja Laboratorium Campuran Laston Lapis Aus-2 (AC-WC) Dengan Variasi Gradasi Dan Filler Menggunakan Batuan Dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan 210 1 2 Provinsi Lampung (Lilies Widojoko, Baheram )

4. Penyerapan Air SNI 1969-1989 5. Abrasi dengan SNI 03-2417- Mesin Los 1991 Angeles 6. Indeks ASTM D- Kepipihan 4791 7. Indeks ASTM D- Kelonjongan 8. Material Lolos Saringan No. 200 Agregat Halus 1. Berat Jenis Bulk 4791 SNI 03-4142- 1996 AASHTO T- 85-81 2. Berat jenis SSD AASHTO T- 85-81 3. Berat jenis AASHTO T- Apparent 85-81 4. Penyerapan Air SNI 1969-1989 5. Material Lolos SNI-03-4428- Saringan No. 1997 200 d 3% 1,709 % Memenuhi d 40% 11,75 % Memenuhi d 25% 16,33 % Memenuhi d 10% 7,75 % Memenuhi d 1% 0,28 % Memenuhi - 2,588 - - - 2,635 - - - 2,717 - - d 3% 1,843 % Memenuhi d 8% 2,36 % Memenuhi lonjong dan hal tersebut kurang disukai dalam struktur perkerasan jalan karena sifatnya mudah patah dan dapat mempengaruhi gradasi agregat dan interlocking antar agregat. Secara keseluruhan pengujian terhadap sifat- sifat fisik agregat kasar dan halus yang berasal Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung telah memenuhi standar spesifikasi SNI, AASHTO, dan ASTM. Agregat secara umum mempunyai nilai abrasi (keausan) yang cukup kecil yaitu sebesar 11,75% sehingga agregat ini tidak mudah hancur atau pecah dan akan menghasilkan lapisan yang kuat. Namun nilai berat jenis-nya cukup besar sehingga agregat tersebut akan menyerap aspal yang besar dan tidak ekonomis. Kemudian nilai indeks kepipihan dan kelonjongan cukup besar pula yaitu 16,33% dan 7,25%, sehingga bentuk agregat yang dihasilkan terlalu pipih dan IV.2 Penyajian Data dan Pembahasan Hasil Pengujian Sifat Fisik Filler Tabel 4.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Bahan Pengisi (Filler) No. Karakteristik Metode Pengujian Abu Batu 1. Berat Jenis AASHTO T- 85-81 2. Material Lolos SNI 02-1994- Saringan No. 03 200 Semen Portland 1. Berat Jenis AASHTO T- 2. Material Lolos Saringan No. 200 85-81 SNI 02-1994- 03 Persyaratan Hasil Pengujian Satuan Keterangan - 2,540 - - e 70% 97,50 % Memenuhi - 2,549 - - e 70% 96,03 % Memenuhi Jurnal Teknik Sipil UBL, Volume 3 Nomor 1, April 2012 211

Secara keseluruhan pengujian terhadap sifat-sifat fisik bahan pengisi (filler) abu batu yang berasal Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung dan semen portland telah memenuhi standar spesifikasi SNI maupun AASHTO. IV.3 Penyajian Data dan Pembahasan Hasil Pengujian Sifat Fisik Aspal Tabel 4.3 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Aspal Shell Pen. 60/70 Kinerja Laboratorium Campuran Laston Lapis Aus-2 (AC-WC) Dengan Variasi Gradasi Dan Filler Menggunakan Batuan Dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung (Lilies Widojoko1, Baheram2 ) 212

