BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIIL DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Respon terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi)

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

Tafsir Hakim Terhadap Unsur Melawan Hukum Pasca Putusan MK Atas Pengujian UU PTPK

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM UU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

III. METODE PENELITIAN. menggunakan dua macam pendekatan yaitu : 1. Pendekatan secara yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dalam hal ini telah dijelaskan dalam pasal 1 butir 12 KUHAP yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UJI MATERIIL UNDANG - UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

III. METODE PENELITIAN. hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi,

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

ANALISA HUKUM MENGENAI EKSISTENSI SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 003/PUU-IV/2006

I. PENDAHULUAN. tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

III. METODE PENELITIAN. 1. Pendekatan Yuridis Normatif (library Research)

III. METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam kerangka penulisan ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP memiliki tujuan dalam menegakkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

III. METODE PENELITIAN. yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai kaidah yang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM PIDANA KHUSUS STATUS MATA KULIAH : LOKAL WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan : guna mencapai cita-cita nasional, salah satu landasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Oleh: Bandaharo Saifuddin 1. Abstrak. Kata Kunci: Eksistensi, Korupsi, Pegawai Negeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Periode Sebelum dan Sesudah Berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Tesis Fakultas Hukum Indonesia:1999) hal.3.

III. METODE PENELITIAN. digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang digunakan dalam proses pengumpulan dan penyajian

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia, timbul ide dari seorang

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum pidana, ditandai oleh perubahan peraturan perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh dinamika doktrin dan ajaran-ajaran para ahli hukum pidana. Selain itu perkembangan lain, yang tidak dapat diabaikan adalah putusan-putusan pengadilan yang ternyata juga memberikan pengaruh terhadap hukum pidana di Indonesia. Salah satu dinamika doktrin hukum pidana yang mengalami perkembangan sekaligus menjadi perdebatan adalah ajaran sifat melawan hukum. Telah sejak lama diperdebatkan mengenai sifat melawan hukum dalam hukum pidana oleh para penganut aliran formal dan penganut aliran materiil. Para penganut sifat melawan hukum formal mengatakan bahwa apabila suatu perbuatan telah mencocoki semua unsur yang termuat dalam rumusan tindak pidana, perbuatan tersebut adalah tindak pidana. Jika ada alasan-alasan

2 pembenar, maka alasan-alasan tersebut harus juga disebutkan secara tegas dalam undang-undang. 1 Sebaliknya, penganut materiil mengatakan bahwa disamping memenuhi syarat-syarat formal, yaitu mencocoki semua unsur yang tercantum dalam rumusan delik, perbuatan itu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela. Karena itu pula, ajaran ini mengakui alsan-alasan pembenar diluar undang-undang. Dengan kata lain, alasan pembenar dapat berada pada hukum yang tidak tertulis. 2 Dalam dunia praktik di Indonesia, pada tahun 1965 MARI melalui putusannya No 42K/Kr.1965 telah meletakkan kaidah hukum khususnya sifat melawan hukum materiil (dalam fungsinya yang negatif). Kaedah hukum ini ditarik dari putusan MA tersebut: Sesuatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan asas-asas keadilan atau asas-asas hukum yang bersifat umum, terdiri dari 3 faktor yaitu: 1 Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Alumni, 2002), hlm 25 2 Ibid.

3 1. Negara tidak dirugikan 2. Kepentingan umum dilayani; dan 3. Terdakwa tidak mendapat untung 3 Perkembangan dalam Undang-undang Tindak pidana korupsi, ajaran sifat melawan hukum bahkan pernah dirumuskan mengarah pada sifat melawan hukum formal dan materil dalam fungsinya yang positif, sebagaimana dirumuskan dalam Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU 31 tahun 1999: Dalam ranah tindak pidana korupsi, perdebatan melawan hukum mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formal maupun dalam arti materil sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan Perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma social dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. 4 Hal yang menarik adalah dalam perkembangan ajaran sifat melawan hukum dalam perkara korupsi, ternyata juga melibatkan proses-proses diluar 3 Adami Chazawi, Sifat Melawan Hukum Dalam Fungsinya Yang Negatif (On-Line), tersedia di http://adamichazawi.blogspot.com/2011_06_09_archive.html.(9 Juni 2011) 4 Guse Prayudi, Tindak Pidana Korupsi Dipandang Dalam Berbagai Aspek, (Jakarta: Pustaka Pena,2010), hlm 45.

