EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011

dokumen-dokumen yang mirip
Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN NILAI KERATAAN PERMUKAAN, NILAI LENDUTAN, DAN NILAI MODULUS ELASTISITAS PERKERASAN

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

EVALUASI STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN AUSTROADS 2011 (STUDI KASUS : JALINTIM, TEMPINO - BATAS SUMSEL)

Abstract. Abstrak. Kata-kata kunci: biaya pemeliharaan jalan, nilai kerataan permukaan, nilai lendutan, modulus elastisitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

M. Yoga Mandala Putra

Bab III Metodologi Penelitian

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

Evaluasi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO 1993 dan Metode Bina Marga 2013 Studi Kasus: Jalan Nasional Losari - Cirebon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAHAN (OVERLAY) PADA PERKERASAN KAKU (RIGID PA VEMENT) DENGAN PROGRAM ELCON DAN METODE ASPHALT INSTITUTE TESIS

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2005 oleh Washington State Departement of Transportation (WSDOT).

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

BIAYA PENANGANAN JALAN NASIONAL BERDASARKAN KONDISI KERUSAKAN JALAN DAN MODULUS EFEKTIF PERKERASAN PADA RUAS JALAN NASIONAL DI DEMAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Jalan Ir. Sutami No. 36A Surakarta Telp:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VARIAN TEBAL LAPIS TAMBAH (OVERLAY) BERDASARKAN FAKTOR KESERAGAMAN (FK) PADA JALAN KELAKAP TUJUH DUMAI-RIAU

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemeliharaan dan rehabilitasi. Saat ini, pemeliharaan dan rehabilitasi di Indonesia

SKRIPSI KAJIAN PENENTUAN SEGMEN JALAN BERDASARKAN Pd T B, AASHTO (1986), DAN THOMAS (2003)

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dosen Program Studi Teknik Sipil D-3 Fakultas Teknik Universitas riau

BAB 3 METODOLOGI. Adapun rencana tahap penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasikan masalah yang dilakukan

PENENTUAN JENIS PEMELIHARAAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS: KECAMATAN JABUNG, KABUPATEN MALANG) Dian Agung 1 Saputro

BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin.

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Grandy Hellyantoro*), Mohammad Faldi Fauzi*) Dr. Bagus Hario Setiadji ST., MT., **), Ir. Wahyudi Kusharjoko MT., **)

PENGARUH JENIS PEMBEBANAN DALAM ANALISIS STRUKTUR PERKERASAN LENTUR TERHADAP KINERJA PERKERASAN

urnal 1. Pendahuluan TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 September Djunaedi Kosasih 1) Abstrak

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

melintang atau memanjang dan disebabkan oleh pergerakan plat beton dibawahnya) Kerusakan alur/bahu turun (lane / shoulder drop-off)...

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK. Kata kunci: disain tebal lapisan tambahan, metoda analitis, modulus perkerasan, proses back calculation ABSTRACT

Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993 Studi Kasus: Ruas Ciasem-Pamanukan (Pantura)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Metode Analisa Komponen

EVALUASI NILAI KONDISI PERKERASAN JALAN NASIONAL DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) DAN METODE BENKELMAN BEAM (BB)

Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Agustus 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu

EVALUASI UMUR SISA DAN TEBAL OVERLAY STRUKTUR PERKERASAN LENTUR JALAN TOL JAKARTA CIKAMPEK (STUDI KASUS: RUAS CIBITUNG-CIKARANG) TESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: Jurnal Rekayasa Sipil ASTONJADRO 13

ANALISIS KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN DAN TANAH DASAR PADA RUAS JALAN SEMEN NGLUWAR KABUPATEN MAGELANG

Kajian Pengaruh Temperatur dan Beban Survai Terhadap Modulus Elastisitas Lapisan Beraspal Perkerasan Lentur Jalan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

BAB II KETIDAKRATAAN JALAN. belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BINA MARGA PT T B

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE AASHTO 1993 DAN PROGRAM ELMOD 6

COMPARISON OF PAVEMENT STRUCTURAL CHARACTERISTICS AS DETERMINED USING BENKELMAN BEAM AND FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Struktur Perkerasan Multi-Layer Menggunakan Program Komputer ELMOD Studi Kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

KAJIAN PENGARUH TEMPERATUR DAN BEBAN SURVAI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS LAPISAN BERASPAL PERKERASAN LENTUR JALAN