Secara keseluruhan pengujian terhadap sifat- 1. Tipe 1 (GAF1) Gradasi di atas kurva sifat fisik aspal Shell pentrasi 60/70 telah Fuller, filler abu batu, memenuhi standar spesifikasi SNI maupun 2. Tipe 2 (GAF2) Gradasi di atas kurva AASHTO aspal penetrasi 60/70. Fuller, filler semen portland, 3. Tipe 3 (GBF1) Gradasi di bawah kurva IV.4 Hasil dan Pembahasan Pengujian Fuller, filler abu batu, Marshall dan Kepadatan Mutlak 4. Tipe 4 (GBF2) Gradasi di bawah kurva Tipe campuran yang digunakan berdasarkan Fuller, filler semen portland. jenis gradasi dan filler adalah sbb : IV.5 Penyajian Data Hasil Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak Campuran Tipe 1 (GAF1) Gambar 4.1 Hasil PengujianCampuran Tipe 1 (GAF1) Dari Gambar 4.1 di atas didapatkan Nilai KAO untuk Campuran Tipe 1 (GAF1) yaitu KAOMr = 6,20% dan KAORef = 5,75%. Jurnal Teknik Sipil UBL, Volume 3 Nomor 1, April 2012 213

IV.6 Penyajian Data Hasil Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak Campuran Tipe 2 (GAF2) Gambar 4.2 Hasil Pengujian Campuran Tipe 2 (GAF2) Dari Gambar 4.2 di atas didapatkan Nilai KAO untuk Campuran Tipe 2 (GAF2) yaitu KAOMr = 6,15% dan KAORef = 5,50%. Kinerja Laboratorium Campuran Laston Lapis Aus-2 (AC-WC) Dengan Variasi Gradasi Dan Filler Menggunakan Batuan Dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan 1 2 Provinsi Lampung (Lilies Widojoko, Baheram ) 214

IV.7 Penyajian Data dan Pembahasan Hasil Pengujian Marshall Campuran Tipe 3 (GBF1) Gambar 4.3 Hasil Pengujian Campuran Tipe 3 (GBF1) Dari Gambar 4.3 di atas didapatkan Nilai KAO untuk Campuran Tipe 3 (GBF1) yaitu KAOMr = 5,80% dan KAORef = 5,45%. Jurnal Teknik Sipil UBL, Volume 3 Nomor 1, April 2012 215

IV.8 Penyajian Data dan Pembahasan Hasil Pengujian Marshall Campuran Tipe 4 (GBF2) Gambar 4.4 Hasil Pengujian Campuran Tipe 4 (GBF2) Dari Gambar 4.4 di atas didapatkan Nilai KAO untuk Campuran Tipe 4 (GBF2) yaitu KAOMr = 5,75% dan KAORef = 5,30%. Kinerja Laboratorium Campuran Laston Lapis Aus-2 (AC-WC) Dengan Variasi Gradasi Dan Filler Menggunakan Batuan Dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan 1 2 Provinsi Lampung (Lilies Widojoko, Baheram ) 216

IV.9 Pembahasan Hasil Pengujian Marshall Dari Seluruh Tipe Campuran Pada GAF1 penurunan KAO akibat kepadatan mutlak adalah sebesar 0,45%, untuk GAF2 sebesar 0,65%, untuk GBF1 sebesar 0,40%, dan untuk GBF2 sebesar 0,45%. Gambar 4.5 Perbandingan Nilai Kadar Aspal Optimum Campuran Gambar 4.6 Perbandingan Nilai Kepadatan Terhadap Perubahan Kadar Aspal Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa GAF mempunyai nilai kepadatan yang lebih besar dibandingan dengan GBF dikarenakan pada GAF1 dan GAF2 mempunyai gradasi yang lebih rapat dan halus jika dibandingkan dengan campuran GBF1 dan GBF2 mengakibatkan volume rongga yang ada dalam GAF lebih kecil dibandingkan dengan volume rongga yang ada dalam GBF. Untuk GAF, komposisi agregat kasar, halus, dan filler adalah : 57,13%, 34,94%, dan 7,93%, sedangkan untuk campuran GBF adalah 66,05%, 28,08%, dan 5,87%. Diagram Campuran yang menggunakan filler semen, penurunan KAO akibat kepadatan mutlak lebih besar dibandingkan dengan campuran yang menggunakan filler abu batu. Hal ini menunjukkan bahwa campuran yang menggunakan filler semen lebih padat dibandingkan dengan campuran yang menggunakan filler abu batu. proporsi fraksi agregat pada masing-masing Nilai KAO yang lebih kecil dari campuran campuran