4 hukum pidana, yaitu adanya permohonan uji undang-undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI). Melalui Putusannya, MKRI dalam Putusan No 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006 menyatakan ketentuan tersebut Penjelasan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 dinyatakan tidak memiliki kekuatan Hukum mengikat. Dinamika perkembangan sifat melawan hukum, khususnya dalam perkara tindak pidana korupsi perlu untuk didalami dan dicermati perkembangannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian skripsi dengan judul PERKEMBANGAN PENERAPAN SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI B. Permasalahan 1. Bagaimana penerapan sifat melawan hukum setelah putusan mahkamah konstitusi? 2. Dapatkah sifat melawan hukum secara materiil diterapkan dalam artian negatif setelah putusan mahkamah konstitusi?

5 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui agaimana penerapan sifat melawan hukum setelah putusan mahkamah konstitusi. 2. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran juga penjelasan dapatkah sifat melawan hukum secara materiil diterapkan dalam artian negatif setelah putusan mahkamah konstitusi? D. Definisi Operasional 1. Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. 5 2. Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. 6 5 Indonesia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, LN. No. 140 Tahun 1999, TLN No. 3874 Psl 2 ayat 1 6 Ibid, Psl 3

6 3. Sifat melawan hukum yang formal adalah apabila suatu perbuatan telah mencocoki semua unsur yang termuat dalam rumusan tindak pidana, perbuatan tersebut adalah tindak pidana. Jika ada alasan-alasan pembenar, maka alasan-alasan tersebut harus juga disebutkan secara tegas dalam undang-undang. 7 4. Sifat melawan hukum yang materil adalah mencocoki semua yang tercantum dalam rumusan delik, perbuatan itu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela. Karena itu pula ajaran ini mengakui alasan-alasan pembenar di luar undang-undang. Dengan perkataan lain, alasan pembenar dapat berada pada hukum yang tidak tertulis. 8 5. Sifat melawan hukum yang materil fungsinya yang negatif artinya perbuatan si pelaku adalah perbuatan melawan hukum secara formil, tetapi perbuatannya bukan perbuatan tercela, jadi secara materil tidak melawan hukum terhadapnya tidak dijatuhi pidana. 9 7 Komariah Emong Sapardjaja, Op.Cit, Hlm. 25 8 Ibid 9 Indriyanto Seno Adji, Kebijakan Aparatur Negara & Hukum Pidana (Jakarta : Diadit Media,2007) hlm. 63

7 6. Sifat melawan hukum yang materil fungsinya yang positif artinya perbuatan dari pelaku ternyata tidak memenuhi rumusan deliknya atau tidak ada pelanggaran terhadap peraturan tertulisnya, sehingga formil perbuatannya adalah tidak melawan hukum, apabila perbuatannya adalah dipandang tercela tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma social dalam masyarakat, maka terhadap pelaku dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana. 10 E. METODOLOGI PENELITIAN 1. Tipe penelitian. Penelitian ilmu hukum terbagi menjadi tiga bentuk, pertama bentuk penelitian hukum normatif, kedua bentuk penelitian hukum empiris, dan ketiga bentuk penelitian hukum normatif empiris. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan bentuk penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian hukum normatif disebut juga Penelitian Kepustakaan (Library Research), adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menelusuri atau menelaah dan menganalisis bahan pustaka atau bahan dokumen siap pakai. Dalam penelitian hukum bentuk ini dikenal sebagai Legal Research, dan jenis data yang diperoleh disebut data sekunder. Kegiatan yang dilakukan dapat berbentuk menelusuri dan 10 Ibid hlm 142-145

