PENGARUH ENSO TERHADAP POLA ANGIN DAN CURAH HUJAN DI DAS LARONA, SULAWESI SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS ANGIN DANAU DI DAS LARONA, SULAWESI SELATAN

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Abstract. Intisari 1. PENDAHULUAN. Djazim Syaifullah 1

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

El-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI MANADO SULAWESI UTARA EL-NINO AND ITS EFFECT ON RAINFALL IN MANADO NORTH SULAWESI

ANALISIS KEJADIAN EL NINO TAHUN 2015 DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENINGKATAN TITIK API DI WILAYAH SUMATERA DAN KALIMANTAN, INDONESIA

ANALISIS KEJADIAN EL-NINO DAN PENGARUHNYA TERHADAP INTENSITAS CURAH HUJAN DI WILAYAH JABODETABEK SELAMA PERIODE PUNCAK MUSIM HUJAN TAHUN 2015/2016

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

STUDI DAMPAK EL NINO DAN INDIAN OCEAN DIPOLE (IOD) TERHADAP CURAH HUJAN DI PANGKALPINANG

I. INFORMASI METEOROLOGI

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017

KAJIAN KEGIATAN MODIFIKASI CUACA DI CATCHMENT AREA TOWUTI, SULAWESI SELATAN (Kasus Tahun 1998)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

MEMPRAKIRAKAN KEDATANGAN FENOMENA EL-NINO TAHUN 2002~2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017)

Gambar 4 Diagram alir penelitian

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH

PENGEMBANGAN EKSPERT SISTEM BERBASIS INDEKS ENSO, DMI, MONSUN DAN MJO UNTUK PENENTUAN AWAL MUSIM

ANALISA VARIASI HARMONIK PASANG SURUT DI PERAIRAN SURABAYA AKIBAT FENOMENA EL-NINO

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

REKOMENDASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WADUK/ DANAU PLTA DI INDONESIA MELALUI PEMANFAATAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

POLA SEBARAN HUJAN DI DAS LARONA

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

I. INFORMASI METEOROLOGI

PENGARUH TOPOGRAFI TERHADAP CURAH HUJAN MUSIMAN DAN TAHUNAN DI PROVINSI BALI BERDASARKAN DATA OBSERVASI RESOLUSI TINGGI

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

ANALISIS KEMUNCULAN AWAN HUJAN BERDASARKAN JENISNYA UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN MODIFIKASI CUACA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2017 REDAKSI

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

DAMPAK DIPOLE MODE TERHADAP ANGIN ZONAL

Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Intensitas Lemah?

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

KAJIAN TEMPORAL KEKERINGAN MENGGUNAKAN PERHITUNGAN KEETCH BYRAM DRYNESS INDEX (KBDI) DI WILAYAH BANJARBARU, BANJARMASIN DAN KOTABARU PERIODE

ANALISA ANGIN ZONAL DALAM MENENTUKAN AWAL MUSIM HUJAN DI BALI BAGIAN SELATAN

PENGARUH ANGIN TERHADAP PERTUMBUHAN AWAN HUJAN DI DAS WADUK PLTA KOTA PANJANG

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN I FEBRUARI 2018

Oleh : Irman Sonjaya, Ah.MG

KONSISTENSI ANGIN ZONAL TERHADAP POSISI ITCZ UNTUK MENENTUKAN ONSET MONSUN

KARASTERISTIK CURAH HUJAN DAN ALIRAN DAS LARONA KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

KARAKTERISASI POLA CURAH HUJAN DI SUMATERA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN NCEP/NCAR REANALYSIS

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

Musim Hujan. Musim Kemarau

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH EL NINO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) TERHADAP CURAH HUJAN MUSIMAN DAN TAHUNAN DI INDONESIA. Zulfahmi Sitompul

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PREDIKSI KEKERINGAN PENGARUH EL NINO TAHUN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA UNTUK MENGANTISIPASINYA