diperlihatkan pada Gambar 4.7. yang menggunakan filler semen dibandingkan dengan campuran yang menggunakan filler abu batu berkaitan dengan sifat fisik dan berat jenis. Tingkat kepadatan yang lebih tinggi dari campuran filler semen disebabkan oleh ukuran butiran semen yang sangat halus. Dengan demikian, campuran yang mengunakan semen sebagai filler membutuhkan aspal lebih sedikit karena adanya batasan volume rongga dan lebih ekonomis. IV.10 Kepadatan (Density) Pada GAF1 diperoleh nilai kepadatan maksimum pada kadar aspal 6,2%, GAF2 pada kadar aspal 6,1%, GBF1 pada kadar aspal 5,8%, dan GBF2 pada kadar aspal 5,6%. Kemudian pada kadar aspal yang sama, GAF2 Gambar 4.7 Proporsi Fraksi Agregat Pada mempunyai nilai kepadatan yang paling baik. Masing-Masing Campuran Jurnal Teknik Sipil UBL, Volume 3 Nomor 1, April 2012 217

Campuran yang menggunakan filler semen (GAF2 dan GBF2) mempunyai nilai Dari Gambar 4.8 terlihat bahwa GBF1 kepadatan yang lebih besar dibanding dengan dan GBF2 yang mempunyai gradasi yang lebih yang menggunakan filler abu batu (GAF1 dan kasar dibandingkan GAF1 dan GAF2 GBF1). Tingginya kepadatan pada campuran memberikan nilai VIM yang lebih kecil. Hal yang menggunakan filler semen jika ini disebabkan campuran yang bermatrik kasar dibandingkan dengan campuran yang mempunyai sifat lebih sulit dipadatkan menggunakan filler abu batu dipengaruhi oleh daripada campuran yang bermatrik lebih halus. komposisi fraksi agregat di dalam gradasinya. Jadi dalam hal ini kurangnya kepekaan GBF Jika ditinjau dari ukuran partikel, filler semen terhadap pemadatan disebabkan campuran ini lebih halus jika dibandingkan dengan filler GBF lebih sulit dipadatkan daripada GAF atau abu batu. Keadaan yang lebih dominan yang dengan kata lain GBF mempunyai terjadi dalam campuran dikarenakan ukuran k e m a m p u a n u n t u k d i p a d a t k a n butir filler semen ini lebih kecil sehingga filler (kompresibilitas) lebih rendah daripada GAF. semen ini mampu mengisi rongga-rongga Kemudian dari Gambar 4.8 juga terlihat pada dalam campuran sampai kepada rongga- kadar aspal yang sama, campuran yang rongga yang terkecil yang menyebabkan menggunakan filler abu batu (GAF1 dan campuran yang menggunakan semen sebagai GBF1) mempunyai nilai VIM yang lebih kecil filler menjadi lebih padat. dibandingkan campuran yang menggunakan filler semen (GAF2 dan GBF2). Hal ini IV.11 VIM (Voids In The Mix) disebabkan bahwa campuran yang mengunakan filler abu batu mempunyai rongga lebih besar rongga untuk ekpansi aspal akibat pemadatan dibandingkan dengan campuran yang menggunakan filler semen. Pengaruh variasi gradasi dan penggunaan semen sebagai filler juga berpengaruh pada kepadatan mutlak campuran. Kepadatan Mutlak sebagai simulasi dari pemadatan lanjutan oleh lalu lintas ditunjukkan dengan berubahnya nilai rongga dalam campuran. VIM pada pemadatan standar (Marshall 2 x 75 tumbukan) akan berkurang nilainya akibat pemadatan refusal (pemadatan dengan alat getar listrik setara Marshall 2 x 400 tumbukan). Gambar 4.8 Perbandingan Nilai VIM Terhadap Perubahan Kadar Aspal Tabel 4.8 Perbandingan Persentase