PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan.

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan.

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO

PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

MINYAK SAWIT INDONESIA BERKELANJUTAN (INDONESIA SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) PERSYARATAN UNTUK KEBUN PLASMA/MITRA

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN

DAFTAR ISIAN KEGIATAN PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN DAN JASAD PENGGANGGU TANAMAN TAHUN 2009

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

(Surat Persetujan Penerbitan Benih Kelapa Sawit)

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PEMOHON MENGAJUKAN PERMOHONAN TERTULIS DITUJUKAN KEPADA KADISBUNSU

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT TANDA DAFTAR USAHA BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN (STD-B) Kabupaten/Kota... Kecamatan...

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

TUGAS DAN FUNGSI DINAS LINGKUNGAN HIDUP

PROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 3 0.? TJLHUN 200o

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

-1- BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 26/Permentan/HK.140/4/2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LINTAS KABUPATEN/KOTA UNTUK USAHA PERKEBUNAN

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANYUMAS

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia.

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR TAHUN 2014 SERI E NOMOR TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MADIUN,

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 54 TAHUN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PROFIL KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANGKA TENGAH

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

2 bidang pertanian secara transparan, terukur, perlu menetapkan syarat, tata cara, dan standar operasional prosedur dalam pemberian rekomendasi teknis

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Disampaikan dalam Semiloka Refeleksi setahun nota kesepakatan bersama (NKB) Selasa, 11 November 2014 Hotel Mercure Ancol, Ancol Jakarta Baycity

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2012

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU SELATAN NOMOR : 09.TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik

6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik

Transkripsi:

Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh perizinan berwenang kecuali kebun-kebun konversi serta sertifikat tanah hak barat (erfpahct). 2. Telah memiliki perizinan yang sesuai seperti : IUP, IUP-B, IUP-P, SPUP, ITUP, izin/persetujuan prinsip 3. Telah memiliki hak atas tanah / dalam proses, sertifikat yang sesuai, seperti : HGU, HGB, Hak Pakai (HP), atau konversi hak barat (Erfpahct). 1.2 Pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar 1. Dokumen kerjasama perusahaan dengan masyarakat Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib sekitar kebun untuk pembangunan kebun masyarakat membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% paling rendah 20% dari total areal kebun yang diusahakan. dari total luas areal kebun yang diusahakan 2. Laporan perkembangan realisasi pembangunan kebun masyarakat. 1.3 Lokasi Perkebunan 1. Rencana tataruang sesuai dengan Pengelola Perkebunan harus memastikan bahwa penggunaan lahan ketentuan yang berlaku atau ketentuan lainnya yang perkebunan telah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah ditentukan oleh pemerintah daerah setempat. Propinsi (RUTWP) atau Rencana Umum Tata Ruang wilayah Kabupaten/ 2. Dokumen izin Lokasi perusahaan yang dikeluarkan oleh Kota (RUTWK) sesuai dengan perundangan yang berlaku atau instansi yang berwenang. kebijakan yang sesuai dengan ketetapan yang ditentukan oleh 3. Keputusan menteri Kehutanan bagi lahan yang pemerintah atau pemerintah setempat. memerlukan Pelepasan Kawasan Hutan atau memerlukan Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. 4. Rekaman perolehan hak atas tanah 5. Peta lokasi kebun/topografi/jenis tanah. 1.4. Tumpang Tindih dengan Usaha pertambangan 1. Tersedianya kesepakatan bersama antara Pengelola usaha perkebunan apabila didalam areal perkebunannya pemegang hak atas tanah (pengusaha perkebunan) terdapat izin Usaha pertambangan harus diselesaikan sesuai dengan dengan pengusaha pertambangan tentang besarnya ketentuan kompensasi 2. Kesanggupan Pengusaha pertambangan secara tertulis untuk mengembalikan tanah bekas tambang seperti kondisi semula (tanah lapisan bawah di bawah dan lapisan atas berada di atas) tanpa menimbulkan dampak erosi dan kerusakan lahan dan lingkungan. 1.5 Sengketa Lahan dan Kompensasi 1. Tersedia mekanisme penyelesaian sengketa Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa lahan lahan yang terdokumentasi perkebunan yang digunakan bebas dari status sengketa dengan 2. Tersedia peta lokasi lahan yang disengketakan. masyarakat/petani disekitarnya. Apabila terdapat sengketa 3. Tersedia salinan perjanjian yang telah disepakati. maka harus diselesaikan secara musyawarah untuk mendapatkan 4. Tersedia rekaman progress musyawarah untuk kesepakatan sesuai dengan peraturan perundangan penyelesaian sengketa disimpan. dan / atau ketentuan adat yang berlaku namun bila tidak terjadi kesepakatan maka penyelesaian sengketa lahan harus menempuh jalur hukum. 1.6 Bentuk Badan Hukum 1. Telah memiliki dokumen yang sah tentang bentuk Perkebunan kelapa sawit yang dikelola harus mempunyai bentuk badan hukum berbentuk akta notaris yang disahkan badan hukum yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan oleh Menteri Hukum dan HAM 1.7 Manajemen Perkebunan 1. Perusahaan telah memiliki Visi dan Misi Perkebunan harus memiliki Perencanaan Jangka Panjang untuk memproduksi minyak sawit lestari. untuk memproduksi minyak sawit lestari. 2. Memiliki SOP untuk praktek budidaya dan pengolahan hasil perkebunan. 3. Memiliki struktur organisasi dan Uraian tugas yang jelas bagi setiap unit dan pelaksana. 4. Memiliki perencanaan untuk menjamin berlangsungnya usaha perkebunan. 5. Memiliki sistem manajemen Keuangan Perusahaan dan keamanan ekonomi dan keuangan yang terjamin dalam jangka panjang. 6. Memiliki Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia

Hal. 2 1.8 Rencana dan Realisasi 1. Rekaman rencana dan realisasi pemanfaatan lahan Pembangunan Kebun dan Pabrik. (HGU, HGB, HP, dll) untuk pembangunan perkebunan (pembangunan kebun, pabrik, kantor, perumahan karyawan, dan sarana pendukung lainnya). 2. Rekaman rencana dan realisasi kapasitas pabrik kelapa sawit. 1.9 Pemberian informasi kepada instansi terkait sesuai ketentuan 1. Tersedianya mekanisme pemberian informasi. yang berlaku dan pemangku kepentingan lainnya terkecuali menyangkut hal yang patut dirahasiakan. 2. Tersedia rekaman pemberian informasi kepada instansi terkait. 3. Daftar jenis informasi / data yang dapat diperoleh oleh pemangku kepentingan lainnya. 4. Rekaman permintaan informasi oleh pemangku kepentingan lainnya. 5. Rekaman tanggapan terhadap permintaan informasi. 2. PENERAPAN PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT 2.1 Penerapan pedoman teknis budidaya 2.1.1 Pembukaan lahan 1. Tersedia SOP pembukaan lahan Pembukaan lahan yang memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah 2. Tersedia rekaman pembukaan lahan dan air. 2.1.2 Konservasi Terhadap Sumber dan Kualitas Air 1. Tersedia rekaman pengelolaan air dan pemeliharaan sumber air 2. Tersedia program pemantauan kualitas air permukaan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar perkebunan. 3. Tersedia rekaman penggunaan air untuk pabrik kelapa sawit. 2.1.3 Perbenihan 1. Tersedia SOP perbenihan. Penglola perkebunan dalam menghasilkan benih unggul 2. Tersedia rekaman asal benih yang digunakan. bermutu harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan 3. Tersedia rekaman / dokumentasi pelaksanaan yang berlaku dan baku teknis perbenihan. perbenihan. 4. Tersedia rekaman / dokumen penanganan benih/bibit yang tidak memenuhi persyaratan. 2.1.4 Penanaman pada lahan mineral 1. Tersedia SOP penanaman yang mengacu Pengelola perkebunan harus melakukan penanaman sesuai kepada Pedoman Teknis Pembangunan Kebun baku teknis. Kelapa Sawit di lahan mineral dan/atau lahan gambut. 2. Tersedia rekaman pelaksanaan penanaman. 2.1.5 Penanaman pada Lahan Gambut 1. Tersedia SOP / instruksi kerja untuk penanaman pada lahan gambut dan mengacu kepada ketentuan 2. Rekaman pelaksanaan penanaman tanaman terdokumentasi. 2.1.6 Pemeliharaan tanaman 1. Tersedia SOP pemeliharaan tanaman yang mengacu kepada Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Kelapa Sawit. 2. Tersedia rekaman / dokumentasi pelaksanaan pemeliharaan tanaman. 2.1.7 Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) 1. Tersedia SOP pengamatan dan pengendalian OPT Pengelola perkebunan harus menerapkan sistem Pengendalian 2. Tersedia SOP penanganan limbah pestisida. Hama Terpadu (PHT) sesuai Pedoman Teknis. 3. Tersedia rekaman pelaksanaan pengamatan dan pengendalian OPT. 4. Tersedia rekaman jenis pestisida (sintetik dan nabati) dan agens pengendali hayati (parasitoid, predator, feromon, agens hayati, dll) yang digunakan. 5. Tersedia rekaman jenis tanaman inang musuh alami OPT. 2.1.8 Pemanenan 1. Tersedia SOP pelaksanaan pemanenan. Pengelola perkebunan melakukan panen tepat waktu dan 2. Tersedia rekaman pelaksanaan pemanenan. dengan cara yang benar. 2.2 Penerapan Pedoman Teknis pengolahan hasil perkebunan. 2.2.1 Pengangkutan Buah 1. Tersedia SOP untuk pengangkutan TBS. Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa TBS yang dipanen 2. Tersedia Rekaman pelaksanaan pengangkutan TBS. harus segera diangkut ke tempat pengolahan untuk

