Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

dokumen-dokumen yang mirip
MA FAAT LA GSU G TERUMBU KARA G DI DESA TUMBAK KABUPATE MI AHASA TE GGARA

ISSN : Vol 3 No (1) September 2014

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI BANGKA TENGAH

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PER KAPITA DAN PELESTARIAN EKOSISTEM LAUT DI DESA BONDALEM KECAMATAN TEJAKULA KABUPATEN BULELENG

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

PANDUAN PEMANTAUAN TERUMBU KARANG BERBASIS-MASYARAKAT DENGAN METODA MANTA TOW

Kata Kunci : Pengelolaan, Terumbu karang, Berkelanjutan, KKLD, Pulau Biawak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 2:(2), Mei-Agustus 2014 ISSN:

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL

JAKARTA (22/5/2015)

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

X. ANALISIS KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Damage to Coral Reef Ecosystem Studies By Coastal Community Activity in District Sikakap Mentawai District. by: ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pelestarian Terumbu Karang untuk Pembangunan Kelautan Daerah Berkelanjutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

- 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi(

Transkripsi:

KAJIAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN TERUMBU KARANG DI DESA TUMBAK KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Ingrid Sembiring 1, Adnan S Wantasen 2, Edwin LA Ngangi 2 ABSTRACT Coral reefs in the coastal village of Tumbak an area used by the public as a source of life to fulfill their daily needs. Activities that primarily use is as a source of food and livelihood as most of the villagers through fishing activities for sale. In fact, the availability of coral reefs in the country has led to the use of excessive and damaging ecosystems not only as a source of food and fishery commodities but also its designation as a building material. The purpose of this study was (1) to find out the background of the societies in the village tumbak, (2) to find out the type of use of coral reefs that have been done by the community. Keywords : coral reefs, socio-economic. ABSTRAK Terumbu karang di pesisir pantai Desa Tumbak merupakan kawasan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber kehidupan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kegiatan pemanfaatan yang terutama adalah sebagai sumber pangan dan sebagai mata pencaharian sebagian besar penduduk desa melalui kegiatan penangkapan ikan untuk dijual. Pada kenyataannya, ketersediaan terumbu karang di desa ini telah mendorong terjadinya pemanfaatan yang berlebihan dan bersifat merusak ekosistem tidak hanya sebagai sumber pangan dan komoditi perikanan tetapi juga peruntukannya sebagai bahan bangunan. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui latar belakang sosial ekonomi masyarakat di Desa Tumbak; (2) Mengetahui jenis pemanfaatan terumbu karang yang telah dilakukan oleh masyarakat. Kata kunci : terumbu karang, sosial-ekonomi. 1 Mahasiswa Pacasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado 2 Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi PENDAHULUAN Aktivitas manusia dalam pemanfaatan terumbu karang baik langsung maupun tidak langsung seringkali merusak potensi terumbu karang itu sendiri. Fungsi terumbu karang sebagai sumber pangan dan sumber penghasilan terutama bagi masyarakat nelayan kecil dengan alat tangkap tradisional punah karena pemanfatan yang berlebihan. Upaya pengelolaan pada hakekatnya ialah proses pengontrolan terhadap tindakan manusia agar pemanfaatan sumber daya terumbu karang dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan yang ada (Ikawati et al. 2001). Sebelumnya telah ada penelitian terumbu karang di Desa Tumbak yang lebih menitikberatkan pada penilaian kondisi karang yang dilakukan oleh LSM 29