Penurunan VIM Kadar Aspal 4,7 5,1 5,2 5,6 5,7 6,1 Rata-Rata Penurunan Campuran GAF1 43,40 39,89 32,85 38,71 Penurunan Campuran GAF2 44,49 46,87 25,13 38,83 Penurunan Campuran GBF1 39,39 36,14 31,86 35,80 Penurunan Campuran GBF2 44,46 40,26 35,35 40,02 Kinerja Laboratorium Campuran Laston Lapis Aus-2 (AC-WC) Dengan Variasi Gradasi Dan Filler Menggunakan Batuan Dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan 1 2 Provinsi Lampung (Lilies Widojoko, Baheram ) 218

Untuk GBF2 penurunan yang terjadi campuran yang menggunakan filler semen adalah yang paling besar yaitu sebesar rata-rata (GAF2 dan GBF2), nilai VMA lebih kecil 40,02%, lalu GAF1 sebesar rata-rata 38,71%, dibandingkan campuran yang menggunakan kemudian GAF2 sebesar rata-rata 38,83%, dan filler abu batu (GAF1 dan GBF1), sehingga GBF1 sebesar rata-rata 35,80%. Dari data KAO campuran yang menggunakan filler tersebut dapat dilihat bahwa n GBF yang semen lebih kecil dikarenakan ruang yang bermatrik kasar tingkat penurunan rata-rata tersedia untuk aspal lebih kecil dibandingkan nilai VIM relatif lebih besar jika dibandingkan campuran yang menggunakan filler abu batu. dengan tingkat penurunan rata-rata nilai VIM yang terjadi pada GAF. Hal ini disebabkan IV.13 VFA (Voids Filled With Asphalt) jumlah rongga yang tersedia dalam GBF lebih besar daripada GAF sehingga GBF akan lebih peka terhadap pemadatan tambahan. Kemudian pada campuran yang menggunakan semen sebagai filler (GAF2 dan GBF2), penurunan nilai VIM lebih besar daripada filler abu batu (GAF1 dan GBF1). Dengan demikian gradasi yang memakai filler semen akan cenderung rapuh, mempunyai kecendrungan retak secara dini, dan kemungkinan terjadi pengelupasan partikel. IV.12 VMA (Voids In The Mineral Aggregate) Gambar 4.11 Perbandingan Nilai VFA Terhadap Perubahan Kadar Aspal Dari Gambar 4.11 terlihat bahwa seiring penambahan kadar aspal, nilai VFA juga akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan peningkatan kadar aspal yang menyebabkan rongga dalam campuran yang dapata diisi aspal juga semakin meningkat. GAF yang mempunyai nilai VIM dan VMA yang lebih kecil akan memberikan nilai VFA konsisten lebih besar daripada GBF. Artinya apabila dengan kadar aspal yang sama, diisikan ke Gambar 4.10 Perbandingan Nilai VMA dalam rongga yang terdapat pada campuran, Terhadap Perubahan Kadar Aspal maka jumlah rongga yang dapat diisi oleh aspal lebih banyak adalah campuran GAF. Demikian Perbandingan nilai VMA antara GAF dan juga pengaruh penggunaan semen sebagai GBF terhadap perubahan kadar aspal yang filler, maka untuk campuran yang disajikan pada Gambar 4.10 menunjukkan menggunakan filler semen (GAF2 dan GBF2) bahwa campuran GAF dengan kepadatan yang akan mempunyai nilai VFA yang lebih besar lebih tinggi daripada GBF akan memberikan dibandingkan dengan campuran yang nilai VMA yang konsisten lebih kecil. Hal ini menggunakan filler abu batu (GAF1 dan disebabkan karena GAF memiliki gradasi GBF1) pada campuran yang sama karena nilai yang lebih halus sehingga campuran GAF VIM dan VMA pada campuran dengan filler gradasinya lebih rapat daripada GBF. Pada semen lebih kecil. Jurnal Teknik Sipil UBL, Volume 3 Nomor 1, April 2012 219

