Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

dokumen-dokumen yang mirip
SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

Citra Satelit IKONOS

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh ( Citra ASTER dan Ikonos ) Oleh : Bhian Rangga JR Prodi Geografi FKIP UNS

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

RANCANG BANGUN APLIKASI FUSI CITRA (IMAGE FUSION) DARI DATA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN METODE PANSHARPENING TUGAS AKHIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

ORTHOREKTIFIKASI DATA CITRA RESOLUSI TINGGI (ASTER DAN SPOT) MENGGUNAKAN ASTER DEM

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Dangkal

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

PERANAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DALAM MEMPERCEPAT PEROLEHAN DATA GEOGRAFIS UNTUK KEPERLUAN PEMBANGUNAN NASIONAL ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

PENGOLAHAN CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN VEGETASI MENGGUNAKAN ER MAPPER 7.0 (Laporan Peongolahan Citra Satelit)

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN SPEKTRAL PADA CITRA SATELIT LANDSAT, SPOT DAN IKONOS

Gambar 1. Satelit Landsat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

PENGINDERAAN JAUH DENGAN NILAI INDEKS FAKTOR UNTUK IDENTIFIKASI MANGROVE DI BATAM (Studi Kasus Gugusan Pulau Jandaberhias)

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

Analisa Pantauan dan Klasifikasi Citra Digital Remote Sensing dengan Data Satelit Landsat TM Melalui Teknik Supervised Classification

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

ix

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

PENENTUAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KABUPATEN LANGKAT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 TM DAN 7 ETM. Rita Juliani Rahmatsyah.

Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENENTUAN EKOSISTEM LAUT PULAU- PULAU KECIL DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT RESOLUSI TINGGI STUDY KASUS : PULAU BOKOR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Subset citra QuickBird (uint16).

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

Gregorius Anung Hanindito 1 Eko Sediyono 2 Adi Setiawan 3. Abstrak

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

EVALUASI METODE FUSI CITRA MULTI RESOLUSI MENGGUNAKAN ALGORITMA WANG BOVIK DAN OBJECT BASED IMAGE ANALYSIS (OBIA)

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

ANALISIS PANSHARPENING CITRA SPOT 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

Prosiding SIPTEKGAN XIV-2010

PENAJAMAN INFORMASI OBYEK PERMUKAAN BUMI DENGAN FUSI CITRA PENG1NDERAAN JAUH BERDASARKAN WAVELET

PEMANTAUAN LUAS DANAU LIMBOTO MENGGUNAKAN CITRA MULTI TEMPORAL DAN MULTI SENSOR

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

ISTILAH DI NEGARA LAIN

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

bdtbt.esdm.go.id Benefits of Remote Sensing and Land Cover

PEDOMAN PEMANTAUAN PERUBAHAN LUAS PERMUKAAN AIR DANAU MENGGUNAKAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

BUKU AJAR. : Inderaja untuk Penataan Ruang : Perencanaan Wilayah dan Kota : Fakultas Teknik. Mata Kuliah Prgram Studi Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK IDENTIFIKASI NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX (NDVI) DI KECAMATAN SILAT HILIR KABUPATEN KAPUAS HULU

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

III. METODOLOGIPENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Model, Analisis, Desain dan Implementasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra Khursanul Munibah Asisten : Ninda Fitri Yulianti

SAMPLING DAN KUANTISASI

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

Transkripsi:

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan itra Hartanto Sanjaya Pemanfaatan cita satelit sebagai bahan kajian sumberdaya alam terus berkembang, sejalan dengan semakin majunya teknologi pemrosesan dan adanya peningkatan kemampuan sensor satelit dalam merekam kondisi permukaan bumi. Peningkatan kemampuan sensor ini dapat kita lihat selain dari semakin beragam resolusi spektral juga semakin baiknya resolusi spasial yang hasilkan. Sebagai contoh, pada awal tahun sembilan puluhan satelit Landsat memiliki sensor Thematic Mapper dengan resolusi spasial 30 meter, pada akhir sembilan puluhan Landsat telah memiliki sensor Enhanced Thematic Mapper yang telah dilengkapi sensor pankromatik dengan resolusi spasial 15 meter. egitu pula dengan satelit SPOT. Pada saat ini sensor multispekstral SPOT telah mampu merekam citra dengan resolusi 10 meter dan sensor pankromatiknya mampu menghasilkan resolusi spasial 5 meter. Ini merupakan kemajuan dimana pada generasi sebelum sensor multispektral SPOT hanya mampu merekam citra beresolusi 20 meter dan pankromatik hanya 10 meter. Peningkatan kemampuan perekaman data kemudian diramaikan oleh generasi satelit beresolusi tinggi, seperti IKONOS dan Quickird yang mampu merekam data dengan sensor pankromatiknya masing-masing 1 meter dan 0,65 meter. Peningkatan kemampuan resolusi spektral juga diramaikan oleh kehadiran satelit Terra dengan sensor STER (dvanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection). Sensor STER sendiri memiliki daerah spektral yang lebar dengan jumlah 14 band dari daerah visible hingga thermal infrared. Resolusi spasial beragam tergantung letak band pada peta spektral, resolusi 15 meter pada visible dan near infrared (VNIR), resolusi 30 meter pada Short Wave Infrared (SWIR) dan resolusi 90 meter pada Thermal Infrared (TIR). danya perbedaan hasil resolusi pada masing-masing satelit dapat dimanfaatkan oleh pengguna dalam mengaplikasikan teknologi pemrosesan citra secara digital untuk menghasilkan luaran yang lebih baik. Penggunaan satu jenis data satelit terkadang belum cukup untuk mendapatkan luaran yang diinginkan karena adanya keterbatasan resolusi spektral dan juga keterbatasan resolusi spasial. Karena itu saat ini banyak dikembangkan teknik pemrosesan penggabungan citra (image fusion) dimana satu atau lebih band pada satu jenis data satelit digabungkan sedemikian rupa dengan satu atau lebih band pada jenis data satelit yang berbeda. Pada pembahasan berikut akan dilakukan penggabungan citra dengan menggunakan tiga jenis data satelit yang mempunyai perbedaan resolusi spasial. Dari penggabungan ini diharapkan dapat terlihat penampakan obyek permukaan yang lebih baik dengan mempertahankan informasi dari salah satu jenis data satelit yang dipakai. Data dan Metodologi Data yang digunakan dalam studi ini adalah data yang dihasilkan dari sensor STER pada gustus 2000, data dari sensor ETM pada Landsat-7 bulan September 1999 dan dari sensor multispektral (XS) satelit SPOT 5 pada Juli 2002. Data STER mempunyai resolusi spasial 15 meter, ETM mempunyai resolusi 30 meter sedangkan data SPOT mempunyai resolusi 10 meter. Daerah studi adalah kota Enschede (elanda) dan sekitarnya. Metodologi yang digunakan adalah teknik penggabungan citra dengan metoda komposit warna RG, transformasi RG-IHS, dan transformasi IHS-RG. Komposit warna RG adalah penggabungan tiga band atau tiga informasi yang berbeda dalam tiga warna utama yaitu Merah (red R), Hijau (green G) dan iru (blue ). Nilai sekala abu-abu yang terdapat pada masing-masing band digunakan untuk membentuk himpunan atau gabungan kecerahan warna merah, hijau dan biru. Halaman 1 dari 5.