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

PROSPEK KEJADIAN SIKLON TROPIS DI WILAYAH SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA PADA MUSIM SIKLON 2016/2017

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

UPDATE DASARIAN III MARET 2018

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

Transkripsi:

PENGARUH ENSO TERHADAP POLA ANGIN DAN CURAH HUJAN DI DAS LARONA, SULAWESI SELATAN 63 Findy Renggono Abstract Water availability in Larona watershed is very important as it is used to drive turbines of Hydro electric power. Study of weather and climate patterns is needed to anticipated water shortages, as well as to conduct the weather modification technology for rain enhancement. NCEP surface wind data analysis indicate that the pattern of wind movement in the region is affected by ENSO. During El Nino, easterly wind is getting stronger, and the southerly wind is weaker. during El Nino rainfall reduced to 22% of normal, but during La Nina it increased by 50%. Intisari Ketersediaan air di danau-danau yang berada di DAS Larona sangat penting karena air yang mengalir keluar dari danau digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik. Kajian pola cuaca dan iklim di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui waktu yang tepat dalam melakukan tindakan antisipasi kekurangan air, termasuk mengadakan kegiatan teknologi modifikasi cuaca untuk menambah curah hujan. Hasil analisis dengan data angin permukaan NCEP menunjukkan bahwa pola pergerakan angin di wilayah ini dipengaruhi oleh kondisi ENSO. Pada saat El Nino Angin Timuran bertambah kuat, dan angin dari selatan melemah. Curah hujan pada saat El Nino dapat berkurang sampai 22% dari normalnya, namun pada saat La Nina dapat bertambah sebesar 50%. Kata kunci : Sorowako, angin global, curah hujan, ENSO 1. PENDAHULUAN Fenomena ENSO (El Nino-Southern Oscillation), atau yang lebih dikenal dengan El Nino, merupakan gejala alam yang terjadi di Samudra Pasifik tengah dan Timur, yaitu meningkatnya suhu muka laut di kawasan yang terletak di wilayah khatulistiwa tersebut. Peningkatan suhu muka laut yang diatas normal menyebabkabn peningkatan aktivitas konveksi dan curah hujan di wilayah tersebut, akibatnya terjadi pergeseran pusat konveksi di Pasifik Barat ke wilayah ini. Hal ini berdampak terjadinya perubahan pola iklim secara global, salah satunya adalah penurunan curah hujan di wilayah Indonesia. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena ini juga memengaruhi curah hujan di Indonesia. Hamada (1995) yang melakukan analisis terhadap curah hujan di pulau Jawa menunjukkan bahwa ketika terjadi El Nino, awal musim hujan akan muncul lebih lambat. Mulyana (2002a) menyebutkan bahwa secara 1 Peneliti Madya - UPT Hujan Buatan, BPPT, Thamrin No. 8 Jakarta, email: frm_68@yahoo.com umum fenomena ENSO sangat memengaruhi curah hujan di Indonesia pada saat musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Disebutkan pula bahwa pada musim peralihan ini sirkulasi angin timur-barat juga terganggu (Mulyana, 2002b). Aldrian (2006) yang melakukan analisa data curah hujan dari tahun 1961-1993 menyebutkan bahwa pengaruh ENSO mulai berpengaruh di sebagian besar wilayah Indonesia sejak bulan April, mencapai puncaknya di bulan Agustus-September, dan mulai hilang pada bulan Desember. Lokasi DAS Larona di Sulawesi Selatan yang berada di sisi Timur Indonesia merupakan wilayah yang kondisi cuacanya termasuk dipengaruhi oleh fenomena ini. Hasil analisis Aldrian (2006) menunjukkan bahwa pada periode El Niño tahun 1997 potensi air yang diterima wilayah ini bisa turun hingga 53% dibandingkan dengan kondisi normal. Wilayah ini jadi sangat penting untuk diketahui karakteristik iklim dan cuacanya karena listrik di wilayah ini bergantung pada ketersediaan air hujan yang tertampung di tiga danau. Air dari ketiga danau yang saling terhubung tersebut sebelum mengalir ke laut melalui sungai Malili ke Teluk Bone digunakan untuk menggerakkan turbin PLTA yang