Margareth Evelyn Bolla *)

EVALUASI JENIS DAN TINGKAT KERUSAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) (STUDI KASUS: JALAN ARIFIN AHMAD, DUMAI )

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP MODULUS ELASTISITAS DAN ANGKA POISSON BETON ASPAL LAPIS AUS DENGAN BAHAN PENGISI KAPUR

PENGEMBANGAN MODEL STRUKTUR PERKERASAN LENTUR PADA KONDISI CROSS ANISOTROPIC DAN INTERFACE TIDAK KASAR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SAP2000

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

PENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL

TESIS. Oleh : Nama : Rina Martsiana Nim : Pembimbing

TUGAS AKHIR - RC

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

Naskah Publikasi Ilmiah. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. negara adalah infrastruktur jalan. Menurut Undang Undang Republik Indonesia

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

OVERLAY DESIGN EVALUATION OF PD-T B METHOD AND SDPJL METHOD USING KENPAVE PROGRAM ON CASE STUDY OF KLATEN- PRAMBANAN ROAD SEGMENT SKRIPSI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KONDISI JALAN KABUPATEN SECARA VISUAL DENGAN KOMBINASI NILAI IRI DAN SDI

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE

ANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan metode-metode dengan analisis studi kasus yang

ANALISIS PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA DONI IKRAR DINATA, ANITA RAHMAWATI, DIAN SETIAWAN M. ABSTRACT

PROSES DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR YANG MEMPERHITUNGKAN VARIASI MODULUS PERKERASAN AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR

Putri Nathasya Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia. Abstrak

Transkripsi:

EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011 Seno Saputro Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya Institut Teknologi Bandung Jln. Ganesha 10, Bandung 40153 Eri Susanto Hariyadi Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya Institut Teknologi Bandung Jln. Ganesha 10, Bandung 40153 erisdi@yahoo.com Abstract To maintain the level of service of a road needs a proper evaluation method, both structural and functional evaluations. Austroads method 2011 is a method that has been accommodating resistance to fatigue cracking, which is a reference for use in Indonesia. In this study the Austroads method 2011is examined whether if it can be implemented in Indonesia. Structural evaluations conducted based on data obtained from the Falling Weight deflectometer while functional evaluation conducted based on data obtained from the roughness NAASRA tool. The results indicate that the DSAR7 value obtained by the Austroads 2011 method is quite identical to the value generated by the CESAL Bina Marga method. The implementation of Austroads 2011 method for road conditions in Indonesia needs to consider several things, namely pavement structure modeling, types of vehicles, as well as the "presumptive" values in the Austroads 2011 method for determining the amount of design traffic, material properties, deflection measurement process, and the value of IRI. Keywords: road service, pavement, structural evaluation, functional evaluation, deflection Abstrak Untuk mempertahankan tingkat pelayanan suatu jalan dibutuhkan suatu metode evaluasi yang tepat, baik evaluasi struktural maupun evaluasi fungsional. Metode Austroads 2011 adalah salah satu metode yang telah mengakomodasi ketahanan terhadap retak lelah, yang menjadi acuan untuk digunakan di Indonesia. Pada studi ini dikaji apakah Metode Austroads 2011 dapat diterapkan di Indonesia. Evaluasi struktural dilakukan berdasarkan data lendutan yang didapat dari alat Falling Weight Deflectometer sedangkan evaluasi fungsional dilakukan berdasarkan data roughness yang diperoleh dari alat NAASRA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai DSAR7 yang diperoleh dengan Metode Austroads 2011 cukup identik dengan nilai CESAL yang dihasilkan oleh Metode Bina Marga. Penerapan Metode Austroads 2011 untuk kondisi jalan di Indonesia perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu pemodelan struktur perkerasan, pembagian jenis kendaraan, serta nilai-nilai presumtif dalam Metode Austroads 2011 untuk menentukan jumlah lalulintas desain, sifat material, proses pengukuran lendutan, dan nilai IRI. Kata-kata kunci: pelayanan jalan, perkerasan, evaluasi struktural, evaluasi fungsional, lendutan PENDAHULUAN Jaringan jalan nasional memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah, bukan hanya di bidang infrastrukstur tetapi juga ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Begitu juga Jalan Nasional Bandung-Purwakarta yang menghubungkan Jurnal HPJI Vol. 1 No. 2 Juli 2015: 85-92 85

