BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB IV HUKUM KELUARGA

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

bismillahirrahmanirrahim

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

DAFTAR RUJUKAN. Kompilasi Hukum Islam Departemen Agama RI. Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jakarta: Wipress.

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB II. Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum Kewarisan Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum BW

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

BAB II PENGERTIAN HAK WARIS SERTA PEMBAGIAN HAK WARIS ANAK MURTAD MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

P E N E T A P A N Nomor : 13/Pdt.P/2012/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW

RESUME. HAK ISTRI BERBEDA AGAMA ATAS WASIAT WAJIBAH HARTA WARISAN SUAMINYA BERAGAMA ISLAM (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010)

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, maka. dapat disimpulkan bahwa:

1) Sebuah rumah dan tanahnya dengan harga Rp ) 200 lembar saham pada P.T. Budi Jaya senilai Rp

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA JEMBER

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

PENETAPAN. Nomor /Pdt.P/2015/PA.Sgr. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA. Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata. memperoleh si suami sebagai bapaknya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

PENETAPAN Nomor 0082/Pdt.P/2015/PA.Pas.

PENETAPAN. Nomor: 33/Pdt.P/2013/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

BAB IV PENDAFTARAN BOEDEL. seseorang, dalam arti keseluruhan aktiva dan pasiva. mengkonstatir harta boedel (mencari tahu isi dari boedel).

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB II WASIAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

PUTUSAN Nomor 0099/Pdt.P/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan KUHPerdata, sehingga nantinya akan ditemukan persamaan dan perbedaan mengacu pada pembatasan masalah, yaitu meliputi A) Berisikan tentang Warisan, Pengertian Waris, Unsur-Unsur Kewarisan, Ahli Waris dan besarnya bagian, Metode Pembagian, Penghalang Terlaksanakannya Hak Waris. B) Berisikan tentang Wasiat, Pengertian Wasiat, Rukun dan Syarat Wasiat, Batasan Wasiat, Pembatalan Wasiat. A. Persamaan 1. Persamaan Dalam warisan Pada masalah pengertian terdapat subtansi yang sama antara hukum kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan KUHPerdata. Pada KHI pengertian hukum kewarisan dapat dijumpai pada pasal 171 a. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak milik harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing. Meskipun dalam pasal KUHPerdata tidak ada pasal tertentu yang memberikan pengertian mengenai pengertian hukum kewarisan, tetapi Pewarisan hanya berlangsung karena kematian. 95

96 Dari pasal tersebut akan dapat ditarik dalam suatu pemahaman bahwa pengertian hukum kewarisan dalam KUHPerdata adalah tanpa adanya orang yang mati, dan meninggalkan harta kekayaan maka tidak ada masalah kewarisan. Didalam CLD KHI pengrtian hukum kewarisan sama halnya dengan pengertian yang ada dalam KHI karena CLD KHI rumusan undang-undang baru yang diambil langsung dari KHI. Jadi persamaan yang pertama dari pengertian hukum kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan KUHPerdata adalah samasama menekan pada adanya kematian seseorang dan adanya kebendaan yang ditinggalkan serta adanya ahli waris. Ketika hal itulah yang biasa disebut dengan unsur-unsur kewarisan. Mengenai ahli waris dan sebab-sebab mewaris yang tertera pada pasal 174 KHI dan pasal 4 CLD KHI yaitu berupa hubungan darah dan perkawinan. Hubungan darah tersebut baik bersifat lurus kebawah yakni anak keturunan ataupun besifat lurus keatas seperti bapak atau ibu, dan juga garis lurus menyamping yakni para saudara pewaris. Sedangkan yang dimaksud dengan hubungan perkawinan adalah janda atau duda. Menurut KUHPerdata ahli waris dan sebab-sebab seorang memperoleh kewarisan dapat dikarenakan adanya pertalian nasab baik bersifat lurus kebawah anak keturunan, bersifat lurus keatas seperti bapak atau ibu, bersifat menyamping seperti para saudara