IV.14 Stabilitas (Stability) IV.15 Kelelehan (Flow) Gambar 4.12 Perbandingan Nilai Stabilitas Terhadap Perubahan Kadar Aspal Pada Gambar 4.12 dapat dilihat bahwa akibat perubahan kadar aspal dalam campuran, akan menaikkan nilai stabilitas sampai kadar aspal tertentu kemudian nilai stabilitas akan menurun. Hal ini menunjukkan adanya nilai maksimum stabilitas. Pada kadar aspal yang sama, GAF1 mempunyai stablitas tertinggi sedangkan GBF2 mempunyai stablitas terendah. GAF mempunyai nilai stabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan GBF, hal ini dikarenakan GAF bermatrik lebih halus jika dibandingkan GBF, artinya GAF mempunyai jumlah agregat halus lebih banyak. Sesuai dengan fungsi agregat halus, yaitu untuk menambah stabilitas campuran dengan mengisi rongga antar butir agregat kasar sehingga memperkokoh sifat saling mengunci (interlocking). Stabilitas pada campuran yang menggunakan filler semen lebih tinggi dibandingkan dengan filler abu batu. Hal ini disebabkan karena kadar aspal pada filler abu batu lebih banyak dibandingkan dengan filler semen dimana kadar aspal yang makin tinggi menyebabkan selimut aspal menjadi semakin tebal dan campuran yang menggunakan filler abu batu menjadi lebih lunak. Gambar 4.13 Perbandingan Nilai Kelelehan Terhadap Perubahan Kadar Aspal Dari Gambar 4.13, GBF mempunyai nilai kelelehan relatif lebih besar dibandingkan GAF, hal ini menunjukkan bahwa GBF mempunyai daya tahan terhadap deformasi lebih baik daripada GAF. Pada jenis gradasi yang sama campuran yang menggunakan abu batu sebagai filler mempunyai nilai kelelahan yang lebih besar dibandingkan dengan campuran dengan filler semen. Hal ini menunjukkan bahwa campuran yang menggunakan filler abu batu mempunyai daya tahan deformasi lebih baik daripada campuran menggunakan filler semen. Hal ini disebabkan karena kandungan aspal pada filler abu batu lebih banyak dibandingkan filler semen sehingga nilai kelelehannya tinggi. Kemudian campuran yang menggunakan abu batu sebagai filler peka terhadap perubahan kelelehan akibat perubahan kadar aspal, dilihat dari Gambar 4.13 bahwa campuran yang menggunakan abu batu sebagai filler mempunyai kemiringan kurva yang lebih tajam. Kinerja Laboratorium Campuran Laston Lapis Aus-2 (AC-WC) Dengan Variasi Gradasi Dan Filler Menggunakan Batuan Dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan 1 2 Provinsi Lampung (Lilies Widojoko, Baheram ) 220

IV.16 Marshall Quotient (MQ) Gambar 4.14 Perbandingan Nilai MQ Terhadap Perubahan Kadar Aspal Dari Gambar 4.16 dapat dilihat bahwa campuran GAF yang menggunakan filler semen mempunyai nilai IKS lebih besar jika dibandingkan dengan campuran menggunakan filler abu batu. Nilai IKS GAF, untuk GAF2 sebesar 93,07% lebih tinggi 6,52% dari IKS GAF1 yang sebesar 86,55%. GAF2 mempunyai kadar aspal yang rendah sehingga rentan terhadap pengelupasan butir dan oksidasi. Namun GAF2 mempunyai kepadatan yang lebih tinggi dibanding GAF1. Kepadatan yang tinggi atau nilai VIM yang kecil dapat mengurangi infiltrasi air maka