Acroporis, yang memetakan golongan karang mati dan karang hidup dalam suatu peta habitat laut di seputaran Tumbak. Penelitian yang dilakukan oleh Acroporis ini sebagai respon atas isu pemanfaatan yang bersifat destruktif terhadap terumbu karang oleh masyarakat yang ditindaklanjuti dengan usahausaha rehabilitasi kondisi terumbu karang. Sebelumnya juga Proyek Pesisir sudah melakukan penelitian mengenai kerusakan terumbu karang di Desa Tumbak yakni pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2003. Desa Tumbak Kecamatan Pusomaen Kabupaten Minahasa Tenggara Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu desa pesisir yang berjarak sekitar 100 km dari Kota Manado. Desa Tumbak mempunyai ekosistem sumber daya pesisir yang sangat penting yakni terumbu karang dan hutan bakau (mangrove), yang terluas di Kabupaten Minahasa Tenggara. Kondisi ini menempatkan Desa Tumbak sebagai daerah yang penting untuk pengelolaan sumber daya pesisir dan untuk aktivitas ekonomi sehubungan dengan penangkapan ikan di Kabupaten Minahasa Tenggara. Selama lima tahun (1998-2003) Desa Tumbak dijadikan salah satu desa binaan program Proyek Pesisir. Salah satu programnya ialah membuat Daerah Perlindungan Laut (DPL), namun seiring berakhirnya Proyek Pesisir, maka tidak ada lagi pengawasan khusus untuk DPL tersebut (Parizot, 2010). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang sosial ekonomi masyarakat di Desa Tumbak dan (2) mengetahui jenis pemanfaatan terumbu karang yang telah dilakukan oleh masyarakat. METODE Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder dan bersifat deskriptif kuantitatif. Kajian difokuskan pada kondisi sosial ekonomi masyarakat terhadap pemanfaatan fungsi terumbu karang menggunakan data hasil wawancara. Selain itu digunakan data berupa laporan penelitian LSM Acroporis dan Proyek Pesisir serta data desa. Wawancara dilakukan terhadap 80 responden mewakili 174 KK nelayan yang tercatat dalam Data Potensi Kelautan dan Perikanan Desa Tumbak (2011). Jumlah responden ditetapkan dengan menggunakan rumus Slovin (1960) in Hikmah (2002): Keterangan : N = Populasi n = Responden e = Nilai kesalahan yang ditentukan (10%). Tingkat pemanfaatan terumbu karang diduga melalui pendekatan persentase dari faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan ekosistem terumbu karang yang telah dilakukan oleh masyarakat. HASIL DAN PEMBAHASAN Masyarakat Desa Tumbak sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Sebanyak 76 kuisioner dibagikan kepada masyarakat nelayan yang sehariharinya memanfaatkan terumbu karang sebagai tempat mencari nafkah. Jumlah ini dianggap telah mewakili jumlah nelayan di Desa Tumbak yakni sebanyak 174 KK. Pengetahuan responden akan keberadaan serta fungsi terumbu karang di kawasan pesisir desa tempat tinggal mereka dapat dilihat dalam hasil olah data kuisioner yang tersaji dalam bentuk persentasi diagram pie (Gambar1-7). Diperoleh sebanyak 49% responden mengetahui manfaat keberadaan terumbu karang untuk peredam ombak, 25% responden mengetahui manfaat terumbu karang sebagai habitat ikan sehubungan dengan hasil tangkapan, 10% responden menjawab kedua manfaat tersebut, 7% mengetahui manfaat terumbu karang sebagai habitat ikan 30

selain itu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sendiri, 5% mengetahui manfaat terumbu karang sebagai peredam ombak selain itu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sendiri, 3% mengetahui manfaat terumbu karang sebagai habitat ikan, peredam ombak dan selain itu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan sendiri dan 1% merasakan manfaat terumbu karang untuk berbagai kebutuhan sendiri (Gambar 1). Dalam hal pemanfaatan, 70% responden memanfaatkan karang sebagai pondasi rumah, 9% memanfaatkan untuk bahan bangunan yakni bahan pembuat kapur, 9% memanfaatkan untuk pondasi dan jalan, 5% memanfaatkan untuk pembuatan jalan, 5% memanfaatkan untuk hiasan di rumah dan 2% memanfaatkan untuk pondasi dan hiasan (Gambar 2). Dalam hal pemahaman dampak pemanfaatan, 99% responden mengetahui bahwa jika terus-menerus mengambil karang, maka tidak ada lagi penahan gelombang dan habitat ikan tempat menangkap ikan sehingga akan mempengaruhi pendapatan dan kehidupan mereka. Hanya satu orang (1%) responden tidak memberikan jawaban (Gambar 3). Dari alasan terhadap pemanfaatan karang, 72% responden memberi alasan karena dengan biaya murah mereka bisa mendapatkan karang tersebut, 25% responden memberi alasan karena biaya murah dan jarak yang dekat dan 3% responden tidak tahu (Gambar 4). Untuk penggunaan bahan alternatif, 53% responden menjawab alternatif bahan lain untuk pondasi rumah mereka ialah batu gunung dan batu kali, 22% reponden menjawab batu pulau (batu dari pulau-pulau terdekat dari pemukiman), 11% responden menjawab kayu (untuk rumah yang dibangun di atas perairan pantai) dan 14% responden tidak tahu. Akan tetapi penggunaan alternatif bahan lain dikeluhkan karena mahalnya biaya untuk mendapatkannya (Gambar 5). Pemahaman keberadaan karang, 72% responden tahu bahwa pemanfaatan yang mereka lakukan memberi dampak negatif dalam kehidupan, tetapi karang tetap dijadikan pondasi rumah akibat ketidakmampuan masyarakat menyediakan bahan alternatif lain, 19% responden memahami bahwa pemanfaatan yang mereka lakukan tidak akan memberikan dampak bagi kehidupan dan 9% responden tidak tahu (Gambar 6). Untuk kesediaan melestarikan terumbu karang, 99% bersedia untuk melestarikan dan hanya 1% tidak tahu/ tidak memberikan jawaban (Gambar 7). Masyarakat desa sebagian besar menggunakan karang sebagai pondasi rumah karena berbagai alasan dan yang terutama karena meringankan mereka dari segi dana. Pengambilan karang merupakan aktivitas yang menyumbang kerusakan ekosistem terumbu karang baik itu sebagai pondasi ataupun bahan baku pembuatan kapur. Aktivitas pengambilan karang batu telah lama dilakukan oleh penduduk Indonesia dan karang batu yang diambil berasal dari semua jenis karang bercabang maupun masif. Karang digunakan juga sebagai hiasan. Karang diambil untuk ditempatkan dalam akuarium, dibuat hiasan atau barang lain (Kordi, 2010). Latar belakang sosial ekonomi masyarakat sehubungan dengan pemanfaatan terumbu karang dapat dilihat dari karakteristik responden. Berdasarkan hasil kuisoner kepada responden, diperoleh bahwa masyarakat memanfaatkan karang sebagai bahan bangunan, pondasi rumah, hiasan dan pembuatan jalan. Dari karakteristik responden pada Tabel 1, aspek sosial dan ekonomi yang melatarbelakangi terjadinya pemanfaatan karang ialah tingkat pendidikan yang rendah dimana lulusan SD mendominasi sebanyak 57,89%, jumlah tanggungan keluarga sebanyak 4 orang mendominasi dengan persentasi 39,47%, umur nelayan terbanyak didominasi oleh kisaran umur 41 sampai dengan 50 tahun yakni 36,84% serta penghasilan antara Rp. 600.000-1.500.000 mendominasi dengan persentasi 97,74%. Tingkat pendidikan yang rendah, jumlah 31

tanggungan keluarga, sebagian besar berusia produktif dalam pengertian kuat dan aktif secara fisik dalam melakukan kegiatan mencari nafkah dan penghasilan tergolong rendah per bulannya merupakan faktor sosial ekonomi yang mendorong terjadinya pemanfaatan karang secara berlebihan dengan tidak mengindahkan fungsi ekologis, ekonomis dan sosial dari terumbu karang. Secara umum fungsi ekologis, ekonomis dan sosial dari terumbu karang secara alami yakni sebagai habitat berbagai jenis biota laut, sebagai pelindung fisik bagi sistem pulaunya, sebagai sumber daya alam hayati dan sebagai sumber keindahan (ekowisata) Soekarno et al. (1983) in Hutomo (2012). Kegiatan pemanfaatan yang bersifat destruktif yang dilakukan masyarakat adalah pengeboman ikan yang mematikan karang sebagai habitat hidup ikan dan penambangan karang telah sejak lama dilakukan. Ekosistem terumbu karang yang sudah terlanjur rusak memerlukan waktu bertahun-tahun guna merehabilitasi dirinya dan juga diperlukan campur tangan manusia untuk mempercepat proses tersebut. Pemanfaatan sumberdaya yang ada di terumbu karang yang bersifat destruktif berpotensi memberi dampak bagi pengrusakan habitat, terutama jika menggunakan bahan peledak yang menyebabkan kematian massal biota yang hidup di terumbu karang. Kegiatan penambangan karang juga merupakan ancaman terbesar terhadap sumberdaya terumbu karang, karena laju pertumbuhan karang yang lambat sehingga karang dapat dikategorikan sebagai sumber daya yang tak terbaharui (Dahuri et al. 1996). Upaya-upaya penanganan permasalahan terumbu karang sebenarnya telah dilakukan oleh Proyek Pesisir maupun oleh LSM Acroporis di Desa Tumbak. Pemberian pendidikan lingkungan hidup dan himbauan untuk tidak mengambil batu karang telah dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Desa. Dalam dokumen Proyek Pesisir (1998) dikemukakan, pemerintah memberikan alternatif pengambilan batu untuk keperluan bahan bangunan yaitu batu gunung di Pulau Bentenan, Pulau Baling-Baling dan Pulau Punten yakni pulau-pulau terdekat desa. Selain itu masyarakat pun telah diajak untuk mengurangi atau menghentikan cara penangkapan yang merusak. Jika sampai saat ini masih ada saja praktik pengambilan karang sebagai pondasi rumah ataupun bahan bangunan walaupun dalam jumlah ataupun frekuensi yang berkurang dibandingkan tahuntahun sebelumnya hal itu dikarenakan kegiatan pengambilan karang ini telah melembaga pada individu perorangan. Adanya pemahaman bahwa terumbu karang merupakan common property resources dan bersifat open access masih melekat sehingga kesadaran untuk mempertahankan kelestarian terumbu karang tidak terbangun. Kondisi ini menyebabkan degradasi kondisi ekosistem terumbu karang di sekitar perairan desa dan menyebabkan fungsi alami terumbu karang terganggu. Pemahaman bahwa kerusakan ekosistem terumbu karang di perairan sekitar desa akan mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan yang menggantungkan hidup dari perairan di sekitarnya belum sepenuhnya dipahami. Masyarakat desa sadar sepenuhnya bahwa pengambilan karang dapat menyebabkan fungsi karang sebagai penahan gelombang menjadi hilang dan hal ini tidak menguntungkan karena lokasi desa berupa tanjung yang dikelilingi oleh air laut. Untuk itu perlu usaha yang dapat meminimalisir perilaku yang telah melembaga ini dan diharapkan dapat hilang dengan adanya program pendidikan lingkungan hidup kepada masyarakat, penguatan regulasi daerah dan regulasi desa serta pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan usaha ekonomi dari produk-produk perikanan. Hal penting yang harus ditumbuhkan ialah kesadaran dari diri sendiri untuk menjaga lingkungan hidup dalam arti merubah persepsi hubungan manusia dengan 32

lingkungannya. Suhartini (2008) mengemukakan sistem pengelolaan lingkungan hidup yang sekarang dianjurkan adalah sistem Atur Diri Sendiri (ADS) dimana hal ini tidak dalam arti mutlak namun pemerintah tetap mempunyai kewenangan untuk mengawasi dan mengatur. Beberapa hal penting dalam strategi kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 38 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang yakni mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, pemanfaatan, status hukum dan kearifan masyarakat pesisir; merumuskan dan mengkoordinasikan program-program instansi pemerintah, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, pihak swasta dan masyarakat yang diperlukan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat serta menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak-pihak pelaksana pengelola ekosistem terumbu karang. KESIMPULAN Aspek sosial yaitu dominasi tingkat pendidikan SD (58%), jumlah tanggungan keluarga 4 orang, sebagian besar nelayan berumur 41-50 tahun, serta aspek ekonomi yaitu rendahnya penghasilan sebagian besar masyarakat (Rp. 600.000 1.500.000 per bulan) menjadi faktor pendorong utama terjadinya pemanfaatan karang yang bersifat destruktif. Diversifikasi mata pencaharian alternatif diperlukan untuk meminimalisasi tekanan berlebih pada ekosistem terumbu karang. UCAPAN TERIMA KASIH Kepala Desa Tumbak dan jajarannya atas kerjasamanya selama penelitian DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011. Data Potensi Kelautan dan Perikanan Kecamatan Pusomaen Desa Tumbak 2011. Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Penerbit PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hikmah, 2002. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press. Bandung. Hutomo, 2012. Terumbu Karang dan Pengembangan Wisata Bahari yang Berkelanjutan. Puslitbang Oseanologi - LIPI. Ikawati, Yuni, P.S. Hanggarawati, H Parlan, H. Hardini dan B. Siswodihardjo, 2001. Terumbu Karang di Indonesia. Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPPIPTEK). Jakarta. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 38 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Kordi, K.M.G.H. 2010. Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Parizot Y. 2010. Empat Tahun Penelitian oleh Acroporis. Minahasa Tenggara. Proyek Pesisir, 1999. Profil serta Rencana Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Desa Bentenan dan Desa Tumbak. Proyek Pesisir Sulawesi Utara dan BAPPEDA Kabupaten Minahasa. Suhartini, 2008. Pengelolaan Lingkungan. Universitas Negeri Yogyakarta. Tulisan ini merupakan bagian dari Tesis Magister Sains Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi dari penulis pertama. Terima kasih kepada 33

Gambar 1. Pengetahuan Responden Akan Manfaat Karang Gambar 2 Peruntukan Karang oleh Responden Gambar 3. Pengetahuan Responden Mengenai Dampak Pengambilan Karang 34

Gambar 4. Alasan Pemanfaatan Karang oleh Responden Gambar 5. Alternatif Bahan Pondasi oleh Responden Gambar 6. Apakah Memanfaatkan Karang Memberi Dampak Bagi Kehidupan Responden? 35

Gambar 7. Kesediaan untuk Melestarikan Ekosistem Terumbu Karang Oleh Responden 36