daerah industri yang ada di Jawa Barat, seperti Purwakarta dan Karawang dengan Bandung sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat. Untuk dapat menjaga kondisi jalan tetap pada tingkat pelayanan yang diinginkan dibutuhkan metode evaluasi yang tepat. Terdapat 2 macam evaluasi perkerasan yang sering digunakan, yaitu evaluasi fungsional dan evaluasi struktural. Evaluasi fungsional berfungsi untuk mengetahui dampak yang dirasakan oleh pengguna jalan. Parameter yang berhubungan dengan kondisi fungsional, antara lain, adalah kekasaran permukaan beraspal (roughness), alur (rut depth), dan kekesatan (skid resistance). Sedangkan evaluasi struktural berfungsi untuk mengetahui kemampuan perkerasan untuk mendukung repetisi beban lalulintas kendaraan selama umur desain. Penurunan nilai struktural dapat diketahui dari kerusakan perkerasan, seperti retak (cracking), lubang (pothole), penurunan (deformation), pelepasan butiran permukaan perkerasan (ravelling), dan permukaan yang keriting (corrugation). Pada saat ini Indonesia menggunakan alat NAASRA dan Survei Kondisi Jalan (SKJ) untuk menentukan kondisi fungsional dan kondisi struktural suatu ruas jalan yang diterapkan dalam program IRMS. Untuk menentukan tebal lapis tambah, metode yang ada di Indonesia masih didasarkan pada lendutan maksimum (D 0 ) yang digunakan untuk mencegah terjadinya deformasi permanen. Metode ini tidak dapat digunakan untuk menilai apakah lapis tambah akan mengalami retak lelah. Karena itu diperlukan suatu metode yang dapat menyakinkan ketahanan retak lelah lapis tambah. Metode prosedur mekanistik Austroads 2011 adalah metode yang memiliki ketentuan mengenai ketahanan terhadap retak lelah. Pada studi ini dikaji apakah metode ini dapat diterapkan di Indonesia. Metode Prosedur Mekanistik Austroads 2011 merupakan metode yang menggunakan pendekatan analitis, dengan pemodelan strukturalnya adalah multilayers yang perhitungannya berdasarkan pada tegangan, regangan, dan perubahan bentuk akibat beban yang ada. Untuk mengetahui tegangan dan regangan suatu struktur perkerasan harus diketahui nilai Modulus Elastisitas (E) dan Angka Poisson (µ) tiap lapis perkerasan. Nilai Modulus Elastisitas (E) dan Angka Poisson (µ) ini dapat ditentukan dengan melakukan analisis lendutan. Nilai lendutan dapat diperoleh dengan menggunakan alat Falling Weight Deflectometer (FWD). Besarnya lendutan merupakan indikator yang sangat penting kondisi struktural suatu perkerasan. Lendutan juga merupakan salah satu parameter penting yang digunakan untuk desain lapis tambah (overlay). Lendutan maksimum dan komposisi lapisan perkerasan yang diketahui akan membantu dalam mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada lapisan perkerasan (Boucher, 2007). Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian tentang evaluasi fungsional dan struktural pada perkerasan lentur eksisting dengan menggunakan Metode Austroads 2011, khususnya dalam menentukan kebutuhan tebal lapis tambah dan menentukan jenis penanganan untuk mencapai umur desain. Penelitian mencakup kegiatan sebagai berikut: 1. Melakukan kajian evaluasi struktural berdasarkan data lendutan FWD; 2. Melakukan kajian evaluasi fungsional berdasarkan nilai IRI; 86 Jurnal HPJI Vol. 1 No. 2 Juli 2015: 85-92

3. Menentukan jenis penanganan (treatmeant) yang dibutuhkan berdasarkan Metode Austroads 2011. Penelitian ini direncanakan dikerjakan dalam 4 (empat) tahap. Hal ini dilakukan agar penelitian dapat berjalan secara sistematis dan memudahkan untuk kontrol atau evaluasi jika dalam prosesnya terjadi ketidaksesuaian waktu maupun materi. Adapun 4 tahap tersebut meliputi: (1) persiapan, (2) pengumpulan data, (3) analisis, dan (4) kesimpulan dan saran. Keempat tahap ini memiliki hubungan sekuensial dengan keluaran tahap sebelumnya menjadi masukan tahap selanjutnya. Data yang dibutuhkan dalam melakukan analisis meliputi data roughness, data lendutan jalan, data lalulintas, dan data kondisi struktur perkerasan. Data tersebut kemudian digunakan sebagai dasar perhitungan untuk mengkaji bagaimana kondisi fungsional dan struktural dan program penanganan apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai umur desain (Austroads, 2011). ANALISIS DATA Secara umum analisis data meliputi analisis lalulintas, analisis kondisi struktural, analisis kondisi fungsional, penentuan program penanganan jalan, dan penerapan Metode Austroads 2011. Dalam perhitungan digunakan 2 metode untuk menghitung DSAR5 dan DSAR7, yaitu presumtif dan berdasarkan berat sumbu standar. Nilai mana yang dapat diterapkan di Indonesia ditentukan berdasarkan perbandingan antara hasil metode Bina Marga dengan hasil Metode Austroads 2011, baik presumtif maupun analisis. Pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai yang diperoleh dari Metode Austroads 2011 presumtif, yaitu nilai DSAR 7, cukup identik dan tidak jauh berbeda dengan nilai CESA Bina Marga. Karena itu, pada analisis selanjutnya digunakan nilai DSAR5 dan DSAR7 hasil Metode Austroads 2011 presumtif. Tabel 1 Nilai DSAR5 dan DSAR7 Per Tahun Tahun Presumtif Analisis Sumbu Standar DSAR 5 (1) DSAR 7 (2) DSAR 5 DSAR 7 CESAL BM 2012 1.53E+06 2.23E+06 3.23E+06 6.00E+06 2.30E+06 2013 3.21E+06 4.67E+06 6.76E+06 1.26E+07 4.69E+06 2014 5.04E+06 7.34E+06 1.06E+07 1.98E+07 7.19E+06 2015 7.05E+06 1.03E+07 1.49E+07 2.76E+07 9.81E+06 2016 9.25E+06 1.35E+07 1.95E+07 3.63E+07 1.28E+07 Catatan: (1) DSAR 5 adalah lalulintas rencana untuk kriteria retak lelah (2) DSAR 7 adalah lalulintas rencana untuk kriteria deformasi permanen Sebelum dilakukan evaluasi struktural dan fungsional, sebagai analisis awal kondisi suatu perkerasan dapat dilihat besarnya lendutan dan nilai IRI yang terjadi pada suatu ruas jalan pada titik yang sama. Dari data lendutan dan nilai IRI terlihat bahwa nilai IRI saja tidak cukup untuk digunakan dalam menentukan apakah suatu perkerasan perlu dilakukan overlay (Nada, 2004). Nilai IRI yang tinggi belum tentu menandakan suatu perkerasan Evaluasi Fungsional dan Struktural Perkerasan Lentur (Seno Saputro dan Eri Susanto Hariyadi) 87

