BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, seni, lukisan, dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diinginkan. Melalui paradigma seorang peneliti akan memiliki cara pandang yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

Sosiologi Komunikasi. Komunikasi Massa sebagai system social dan pranata social. Frenia T.A.D.S.Nababan. Modul ke: Fakultas KOMUNIKASI

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. Dra. Indriati Susilo, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

MODUL SOSIOLOGI KOMUNIKASI. (3 SKS) Dosen: Drs. Ahmad Mulyana, M.Si.

dikomunikasikan dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dikatakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dianggap telah mapan dan dominan di dalam komunitas ilmiah. 55 Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan khidupan manusia.

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF : KONTRUKTIVIS DAN PARADIGMA KRITIS. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

BAB III. Metode Penelitian

BAB III METODELOGI PENELITIAN. terstruktur/rekonstruksi pada iklan Cocacola Versi Live Positively disini peneliti

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia membentuk realitas berdasarkan pengalaman dalam hidupnya.

Pokok Bahasan : - Perkembangan Teknologi Informasi - WELCOME. Kursus Online - Pertemuan 4 - Join : Follow

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. terstruktur/rekonstruksi pada iklan Wardah Kosmetik versi Exclusive Series,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan)

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis dengan


Komunikasi massa dan efek media terhadap individu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. Media massa pada dasarnya selalu melakukan pembingkaian (framing)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan kehidupan sosial masyarakat saat ini tidak lepas dari semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyiaran merupajan sebuah proses untuk menyampaikan siaran yang di

BAB III METODE PENELITIAN. selanjutnya dicarikan cara pemecahannya. 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dan dengan mengamati teks online

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

TEORI-TEORI SEMIOTIK DALAM KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. wacana kritis oleh kalangan ahli komunikasi. Untuk itu,diperlukan pengembangan

TEORI INTERPRETIF. Modul ke: 14FIKOM FENOMENOLOGIS DAN KONTRUKTIVISME. Fakultas. Dr. Edison Hutapea, M.Si. Program Studi Public Relations

Proses dan efek Media

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

2016 PERSEPSI PEMIRSA TENTANG OBJEKTIVITAS BERITA DI KOMPAS TV

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih

BAB II KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dalam keberadaannya manusia memang memiliki keistimewaan yang

BAB II KERANGKA TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah konstruksi atas realitas sosial (social construction of reality)menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ini. TEORI KONTEKSTUAL

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

LOGO Oleh: Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia, negara kepulauan yang terkenal dengan keindahan

Sosiologi Komunikasi Eko Hartanto

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Khalayak pada zaman modern ini mendapat informasi dan hiburan di

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN IKLAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti 1. Paradigma (paradigm)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal.

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa. Dalam komunikasi massainformasi disampaikan melalui media massa.

BAB II LANDASAN TEORI. Acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil berbagai

MEDIA RELATIONS. Pokok Bahasan TV RELEASE. Dewi S. Tanti, M.I.Kom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis: penyelidikan thd suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb).

BAB II KONSTRUKSI SOSIAL - PETER L. BERGER. gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Gagasan-gagasan pokok konstruktivisme

Transkripsi:

2.1. Paradigma Penelitian Paradigma Konstruktivisme BAB II KAJIAN PUSTAKA Paradigma pada penelitian ini mengacu pada paradigma konstruktivis. Menurut Guba dalam buku Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi paradigma dijelaskan sebagai berikut: Seperangkat kepercayaan dasar yang menjadi prinsip utama, pandangan tentang dunia yang menjelaskan pada penganutnya tentang alam dunia. Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya terhadap dunia. (Wibowo, 2011:136) Paradigma konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Littlejohn dalam bukunya Teori Komunikasi-Edisi 9 menyimpulkan bahwa teori-teori aliran konstruksionis ini berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya (2009:98). Paradigma konstruktivisme yang memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap tindakan sosial yang berarti (socially meaningful action) melalui pengamatan langsung dan rinci terhadap pelaku sosial dalam latar (setting) keseharian yang alamiah, gambar mampu memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara mengelola dunia sosial mereka (Wibowo, 2011:162). Paradigma juga terkait dengan pembahasan filsafat ilmu. Dalam ilmu komunikasi, filsafat ilmu komunikasi sendiri diartikan sebagai cabang filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu komunikasi) dari segi ciri-ciri, cara perolehan, dan pemanfaatannya. Garis besar yang dibahas adalah tiga kesatuan epistemologi, ontologi dan aksiologi. Epistemologi dapat diartikan sebagai bagaimana proses yang memungkin ditimbanya pengetahuan menjadi 8