97 (pasal 852-861 KUHPerdata). Juga karena perkawinan yaitu dapatnya suami atau isteri saling mewarisi (pasal 852 a. KUHPerdata). Persamaan kedua yaitu sebab-sebab mewarisi antara hukum kewarisan dalam KHI, KUHPerdata dan CLD KHI adalah berupa hubungan kekebaratan (Hubungan Darah Genetik) dan hubungan perkawinan. Dalam penggolongan ahli waris KHI dan CLD KHI tetap mempertahankan bentuk dzawil furudz ashobah dan dzawil ahram. Kemudian dalam KHI dan CLD KHI juga berlaku adanya hijab yaitu ahli waris yang hubungan lebih dekat dengan pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh dalam hal mendapatkan harta warisan, baik penutup tersebut hanya bersifat mengurangi saja maupun tertutup secara keseluruhan sehingga menghilangkan bagian dari harta warisan. Sedangkan hukum kewarisan KUHPerdata mengenal empat golongan ahli waris yang bergiliran hak atas warisan, dengan pengertian apabila golongan I tidak ada maka golongan II sajalah yang mempunyai hak, demikian seterusnya. Dari sini akan terlihat sistem yang saling menutupi antara golongan ahli waris yang satu dengan golongan ahli waris yang lain. Persamaan ketiga yaitu antara hukum kewarisan KHI, CLD KHI dan KUHPerdata terdapat persamaan dalam hal adanya

98 penggolongan ahli waris dan sistem menutupi dari golongan ahli waris yang memiliki keutamaan lebih rendah. Persamaan keempat yaitu antara kewarisan KHI, CLD KHI dan KUHPerdata adalah masalah penggantian hak waris. Pada dasarnya penggantian merupakan suatu hak yang diberikan ahli waris dalam menggantikan ahli waris lain untuk bertindak sebagai penggantinya dalam hak dan derajat yang sama dengan ahli waris yang diganti. Dengan ketentuan bahwa ahli waris yang digantikan adalah ahli waris yang mempunyai hak kewarisan akan tetapi ia meninggal mendahului pewaris. Pada masalah penggantian ini diatur dalam pasal 185 KHI dan pasal 15 CLD KHI, sedangkan dalam KUHPerdata diatur dalam pasal 841-845. Kemudian pada masalah waris punah yaitu pewaris yang tidak mempunyai ahli waris sama sekali, Pasal 191 KHI dan pasal 19 CLD KHI menyebutkan bila pewaris tidak meninggalkan waris sama sekali atau ahli warisnya tidak diketahui sama sekali atau ada tidaknya maka harta tersebut atas keputasan pengadilan agama diserahkan penguasanya pada baitul mall untuk kepentingan agama islam dan kesejahteraan umum. Sedangkan pada pasal 832 ayat 2 KUHPerdata disebutkan dalam hal bila mana baik keluarga saudara maupun si yang hidup terlama diantara suami isteri tidak ada maka segala harta peninggalan si yang meninggal menjadi milik negara yang mana

99 berwajib akan melunasi segala hutangnya sekedar harga harta peninggalan mencukupi itu. Persamaan kelima yaitu antara hukum kewarisan KHI, CLD KHI dan KUHPerdata adalah harta peninggalan orang yang mati punah digunakan untuk kepentingan umum berdasarkan keputusan pengadilan. Kemudian dalam masalah metode penghitungan besarnya bagian waris dimuat dalam dalam pasal 175 ayat (1) KHI dan pasal 6 CLD KHI menyebutkan bahwa kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai, menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang, menyelesaikan wasiat pewaris, adanya kekuangan dan kelebihan harta warisan (pasal 192 dan 193 KHI). Membagi harta warisan di antara wahli waris yang berhakwarisan pertama-tama hendaknya dijumlahkan semua harta yang ada pada waktu si pemberi atau pewanis meninggal dunia, kemudian ditambahkan jumlah barang-barang yang telah dihibahkan semasa ia masih hidup, dinilai menurut keadaan pada waktu meninggalnya si penghibah akhirnya; setelah dikurangkan utangutang dan seluruh harta peninggalan itu, dihitunglah dan seluruh harta itu berapa bagian warisan yang dapat mereka tuntut, sebanding dengan derajat para legitimaris, dan dari bagian-bagian itu dipotong

