BAB I PENDAHULUAN. Pada era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, faktor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Di dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam berbagai bidang

LAMPIRAN 1 DATA IDENTITAS RESPONDEN. status marital. pendidikan terakhir. jenis kelamin. tunjangan pangkat jabatan gol angka kredit

DAFTAR ISI Halaman. vii

BAB I PENDAHULUAN. (SDM). Sumber Daya Manusia merupakan salah satu elemen terpenting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berawal dari Krisis ekonomi Amerika Serikat akhir tahun 2008,

XVIII. PENELITI A. DASAR HUKUM

Internalisasi Rancangan Peraturan Menteri PAN dan RB

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 66/KEP/M.PAN/7/2003

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: PER/220/M.PAN/7/2008 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA

Peranan & Fungsi Motivasi Kerja

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 003/KS/2003 NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG

MEMUTUSKAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. manusia, aktifitas pun semakin bertambah terutama di kota-kota besar. Manusia

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: PER/220/M.PAN/7/2008 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA

SALINAN PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 07/E/2010 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

NOMOR: 10 TAHUN 1996 NOMOR : 49/SK/S/1996 NOMOR : KEP-386/K/1996 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN ANGKA KREDITNYA

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR: KEP. 1106/Ka/08/2001 NOMOR: 34 A Tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini sangat banyak merek mobil yang digunakan di Indonesia.

XIX. PEREKAYASA A. DASAR HUKUM

- 1 - PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

2016, No Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI PERTAHANAN TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PENELITI DAN ANGKA KREDITNYA BAGI PEGAWAI NEGERI SIP

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat ditarik mengenai kepuasan kerja pada karyawan operasional tempat billiard

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 17 TAHUN 2010

PERATURAN BERSAMA MENTERI SEKRETARIS NEGARA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 1 TAHUN 2007 NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/ 66 /M.PAN/6/2005 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG

Sumber Daya Manusia SUMBER DAYA MANUSIA

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 002/BPS-SKB/II/2004 NOMOR : 04 TAHUN 2004 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambah Lembaran Negara Nomor 3445 );

Tugas-tugas di atas telah dijabarkan dalam butir-butir kegiatan yang lebih rinci di dalam buku panduan masing-masing jabatan fungsional, dimana nilai

Badan Pusat Statistik

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JABATAN FUNGSIONAL PENGHULU DAN ANGKA KREDITNYA MENTERI AGAMA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA,

Badan Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan munculnya situasi kompetitif dalam rangka mempertahankan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG- MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA,

XX. TEKNISI LITKAYASA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. era globalisasi saat ini adalah berkaitan dengan motivasi kerja karyawan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelbagai bidang. Tidak hanya dengan sesama industri dengan skala yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

16. Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2000 TENTANG KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMBINAAN TEKNIS TIM PENILAI PRANATA KOMPUTER - ADMINISTRASI

PERATURAN BERSAMA MENTERI PERTANIAN DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 54/Permentan/OT.210/11/2008 NOMOR 23 A TAHUN 2008

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang


Abstrak. iii. Universitas Kristen Maranatha

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

PERATURAN BERSAMA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA DAN. KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : PB.1/Menhut-IX/2014 NOMOR : 05 TAHUN 2014 TENTANG

Setyanta Nugraha Ketua Tim Penyusun Jabatan Fungsional Analis APBN Sekretariat Jenderal DPR RI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Pengurus Yayasan Slamet Rijadi Yogyakarta

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 89 TAHUN 2014 TENTANG

JABATAN FUNGSIONAL PENATA RUANG DAN ANGKA KREDITNYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 17 TAHUN : 2005 SERI : D NOMOR : 17

- 2 - Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republ

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK DAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : KEP/128/M.PAN/9/2004 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PENELITI DAN ANGKA KREDITNYA

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR: 14 TAHUN 2009 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL WIDYAISWARA DAN ANGKA KREDITNYA

XXII. STATISTISI A. DASAR HUKUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

IMPLEMENTASI PERMENPAN NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KETAHANAN PANGAN

PERATURAN BERSAMA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA,

MATERI BUKU. 3. Lampiran lampiran

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kebutuhan manusia sebagai sumber motivasi MOTIVASI KERJA. Disusun oleh: Ida Yustina

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA, TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 16 TAHUN : 2005 SERI : D NOMOR : 16

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH KELUARGA BERENCANA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TUNJANGAN JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH KELUARGA BERENCANA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Jabatan Fungsional Peneliti pada era ASN

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 1999 TENTANG RUMPUN JABATAN FUNGSIONAL PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

B. PENGERTIAN-PENGERTIAN

BAB II KAJIAN TEORI. untuk melakukan atau bertindak sesuatu. Keberadaan pegawai tentunya

Analisis Pengembangan Karir Jabatan Fungisional Peneliti Di Balai Litbang Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) Magelang Tahun 2013

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2004 T E N T A N G

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 4 TAHUN : 2005 SERI : D NOMOR : 4

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pada era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, faktor penelitian dan pengembangan merupakan faktor penentu keberhasilan suatu program pembangunan. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Drs. Abdul Untung sebagai Staf Ahli Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS), bahwa suatu program pembangunan termasuk pembangunan bidang kesejahteraan sosial akan mencapai hasil yang optimal apabila didukung oleh kegiatan penelitian dan pengembangan, atau programprogramnya disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan. Drs. Abdul Untung selanjutnya mengatakan bahwa untuk memperoleh hasil penelitian dan pengembangan yang optimal, maka salah satu prasyarat yang harus terpenuhi dalam upaya peningkatan sumber daya manusia, khususnya bagi aparat pelaksana pembangunan bidang kesejahteraan sosial adalah adanya kesesuaian antara tugastugas yang dilaksanakan dengan motivasi individu terhadap suatu bidang tugas. Pada kenyataannya, pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial belum mencapai hasil yang optimal. Hal ini terutama bila dikaitkan dengan kenyataan bahwa jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial belum mengalami penurunan yang berarti, bahkan terdapat kecenderungan semakin meningkat. Seperti misalnya di kota Bogor, menurut Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Bogor, Mulyana, memperkirakan jumlah orang miskin di kota Bogor

2 sudah mencapai 160.000 jiwa pada pertengahan tahun 2006. Jumlah tersebut mengalami kenaikan 40% dibanding tahun 2004/2005 yang hanya 67.000 jiwa (Sahar ; Depsos 2006). Banyaknya jumlah kegiatan penelitian sosial yang dilaksanakan oleh pejabat fungsional peneliti kesejahteraan sosial, terjadi bersamaan dengan kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial. Banyak peneliti hanya meneliti untuk mendapatkan poin penilaian agar bisa naik pangkat dan golongan yang berpengaruh pada besarnya tunjangan fungsional, sementara hasil penelitiannya hanya masuk ke perpustakaan tanpa bisa dinikmati masyarakat, oleh karena itu hal ini menimbulkan keragu-raguan tentang kualitas penelitian kesejahteraan sosial dan aparat peneliti kesejahteraan sosial (Kompas online, 21 April 2006). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) di Yogyakarta merupakan unit kerja di lingkungan departemen sosial yang memiliki tugas pokok melaksanakan penelitian dan pengembangan sosial untuk dijadikan bahan masukan bagi pengambilan keputusan sehubungan dengan penyusunan program pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Dalam melaksanakan tugasnya, B2P3KS didukung oleh 184 orang pegawai organik yang terdiri dari 1 orang Kepala Balai Besar (Pejabat Eselon IIb), 3 orang Kepala Bagian/Bidang (Pejabat Eselon IIIa), 6 orang Kepala Sub Bagian/Seksi (Pejabat Eselon IVa), 3 orang Kepala Instansi (Non Eselon), 3 orang Sekretaris Instansi, 4 orang Bendaharawan, 1 orang Pejabat Fungsional

3 Perencana, 18 orang Pejabat Fungsional Teknisi Penelitian dan Perekayasaan (LITKAYASA), 91 orang Pejabat Fungsional Peneliti, 54 orang staf. Pada hakikatnya tugas yang harus dilaksanakan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pejabat fungsional peneliti berdasarkan isi Surat Keputusan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah : (1) Berusaha meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan. Seorang pejabat fungsional harus memiliki tingkat pendidikan minimal D3 dan mengikuti kursus atau penataran serta mendapatkan ijazah yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian. (2) Membuat karya tulis ilmiah baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan (3) Melakukan pemacuan teknologi melalui pengungkapan fenomena, teori atau sistem yang secara nyata meningkatkan kemajuan iptek serta terbukti kebenaran dan kegunaannya di dalam praktek (4) Melakukan pemasyarakatan ilmu dan teknologi melalui penyuluhan, penerbitan buku yang berhubungan dengan pemasyarakatn ilmu dan teknologi (5) Ikut serta dalam kegiatan ilmiah, misalnya memimpin unit/proyek penelitian (6) Melakukan pembinaan kader ilmiah, misalnya mengajar di perguruan tinggi dan penataran ilmiah serta melakukan pendampingan terhadap peneliti muda (7) Memperoleh penghargaan ilmiah atas prestasi dalam kegiatan ilmiah dari pemerintah atau induk organisasi profesi ilmiah atau memperoleh gelar kehormatan akademis. Menurut Staf Ahli pimpinan B2P3KS Drs. Abdul Untung, bahwa tugas seorang pejabat fungsional peneliti adalah cukup berat, sehingga untuk dapat berhasil dengan baik dalam pelaksanaan tugasnya, seorang peneliti harus benar-benar memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam bidang tugasnya.

4 Motivasi kerja pejabat fungsional peneliti merupakan perilaku yang muncul untuk memenuhi kebutuhannya. Semakin tinggi motivasi kerja pejabat fungsional peneliti, berarti semakin besar usaha yang dikeluarkan di dalam melaksanakan pekerjaannya. Lewat bekerja pejabat fungsional peneliti dapat memenuhi kebutuhannya, karena mereka akan memperoleh imbalan sesuai dengan hasil kerjanya. Sesuai atau tidaknya imbalan yang diperoleh dapat memberikan rangsang positif maupun negatif dalam diri individu. Imbalan yang memberikan rangsangan positif seperti promosi akan membuat motivasi kerja pejabat fungsional peneliti menjadi tinggi, sedangkan rangsang negatif seperti penundaan kenaikan pangkat akan membuat motivasi kerja pejabat fungsional peneliti menjadi rendah. Hasil kerja yang telah dicapai oleh para pejabat fungsional peneliti B2P3KS, menunjukkan motivasi yang berbeda dari para pejabat fungsional peneliti untuk meraih angka kredit semaksimal mungkin. Motivasi kerja pada para pejabat fungsional peneliti menjadi penting karena akan mempengaruhi hasil kerja yang dicapainya. Untuk dapat mencapai hasil kerja yang diharapkan oleh instansi, maka setiap peneliti dalam melakukan penelitiannya akan memperoleh angka kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil kerja dan pemenuhan angka kredit ini akan dievaluasi setiap tahun dan keseluruhan dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan akan dievalusi setiap empat tahun sekali. Namun apabila seorang pejabat fungsional peneliti mampu melampaui angka kredit minimal yang ditetapkan oleh instansi, maka pejabat fungsional peneliti tersebut akan mendapatkan kenaikan pangkat pilihan dari instansinya.

5 Berdasarkan hasil wawancara terhadap 1 orang pejabat fungsional peneliti level Peneliti Utama, 4 orang Peneliti Madya, 3 orang Peneliti Muda, dan 3 orang Peneliti Pertama, mereka mengungkapkan bahwa kenaikan pangkat pilihan inilah yang menjadi salah satu daya tarik bagi mereka agar termotivasi untuk terus berkarya melakukan penelitian. Bila pejabat fungsional peneliti mampu naik pangkat terlebih lagi kenaikan pangkat pilihan, maka dengan sendirinya jabatannya akan naik begitu pula dengan tunjangannya. Semakin tinggi pangkat seorang pejabat fungsional peneliti, maka semakin besar pula tunjangan yang diperolehnya. Merujuk pada Expectancy Theory dari Victor H. Vroom, kondisi pejabat fungsional peneliti di B2P3KS dapat dijelaskan bahwa perilaku pejabat fungsional peneliti yang dapat memenuhi angka kredit merupakan faktor valence tinggi. Keyakinan yang dimiliki pejabat fungsional peneliti terhadap imbalan yang diperoleh atas hasil kerjanya merupakan faktor instrumentality tinggi. Kemampuan pejabat fungsional peneliti untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penelitian yang dilakukannya akan mendapatkan angka kredit, merupakan faktor expectancy tinggi. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 1 orang pejabat fungsional peneliti level Peneliti Utama, 2 orang Peneliti Madya, 2 orang Peneliti Muda, dan 2 orang Peneliti Pertama, dikatakan bahwa mereka sebenarnya kurang termotivasi terhadap bidang pekerjaannya akan tetapi jika melihat besarnya imbalan yang ditawarkan instansi mereka akhirnya memilih bidang pekerjaannya sekarang. Ketika melaksanakan pekerjaannya, mereka merasa kurang termotivasi untuk tugas penelitian yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Namun mereka