8 menganalisis peraturan, mengumpulkan dan menganalisis vonis atau yurisprudensi, membaca dan menganalisis kontrak atau mencari, membaca dan membuat rangkuman dari buku acuan. Jenis ini lazim dilakukan dalm penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. 11 2. Sifat Penelitian. Dikarenakan tujuan dari penulisan skripsi ini hanya untuk memberikan gambaran atau penjelasan, maka sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah peneltian yang menggambarkan fakta yang sebenarnya terjadi dalam studi ini. 12 3. Objek penelitian. Dalam penulisan skripsi yang berjudul tentang PERKEMBANGAN PENERAPAN SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. Obyek penelitiannya dengan ini adalah norma hukum, baik peraturan perundang-undangan maupun putusan-putusan yang secara konkrit ditetapkan oleh hakim. 11. Fakultas Hukum Indonusa Esa Unggul, Modul Kuliah Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonusa Esa Unggul, 2010) hlm.7. 12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1984), hlm.10.

9 4. Data dan sumber data. Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Hal ini dikarenakan bentuk penelitian dalam skripsi ini adalah bentuk penelitian hukum yuridis normatif, sehingga tidak memerlukan data primer, dimana data primer adalah data yang diambil dari masyarakat dengan cara wawancara, kuisioner atau observasi. Dimana dalam hal ini penulis tidak melakukan kegiatan pengumpulan data primer tersebut, melainkan hanya melakukan studi pustaka, oleh karenanya data penulisan skripsi ini hanyalah menggunakan data sekunder. Data kepustakaan digolongkan dalam dua bahan hukum, yaitu bahanbahan hukum primer meliputi produk legislatif. dalam hal ini bahan yang dimaksud adalah Undang-Undang Republik Indonesia dan juga putusan pengadilan. Sedangkan bahan hukum sekunder meliputi tulisan-tulisan, makalah dalam jurnal, website, majalah ilmiah tentang hukum, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul. 5. Cara penarikan kesimpulan. Pengambilan kesimpulan dalam skripsi ini dilakukan melalui metode deduktif yaitu metode menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan-pernyataan yang sifatnya umum. Metode ini dilakukan dengan cara

10 menganalisis pengertian atau konsep-konsep umum antara lain tentang konsep bersifat melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dan menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari analisa putusan pengadilan yang kaitannya dengan pernyataan-pernyataan bersifat umum yaitu bersifat melawan hukum. F. Sistematika Penulisan. Adapun bentuk sistematika pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN. Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang pemilihan judul, pokok permasalahan yang muncul sehubungan pemilihan judul, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, metode penelitian yang akan digunakan dalam skripsi ini, kerangka konsepsional dan terakhir mengenai sistematika pembahasan. BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG AJARAN SIFAT MELAWAN HUKUM Pada bab ini penulis akan membahas mengenai : Pengertian sifat melawan hukum dalam hukum pidana, Sifat melawan hukum sebagai unsur tindak pidana baik secara formil

11 maupun materil, Sifat melawan hukum hubungannya dengan asas legalitas. BAB III: PERKEMBANGAN PENERAPAN SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM PUTUSAN PENGADILAN Pada bab ini penulis akan membahas mengenai Penerapan sifat melawan hukum dalam perkara tindak pidana korupsi pada masa UU Tindak Pidana Korupsi No.24/Prp/1960 dalam UU No 3 Tahun 1971, Penerapan sifat melawan hukum dalam perkara tindak pidana korupsi pada masa UU Tindak Pidana Korupsi No 31 Tahun 1999, Penerapan sifat melawan hukum dalam perkara tindak pidana korupsi pada masa undang-undang komisi pemberantasan korupsi setelah putusan mahkamah konstitusi. BAB IV: ANALISA PERKEMBANGAN PENERAPAN SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Pada bab ini penulis akan membahas mengenai

12 Kecenderungan Penerapan Sifat Melawan Hukum Mengarah ke Sifat Materil Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi RI Pada Perkara Korupsi Yang Diputus Oleh Mahkamah Agung Ri NO.2608 K/PID/2006, Kecenderungan sifat melawan hukum mengarah ke sifat materiel dalam arti negatif Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi RI Pada Perkara Korupsi Yang Diputus Oleh Mahkamah Agung Ri NO.2608 K/PID/2006. BAB V : PENUTUP. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran.