46 BAB IV ANALISIS HUKUM A. Penerapan Tanggal Efektif Yuridis dalam Pengambilalihan Saham yang Dilakukan PT Bumi Kencana Eka Sejahtera atas PT Andalan Satria Lestari Pasal 29 UU No.5 Tahun 1999, mewajibkan kepada para pelaku usaha untuk melakukan pemberitahuan kepada KPPU paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah penggabungan, peleburan atau pengambilalihan saham dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menilai apakah tindakan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan saham dilakukan dapat menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pada kasus yang diambil oleh penulis, terjadi perbedaan penafsiran tanggal efektif yuridis. Pada awalnya KPPU menerapkan 30 hari setelah adanya Surat Keputusan Menteri Hukum dan Ham Nomor AHU- 10575.AH.01.02 tahun 2012 tanggal 27 Februari 2012. Surat ini berisikan tentang persetujuan perubahan anggaran dasar perseroan PT ASL. Oleh karena mengetahui ada surat keputusan tersebut, KPPU menetapkan tanggal efektif yuridis untuk pelaku usaha melakukan pemberitahuan adalah pada tanggal 27 Februari 2012 dan terlapor wajib melaporkan paling lambat 10 April 2012.
47 Oleh karena itu pada tanggal 22 Februari 2012, KPPU mengirimkan surat kepada PT DSS agar tidak lupa melakukan pemberitahuan. KPPU belum menerima informasi secara lengkap bahwa pengambilalihan saham dilakukan oleh terlapor sebagai anak perusahaan. Oleh karena itu, PT DSS dengan itikad baik menjawab surat tersebut yang berisikan bahwa pengambilalihan saham dilakukan oleh anak perusahaannya. Didalam kasus ini, terjadi perbedaan tanggal berlaku efektif secara yuridis dari suatu proses pengambilalihan saham, bahwa pada proses pengambilalihan saham tahap pertama, KPPU menggunakan Persetujuan Menkumham atas anggaran dasar sebagai bukti persidangan sedangkan pada proses pengambilalihan saham PT. ASL tahap kedua, KPPU menggunakan dokumen penerimaan pemberitahuan sebagai bukti. KPPU melakukan dugaan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran Pasal 29 UU No.5 Tahun 1999 dengan berdasarkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan (selanjutnya disebut Perkom No.4 Tahun 2012). Terlapor merasa penggunaan perkom ini, berlaku secara surut dan juga telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU No 12 Tahun 2011), Lampiran B, angka 155 dan 156 yang mengatur bahwa:
48 Angka 155: Pada dasarnya mulai berlakunya peraturan perundang-undangan tidak dapat ditentukan lebih awal daripada saat pengundangannya Angka 156: Jika ada alasan yang kuat untuk memberlakukan peraturan perundang-undangan lebih awal daripada saat perundangannya (berlaku surut), diperhatikan hal sebagai berikut: a.... b. rincian mengenai pengaruh ketentuan berlaku surut itu terhadap tindakan hukum, hubungan hukum, dan akibat hukum tertentu yang sudah ada, dimuat dalam ketentuan peralihan c.... Perkom No. 4 Tahun 2012 ditetapkan dan berlaku mulai pada tanggal 27 Agustus 2012, sedangkan kasus ini berjalan pada bulan februari 2012. Pengenaan perkom ini, hanya menetapkan mengenai pelaksanaan denda administratif sedangkan mengenai pengenaan denda administratif itu sendiri telah diatur dalam Pasal 6 PP 57 Tahun 2010 yang mulai berlaku sejak tanggal 20 Juli 2010. Pasal 6 PP 57 Tahun 2010 mengatur bahwa: Dalam hal pelaku usaha tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (3), pelaku usaha dikenakan sanksi berupa denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) Pengenaan perkom ini, hanya sebagai pelaksanaan denda administratif yang telah diatur sebelumnya didalam PP 57 Tahun 2010. Sehingga KPPU tidak memberlakukan secara surut peraturan komisi ini. Dalam memeriksa kasus ini, KPPU juga menggunakan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
49 Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha Dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut Perkom No.3 Tahun 2012). Didalam perkom terdapat pedoman dan prosedur untuk melakukan pemberitahuan kepada KPPU. Perkom ini mengambil dari penjelasan Pasal 133 UU PT yaitu penghitungan tanggal efektif yuridis adalah: 1. Persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi penggabungan 2. Pemberitahuan diterima oleh Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan anggaran dasar; dan; 3. Pengesahan Menteri atas akta pendirian perseroan dalam hal terjadi peleburan. Jika mengacu kepada ketentuan yang tertulis dalam lampiran Perkom No.3 Tahun 2012, seharusnya pemberitahuan dilakukan kepada KPPU setelah tahap pengambilalihan saham yang kedua karena didalam pengambilalihan saham kedua, terjadi perubahan pemegang saham. Didalam perngambilalihan saham tahap pertama, terlapor dan pemegang saham eksisting didalam PT.ASL tidak melakukan perubahan pengurus, dengan kata lain terlapor memang sudah memiliki saham mayoritas
50 namun kendali perusahaan masih berada dibawah para pemegang saham lama. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perubahan anggota direksi setelah pengambilalihan saham yang kedua. B. Analisis Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-M/2012 Tentang Dugaan Pelanggaran terhadap Pasal 29 Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 berkaitan dengan Pengambilalihan Saham PT Andalan Satria Lestari oleh PT Bumi Kencana Eka Sejahtera Dalam kasus ini, permasalahan terjadi karena adanya dugaan keterlambatan pemberitahuan telah dilakukan pengambilalihan saham tahap pertama oleh terlapor atas PT ASL. Tim Investigator dari KPPU menemukan kecenderungan adanya pelanggaran terhadap Pasal 29 UU No.5 Tahun 1999 dalam tindakan pengambilalihan saham ini. Tim investigator dalam hal mengajukan perkara ini kepada komisi dengan berdasarkan kepada Perkom No. 3 Tahun 2012 yang mengatakan kewajiban melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham ASL oleh terlapor sesuai dengan Penjelasan Pasal 133 UU PT diatas. Jika mengacu kepada ketentuan Pasal 133 UU PT diatas,pengambilalihan saham tahap pertama adalah tanggal 27 Februari 2012 dan paling lambat terlapor harus memberitahukannya kepada komisi pada tanggal 10 April 2012.
51 Sebenarnya, jika mengacu kepada pasal ini, terdapat kerancuan didalam penerapannya. Jika dilihat dalam kasus ini, memang dalam tahap pertama tidak terjadi perubahan anggaran dasar, tetapi jumlah total pengambilalihan saham yang diambilalih telah memenuhi syarat yang diatur dalam UU No 5 Tahun 1999 dan PP 57 Tahun 2010. Berdasarkan UU No 5 Tahun 1999 bahwa setiap pengambilalihan saham yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu wajib diberitahukan kepada komisi. Hal ini lebih dipertegas dalam PP 57 Tahun 2010 sebagai peraturan pelaksana dari undang-undang ini. Didalam peraturan pemerintah ini disebutkan dalam Pasal 5 ayat 2 bahwa setiap pengambilalihan saham yang nilai aset mencapai jumlah Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar rupiah) dan nilai penjualan sebesar Rp 5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) wajib dilaporkan kepada komisi. Dilihat dari bunyi pasal tersebut, dapat dikatakn bahwa ketika pengambilalihan saham yang jumlahnya memenuhi ketentuan diatas, wajib dilaporkan kepada komisi. Berdasarkan data yang ada, nilai aset gabungan hasil pengambilalihan adalah Rp 11.652.108.605.890,- (sebelas triliun enam ratus lima puluh dua miliar seratus delapan juta enam ratus lima ribu delapan ratus sembilah puluh rupiah) dan nilai penjualan gabungan hasil pengambilalihan adalah Rp 5.190.532.199.712,- (lima triliun seratus sembilan puluh miliar lima ratus tiga puluh dua juta seratus sembilan puluh sembilan ribu tujuh ratus dua belas rupiah). Artinya, pelaku usaha harusnya melaporkan tindakan
52 pengambilalihan saham yang dilakukan kepada komisi karena jumlah nilai aset gabungan dan nilai penjualan gabungan telah memenuhi unsur Pasal 5 ayat 2 tersebut. Namun, Pasal 133 UU PT sendiri telah menjelaskan bahwa pemberitahuan kepada pihak ketiga yang berkepentingan dilakukan setelah ada pemberitahuan diterima oleh Menteri Hukum dan HAM, namun tidak dijelaskan mekanisme pemberitahuan yang dimaksud oleh Kementrian Hukum dan HAM. KPPU menetapkan tanggal efektif secara yuridis dari pengambilalihan saham PT ASL oleh terlapor pada tahap pertama adalah dokumen Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU-10575.AH.01.02 Tahun 2012 pada tanggal 27 Februari 2012 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan. Ketentuan yang tercantum dalam Perkom No.3 Tahun 2012, secara jelas dikatakan bahwa penentuan tanggal efektif yuridis berdasarkan Pemberitahuan diterima oleh menteri baik terjadi perubahan dasar atau tidak. Dalam hal ini terlapor berharap bahwa KPPU seharusnya menetapkan tanggal efektif yuridis berdasarkan Surat Penerimaan Pemberitahuan Nomor AHU-AH.01.10-15135 tanggal 27 April 2012.Dapat dikatakan bahwa Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU-10575.AH.01.02 Tahun 2012 pada tanggal 27 Februari 2012 tentang Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan dapat digunakan sebagai bukti formil bahwa telah adanya pemberitahuan dari
53 terlapor dan telah diterima oleh Kemenkumham. Meskipun dapat digunakan secara formil telah dilakukan pemberitahuan kepada Menkumham, namun KPPU harus tetap mengacu kepada Perkom No.3 Tahun 2012, sehingga pengambilalihan saham tahap pertama bukan merupakan pengambilalihan saham yang wajib dilaporkan kepada KPPU. Terlapor wajib melakukan pemberitahuan kepada komisi setelah pengambilalihan saham tahap kedua karena sudah adanya pengendalian dari terlapor. Salah satu masalah yang ada dari penggunaan peraturan dalam kasus ini adalah penggunaan peraturan komisi sebagai dasar hukum. Sebenarnya, peraturan komisi tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 7 UU Nomor 12 tahun 2011, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/kota.
54 Berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan tersebut tidak disebutkan peraturan komisi. Namun, keberadaan peraturan komisi dapat dimasukkan dalam jenis peraturan perundangundangan yang disebut dalam Pasal 8 ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011 yaitu Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat Pembentukan KPPU ini merupakan amanat dari UU Nomor 5 tahun 1999 Pasal 30 yaitu dengan tujuan untuk mengawasi pelaksanaan undangundang maka dibentuklah KPPU. Oleh sebab itu, segala peraturan yang dibuat oleh komisi memiliki kekuatan hukum. Namun, Majelis komisi dalam hal ini tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku pada saat putusan ini dibuat. Berdasarkan Perkom No. 3 Tahun 2012 Majelis tetap memutuskan bahwa penentuan 30 hari yang dimaksud dalam UU No 5 Tahun 1999 sesuai dengan bahwa pemberitahuan yang wajib dilakukan oleh pelaku usaha kepada komisi dilakukan setelah pemberitahuan diterima oleh menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar maupun yang tidak disertai dengan perubahan anggaran dasar. Oleh karena itu, KPPU telah tepat dalam memutuskan perkara.
55