PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006

TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang

Bab III Keanggotaan. Bagian Kesatu. Umum

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

Ilham Imaman Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Andri Kurniawan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaturan Hak Recall menurut peraturan perundang-undangan

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

BAB 1 PENDAHULUAN. legislatif dengan masyarakat dalam suatu Negara. kebutuhan-kebutuhannya yang vital (Ni matul Huda, 2010: 54).

DAFTAR PUSTAKA BUKU. Al Marsudi, Subandi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 mengandung empat pokok pikiran yang meliputi suasana dari

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MPR sebelum amandemen :

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut prinsip kedaulatan

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kekuasaan yang berfungsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. 3 Dalam tipe pemerintahan seperti

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

kinerja DPR-GR mengalami perubahan, manakala ada keberanian dari lembaga legislatif untuk kritis terhadap kinerja eksekutif. Pada masa Orde Baru,

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Perubahan Undang-undang Dasar Tahun 1945

TINJAUAN YURIDIS FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PEMBERHENTIAN SDR. FAHRI HAMZAH, S.E.

RINGKASAN PUTUSAN.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

Transkripsi:

1

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN NUR MOH. KASIM JURUSAN ILMU HUKUM ABSTRAK Fitri Lameo. 2009. Penggunaan Hak Recall Anggota DPR Menurut Perspektif Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3). Jurnal, Program Studi Ilmu Hukum, Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri gorontalo, 2013. Recall terhadap anggota DPR dilakukan oleh partai politik yang menaunginya sebagaimana diatur pada pasal 213 ayat (2) huruf e Undang-undang MD3. Hal ini bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat. Selain itu hal tersebut juga dipandang sebagai sebuah pengikisan nilai demokrasi sekaligus pencederaan terhadap hak-hak konstituen. Dari hasil penelitian mekanisme penerapan hak recall yang akan datang dapat dilakukan dengan 3 cara, yakni Recall melalui badan kehormatan, Recall melalui rapat paripurna DPR atau Petisi oleh rakyat melalui lembaga hukum. Kata Kunci : Hak Recall, Partai Politik A. PENDAHULUAN 2

Dalam praktek pemilihan anggota DPR, posisi partai politik adalah sebagai peserta pada pemilihan umum untuk memilih anggota DPR. Proposisi ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 22E ayat (3) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa Peserta pemilihan umum untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. Pasal 22E ayat (3) UUD NRI 1945 tersebut menunjukkan bahwa penempatan seorang anggota DPR adalah merupakan pemberian mandat dari partai politik. Dengan kata lain tanpa partai politik mustahil seseorang dapat menjadi anggota DPR. Sehingga terdapat konteks pertanggung jawaban antar keduanya. Disatu sisi anggota DPR bertanggung jawab atas penegakan AD/ART partai politik dan sisi lainnya partai politik memiliki tanggung jawab untuk melakukan kontrol terhadap kinerja para anggotanya di DPR, bentuk kontrol partai politik itu adalah dalam bentuk mekanisme hak recall partai politik. 1 Hak Recall itu sendiri dimaknai sebagai hak partai politik untuk menarik kembali atau mengusulkan pemberhentian anggota DPR dari jabatannya sebelum masa jabatan anggota DPR yang bersangkutan berakhir. 2 Fungsi recall yakni sebagai sarana kontrol bagi kinerja dan integritas anggota DPR/DPRD. Landasan yuridis dari hak recall tersebut secara eksplisit tertuang pada UUD NRI 1945 Pasal 22B yaitu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. 1 M. Lutfi Chakim, 9 Desember 2011, Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Praktek Ketatanegaraan Di Indonesia (online), http://www.lutfichakim.blogspot.com/2011/12/hak-recall-partai-politik-terhadap html, diakses pada 08 Juni 2012 2 Ni matul Huda, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, 2011, hal. 166 3

Pada tahun 2009, pemerintah mengundangkan UU No. 27 Tahun 2009 yang menggantikan UU No. 22 Tahun 2003 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (selanjutnya disebut MD3). Pada Pasal 213 ayat (2) huruf e UU No. 27 Tahun 2009 Tentang MD3 menyebutkan bahwa Anggota DPR diberhentikan antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pertanyaan yang timbul kemudian adalah apakah anggota DPR adalah wakil partai politik atau sudah menjadi wakil rakyat yang notabenenya adalah konstituen yang telah memilihnya. Dalam konteks Negara yang menganut sistem demokrasi maka hal ini jelas bertentangan dengan salah satu prinnsip kedaulatan rakyat, kedaulatan rakyat yang disampaikan oleh Abraham Lincoln demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Teori ini mengajarkan bahwa kekuasaan negara tertinggi terletak di tangan rakyat. 3 Selain itu hal tersebut juga dipandang sebagai sebuah pengikisan nilai demokrasi sekaligus pencederaan terhadap hak-hak konstituen, dimana seperti yang kita ketahui bersama bahwa anggota DPR dipilih secara langsung oleh rakyat, jadi semestinya rakyatlah yang lebih berhak menentukan anggota DPR tersebut harus diberhentikan atau tidak. Akan tetapi pada kenyataannya setelah terpilih, nasib anggota DPR sepenuhnya berada di tangan partai politik yang menaunginya. Seperti yang dikatakan oleh Moh. Hatta bahwa Hak recall bertentangan dengan demokrasi apalagi demokrasi pancasila. Pimpinan partai 3 Yenikurniawati, 4 April 2012, Teori Kedaulatan, http://teori-kedaulatan.blogspot.com/2012/04/teorikedaulatan.html, diakses pada 28 Januari 2013 4

tidak berhak membatalkan anggotanya sebagai hasil dari pemilu. Dalam kenyataannya pimpinan partai merasa lebih berkuasa dari rakyat pemilihnya. 4 Berdasarkan penjelasan di atas maka yang menjadi pokok permasalahan, adalah : 1. Bagaimanakah pengaturan hak recall anggota DPR menurut peraturan perundang-undangan? 2. Bagaimanakah penerapan hak recall yang tepat sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi? B. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif yakni penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan hukum lainnya. 5 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 6 Karena penelitian ini menggunakan metode penelitian Normatif, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis hanya menggunakan satu bahan hukum, yakni bahan hukum primer. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang- 4 Ni matul Huda, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, 2011, hal. 159-160 5 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 13 6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010, hal. 93 5

undangan, catatan-catatan resmi atau risalah-risalah dalam pembuatan undangundang dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer yang peneliti gunakan dalam penelitian ini diantaranya Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dan dokumentasi agar data yang diperoleh lebih lengkap dan akurat, serta pencatatan dokumentasi yang diperoleh melalui berbagai media dan kepustakaan. Peneliti menggunakan teknik analisis penafsiran analogi. Penafsiran analogi, sesungguhnya sudah tidak termasuk interpretasi, karena analogi sama dengan qiyas, yaitu okum ibarat dengan kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga sesuai peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan, kemudian dianggap sesuai dengan bunyi aturan tersebut. 7 C. HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan hak recall di masa orde baru diatur dalam Pasal 15 UU No. 10 Tahun 1966 yang menyatakan bahwa anggota MPRS/DPR-GR dapat diganti menurut ketentuan sebagai berikut: a. Anggota dari Golongan Politik dapat diganti atas permintaan partai yang bersangkutan; b. Anggota dari Golongan Karya yang organisasinya berafiliasi dengan satu partai politik dapat diganti oleh organisasi karya yang bersangkutan dengan persetujuan induk partainya; 7 Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum. CV. Pustaka Setia, Bandung, 1999, hal. 158 6

c. Anggota Golongan Karya yang anggotanya tidak berafiliasi dengan suatu partai politik dapat diganti atas permintaan organisasi atau instansi yang bersangkutan. 8 Setelah masa Orde Baru digantikan Orde Reformasi, mekanisme recall oleh partai politik yang selama Orde Baru efektif digunakan oleh partai politik untuk menyingkirkan lawan politik di tubuh partainya, tidak lagi diatur dalam UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD pasal 5 ayat (1). Akan tetapi pengaturan recall kembali muncul dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD pasal 85. Kemudian pada tahun 2009, pemerintah mengundangkan UU No. 27 Tahun 2009 yang menggantikan UU No. 22 Tahun 2003 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 9 Pada UU No. 27 Tahun 2009 tentang MD3 pasal 213 ayat (2) huruf e disebutkan bahwa Anggota DPR diberhentikan antar waktu atas usulan partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini bertentangan dengan UUD NRI 1945 Pasal 28C ayat (2) yang berbunyi : Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. dan Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, dan ayat (2): Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Pasal 213 ayat (2) huruf e tersebut berpotensi bagi setiap anggota DPR untuk secara subjektif dan sewenang-wenang diberhentikan dari 8 Ni matul Huda, Ibid, Hal. 161 9 Ni matul Huda, Op. cit, hal. 163 7