100 apa yang telah mereka terima dan yang meninggalpun sekiranya mereka dibebaskan dan perhitungan kembali (pasal 921 KUHPerdata). Persamaan keenam antara hukum kewarisan KHI, CLD KHI dan KUHPerdata yaitu dalam pembagianya, sebelum membagi warisan para ahli waris terlebih dahulu melunasi hutang-hutang pewaris, kemudian sisa hartanya semua dijumlahkan lalu baru dapat dibagikan kepada para ahli waris dengan cara menambah atau mengurangi jumlah harta tersebut. Kemudian pada pembahasan terhalangnya ahli waris menerima warisan, pada pasal 173 KHI dan pasl 5 CLD KHI disebutkan bahwa seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris: b. dipersalahkan secara memfintah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukum 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. Sedangkan pada pasal 838 KUHPerdta disebutkan bahawa yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karena pun dikecualikan dari pewarisan ialah 1) membunuh si yang meninggal 2) mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang

101 meninggal ialah suatu pengaduan telah melakukan suatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara 5 tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat. Persamaan ketuju yaitu mengenai sebab-sebab terhalangnya ahli waris menerima warisan yaitu berupa, dipersalahkan secara membunuh atau mencoba membunuh pewaris, dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam hukuman 5 tahun penjara atau lebih. 2. Persamaan Dalam Wasiat Pada masalah wasiat pasal 171 f KHI dan pasal 1 e CLD KHI memberi definisi wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Menurut 875 BW surat wasiat (testament) ialah suatu akta yang memuat suatu pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendaki akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Persamaan pertama dalam wasiat antara hukum kewarisan KHI, CLD KHI dan KUHPerdata adalah bahwa wasiat mula berlaku setelah pewaris meninggal dunia dapat di cabut kembali. Pada umumnya baik menurut KHI, CLD KHI dan KUHPerdata si pewaris berhak membuat wasiat untuk seluruh harta peninggalannya kepada siapapun tetapi disamping itu menurut KHI

102 pasal 201 dan pasal 22 CLD KHI terdapat aturan batasan wasiat hanya maksimal 1/3 dari harta peninggalan. Menurut KUHPerdata berdasar pasal 913 sampai 916 ahli waris mempunyai legitieme portie (bagian mutlak) yaitu suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang terhadap bagian mana si yang meninggal tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu baik selaku pemberian antara yang masih maupun selaku wasiat. Persamaan kedua yaitu antara hukum kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan KUHPerdata pada masalah wasiat adalah adanya pembatasan tentang jumlah maksimal suatu wasiat, dimana itu bertujuan untuk melindungi ahli waris terhadap kesewenanganwenangan ahli waris atas harta peninggalan yang seharusnya menjadi hak para ahli waris. Didalam KHI dan CLD KHI menegaskan bahwa pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan dengan dua orang saksi atau berdasarkan akta Notaris bila wasiat yang dahulu dibuat secara lisan. Sedangkan dalam KUHPerdata pencabutan wasiat secara tegas dapat dilakukan dengan membuat surat wasiat baru atau dengan dibuatnya akta Notaris khusus yang mana diterangkan secara tegas bahwa surat wasiat yang terdahulu dicabut untuk seluruhnya.