Hal. 3 menghindari penurunan kualitas. 2.2.2 Penerimaan TBS di pabrik 1. Tersedia SOP penerimaan dan pemeriksaan/ Pengelola pabrik memastikan bahwa TBS yang diterima sesuai sortasi TBS dengan persyaratan yang telah ditetapkan. 2. Tersedia Rekaman penerimaan TBS yang sesuai dan tidak sesuai dengan persayaratan. 2.2.3 Pengolahan TBS 1. Tersedia SOP atau instruksi kerja yang diperlukan Pengelola pabrik harus merencanakan dan melaksanakan baik untuk proses pengolahan maupun proses pengolahan TBS melalui penerapan praktek pengolahan pemantauan dan pengukuran kualitas CPO. atau pengolahan terbaik (GHP/GMP). 2. Tersedia informasi yang menguraikan spesifikasi / standar hasil olahan. 3. Tersedia Rekaman pelaksanaan pengolahan. 2.2.4 Pengelolaan limbah 1. Tersedia instruksi kerja/sop mengenai pengelolaan Pengelola pabrik memastikan bahwa limbah pabrik kelapa sawit limbah (cair dan udara). dikelola sesuai dengan ketentuan 2. Rekaman mengenai pengukuran kualitas limbah cair. 3. Rekaman mengenai pengukuran kualitas udara (emisi dan ambient). 4. Rekaman pelaporan pemantauan pengelolaan limbah kepada instansi yang berwenang terdokumentasi. 5. Tersedia surat izin pembuangan air limbah dari instansi terkait. 2.2.5 Pengelolaan Limbah B3 1. Tersedia instruksi kerja/sop mengenai pengelolaan Limbah B3 merupakan limbah yang mengandung bahan limbah B3 berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan konsentrasinya 2. Limbah B3 termasuk kemasan pestisida, oli bekas dan dan atau jumlahnya dapat mencemarkan dan atau merusak lain-lain dibuang sesuai peraturan perundang-undangan lingkungan hidup, oleh karena itu harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula. 3. Rekaman penanganan limbah B3 4. Tersedia surat izin penyimpanan dan/atau pemanfaatan limbah B3 dari instansi terkait. 2.2.6 Gangguan dari sumber yang tidak bergerak 1. Tersedia SOP/instruksi kerja untuk menangani Gangguan sumber yang tidak bergerak berupa baku tingkat gangguan sumber tidak bergerak sesuai dengan kebisingan, baku tingkat getaran, baku tingkat kebauan dan baku pedoman yang diterbitkan dari instansi yang terkait. tingkat gangguan lainnya ditetapkan dengan mempertimbangakan 2. Laporan Hasil pengukuran baku tingkat gangguan aspek kenyamanan terhadap manusia dan/atau aspek keselamatan dari sumber yang tidak bergerak kepada instansi sarana fisik serta kelestarian bangunan. yang terkait. 3. Rekaman penanganan gangguan dari sumber tidak bergerak terdokumentasi. 