jabatannya oleh partainya, sehingga anggota DPR tersebut tidak dapat melaksanakan kewajibannya menyalurkan aspirasi dan amanat konstituen dengan baik dan menyebabkan tidak lancarnya tugas-tugas dan fungsinya selaku anggota DPR. Hak recall pernah menghilang pengaturannya pada awal reformasi yakni pada UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, hal ini secara eksplisit dimuat pada Pasal 5 ayat (1). Hilangnya wacana recall seiring dengan nafas dan tuntutan refomasi saat itu. Akan tetapi seiring berjalannya waktu pengaturan hak recall muncul kembali dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD pada Pasal 85 ayat (1) yang sekarang telah bertransformasi menjadi UU No. 27 tahun 2009 tentang MD3. Berdasarkan berbagai macam pertimbangan dan hasil-hasil kajian recall serta telah membahas dan melihat beberapa penerapan recalling partai politik, peneliti mengerucutkan dan merumuskan mekanisme penerapan hak recall yang akan datang dalam 3 (tiga) rumusan : a. Recall melalui badan kehormatan b. Recall melalui rapat paripurna DPR c. Petisi oleh rakyat melalui lembaga hukum Ketiga rumusan di atas peneliti yakini bisa memberikan kebebasan kepada anggota DPR tanpa merasa takut akan direcall oleh partainya akan tetapi harus berada dalam koridor demokrasi. D. KESIMPULAN DAN SARAN 8

1. Kesimpulan Dari pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan: Pengaturan hak recall partai politik menurut peraturan perundang-undangan bukan hal yang baru di Indonesia, recall diatur dalam UU No. 10 Tahun 1966 dan UU No. 2 Tahun 1985. Kemudian pada era reformasi lahirlah UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susduk, pengaturan recall menghilang dalam rumusan UU tersebut. Kemudian diatur lagi dalam UU 22 Tahun 2003 Tentang Susduk MD3. Memang dalam UU partai politik recall diusulkan oleh partai politik kepada pimpinan DPR dan Presiden yang mengesahkan, akan tetapi hal ini hanya dianggap sebagai formalitas saja Pimpinan DPR adalah pelaksana tugas koordinatif dan protokoler yang bukan merupakan atasan dari anggota DPR lainnya, begitu juga dengan Presiden. Presiden juga tidak bisa ikut campur masalah internal DPR. Sehingga kekuatan atau otoritas penuh berada di tangan partai politik. Anggota DPR saat ini seharusnya tidak dapat direcall oleh partai politik yang mengusungnya, mengingat para calon anggota DPR dipilih dengan sistem proporsional. Berdasarkan mekanisme sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka, Partai Politik Peserta Pemilu dari calon tersebut tidak dapat membatalkan atau mengubah hasil suara yang diperoleh sang calon. Merecall anggota dewan yang bersangkutan berarti mengingkari atau menegasi hasil pemilihan rakyat banyak selaku pemegang kedaulatan. Anggota DPR mewakili rakyat banyak, sesuai namanya: Anggota Dewan 9

Perwakilan Rakyat, pada hakikatnya adalah negarawan. Ia tidak boleh sekedar perpanjangan tangan partainya. 2. Saran Pengaturan hak recall yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang ada sekarang sebaiknya diperbaiki dengan tidak menyerahkan recalling anggota DPR kepada partai politik yang menaunginya. Akan lebih baik jika recalling dilakukan oleh lembaga yang memang mengurus tentang kode etik anggota DPR. Karena jika proses recalling tetap dipegang oleh partai politik, yang akan lebih banyak dijalankan hanya kepentingan-kepentingan partai, bukan lagi kepentingan untuk rakyat. Berdasarkan berbagai macam pertimbangan dan hasil-hasil kajian recall serta telah membahas dan melihat beberapa penerapan recalling partai politik, peneliti mengerucutkan mekanisme penerapan hak recall yang akan datang dalam 3 (tiga) rumusan : a. Recall melalui badan kehormatan b. Recall melalui rapat paripurna DPR c. Petisi oleh rakyat melalui lembaga hukum DAFTAR PUSTAKA Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2008 Ni matul Huda, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, 2011, hal. 166 10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010 Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum. CV. Pustaka Setia, Bandung, 1999 M. Lutfi Chakim, 9 Desember 2011, Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Praktek Ketatanegaraan Di Indonesia (online), http://www.lutfichakim.blogspot.com/2011/12/hak-recall-partaipolitik-terhadap html, diakses pada 08 Juni 2012 Yenikurniawati, 4 April 2012, Teori Kedaulatan, http://teorikedaulatan.blogspot.com/2012/04/teori-kedaulatan.html, diakses pada 28 Januari 2013 11