membutuhkan overlay karena mungkin saja nilai tersebut disebabkan oleh kualitas tambalan yang buruk, sedangkan nilai IRI yang rendah juga belum tentu menggambarkan apakah struktur perkerasan masih kuat. Oleh karena itu, diperlukan evalusi struktural untuk menentukan apakah dibutuhkan overlay. Berdasarkan Austroads 2011 disarankan pembagian segmen lebih dari 100 m dan harus dianggap homogen jika nilai lendutan mempunyai koefisien variasi CV (deviasi standar dibagi rata-rata) 0,25 atau lebih kecil. Jika nilainya melebihi 0,25 segmen tersebut harus dibagi lagi. Ruas ini dibagi menjadi 2 segmen, yaitu segmen 1, mulai KM 19+000 hingga KM 24+050, dan segmen 2, mulai KM 27+000 hingga KM 32+400. Tabel 2 Faktor Keseragaman Segmen 1 dan Segmen 2 Segmen 1 Segmen 2 Mean 0,233 0,311 Stdev 0,060 0,067 FK 0,25 0,21 Temperatur perkerasan pada saat melayani kendaraan diwakili oleh weight mean annual pavement temperature (WMAPT). Untuk Perkerasan lentur dengan tebal lapisan permukaan melebihi 25 mm, lendutan harus dikoreksi terhadap WMAPT. Besarnya WMAPT untuk ruas Jalan Nasional Bandung-Purwakarta adalah 38 C. Besarnya Modulus Elastisitas tiap lapisan dihitung dengan back-calculation menggunakan program ELMOD. Untuk menghitung besarnya Modulus Elastisitas, perkerasan terpasang dimodelkan menjadi 5 model untuk mengetahui pemodelan mana yang paling mendekati dengan keadaan yang ada di lapangan dan bagaimana pengaruh tiap lapisan terhadap kekuatan strukutur perkerasan dengan cara membandingkan pemodelan tersebut. Jenis-jenis pemodelan adalah sebagai berikut: 1. Pemodelan 4 Lapis; pada pemodelan ini diasumsikan seluruh material masih mempunyai kekuatan struktural dan lapisan beraspal baru dan lapisan beraspal lama dibagi menjadi 2 lapisan yang berbeda. 2. Pemodelan 3 Lapis Versi I; pada pemodelan 3 lapis versi I diasumsikan material berbutir sudah tidak mempunyai kekuatan struktural sehingga dianggap sebagai tanah dasar dan lapisan beraspal baru dan lapisan beraspal lama dibagi menjadi 2 lapisan yang berbeda. 3. Pemodelan 3 Lapis Versi II; pada pemodelan ini diasumsikan seluruh material masih mempunyai kekuatan struktural tetapi lapisan beraspal lama dan lapisan beraspal baru digabung menjadi 1 lapisan. 4. Pemodelan 2 Lapis Versi I; pada pemodelan 2 lapis versi I diasumsikan material berbutir sudah tidak mempunyai kekuatan struktural sehingga dianggap sebagai tanah dasar dan lapisan beraspal lama dan lapisan beraspal baru digabung menjadi 1 lapisan. 5. Pemodelan 2 Lapis Versi II; pada pemodelan 2 lapis versi II diasumsikan material beraspal lama sudah tidak mempunyai kekuatan struktural sehingga dianggap sebagai tanah dasar. 88 Jurnal HPJI Vol. 1 No. 2 Juli 2015: 85-92

Dalam perhitungan tebal lapis tambah digunakan program Elmod untuk menentukan besarnya Modulus Elastisitas tiap lapisan. Selanjutnya ditentukan Modulus Elastisitas desain yang digunakan untuk menentukan nilai tensile strain horizontal maksimum dan compressive strain vertikal maksimum dengan menggunakan program Circly. Pada Tabel 3 disajikan tebal lapis tambah yang dibutuhkan untuk masing-masing model. Tabel 3 Tebal Lapis Tambah yang Dibutuhkan No. Tebal Kebutuhan Overlay Aplikasi di Lapangan Jenis Segmen 1 Segmen 2 Segmen 1 Segmen 2 Pemodelan (mm) (mm) (mm) (mm) 1 4 Lapis 0 20 0 40 2 3 Lapis Versi I 35 70 40 90 3 3 Lapis Versi II 0 35 0 40 4 2 Lapis Versi I 35 70 40 90 5 2 Lapis Versi II 230 260 240 280 Dari tebal lapis tambah yang dihasilkan setiap pemodelan dapat diketahui pengaruh masing-masing jenis material terhadap struktur perkerasan secara keseluruhan. Hal itu dapat diketahui dengan cara membandingkan pemodelan yang satu dengan yang lainnya. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa lapisan beraspal lama memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap tebal lapis tambah yang dibutuhkan. Sedangkan banyaknya lapisan dalam suatu pemodelan memiliki pengaruh yang kecil. Penentuan pemodelan yang dipilih perlu mempertimbangkan beberapa, seperti: a) pemodelan dengan komposisi struktur yang mendekati komposisi perkerasan terpasang, b) perbandingan nilai modulus untuk setiap lapisan, dan c) tebal lapis tambah yang dihasilkan suatu pemodelan. Kondisi fungsional suatu ruas jalan didapatkan dengan mengelompokkan nilai IRI berdasarkan kategori: a) perkerasan baru dengan IRI 3,75 masuk dalam kondisi baik, b) perkerasan lama dengan 3,75 < IRI 6 masuk dalam kondisi baik, dan c) permukaan perkerasan rusak, dengan 6 < IRI 11 masuk dalam kondisi rusak dan rusak berat dengan IRI > 11. Nilai IRI sendiri didapatkan dengan Persamaan 1: NAASRA counts/km = 26,5 x (lane-iri)-1,2 (1) Dari analisis nilai IRI dapat disimpulkan bahwa 63,5 % Jalan Nasional Bandung- Purwakarta KM 19+000-KM 24+050 dalam kondisi baik dan 36,5 % dalam kondisi rusak. Pada KM 27+000-KM 31+400 terdapat 84,4 % dalam kondisi baik dan 15,6 % dalam kondisi rusak. Menurut Austroads 2011, dengan mengidentifikasi penyebab nilai roughness, dapat diketahui jenis penanganan yang dibutuhkan pada ruas jalan tersebut. Dari data kondisi visual dapat diketahui penyebab nilai roughness tersebut meningkat. Berdasarkan data kondisi visual, pada segmen 1 terdapat shoving dan stripping sedangkan pada segmen 2 telah terjadi raveling dan cracking. Program penanganan jalan dibuat berdasarkan evaluasi struktural dan fungsional yang telah dilakukan sebelumnya. Dari hasil evaluasi fungsional per 100 meter dilakukan Evaluasi Fungsional dan Struktural Perkerasan Lentur (Seno Saputro dan Eri Susanto Hariyadi) 89

segmentasi berdasarkan kondisi fungsional jalan, apakah termasuk baik atau rusak, dengan tetap memperhatikan nilai IRI pada titik tersebut. Setiap segmen kondisi fungsional kemudian dibandingkan dengan tebal overlay yang dihasilkan pada evaluasi struktural yang akan digunakan sebagai rekomendasi penanganan yang akan diambil. Hasil analisis menunjukkan bahwa ruas Jalan Nasional Bandung-Purwakarta telah membutuhkan overlay dengan beberapa rekomendasi pada titik tempat terjadi lendutan yang besar, nilai IRI 9, dan nilai IRI 11. Pada titik tempat terjadi lendutan yang besar sebelum dilaksanakan overlay harus dilakukan survei visual untuk mengetahui apakah diperlukan suatu penanganan tertentu pada titik tersebut. Juga harus dilakukan pengecekan kondisi drainase di sekitar titik tersebut karena kondisi drainase yang jelek akan sangat mempengaruhi kekuatan struktural perkerasan sehingga mengakibatkan terjadinya lendutan yang besar. Pada titik dengan IRI 9 diperlukan survei visual untuk mengetahui apakah banyak terdapat lubang pada titik tersebut sehingga sebelum dilakukan overlay dapat dilakukan penambalan. Sedangkan pada titik dengan nilai IRI 11 dibutuhkan penelitian lebih mendalam dengan melakukan survei visual dan core drill untuk mengetahui kekuatan struktur pada titik tersebut dan apakah diperlukan penanganan khusus, seperti heavy patching atau tidak sebelum dilakukan overlay. Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan implementasi Metode Austroads 2011 untuk jalan-jalan di Indonesia,. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kondisi jalan di Australia dengan kondisi jalan di Indonesia. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan meliputi: 1. Pemodelan struktur perkerasan; pemodelan harus mencakup semua jenis material yang ada pada struktur perkerasan terpasang. Antara model yang satu dengan yang lain yang akan dibandingkan harus mempunyai jumlah lapisan yang berbeda dengan setiap pemodelan mempunyai asumsi yang berbeda untuk lapisan yang menyusun pemodelan perkerasan tersebut. Dengan membandingkan berbagai jenis pemodelan yang ada akan dapat diketahui material yang paling berpengaruh terhadap kekuatan struktur suatu perkerasan dan bagaimana pengaruh banyaknya lapisan terhadap tebal overlay yang dibutuhkan. 2. Pembagian jenis kendaraan; klasifikasi kendaraan yang ada di Australia sudah sangat detail sehingga memudahkan dalam penentuan jenis kelompok sumbu. Sedangkan klasifikasi kendaraan di Indonesia, khususnya untuk kendaraan berat jenis truk trailer, masih sangat umum, yaitu masuk ke dalam golongan 7C semua. Oleh karena itu, diperlukan pembagian yang lebih detail untuk jenis kendaraan trailer di Indonesia. Hal ini sangat penting karena penentuan jenis kelompok sumbu sangat berpengaruh terhadap besarnya beban kendaraan desain yang melewati suatu perkerasan jalan selama umur desain (beban desain). 3. Nilai-nilai presumtif dalam penentuan Jumlah Lalulintas Rencana (NDT); terdapat beberapa parameter dalam penentuan NDT, seperti faktor distribusi lajur (LDF) dan jumlah rata-rata kelompok sumbu per kendaraan berat (NHVAG). Bila tidak tersedia 90 Jurnal HPJI Vol. 1 No. 2 Juli 2015: 85-92

data WIM harus ditentukan dengan menggunakan nilai presumtif yang penentuannya didasarkan pada survei lalulintas yang ada di Australia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut apakah nilai-nilai presumtif tersebut cocok digunakan untuk kondisi lalulintas di Indonesia. 4. Nilai Properties Material; dalam menentukan tensile strain horizontal dan compressive strain vertikal maksimum menggunakan program Circly terdapat properties material, seperti rasio poison, yang nilainya masih didasarkan pada nilai properties material yang digunakan di Australia. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian dengan nilai properties material yang ada di Indonesia. 5. Pengukuran Lendutan; pengukuran lendutan pada Metode Austroads 2011 menggunakan alat FWD dengan ketentuan bahwa besarnya tegangan kontak saat pengukuran tidak boleh melebihi 15 % terhadap standar tegangan kontak 566 kpa. Oleh karena itu, pengukuran lendutan yang diterapkan di Indonesia harus mengikuti ketentuan yang ada pada Metode Austroads 2011. 6. Penentuan Nilai IRI; berdasarkan Metode Austroads 2011, nilai IRI data roughness dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 1. Pengukuran nilai roughness di Australia dilakukan dengan menggunakan alat NAASRA dengan kecepatan standar untuk pengukuran adalah 80 km/jam atau 50 km/jam. Sedangkan di Indonesia kecepatan standar untuk survei roughness adalah 40 km/jam. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih mendalam pengaruh kecepatan standar tersebut terhadap nilai IRI yang dihasilkan. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Analisis kondisi struktural menunjukkan bahwa nilai DSAR7 metode presumtif Austroads 2011 cukup identik dengan nilai CESAL metode Bina Marga. Jenis material yang paling berpengaruh kepada kebutuhan overlay adalah lapisan beraspal lama dan diikuti oleh material berbutir. Sedangkan jumlah lapisan dalam pemodelan memberikan pengaruh yang kecil terhadap kebutuhan overlay. 2. Analisis kondisi fungsional berdasarkan nilai IRI versi Austroads 2011 menunjukkan bahwa 63,5 % ruas Jalan Nasional Bandung-Purwakarta untuk segmen I dalam kondisi baik dan 36,5 % dalam kondisi rusak. Sedangkan pada segmen II terdapat 84,4 % dalam kondisi baik dan 15,6 % dalam kondisi rusak. Dengan mengetahui jenis kerusakan, yang mempengaruhi nilai roughness, melalui survei visual, penanganan suatu ruas jalan dapat ditentukan. 3. Program penanganan menunjukkan bahwa ruas Jalan Nasional Bandung-Purwakarta telah membutuhkan overlay, baik untuk segmen 1 maupun untuk segmen 2, agar dapat mencapai umur desain dengan beberapa treatment khusus pada titik tertentu yang terjadi lendutan besar, nilai IRI 9, dan nilai IRI 11. Treatment yang dapat dilakukan Evaluasi Fungsional dan Struktural Perkerasan Lentur (Seno Saputro dan Eri Susanto Hariyadi) 91

mencakup perbaikan drainase, patching, dan heavy patching sebelum dilakukan overlay secara keseluruhan pada kedua segmen. DAFTAR PUSTAKA Austroads. 2011. Guide to Pavement Technology Part 5: Pavement Evaluation and Treatment Design. Sydney. Boucher, P. 2007. Concrete Thinking in Transportation Solutions. Building Better Highways in Canada, Cement Association of Canada. Nada, Q.R. 2004. Analisa Kondisi Struktural dan Fungsional Perkerasan Jalan Tol: Studi Kasus Jalan Tol Jakarta-Cikampek Ruas Karawang Barat-Karawang Timur. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Institut Teknologi Bandung. 92 Jurnal HPJI Vol. 1 No. 2 Juli 2015: 85-92