kepadatan menjadi faktor yang paling utama dalam mempertahankan stabilitas. GBF yang menggunakan semen sebagai filler mempunyai nilai IKS lebih kecil jika dibandingkan dengan campuran menggunakan filler abu batu. Nilai IKS GBF, untuk GBF2 sebesar 87,00% lebih kecil 1,16% dari IKS GBF1 yang sebesar 85,84%. Hal ini disebabkan karena pada GBF2 mempunyai kadar aspal yang rendah sehingga rentan terhadap pengelupasan butir dan oksidasi yang disebabkan oleh pengaruh air dan temperatur. Dari Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa GAF mempunyai nilai kekakuan lebih besar daripada GBF, selain itu kurva yang terbentuk juga menunjukkan bahwa nilai kekakuan GAF sangat peka terhadap perubahan kadar aspal atau dengan kata lain kekakuan GAF sangat dipengaruhi kadar aspal yang diberikan pada campuran tersebut. Kondisi sebaliknya terjadi pada GBF, dimana campuran ini memiliki nilai IV.18 Hasil dan Pembahasan Pengujian kekakuan lebih kecil daripada GAF. Wheel Tracking Pengaruh penggunaan filler semen menyebabkan nilai MQ menjadi lebih besar dibandingkan dengan filler abu batu. Hal ini sejalan dengan nilai stabilitas dan kelelehan dari masing-masing campuran. IV.17 Hasil dan Pembahasan Pengujian Perendaman Marshall Gambar 4.18 Perbandingan Nilai Stabilitas Dinamis (DS) Dari Gambar 4.18 dapat dilihat bahwa GAF mempunyai nilai stabilitas dinamis (DS) lebih besar jika dibandingkan dengan GBF dan campuran yang menggunakan filler abu batu lebih besar jika dibandingkan dengan Gambar 4.16 Perbandingan Nilai Indeks campuran yang menggunakan filler semen. Kekuatan Sisa (IKS) Nilai DS terbesar yaitu GAF1 sebesar 6300,0 Jurnal Teknik Sipil UBL, Volume 3 Nomor 1, April 2012 221

lintasan/mm, lalu GAF2 sebesar 4500,0 dibandingkan dengan campuran yang lintasan/mm, lalu GBF1 sebesar 4200,0 menggunakan filler abu batu (GAF1 dan lintasan/mm, dan yang terkecil yaitu GBF2 GBF1). Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 3000,0 lintasan/mm. campuran yang menggunakan filler semen Dari data tersebut dapat disimpulkan lebih padat dibandingkan dengan bahwa GAF1 yang mempunyai nilai stabilitas campuran yang menggunakan filler abu dinamis (DS) yang paling besar mampu batu dilewati sebanyak 6300 lintasan untuk 4. Variasi gradasi dan filler pada campuran membuat alur 1 mm pada perkerasan memberikan karakteristik Marshall merupakan campuran yang paling baik berbeda. Pada GAF yaitu gradasi yang menerima beban dinamis. Hal ini disebabkan lebih rapat, penambahan semen sebagai campuran perkerasan tersebut memberikan filler menyebabkan campuran menjadi peluang nilai stabilitas yang paling optimal rawan terhadap batasan volumetrik dibandingkan dengan campuran lainnya. campuran. Kepadatan campuran menjadi lebih besar dibandingkan dengan V. Kesimpulan dan Saran campuran yang menggunakan filler abu batu. Hal ini membuat rentang untuk V.1 Kesimpulan parameter volumetrik (VIM, VMA, dan 1. Agregat kasar dan halus yang berasal dari VFA) menjadi sempit dalam penentuan Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung nilai KAO. Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Sedangkan pada campuran GBF, Lampung dapat digunakan sebagai bahan penambahan semen sebagai filler campuran aspal panas karena telah menyebabkan campuran rawan terhadap memenuhi standar spesifikasi. Hal ini batasan parameter empiris campuran ditunjukkan dengan hasil pengujian nilai (stabilitas, kelelehan, dan MQ). penyerapan air, nilai abrasi, indeks 5. Dari pengujian perendaman Marshall kepipihan dan kelonjongan, serta material 0 selama 24 jam pada suhu 60 C, ketahanan lolos saringan No. 200 yang telah atau keawetan terhadap pengaruh air dan memenuhi spesifikasi SNI, AASHTO, dan perubahan temperatur GAF2 lebih baik ASTM. jika dibandingkan campuran lainnya. Nilai 2. Aspal Shell pen. 60/70 yang digunakan IKS terbesar yaitu GAF2 sebesar 93,07%, sebagai bahan campuran aspal panas telah lalu GAF1 sebesar 89,55%, kemudian memenuhi standar spesifikasi SNI dan GBF1 sebesar 87,00%, dan GBF1 sebesar AASHTO aspal pen. 60/70. 85,84%. 3. Nilai KAOMr dan KAORef untuk masing- Hal ini disebabkan karena nilai kepadatan masing campuran berbeda dan nilai yang lebih tinggi tinggi pada GAF2 KAORef lebih kecil dari KAOMr. Ini dibandingkan GAF1, dan GBF2 terjadi karena VIMRef membatasi rentang mempunyai kadar aspal lebih rendah aspal pada penentuan KAORef. Untuk daripada GBF1 sehingga rentan terhadap campuran yang menggunakan filler abu pengelupasan butir dan oksidasi yang batu, nilai KAOMr dan KAORef masing- disebabkan oleh pengaruh air dan masing adalah 6,20% dan 5,75% (GAF1), temperatur. kemudian 5,80% dan 5,40% (GBF1). 6. Dari pengujian wheel tracking pada suhu 0 Untuk campuran yang menggunakan filler 45 C dengan beban 8,16 Ton selama 1260 semen, nilai KAOMr dan KAORef siklus roda dalam 1 jam pada 21 siklus (42 masing-masing adalah 6,15% dan 5,50% lintasan) per menit, GAF1 adalah (GAF2), kemudian 5,75% dan 5,50% campuran yang paling baik menerima (GBF2). pemadatan sekunder dan perubahan Campuran yang menggunakan filler bentuk (deformasi) (nilai DS sebesar semen (GAF2 dan GBF2), penurunan 6300,0 lintasan/mm dan nilai RD sebesar KAO akibat kepadatan mutlak lebih besar 0,0707 mm/menit), kemudian GAF2, lalu Kinerja Laboratorium Campuran Laston Lapis Aus-2 (AC-WC) Dengan Variasi Gradasi Dan Filler Menggunakan Batuan Dari Desa Tanjungratu Kecamatan Ketibung Kabupaten Lampung Selatan 1 2 Provinsi Lampung (Lilies Widojoko, Baheram ) 222

GBF1, dan GBF2. Anonim. 1999. Departemen Permukiman dan Hal ini disebabkan campuran GAF1 Pengembangan Wilayah, Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan memberikan peluang nilai stabilitas yang Kepadatan Mutlak, Badan Penelitian dan paling optimal dibandingkan dengan Pengembangan Kimbangwil Pusat Penelitian campuran lainnya. dan Pengembangan Teknologi dan Prasarana Jalan. No. 023/T/BM/1999 SK. No.76/ KPTS/Db/ 1999. Bandung. V.2 Saran Anonim. 2003. Departemen Pekerjaan Umum. 1. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut lagi Campuran Beraspal Panas Buku V Spesifikasi. dengan menggunakan berbagai macam Seksi 6.3 variasi gradasi yang berbeda-beda untuk Anonim. 