6 menyadari, bahwa tidak tercapainya angka kredit akan menyebabkan tertundanya kenaikan pangkat hingga pemberhentian sementara oleh pihak instansi. Merujuk pada Expectancy Theory dari Victor H. Vroom, kondisi pejabat fungsional peneliti B2P3KS di atas dapat dijelaskan bahwa mereka memiliki valence rendah, instrumentality rendah, dan expectancy rendah. Dalam wawancara dengan Pimpinan B2P3KS dan sejumlah pejabat fungsional peneliti, diperoleh data bahwa hanya terdapat 3 orang pejabat fungsional peneliti yang berhasil memperoleh kenaikan pangkat pilihan karena memiliki angka kredit yang melebihi angka minimal yang ditetapkan. Diperoleh data 15 orang peneliti terpaksa diberhentikan sementara karena ketidakmampuannya memenuhi angka kredit minimal yang ditetapkan. Dengan demikian, terdapat 63 orang pejabat fungsional peneliti yang harus bekerja keras untuk dapat tetap bertahan sebagai pejabat fungsional peneliti. Dalam wawancara dengan 10 orang pejabat fungsional peneliti B2P3KS diperoleh data bahwa tunjangan jabatan yang besar, serta peluang untuk naik pangkat lebih cepat, merupakan salah satu faktor yang memotivasi pejabat fungsional peneliti untuk memilih menjadi pejabat fungsional peneliti. Berdasarkan masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan studi deskriptif mengenai motivasi kerja pada para pejabat fungsional peneliti B2P3KS Departemen Sosial RI di Yogyakarta.

7 1.2. IDENTIFIKASI MASALAH Bagaimana derajat motivasi kerja pada pejabat fungsional peneliti B2P3KS Departemen Sosial RI di Yogyakarta. 1.3. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Maksud Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan gambaran mengenai motivasi kerja pada pejabat fungsional peneliti B2P3KS Departemen Sosial RI di Yogyakarta 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat derajat motivasi kerja pada pejabat fungsional peneliti B2P3KS Departemen Sosial RI di Yogyakarta. 1.4. KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1. Kegunaan Ilmiah 1. Memberikan gambaran dan masukan bagi penelitian sejenis ataupun penelitian lebih lanjut mengenai motivasi kerja. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu psikologi industri dalam penerapannya di dunia kerja, yaitu dengan memberikan informasi khususnya yang berkaitan dengan masalah motivasi kerja.

8 1.4.2. Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi bagi Departemen Sosial khususnya B2P3KS untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi upaya peningkatan motivasi kerja pejabat fungsional peneliti. 2. Memberikan informasi kepada Departemen Sosial khususnya B2P3KS tentang faktor-faktor apa saja dapat meningkatkan kinerja karyawan sehingga dapat menunjukkan kinerja yang optimal. 3. Memberi masukan bagi para pejabat fungsional peneliti B2P3KS sebagai bahan pertimbangan dalam rangka peningkatan motivasi kerja. 1.5. KERANGKA PEMIKIRAN Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) di Yogyakarta adalah unit pelaksana teknis di bidang penelitian dan pengembangan pelayanan kesejahteraan sosial di lingkungan Departemen Sosial RI berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial. B2P3KS mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan pelayanan kesejahteraan sosial yang diharapkan mampu menghasilkan model-model dan pola pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki hasil guna dan daya guna yang tinggi, sehingga pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial mampu membawa masyarakat Indonesia ke suatu tingkat yang memadai. Fungsi dari B2P3KS dijalankan oleh kepala, bagian tata usaha, bagian program dan advokasi, bagian standarisasi dan sosialisasi pelayanan kesejahteraan sosial, kelompok jabatan fungsional, dan instalasi. Unsur penunjang

9 utama pada B2P3KS berada pada salah satu kelompok jabatan fungsional, yaitu kelompok jabatan fungsional peneliti. Pejabat fungsional peneliti mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan pelayanan kesejahteraan sosial. Hasil dari penelitian tersebut akan dijadikan acuan bagi pengambilan keputusan sehubungan dengan penanganan masalah-masalah kesejahteraan sosial. Diharapkan para pejabat fungsional peneliti dapat menghasilkan penelitian-penelitian yang berkualitas, sehingga penanganan masalah-masalah kesejahteraan sosial dapat teratasi dengan baik. Ketika pejabat fungsional peneliti melakukan tugasnya maka performance mereka akan dinilai oleh B2P3KS dengan menggunakan sistem kredit point. Untuk setiap tugas seperti berusaha meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan. Seorang pejabat fungsional harus memiliki tingkat pendidikan minimal D3 maka mereka akan memperoleh kredit point sebesar 50 hingga 150 point sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka miliki. Mengikuti kursus atau penataran serta mendapatkan ijazah yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian, kredit point yang diperoleh sebesar 2 hingga 15 point. Membuat karya tulis ilmiah baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan, kredit point yang diperoleh sebesar 5 hingga 50 point. Melakukan pemacuan teknologi melalui pengungkapan fenomena, kredit point yang diperoleh sebesar 10 hingga 100 point. Melakukan pemasyarakatan ilmu dan teknologi melalui penyuluhan, penerbitan buku yang berhubungan dengan pemasyarakatn ilmu dan teknologi, maka kredit point yang mereka peroleh sebesar 2 hingga 35 point. Ikut serta dalam kegiatan ilmiah, misalnya memimpin unit/proyek penelitian maka kredit

10 point yang diperoleh sebesar 1 hingga 10 point. Melakukan pembinaan kader ilmiah, misalnya mengajar di perguruan tinggi dan penataran ilmiah serta melakukan pendampingan terhadap peneliti muda maka kredit point yang diperoleh sebesar 2 hingga 10 point. Memperoleh penghargaan ilmiah atas prestasi dalam kegiatan ilmiah dari pemerintah atau induk organisasi profesi ilmiah atau memperoleh gelar kehormatan akademis maka kredit point yang diperoleh sebesar 15 point. Merujuk pada teori motivasi kerja dari Victor H. Vroom, tingkat keyakinan bahwa usaha (effort) yang dikeluarkan pejabat fungsional peneliti akan diikuti dengan tercapainya tingkat performance kerja tertentu yang dinilai melalui sistem kredit point dinamakan sebagai aspek expectancy. Semakin besar keyakinan akan effort yang dikeluarkan akan menghasilkan performance kerja yang tinggi maka semakin tinggi aspek expectancy yang dimiliki pejabat fungsional peneliti tersebut. Performance kerja yang dinilai dari kredit point yang diperoleh setiap pejabat fungsional peneliti akan memperoleh imbalan (reward) yang sesuai yaitu berupa kenaikan pangkat dan disertai kenaikan tunjangan fungsional. Dengan jabatan fungsional peneliti, seseorang dimungkinkan untuk bekerja lebih lama (sampai batas usia 65 tahun) dan mencapai pangkat yang maksimal (IV/e). Selain itu, tunjangan bagi pejabat fungsional peneliti relatif lebih besar daripada pejabat fungsional lainnya, cara perolehan angka kredit untuk kenaikan pangkat/jabatan relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan jabatan fungsional yang lainnya. Dalam menjalankan tugasnya, pejabat fungsional peneliti terdorong oleh berbagai motif. Motif-motif ini dilandasi oleh kebutuhan-kebutuhan, seperti

11 kebutuhan biologis, kebutuhan sosial, dan kebutuhan aktualisasi diri. Perilaku pejabat fungsional peneliti dalam pekerjaannya merupakan usaha untuk mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan bekerja pejabat fungsional peneliti mendapatkan upah atau imbalan, baik berupa materi ataupun non materi (seperti pujian, promosi jabatan, dan lainnya) sesuai dengan yang diharapkan. Seseorang akan termotivasi untuk memilih suatu bidang pekerjaan apabila bidang pekerjaan tersebut diyakini dapat membawa individu tersebut untuk memuaskan seluruh kebutuhannya. Imbalan yang diperoleh pejabat fungsional peneliti sebagai hasil dari performance kerja yang ditunjukkannya, yaitu kenaikan pangkat dan tunjangan merupakan aspek valence yang besarnya akan menentukan seberapa menarik imbalan tersebut bagi pejabat fungsional peneliti. Artinya jika imbalan yang diberikan B2P3KS kepada pejabat fungsional peneliti atas hasil kerja dianggap semakin menarik, maka aspek valence yang dimiliki semakin tinggi. Sedangkan semakin tinggi keyakinan pejabat fungsional peneliti bahwa performance kerja yang ditunjukkannya akan diikuti dengan perolehan imbalan tertentu maka semakin tinggi aspek instrumentality. Definisi motivasi menurut Victor H. Vroom adalah suatu kekuatan dorongan untuk melakukan suatu tindakan (Davis, Keith Newstroom, John W. 1996:90-96). Vroom menjelaskan bahwa motivasi adalah hasil perkalian dari tiga aspek, yaitu valence, expectancy, dan instrumentality. Yang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : Motivation = (Valence x Instrumentality) x Expectancy

12 Derajat motivasi kerja pejabat fungsional peneliti akan ditentukan oleh perkalian dari masing-masing skor yang diperoleh pada setiap aspek motivasi kerja tersebut. Hal ini berarti motivasi kerja yang tinggi akan tercapai bila valence, expectancy, dan instrumentality yang dimiliki pejabat fungsional peneliti tinggi. Sebaliknya motivasi kerja rendah akan tercapai apabila valence, expectancy, dan instrumentality yang dimiliki pejabat fungsional peneliti rendah. Apabila salah satu aspek yaitu aspek valence atau instrumentality memiliki nilai yang rendah sedangkan aspek expectancy memiliki nilai yang tinggi maka motivasi kerja dari pejabat fungsional peneliti menjadi rendah. Valence mengacu pada seberapa menarik imbalan yang diperoleh bagi pejabat fungsional peneliti. Instrumentality mengacu pada performance kerja yang ditunjukkannya akan diikuti dengan perolehan imbalan tertentu. Dan expectancy mengacu pada tingkat keyakinan bahwa usaha (effort) yang dikeluarkan pejabat fungsional peneliti akan diikuti dengan tercapainya tingkat performance kerja tertentu. Motivasi kerja yang dihayati oleh pejabat fungsional peneliti menurut Victor H. Vroom dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: pengawasan atasan (Supervision), kerja tim (Work Group), gaji (Wages), isi pekerjaan (Job Content), dan kesempatan mendapatkan promosi (Promotional Opportunities). Dalam hal ini, yang ingin diketahui adalah mengenai derajat motivasi kerja pejabat fungsional peneliti. Berdasarkan uraian yang ada pada kerangka pikir, maka dibuat bagan sebagai berikut:

13 Tugas : Melakukan Pejabat Fungsional Peneliti Kebutuhan Melakukan Penelitian Reward : - Kredit Poin - Kenaikan Pangkat - Kenaikan Tunjangan Fungsional Aspek-aspek Motivasi Kerja : - Valence - Instrumentality - Expectancy Motivasi Kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja : - Supervision - Work Group - Wages - Job Content - Promotional Opportunities Tinggi Rendah Bagan 1.5. Kerangka Pikir

14 1.6. ASUMSI 1. Tiap pejabat fungsional peneliti memiliki motivasi kerja yang berbeda-beda. 2. Perbedaan ini dipengaruhi oleh valence, expectancy, dan instrumentality yang ada dalam diri masing-masing pejabat fungsional peneliti. 3. Motivasi kerja pejabat fungsional peneliti akan tinggi apabila valence, expectancy, dan instrumentality tinggi. 4. Motivasi kerja pejabat fungsional peneliti akan rendah apabila valence, expectancy, dan instrumentality rendah. 5. Motivasi kerja pejabat fungsional peneliti akan rendah apabila valence atau instrumentality rendah dan expectancy tinggi.