103 Persamaannya ketiga yaitu dimana dalam pencabutan wasiat bisa dialakukan dengan cara tertulis maupun lisan tentunya dengan adanya saksi atau Notaris yang bersangkutan. 3. Perbedaan Perbedaan antara hukum KHI, CLD KHI dan KUHPerdata dalam pembahasan ini pada pokoknya maliputi sebab-sebab mewarisi, halangan mewarisi, golongan ahli waris serta bagianya, masalah anak diluar perkawinan dan masalah wasiat. 1. Sebab-sebab mewarisi Dalam 174 KHI dan pasal 4 CLD KHI sebab-sebab mewarisi pada pokoknya adalah hubungan darah dan perkawinan adapun wasiat tidak digolongkan dalam ketentuan sebab mewarisi dan orang yang menerima wasiat tidak disebut ahli waris. Sedangkan dalam KUHPerdata sebab-sebab seseorang memperoleh kewarisan dapat dikarenekan adanya pertalian nasab (genetik) dan perkawinan yang mana keduanya diistilahkan dengan kewarisan menurut undang-undang (ab intestato ), ahli waris yang disebut ab intestaat. Selain itu kewarisan juga dapat berupa wasiat (Tertament) yang disebut kewarisan ab intestamento, ahli warisnya disebut testamentair. Perbedaan antara KHI, CLD KHI dan KUHPerdata dalam hal ini adalah pada pengakuan orang yang menerima harta peninggalan disebutkan wasiat sebagai ahli waris.

104 Perbedaan selanjutnya yaitu didalam pasal 172 dan 173 KHI beda agama menjadi penghalang (mani ) dalam proses warismewarisi, Ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sangat tegas bahwa hak kewarisan otomatis terputus ketika berkaitan dengan perbedaan agama Sedangkan dalam pasal 2 CLD KHI beda agama tidak menjadi penghalang (mani ) proses waris mewarisi, konsepsi yang terumuskan dalam CLD KHI mengubah total nuansa ketidakadilan yang ada dalam KHI, CLD KHI perbedaan agama antara muwaris dan ahli waris tidak dijadikan alasan penghalang dari adanya hak waris. Perumus CLD KHI beranggapan bahwa pemposisian perbedaan agama sebagai penghalang hak waris telah menciderai terhadap nilai keadilan, kemanusiaan dan diskriminatif. 2. Halangan terlaksananya warisan Pada KHI pasal 173 dan CLD KHI pasal 5 hanya dicantumkan 2 ketentuan orang yang terhalang menerima warisan yaitu: a) dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris. b) dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukum 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. Sedangkan dalam KUHPerdata pasal 838 disebutkan 4 ketentuan orang yang tidak patut (terhalang) menerima warisan.

105 pasal 838 ayat 1 dan 2 identik dengan ketentuan dalam KHI dan CLD KHI dengan redaksi sedikit berbeda. Adapun pada pasal 838 ayat 3 disebutkan bahwa orang yang tidak patut menerima warisan ialah merekayang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut wasiatnya. Kemudian pada pasal 838 ayat 4 disebutkan bahwa orang yang tidak patut menerima warisan adalah mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si meninggal. Letak adanya perbedaan antara hukum kewarisan KHI, CLD KHI dan KUHPerdata dalam masalah penghalang terlaksananya warisan adalah adanya tindakan kejahatan yang berhubungan dengan wasiat menyebabkan terhalangnya ahli waris menerima harta warisan 3. Golongan ahli waris dan bagiannya KHI dan CLD KHI tetap mempertahankan sistem kewarisan dengan adanya dzawil furudz, ashobah dan dzawil arham, dengan sedikit modifikasi yaitu: a. Ayah mendapat 3 lebih pewaris tidak meninggalkan anak (pasal 177 KHI) yang mana keadaan tersebut ayah mendapat 1/6 dibawah sisa harta karena menjadi ashobah. b. Ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan setelah masing-masing menyadari bagian masing-masing (Pasal 183 KHI) c. Harta warisan berupa tanah yang kurang dari 2 hektar agar dipetahankan keberadaa dan kemanfaatannya untuk kepentingan bersama. d. Adanya ketentuan ahli waris pengganti (pasal 185 KHI)

106 Oleh karena KHI dan CLD KHI masih mempertahankan golongan dzawil furudz, ashobah dan dzawil ahram, maka tetap berlaku hijab (menutupi) oleh ahli waris yang lebih dekat (memiliki keutamaan yang lebih tinggi) terhadap ahli waris yang lebih jauh (keutamaan yang lebih rendah). Disamping itu, juga tetap menggunakan kadar bilangan tertentu. Sedangkan dalam KUHPerdata para ahli waris dibagi dalam 4 golongan, dimana kelompok pertama akan dapat menyisihkan kelompok kedua dan seterusnya, dengan kata lain kelompokkelompok tersebut saling menghijab. Hal ini titik berbedaannya adalah penempatan ahli waris dalam golongan pertama juga menggunakan kadar bilangan tertentu kewarisan KHI dan CLD KHI dan tidak adanya kadar bagian yang tertentu diterima ahli waris dalam kewarisan KUHPerdata. Perbedaan selanjutnya kewarisan KHI sistem pembagian warisan antara laki-laki dan perempun 2:1, sedangkan dalam CLD KHI dan KUHPerdata pembagian warisan antara laki-laki dan perempun disamakan 1:1. 4. Anak yang lahir diluar perkawinan Pada masalah anak yang lahir diluar perkawinan KHI hanya mengatur dalam satu pasal yaitu pasal 186 yang berbunyi Sedangkan anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak

107 ibunya artinya ia terputus hubungan hukumnya dari laki-laki yang menyebabkan ia lahir. Dalam (pasal 16 CLD KHI) anak yang lahir di luar perkawinan apabila diketahui ayah biologisnya, dan sudah memperoleh penetapan pengadilan, maka anak tetap memiliki hak waris dari ayah biologisnya itu. Jadi dalam pasal ini anak yang lahir diluar perkawinan dapat memiliki hak waris dari ayah kandungnya. Dalam KUHPerdata yang mengatur mengenai hubungan hukum tentang warisan antara si ibu dan si anak di luar pernikahan, tercantum dalam Pasal 862-873 KUHPerdata antara anak dan ibu baru ada hubungan hukum apabila si ibu mengakui anak itu sebagai anaknya, dimana pengakuan itu mesti dilaksanakan dengan sistem tertentu. Yaitu menurut pasal 281 KUHPerdata dalam akte kelahiran si anak dalam akte pernikahan (perkawinan) bapak dan ibu di depan Pegawai Catatan Sipil (ambtenar bij de Burgelijk stand), atau dengan akta otentik tersendiri (akte notaries) atau jadi ½ dan tidak ¼ dari bagian anak sah. Pengakuan anak yang tidak sah ini juga dimungkinkan oleh sesorang laki-laki yang mengakui menyebabkan lahirnya anak itu. cara pengakuan ini adalah sama halnya dengan ibunya. pengakuan oleh bapak hanya mungkin apabila ibu menyetujuinya (pasal 284 KUHPerdata).

108 Jadi titik perbedaannya dalam KHI anak diluar kawim hanya dapat mewarisi dari ibu dan keluarga ibunya saja, didalam CLD KHI anak diluarkawin dapat mewarisi dari ayah biologisnya dan dalam KUHPerdata ada kemungkinan yaitu diakui atau tidak oleh kedua orang tuanya, serta ia dapat mewarisi baik dari pihak ibu ataupun bapak jika ia diakui. 5. Wasiat Pada dasarnya, KHI, CLD KHI dan KUHPerdata mengatur tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam suatu wasiat. Meskipun dalam Hukum Islam syarat-syarat wasiat mengikuti rukun-rukunnya. Hal-hal yang termasuk syarat wasiat dalam KHI, CLD KHI dan KUHPerdata antara lain orang yang berwasiat, orang yang diberi wasiat, benda yang diwasiatkan dan redaksi wasiat. Akan tetapi dalam penerapannya terdapat perbedaan diantara ketiga hukum ini, yaitu: a. Orang yang berwasiat Dalam KHI dan CLD KHI, orang yang berwasiat disyaratkan telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan dibuat tanpa ada paksaan dari orang lain. KHI dan CLD KHI menggunakan batasan umur minimal 21 tahun adalah orang yang benar-benar telah dewasa menurut Undang-undang, untuk menentukan bahwa pada umur tersebut seseorang telah dianggap telah mampu melakukan perbuatan-perbuatan hukum.

109 Sedangkan dalam KUHPerdata untuk dapat membuat suatu wasiat/testament seseorang diharuskan dewasa, yaitu sudah mencapai umur 18 tahun atau belum mencapai umur 18 tahun tetapi sudah menikah. Selain itu orang tersebut juga mampu berpikir secara normal atau berakal sehat. Orang yang membuat wasiat juga atas kehendak sendiri, tidak dibuat di bawah ancaman atau penipuan. Disini jelas adanya perbedaan antara KHI, CLD KHI dan KUHPerdata dalam batasan umur minimal orang yang berwasiat didal KHI dan CLD KHI disebutkan 21 tahun dan KUHPerdata 18 tahun. b. Orang yang menerima wasiat KHI dan CLD KHI menjelaskan bahwa pihak yang menerima wasiat adalah orang dan lembaga, juga mensyaratkan orang yang menerima wasiat bukan termasuk golongan ahli waris. Apabila diberikan kepada ahli waris harus disetujui terlebih dahulu oleh semua ahli waris yang bersangkutan. Wasiat tidak boleh diberikan kepada orang yang melakukan perawatan dan orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu menderita sakit hingga meninggalnya (pasal 207 KHI). Berbeda dengan KUHPerdata menyatakan bahwa yang berhak mendapatkan wasiat adalah orang luar (yang dianggap patut menerima wasiat) dan ahli waris. Sehingga tidak menutup

110 kemungkinan bahwa terdapat ahli waris yang mendapat wasiat meskipun secara Undang-undang termasuk ahli waris dari orang yang meninggal dunia. c. Benda yang diwasiatkan KHI dan CLD KHI menyebutkan benda yang dapat diwasiatkan dibedakan dalam benda bergerak dan tidak bergerak. Wasiat juga bisa berupa hasil atau pemanfaatan benda tertentu. Hal ini sesuai dengan pasal 198 KHI dan pasal 24 CLD KHI yang menyebutkan bahwa wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda harus diberi jangka waktu tertentu. Pembatasan jangka waktu yang dimaksudkan dalam KHI dan CLD KHI ini untuk memudahkan tertib administrasi. Berbeda dengan KUHPerdata, benda yang dapat diwasiatkan meliputi seluruh aktiva dan pasiva dari pewasiat. Jadi penerima wasiat tidak hanya bisa menerima hak-hak kebendaan yang telah diwasiatkan kepadanya, namun bisa juga penerima wasiat harus menanggung kewajiban-kewajiban dari pewasiat sebagai sesuatu yang diwasiatkan kepadanya. Kemudian pada ketentuan pembatasan jumlah harta peninggalan yang boleh diwasiatkan, dalam KHI dan CLD KHI ada aturan bahwa wasiat tidak boleh melampaui 1/3 dari harta peninggalan. Sedangkan dalam KUHPerdata terdapat ketentuan mengenai legitime portie (bagian mutlak ahli waris).

111 Pada prinsipnya ada kesamaan dalam aturan pembatasan jumlah harta yang diwasiatkan, bedanya hanya terletak pada penerapan atau pelaksanaannya. Dimana dalam KHI dan CLD KHI sisa wasiat yang 2/3 dari harta peninggalan itu dibagi menurut perimbangan sama diantara para ahli waris berdasarkan jumlah ketentuan (faraidh) masing-masing. Sedangkan dalam hukum kewarisan KUHPerdata, janda atu duda beserta saudarasaudaranya tidak mendapat sisa dari wasiat atau legitieme portie dalam hukum kewarisan BW diatur untuk keturunan garis lurus kebawah (pasal 914 KUHPerdata) dan keturunan garis lurus keatas (pasal 915 KUHPerdata).