2004. Departemen Permukiman dan mendapatkan gradasi yang terbaik. Prasarana Wilayah, Spesifikasi Proyek. Direktorat Jendral Prasarana Wilayah. Jakarta. 2. Perlu dilakukan pengujian Marshall dan Haidriansyah, A. 2006. Kinerja Campuran Laston Lapis Kepadatan Mutlak yang lebih teliti lagi Aus (AC-WC) Terhadap Flexure Fatigue Test dengan cara menambah jumlah benda uji dengan Variasi Gradasi dan Filler Memakai ataupun menggunakan alat pemadat getar Batuan dari Mukomuko - Bengkulu. Tesis Magister. Program Studi Magister Sistem dan listrik. Teknik Jala Raya. Institut Teknologi Bandung. 3. Perlu dilakukan pengujian rendaman Bandung. 92 halaman. Marshall yang lebih teliti lagi dengan cara Harold N. Atkins. 1997. Highway Materials, Soils and th menambah jumlah benda uji serta waktu Concretes. 3 Edition Prentice Hall. New Jersey. perendaman yang lebih bervariasi. Kerbs, R.D. and Walker, R.D. 1971. Highway Materials. McGraw Hill. New York. 4. Perlu dilakukan pengujian wheel tracking Shell Bitumen. 1990. The Shell Bitumen Hand Book. Shell yang lebih teliti lagi dengan cara Bitumen UK. UK. menambah jumlah benda uji serta variasi SHRP. 1990. Summary Report on Fatigue Response of suhu pengujian. Asphalt Mixtures. SHRP-A.IR-90-011. Strategic Higway Research Program. National Reseach 5. Perlu dilakukan pengujian lanjutan untuk Council. Washington DC. mengetahui nilai kelelahan (fatigue) SHRP. 1994. Superior Performing Asphalt Pavement dengan menggunakan alat uji DARTEC. (Superpave) : The Product of the SHRP Asphalt 6. Perlu dilakukan pengujian lanjutan untuk Reseach Program. SHRP-A-410, Strategic mengetahu nilai modulus kekakuan Highway Reseach Program. National Reseach Council. Washington DC. campuran dengan menggunakan alat Standar Nasional Indonesia, SNI. 2003. Metode UMATTA. Pengujian Campuran Beraspal Panas dengan Alat Mashall, RSNI M-01-2003. Badan Standar DAFTAR PUSTAKA Nasional Indonesia. Sukirman, S. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Nova. Bandung. Anonim. 1978. The American Association of State The Asphalt Institute. 1983. Principles of Construction of Highway and Transportation Officials, Standard Hot Mix Asphalt Pavements, Manual Series No. Specifications for Transportation Materials and 22. The Asphalt Institute. Methods of Sampling and Testing, Part I The Asphalt Institute. 1982. Superpave Research and (Specifications) 15th edition. AASHTO Development of The Asphalt Institute's Thickness Publication. Washington. Design Manual (MS-1) Ninth Edition, Research Anonim. 1978. The American Association of State No. 82-2 RR-82-2. Maryland. USA. Highway and Transportation Officials, Standard The Asphalt Institute. 1996. Superpave Mix Design. Specifications for Transportation Materials and Superpave Series No. 2 (Sp-2). Lexington. Mehods of Sampling and Testing, Part II Kentucky. USA. (Methods of Sampling and Testing). AASHTO Yodee, E.J., and Witczak, M.W. 1975. Principles of Publication. Washington. Pavement Design 2nd Edition. John Wiley & Anonim. 1998. Departemen Pekerjaan Umum Sons, Inc. New York. Direktorat Jendral Bina Marga, Spesifikasi. Jakarta. Jurnal Teknik Sipil UBL, Volume 3 Nomor 1, April 2012 223