ilmu komunikasi?. Ontologi dapat diartikan sebagai apakah ilmu komunikasi itu?, sedangkan aksiologi dapat diartikan sebagai untuk apa ilmu komunikasi itu digunakan?. Bila dirunut ke belakang, pemikiran konstruktivisme yang meyakini bahwa makna atau realitas bergantung pada konstruksi pikiran berdasarkan teori Popper (1973) (Elvinaro dan Anees, 2007:153). Popper membedakan tiga pengetahuan mengenai alam semesta: (1) dunia fisik atau keadaan fisik; (2) dunia kesadaran mental atau disposisi tingkah laku; dan (3) dunia dari isi objektif pemikiran manusia, khususnya pengetahuan ilmiah. Bagi Popper, objektivisme tidak dapat dicapai pada dunia fisik, melainkan selalu melalui dunia pemikiran manusia. Pemikiran ini berkembang menjadi konstruktivisme yang tidak hanya menyajikan batasan-batasan baru mengenai keobjektifan, melainkan juga batasan baru mengenai kebenaran pengetahuan manusia. Konstruktivisme menegaskan bahwa pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar mengerti. Menurut Von Glossferld (Elvinaro dan Anees, 2007:154) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan justru selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif. Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri, oleh karenanya pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas) (Wibowo, 2011:162). Konstruktivis percaya bahwa untuk dapat memahami suatu arti orang harus menerjemahkan pengertian tentang sesuatu. Para peneliti harus menguraikan konstruksi dari suatu pengertian/makna dan melakukan klarifikasi tentang apa dan bagaimana dari suatu arti dibentuk melalui bahasa serta tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aktor/pelaku. (Eriyanto, 2001:6). 2.2. Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir 9

dalam memecahkan masalah. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disorot (Nawawi, 2007:39). Teori yang relevan untuk penelitian ini adalah: 2.2.1. Komunikasi Massa Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa (2012) memberikan definisi tentang komunikasi massa, yaitu: Komunikasi massa adalah sebuah proses yang sering kali utamanya dianggap sebagai individualis, tidak personal, dan terisolasi, sehingga mendorong solidaritas serta rasa kebersamaan yang lebih rendah. Komunikasi masssa memiliki kapasitas untuk menyatukan individu yang tersebar di dalam khalayak yang lebih besar atau menyatukan pendatang baru ke dalam komunitas urban dan imigran ke dalam negara baru dengan menyediakan seperangkat nilai, ide dan informasi dan membantu membentuk identitas. (McQuail, 2012:45). Komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. Banyak definisi tentang komunikasi massa yang dikemukakan para ahli komunikasi. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab awal perkembangannya saja komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa (Nuruddin, 2003: 6) Kemampuan untuk menjangkau ribuan, atau bahkan jutaan, orang merupakan ciri dari komunikasi massa (mass communication), yang dilakukan melalui media massa seperti televisi atau koran. Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses penggunaan sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audien yang luas untuk tujuan memberi informasi, menghibur atau membujuk. Dalam banyak hal, proses komunikasi massa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya adalah sama. 10

Ciri-ciri komunikasi massa adalah sebagai berikut (Nuruddin, 2003:16) : 1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga. Media massa hanya bisa muncul karena gabungan kerjasama dengan beberapa orang. 2. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen. Artinya penonton televisi itu beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jabatan, kepercayaan dan agama yang berbeda pula. 3. Pesannya bersifat umum. Pesan-pesan dalam komunikasi massa itu tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Pesannya ditujukan pada khalayak yang plural. 4. Komunikasinya berlangsung satu arah. Dalam media cetak seperti koran, komunikasi hanya berjalan satu arah. Kita tidak bisa langsung memberikan respon kepada komunikatornya (media massa yang bersangkutan). Kalaupun bisa, sifatnya tertunda. Jadi komunikasi yang hanya berjalan satu arah itu akan memberi konsekuensi umpan balik (feedback) yang sifatnya tertunda atau tidak langsung (delayed feedback). 5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan Dalam komunikasi massa itu ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. 6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik (mekanik atau elektronik). 7. Komunikasi massa dikontrol oleh Gate Keeper Gate Keeper atau sering disebut pentapis informasi sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gate Keeper berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami dan untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data dan mengurangi pesan-pesannya. 11

2.2.2. Teori Konstruksi Realitas Sosial (Luckman dan Berger) Peter L. Berger dan Thomas Luckmann pada tahun 1967 menerbitkan buku yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge (Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan) (Bungin, 2011) menggambarkan sebuah proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Dalam buku tersebut Berger dan Luckman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Mereka mengartikan realitas sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara, pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitasrealitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik secara spesifik. Dikatakan, institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun, masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara objektif, namun pada kenyataannya semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subjektif yang sama. Khalayak pada dasarnya menerima sebuah bentuk realitas yang dikonstruksi oleh media. Menurut Gerbner dkk. (Wibowo, 2011:125), dunia simbol media membentuk konsepsi khalayak tentang dunia nyata, atau dengan kata lain media merupakan konstruksi realitas. Segala bentuk realitas sosial termasuk isi media merupakan realitas yang sengaja dikonstruksi. Berger dan Luckmann mengatakan sebagai berikut: Institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara objektif. Namun pada kenyataannya semua dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulangulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif sama (Bungin, 2011: 126). 12

Menurut penjelasan Berger dan Luckmann di atas, segala yang ada dalam institusi masyarakat dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat itu sendiri melalui suatu interaksi. Setiap interaksi terjadi berdasarkan definisi subjektif dari tiap anggota masyarakat yang kemudian ditegaskan secara berulang-ulang dan menjadi suatu nilai objektif dalam masyarakat. Realitas sosial menurut Berger dan Luckmann (Wibowo, 2011) pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Berger dan Luckmann membagi realitas sosial ke dalam tiga macam realitas, yaitu: (Bungin, 2011:126) a. Realitas objektif yakni realitas yang terbentuk dari pengalaman dunia objektif yang berada di luar diri individu dan realitas itu dianggap sebagai suatu kenyataan. b. Realitas simbolik yaitu ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. c. Realitas subjektif, yaitu realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi. Kembali menurut Berger dan Luckmann realitas sosial ini terbentuk melalui tiga tahap, yaitu : a. Eksternalisasi yakni individu melakukan penyesuaian diri dengan dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia. b. Objektivasi yakni interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi, produk sosial berada pada proses institusionalisasi. Individu memunculkan dirinya dalam produk-produk kegiatan manusia baik bagi produsen-produsennya maupun bagi orang lain sebagai unsur dunia bersama dunia. Hal terpenting pada tahap ini adalah terjadinya pembuatan tanda-tanda sebagai isyarat bagi pemaknaan subjektif. 13

c. Internalisasi. yaitu proses yang mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. (Bungin, 2011: 187) Burhan Bungin dalam Konstruksi Sosial Media Massa menjelaskan sebagai berikut:... pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolik yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupan (Bungin, 2011:87). Isi media merupakan suatu bentuk konstruksi sosial. Media melakukan konstruksi terhadap terhadap pesan-pesan yang disampaikan berupa tulisantulisan, gambar-gambar, suara, atau simbol-simbol lain melalui proses penyeleksian dan manipulasi tertentu sesuai keinginan atau pun ideologi media itu. (Wibowo, 2011:125). Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari dari penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita (Sobur, 2004:88). Dengan dalilnya yang terkenal, world outside and pictures in our heads, Walter Lippmann menjelaskan sebagai berikut:... fungsi media sebagai pembentuk gambaran realitas yang sangat berpengaruh terhadap khalayak. Fungsi media, menurutnya adalah pembentuk makna (the meaning construction of the press); bahwasanya interpretasi media massa terhadap berbagai peristiwa secara radikal dapat mengubah interpretasi orang tentang suatu realitas dan pola tindakan mereka. (Bungin, 20011:35). Walaupun secara tidak khusus menyebut fungsi bahasa dalam menentukan gambaran suatu realitas, Lippman tentu tak bisa membantah bahwa penggambaran itu pasti dilakukan melalui bahasa, baik itu verbal ataupun non verbal. Sementara 14

media adalah wahana dimana bahasa itu didayagunakan dalam mengkonstruksikan realitas. Dampak yang ditimbulkan adalah, media massa mempunya peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasikan dari realitas yang dikonstruksikan. Sesuai dengan perilaku media massa yang menceritakan kembali sebuah peristiwa fakta, dimana proses penceritaan fakta tersebut disebut dengan pengonstruksian realitas (Sobur, 2004: 88). 2.2.3. Teori Identitas Sosial Teori identitas sosial ini dipelopori oleh Henri Tajfel (1995). Menurut teori ini, identitas sosial seseorang ikut membentuk konsep diri dan memungkinkan orang tersebut menempatkan diri pada posisi tertentu dalam jaringan hubunganhubungan sosial yang rumit (Sarwono, 2005: 90). Kita mendapatkan sebagian besar identitas kita dari konstruksi yang ditawarkan dari berbagai kelompok sosial dimana kita menjadi bagian di dalamnya, seperti keluarga, komunitas, subkelompok budaya, dan berbagai ideologi berpengaruh. Tidak peduli apakah hanya ada satu dimensi atau beberapa dimensi identitas-gender, kelas sosial, ras, jenis kelamin maka identitas itu dijalankan atau dilaksanakan menurut atau berlawanan dengan norma-norma dan harapan terhadap identitas bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa identitas kita adalah selalu berada dalam proses untuk menjadi (the process of becoming), yaitu ketika kita memberikan tanggapan terhadap konteks dan situasi yang mengelilingi kita. Identitas merupakan tindakan yang selalu berubah setiap saat (Morissan, 2009: 85). Asumsi bahwa tidak peduli apakah hanya dalam satu dimensi atau beberapa dimensi identitas gender, kelas sosial, ras, jenis kelamin, maka identitas itu dijalankan atau dilaksanakan menurut atau berlawanan dengan norma-norma dan harapan terhadap identitas bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa identitas kita adalah selalu berada dalam proses untuk menjadi (the process of becoming), yaitu ketika kita memberikan tanggapan terhadap konteks dan situasi 15

yang mengelilingi kita. Identitas merupakan tindakan yang selalu berubah setiap saat. 2.2.4. Penempatan Produk Penempatan Produk atau product placement merupakan strategi yang dilakukan oleh perusahaan pengiklan untuk menampilkan produknya dengan kesan bahwa produknya seolah-olah bagian dari cerita film atau acara televisi. Penempatan produk didefinisikan sebagai pesan tentang suatu produk yang dibayar dengan sasaran mempengaruhi khalayak film atau acara televisi melalui pencakupan suatu produk secara terencana dan halus ke dalam film atau acara televisi. Pencakupan pesan komersial secara halus ke dalam film dan acara televisi inilah yang membedakan penempatan produk dari berbagai bentuk komunikasi pemasaran lainnya. Jenis Penempatan Produk D astous & Seguin (1998) dalam Panda (2004:11) mendifinisikan penempatan produk (product placement) ada tiga jenis, yaitu: 1. Implicit product placement. Jenis ini disebut implisit karena, perusahaan atau produk yang ditampilkan dalam program atau media tanpa ditekankan secara formal, dimana logo, nama merek atau perusahaan muncul tanpa menampilkan atau mendemontrasikan manfaat produk. 2. Intergraded explicit product placement. Jenis penempatan produk ini berupaya meningintegrasikan secara eksplisit dimana merek atau nama perusahaan secara formal disebutkan dan dimainkan peran aktif, serta atribut dan manfaat produk juga secara jelas ditampilkan. 3. Non- integrated explicit product placement. Jenis ini menampilkan merek atau perusahaan secara formal tapi tidak terintegrasi dalam isi program atau media, umumnya ditampilkan di awal, di akhir atau dalam program credit. 2.2.5. Teori Iklan Subliminal Iklan Subliminal atau subliminal advertising merupakan teknik periklanan 16

yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal dibawah ambang kesadaran. Subliminal dari kata sub-liminal, dari kata latin Limen yang berarti ambang. Menurut Shrum (2012:vii) subliminal adalah pesan/stimulus yang diserap oleh persepsi dan alam bawah sadar melalui gambar yang diulang-ulang secara cepat sebelum diproses sehingga menganggu pengolahan pesan yang ada dan pesan ini perlahan akan mempengaruhi serta mengubah pikiran sadar dari otak seseorang. Iklan subliminal sendiri menurut Bartens (2009:273) merupakan sebuah teknik periklanan yang menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal dibawah ambang kesadaran manusia. Dari definisi iklan subliminal diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah iklan dapat dikatakan iklan subliminal apabila mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai konten baik secara visual ataupun audio yang dalam satu durasi iklan secara cepat namun bukan iklan yang diulang-ulang dalam satu durasinya. 17

2.3. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional, merupakan uraian bersifat kritis dan memperkiran hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001:40). Kerangka pemikiran menggambarkan bagaimana suatu permasalahan penelitian dijabarkan. Dalam penelitian Konstruksi Realitas Pengguna Ponsel Cerdas Berdasarkan Pesan Penempatan Merek Dalam Film James Bond: Spectre ini, kerangka pemikirannya dijabarkan sebagai berikut: Komunikasi Massa Bentuk Komunikasi Massa: Media Film Pesan Penempatan Merek dalam Film James Bond: Spectre Konstruksi Realitas Sosial - Teori Konstruksi Identitas - Teori Penempatan Merek - Teori Iklan Subliminal Identitas Diri Pengguna Ponsel Cerdas 18