Penggabungan citra dengan metoda RG sangat umum digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya adalah untuk mempermudah analisis visual dari pengguna. Pemilihan band yang digunakan dalam metoda ini didasarkan atas karakteristik spektral masing-masing band yaitu sesuai dengan rentang panjang gelombang yang diterima oleh band tersebut. Sebagai contoh, band 4 ETM mempunyai rentang panjang gelombang dari 0,76 hingga 0,90 µm, pada rentang ini band tersebut biasanya digunakan untuk identifikasi tanaman dan juga dapat menunjukkan tanaman atau biomassa yang sehat. Sehingga jika pada penggabungan citra RG band 4 diletakkan pada R maka penampakan vegetasi pada citra akan berwarna merah atau kemerahan. Sedangkan transformasi warna IHS (intensity-hue-saturation) secara efektif memisahkan informasi spasial (I) dan spektral (HS) dari citra hasil penggabungan RG. Terdapat dua cara untuk mengaplikasikan teknik IHS, yaitu langsung dan substitusi. ara yang pertama adalah dengan secara langsung menempatkan band atau data pada I, H dan S. Sedangkan cara substitusi adalah dengan melakukan transformasi dari RG ke IHS dimana dipisahkan aspek warna dalam kecerahan reratanya (intensity). Hal ini terkait dengan kekasapan permukaan, kontribusi panjang gelombang dominan (hue) dan puritas (saturation). Hue dan saturation, dalam kasus ini, berhubungan dengan komposisi atau reflektifitas permukaan. Kemudian satu dari ketiga komponen tersebut dapat diganti dengan data lain yang akan diintegrasikan. Transformasi berlawanan arah (IHS ke RG) mengonversi data kembali ke kondisi semula dengan menghasilkan citra tergabung (fused image). Teknik IHS telah menjadi prosedur standar dalam analisis citra. Proses ini dapat menghasilkan penajaman warna dari data yang terhubung, meningkatkan penampakan, dapat menambah resolusi spasial, dan dapat menggabungkan beberapa data yang terpisah. Penggunaan teknik IHS dalam penggabungan citra berdasarkan pada prinsip: penggantian salah satu komponen (I, H atau S) dari suatu data dengan data lain. Pada umumnya komponen yang digantikan adalah komponen intensity, yaitu dengan menggantikannya dengan data beresolusi lebih tinggi kemudian dilakukan transformasi berlawanan untuk mendapatkan kombinasi komposit warna kembali. Pada studi ini, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pemilihan band dari masingmasing data (STER, ETM dan XS). erdasarkan karakteristik spektral band (rentang panjang gelombang pada masing-masing band), maka yang digunakan adalah band 4-3-2 (untuk sensor ETM), 3-2-1 (STER) dan 3-2-1 (XS). Langkah berikutnya adalah penerapan komposit warna RG pada masing-masing data, setelah itu dilakukan transformasi RG ke IHS. Setelah terbentuk IHS pada masing-masing data, dilakukan penggantian pada komponen I (dari ETM dan STER) dengan komponen I (dari SPOT) sehingga menghasilkan dua kombinasi IHS baru. Dua kombinasi baru ini kemudian dilakukan transformasi berlawanan arah untuk mendapatkan dua komponen RG baru. Selengkapnya dapat dilihat pada diagram alur (Gambar 1). nalisis Proses transformasi RG IHS RG yang terjadi menunjukkan beberapa perbedaan antara lain resolusi spasial yang dihasilkan dan juga perubahan penampakan pada obyek di permukaan. Gambar 2 adalah hasil komposit warna RG (432) dari data ETM, dan citra hasil penggabungan dengan metoda transformasi RG-IHS-RG, dengan mengganti komponen intensity ETM dengan komponen intensity data SPOT. Penampakan yang sangat terlihat terjadi perubahan adalah resolusi data. Resolusi spasial data ETM yang 30 meter telah diperbaiki dengan menggunakan resolusi spasial SPOT (10 meter). Hal ini berarti nilai dalam ruang 30 x 30 meter (1 piksel ETM) telah dikombinasikan dengan 9 nilai baru yang berasal dari SPOT (kita tahu bahwa 1 piksel SPOT Halaman 2 dari 5.

berukuran 10 x 10 meter). Hal ini perlu kita ketahui agar kita tetap menyadari bahwa citra hasil penggabungan ini mempunyai nilai yang berbeda dibandingkan dengan citra awal. Perubahan resolusi citra berakibat langsung terhadap penampakan detil obyek teramati. Pada Gambar 2 lingkaran dan terlihat jelas adanya perbedaan detil obyek. Pada citra awal obyek yang dapat diamati dalam lingkaran tidak terlalu jelas, sedangkan pada citra hasil penggabungan kita dapat melihat jauh lebih detil jaringan jalan dan blok perumahan. danya perbedaan waktu akuisisi pada kedua jenis data yang digunakan (ETM tahun 1999, dan SPOT tahun 2002) berakibat seperti terlihat pada lingkaran. Pada tahun 1999, saat ETM merekam data ini, di lokasi lingkaran tidak terdapat obyek terbangun (bangunan atau bukaan lahan) sedangkan pada tahun 2002 dilokasi tersebut telah terjadi perubahan tutupan lahan. Hal ini tentunya dapat menjadi suatu keuntungan, karena kita dapat mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi dalam kurun waktu 1999 dan 2002. tetapi juga dapat menjadi kerugian jika tujuan awal kita ingin menganalisis penampakan tutupan lahan pada tahun 1999 (atau analisis tutupan berdasarkan saat data ETM direkam). Pada Gambar 3, yaitu hasil RG dan transformasi RG-IHS-RG pada data STER, kondisi yang terlihat juga serupa dengan yang kita temukan pada data ETM. Yang membedakan tentunya adalah STER mempunyai resolusi spasial 15 meter, sehingga peningkatan ke resolusi 10 meter tidak terlalu terlihat mencolok seperti yang terjadi pada data ETM. Yang menarik adalah jika kita perhatikan pada daerah lingkaran maka terlihat pada tahun 2000 (saat STER merekam data tersebut) telah terjadi perubahan tutupan lahan, jika dibandingkan dengan data ETM pada lokasi yang sama. Simpulan nalisis visual sangat diperlukan dan menjadi bagian penting dalam proses pemrosesan citra satelit. Keterbatasan kemampuan mata manusia dalam memilah warna dapat diatasi dengan transformasi RG dari data satelit yang kita gunakan, dengan berdasar pada karakteristik spektral masing-masing band. Pengenalan obyek melalui warna hasil komposit warna RG akan lebih terbantu jika kita dapat meningkatkan penampakan detil obyek. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik penggabungan citra, dimana kita bisa menggabungkan antara data yang mempunyai resolusi spektral lebih baik dengan data yang mempunyai resolusi spasial lebih baik. Untuk menghindari kesalahan interpretasi dari citra gabungan yang dihasilkan, waktu perekaman dari masing-masing sensor harus diperhatikan. Perbedaan waktu rekam yang terlalu besar akan mengakibatkan terganggunya analisis obyek permukaan karena ada kemungkinan terjadinya perubahan tutupan lahan pada lokasi studi. Daftar Pustaka brams, Michael, et.al., STER User handbook version 2, National eronautics and Space dministration. racknel,.p., 1998, Synergy in remote sensing what s in a pixel, International Journal of Remote Sensing, vol. 19, no. 11, 2025-2047, Taylor and Francis Ltd. Pohl,., 1998, Multisensor image fusion in remote sensing: concepts, methods and application, International Journal of Remote Sensing, Vol. 19, No. 5, 823-854, Taylor and Francis Ltd. Richards, John., 1992, Remote Sensing Digital Image nalysis n Introduction, Springer-Verlag, erlin. Halaman 3 dari 5.

TM 4,3,2 (1999) SPOT 3,2,1 (2002) ster 3,2,1 (2000) RG -> IHS RG -> IHS RG -> IHS TM SPOT ster ombine SPOT: I TM: H - S ombine SPOT: I ster: H - S I : SPOT H,S: TM I: SPOT H,S: ster IHS -> RG IHS -> RG Fused Image TM-SPOT Fused Image ster- SPOT Gambar 1. Diagram alir Transformasi RG IHS RG. Landsat RG 432 (30 x 30 m) R : band 4 G : band 3 : band 2 Gambar 2. Data ETM dan hasil transformasi RG-IHS-RG. Fused Image RG (10 x 10 m) Transformed from IHS: I : SPOT (10 x 10 m) HS : Landsat (30 x 30 m) Halaman 4 dari 5.

STER RG 321 (15 x 15 m) R : band 3 G : band 2 : band 1 Gambar 3. Data STER dan hasil transformasi RG-IHS-RG. Fused Image RG (10 x 10 m) Transformed from IHS: I : SPOT (10 x 10 m) HS : STER (15 x 15 m) Judul Penulis Publikasi Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan itra Hartanto Sanjaya Staf Peneliti Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumberdaya lam (P3- TISD) adan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (PPT) E-mail: hartanto@webmail.bppt.go.id Judul uku: Zamrud Khatulistiwa: teropong dari luar angkasa sampai laut dalam Penerbit: P-3 TISD PPT bekerjasama dengan SEORM adan Riset Kelautan dan Perikanan 2004 lamat Kontak ISN 979-3017-03-1 P-3 TISD PPT PPT Gedung 2 Lantai 19 Jl. MH. Thamrin no.8 Jakarta 10340 INDONESI Tel. 3169706; Fax. 3169720 Halaman 5 dari 5.