64 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 12, No. 2, 2011: 63-68 listriknya sangat dibutuhkan bagi tambang nikel dan penduduk di sekitar wilayah tersebut. Pada tulisan ini akan dicoba untuk melihat seberapa besar pengaruh ENSO di DAS Larona, Sulawesi Selatan, yang meliputi perubahan kecepatan angin global dan kaitannya dengan curah hujan di wilayah tersebut. 3. KONDISI ANGIN GLOBAL Lokasi DAS Larona di Sulawesi Selatan cukup dekat dengan samudera Pasifik, sehingga kondisi cuaca globalnya sangat dipengaruhi dengan apa yang terjadi di Samudra Pasifik Barat yang sering menjadi pusat munculnya siklon tropis. Untuk melihat kondisi angin permukaan secara global di wilayah Larona digunakan data re-analisis NCEP (Kalnay et.al., 1996). Dari data tersebut diambil nilai angin zonal dan meridional yang mewakili wilayah DAS. Grid yang terdekat dengan lokasi ini adalah 122.5 0 E, 2.5 0 S. Gambar 1. Daerah Nino (diambil dari situs CPC/NCEP, NOAA). Titik Hitam dibagian kiri merupakan lokasi DAS Larona. 2. DATA DAN METODA Pola pergerakan angin sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan awan, terutama jika terjadi gangguan-gangguan lokal maupun global. Dalam tulisan ini angin permukaan dari data global dianalisis untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh pada perubahan pergerakan angin di wilayah ini. Data angin zonal dan meridional skala sinop merupakan data re-analisis NCEP yang di peroleh dari Earth System Research Laboratory NOAA melalui situsnya di http://www.esrl. noaa.gov/ psd/. Data yang digunakan adalah data rata-rata bulanan angin permukaan (zonal dan meridional wind) dari tahun 1948 sampai 2011. Dari data yang mempunyai resolusi spasial sebesar 2.5 0 x 2.5 0 tersebut diambil data yang terdekat dengan wilayah DAS Larona. Seluruh data akan dikelompokkan berdasarkan bulan dan tahunnya untuk melihat pola variasi arah dan kecepatan anginnya. Untuk menentukan perioda ENSO, digunakan anomaly SST di wilayah Nino3-4, yaitu wilayah yang berada di 5 0 N~5 0 S dan 170 0 E~120 0 E (Gambar 1). Data indeks Niño-3.4 diperoleh dari Climate Prediction Center, NOAA pada situsnya di: http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_ monitoring/ensostuff/detrend.nino34.ascii.txt. Analisis curah hujan di wilayah ini dilakukan dengan melakukan analisis data curah hujan harian dari penakar hujan manual yang tersebar di DAS Larona. Ketersediaan data curah hujan yang tersedia dari 11 lokasi ini bervariasi. Data yang terpanjang adalah data di Plantsite yang sudah tersedia sejak tahun 1977. Untuk keseragaman data, pada analisis ini digunakan data tahun 1996-2007. Gambar 2. Data re-analisis NCEP untuk zonal vs. meridional wind pada 122.5 0 E 2.5 0 S dari tahun 1948 sampai 2011. Seluruh data angin permukaan bulanan dari tahun 1948 sampai 2011 di-plot pada grafik seperti yang terlihat pada gambar 2. Sumbu-X dan Y masing-masing adalah angin zonal dan meridional. Sumbu-X positif menunjukkan angin Timuran dan sumbu-y positif menunjukkan angin dari Utara. Dari gambar angin zonal dan meridional ini dapat diketahui arah dan kecepatan angin. Terlihat pada gambar ini bahwa data angin terdistribusi pada sumbu tenggara-barat laut, yang artinya angin ratarata bertiup dari tenggara atau barat laut. Jarak titik terhadap pusat sumbu menunjukkan kecepatan anginnya. Dari gambar ini terlihat pula bahwa angin dari tenggara mempunyai kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan yang dari barat laut. 3.1. Arah dan Kecepatan Angin Dari data angin zonal dan meridional tahun 1948-2011, dihitung nilai arah dan kecepatanya untuk mengetahui variasi tahunannya. Gambar 3 adalah variasi tahunan untuk arah angin. Pada gambar ini terlihat bahwa pada musim panas di belahan bumi utara, yaitu Juni sampai dengan September, angin berhembus dari 90 0 180 0, dan Desember sampai Maret angin dari -60 0 60 0. Sedangkan untuk April dan November tidak

Pengaruh Enso Terhadap Pola Angin dan... (Findy Renggona) 65 3.2. Periode ENSO Gambar 3. Rata-rata bulanan arah angin di 122.5E, 2.5S dari tahun 1948-2011. mempunyai arah tertentu, karena arahnya sangat bervariasi, terdistribusi hampir merata pada semua arah. Variasi tahunan dari kecepatan angin ditunjukkan oleh gambar 4. terlihat disini bahwa kecepatan angin melemah pada bulan April dan November. Pada kedua bulan tersebut terjadi perubahan arah angin dari tenggara ke barat laut atau sebaliknya. Kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Agustus. Dalam kajian sebelumnya telah disebutkan bahwa DAS Larona mengalami penurunan jumlah curah hujan pada saat kondisi El Niño. Karena pola pergerakan angin juga memengaruhi pertumbuhan awan di suatu wilayah, maka perlu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ENSO terhadap perubahan pola angin di wilayah DAS Larona. Analisis dilakukan dengan memisahkan data angin permukaan bulanan ke dalam tiga kelompok, yaitu El Niño, La Niña dan Normal. Data angin permukaan antara tahun 1960 sampai 2000 dikelompokkan berdasarkan nilai indeks Niño-3.4. Nilai indeks diperoleh dari Climate Prediction Center, NOAA. Data yang digunakan dimulai dari bulan Maret sampai Februari tahun berikutnya, Gambar 5. Kecepatan angin Zonal (hitam) dan Meridional (putih) untuk wilayah 122.5 0 E, 2.5 0 S. Garis hitam (putus-putus) menunjukkan nilai rata-rata angin zonal (meridional) dari tahun 1948-2011. Gambar 4. Variasi tahunan kecepatan angin di 122.5E, 2.5S dari tahun 1948-2011. Kecepatan angin zonal dan meridional berdasarkan variasi tahunannya ditunjukkan pada gambar 5. Angin zonal (meridional) ditunjukkan dengan titik hitam (putih) dan nilai rata-ratanya ditunjukkan dengan garis tegas (garis putus-putus). Untuk angin zonal, nilai positif adalah angin Timuran dan untuk angin meridional nilai positif menunjukkan angin bertiup dari utara. Angin Timuran di bulan Agustus terlihat lebih kencang dibandingkan dengan angin Baratan di bulan Januari, sedangkan untuk angin meridional terlihat bahwa angin dari Selatan bertiup lebih kencang. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4, angin zonal dan meridional tampak paling lemah berhembus terjadi pada bulan April dan November. hal ini merujuk pada siklus perkembangan El Niño yang menunjukkan bahwa bulan Maret merupakan permulaan periode onset perkembangan El Niño (Harrison dan Larkin, 1998). Hasil pengelompokan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Pembagian data angin permukaan untuk analisis pola angin di 122.5E, 2.5S El Niño La Niña Normal 1965-1966 1969-1970 1972-1973 1982-1983 1987-1988 1991-1992 1997-1998 1964-1965 1970-1971 1973-1974 1975-1976 1984-1985 1988-1989 1999-2000 1961-1962 1962-1963 1966-1967 1967-1968 1978-1979 1979-1980 1980-1981 1981-1982 1990-1991 1993-1994

66 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 12, No. 2, 2011: 63-68 Gambar 6 adalah pola rata-rata angin zonal bulanan yang telah dikelompokan berdasarkan indeks Niño-3.4. Garis dengan titik hitam adalah angin zonal pada saat indeks bernilai diatas +0.5, yang berarti tahun El Niño, garis dengan titik putih merupakan tahun La Niña (indeks < -0.5) dan garis abu-abu pada kondisi normal. Terlihat pada gambar ini bahwa pada saat kondisi El Niño, angin zonal dari Timur lebih kencang daripada pada saat kondisi normal, sedangkan sebaliknya, pada saat La Niña kecepatannya lebih rendah. Angin zonal baratan yang biasanya bertiup pada bulan Desember-Februari (DJF), pada kondisi El Niño, anginnya masih Timuran, sedangkan kondisi La Niña, pada bulan-bulan ini angin baratan menguat. Hal ini sesuai dengan analisis Mulyana (2002a) yang menyebutkan bahwa pada musim penghujan (DJF) terjadi pelemahan angin Baratan. 3.3. Curah Hujan Analisis sebelumnya menunjukkan bahwa wilayah di DAS Larona mempunyai puncak musim hujan di bulan April dan musim kering di bulan September. Dengan menggunakan jenis data yang sama dengan Aldrian (2006) namun dibatasi hanya menggunakan data tahun 1996-2007, yaitu data yang tersedia di seluruh 11 penakar tersebut, pola curah hujannya terlihat seperti yang ditunjukkan pada gambar 8. Gambar ini adalah rata-rata curah hujan bulanan dari 11 penakar yang tersebar di DAS Larona. Daftar penakar dan koordinat lokasinya ditampilkan pada tabel 2. Terlihat dengan jelas bahwa pola curah hujan di wilayah ini memiliki satu puncak musim hujan, yaitu di bulan April, dan puncak musim kering di bulan September. Gambar 6. Angin Zonal di 122.5E, 2.5S tahun 1960-2000 Analisis angin meridional untuk wilayah DAS Larona dengan data yang sama menunjukkan bahwa pada musim kemarau (Juni-September), kecepatan angin dari Selatan lebih lemah pada kondisi El Niño maupun La Niña dibandingkan pada kondisi normal (gambar 7). Pada musim hujan (DJF), angin dari Utara juga bertiup lebih lemah pada saat terjadi fenomena ENSO. Gambar 8. Rata-rata bulanan curah hujan di DAS Larona tahun 1996-2007. Tabel 2. Lokasi Penakar curah hujan manual di DAS Larona Station Damsite Hydro Matano Nuha Palumba Timampu Tokalimbo Togo Plant Site Wawandula Ledu-Ledu Longitude 121.3075 121.2587 121.2162 121.3399 121.3222 121.4282 121.5679 121.2617 121.3806 121.3635 121.2780 Latitude -2.7134-2.6671-2.4565-2.4468-2.5960-2.6573-2.8148-2.6059-2.5665-2.6423-2.5809 Gambar 7. Sama dengan gambar 5 tapi untuk angin meridional Analisis curah hujan pada perioda ENSO yang sebelumnya hanya dilakukan untuk kondisi El Niño pada tahun 1997, dalam tulisan ini dilakukan dengan menggunakan data yang mempunyai data curah hujan lebih dari 4 tahun untuk masing-

Pengaruh Enso Terhadap Pola Angin dan... (Findy Renggona) 67 masing perioda (El Niño/ La Niña/Normal). Dengan ketentuan ini hanya 3 (tiga) lokasi saja yang memenuhi kondisi tersebut, yaitu Plantsite, Wawondula dan Timampu. Dengan mengambil rata-rata bulanan dari ketiga penakar tersebut, dapat terlihat pola tahunannya berdasarkan perioda ENSO, seperti yang ditunjukkan pada gambar 9. Pada perioda El Niño, curah hujan berkurang dibandingkan kondisi normal sejak bulan Mei sampai November. Puncaknya adalah di bulan September yang hanya mempunyai curah hujan sekitar 22% dari kondisi normal. Sedangkan pada kondisi La Niña, bulan Juni-Oktober terlihat lebih basah. Kenaikan tertinggi dibandingkan normalnya terlihat di bulan Agustus, yaitu sebesar lebih dari 150%. Bulan Juni yang kenaikannya masih dibawah 150% juga terlihat menyolok, karena ratarata bulanannya pada kondisi La Niña ini mencapai 350 mm. 4. KESIMPULAN Angin global di sekitar DAS Larona mengikuti pola monsoon yang dipengaruhi oleh posisi matahari. Pada saat musim panas di bumi belahan utara (JJA), angin bertiup dari tenggara, dan sebaliknya, pada saat musim panas di belahan bumi selatan, angin bertiup dari barat laut. Kecepatan angin rata-rata dari tenggara lebih besar dibandingkan angin dari timur laut. Pada bulan April dan November, arah angin bervariasi, namun kecepatannya rendah. Analisis angin zonal yang dikelompokan berdasarkan indeks Niño-3.4 menunjukkan bahwa pada musim kering (Agustus-November) pada kondisi El Niño, angin timuran lebih kuat dari kondisi normal, sedangkan pada musim penghujan (DJF) terjadi perlemahan angin Baratan di wilayah sekitar DAS Larona. Pada saat terjadi ENSO, kecepatan angin meridional tampak lebih lemah dibandingkan pada kondisi normal. Pada saat El Niño maupun La Niña angin meridional yang bertiup dari Selatan di musim kemarau maupun angin dari Utara di musim hujan (DJF) menunjukkan kecepatan yang lebih rendah dibandingkan pada kondisi normal. Curah hujan di DAS Larona sangat dipengaruhi oleh fenomena ENSO. Pada kondisi El Niño, curah hujannya berkurang sampai 22% dari kondisi normalnya, sedangkan pada kondisi La Niña kenaikan curah hujannya mencapai 50% lebih tinggi dari normalnya. DAFTAR PUSTAKA Aldrian, E, Karakteristik Hujan Jam-jaman, Bulanan dan Tahunan DAS Larona, Soroako, Sulawesi Selatan, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 7, 43-53, 2006 Hamada, J.I, Climatological Study on Rainfall Variation in Indonesia, Master thesis, Kyoto University, 1995 Harrison, D.E., Larkin, N.K., 1998 :El Nino- Southern Oscillation Sea Surface Temperature and Wind Anomalies, 1946 1993, Reviews of Geophysics, 36, 3, 1998, 353-399. Kalnay et al.,the NCEP/NCAR 40-year reanalysis project, Bull. Amer. Meteor. Soc., 77, 437 470, 1996 Mulyana, E, Hubungan antara ENSO dengan variasi Curah Hujan di Indonesia, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, 1-4, 2002a Gambar 9. Rata-rata bulanan curah hujan di DAS Larona tahun 1996-2007.

68 Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 12, No. 2, 2011: 63-68 Mulyana, E, Analisis Angin Zonal di Indonesia selama Periode ENSO, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, 115-120, 2002b Mulyana, E, Analisis Angin Meridional di Indonesia selama Periode ENSO, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 5, 49-54, 2004 SITUS INTERNET Dirjen SDA, kemen PU, http://sda.pu.go.id:8181/ sda/?act=detail_ws&wid=103 Earth System Research Laboratory NOAA http://www.esrl.noaa.gov/psd/. Climate Prediction Center, NOAA. http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_ monitoring/ensostuff/detrend.nino34.ascii.txt CPC/NCEP http://www.cpc.ncep.noaa.gov/ products/analysis_monitoring/ensostuff/ nino_regions.shtml