2.2.7 Pemanfaatan Limbah 1. Tersedia SOP pemanfaatan limbah Pengelola perkebunan / pabrik harus memanfaatkan limbah 2. Tersedia surat izin pemanfaatan limbah cair untuk untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan. Land Application (LA) dari instansi terkait. 3. Tersedia rekaman pemanfaatan limbah padat dan cair. 3. PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN 3.1 Kewajiban pengelola kebun yang memiliki pabrik 1. Memiliki IPAL (Instalasi pengelahan air limbah) Pengelola perkebunan yang memiliki pabrik harus melaksanakan 2. Memiliki izin pemanfaatan limbah cair dari instansi kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai berwenang bagi yang melakukan LA (land application). ketentuan 3. Memiliki izin dari Pemerintah Daerah untuk pembuangan limbah cair ke badan air. 4. Memiliki izin dari KLH untuk pabrik yang membuang limbah cairnya ke laut. 5. Tersedia rekaman terkait kegiatan (1 s/d 4). 3.2 Kewajiban terkait analisa dampak lingkungan AMDAL, UKL 1. Memiliki dokumen AMDAL bagi pelaku usaha dan UPL perkebunan kelapa sawit yang mengelola lahan Pengelola perkebunan harus melaksanakan kewajibannya terkait >= 3.000 Ha. AMDAL, UKL dan UPL sesuai ketentuan perundang-undangan 2. Memiliki dokumen UKL / UPL bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang mengelola lahan < 3.000 Ha. 3. Tersedia rekaman terkait pelaksanaan penerapan hasil AMDAL, UKL/UPL termasuk laporan kepada instansi yang berwenang. 3.3 Pencegahan dan penanggulangan kebakaran 1. Tersedia SOP pencegahan dan penanggulangan Pengelola perkebunan harus melakukan pencegahan dan kebakaran. penanggulangan kebakaran. 2. Tersedia SDM yang mampu mencegah dan menangani kebakaran. 3. Tersedia sarana dan prasarana pengendalian penanggulangan kebakaran.

Hal. 4 4. Memiliki organisasi dan sistem tanggap darurat. 5. Tersedia rekaman pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan kebakaran. 3.4 Pelestarian Biodiversity 1. Tersedia SOP identifikasi Perlindungan flora dan fauna Pengelola perkebunan harus menjaga dan melestarikan di lingkungan perkebunan. keanekaramana hayati pada areal yang dikelola sesuai dengan 2. Memiliki daftar flora dan fauna di kebun dan sekitar izin usaha perkebunannya. kebun, sebelum dan sesudah dimulainya usaha perkebunan. 3. Tersedia rekaman sosialisasi. 3.5 Identifikasi dan perlindungan kawasan yang mempunyai nilai 1. Tersedia hasil identifikasi kawasan yang konservasi tinggi. mempunyai nilai konservasi tinggi. Pengelola perkebunan harus melakukan identifikasi kawasan 2. Tersedia peta kebun yang menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai konservasi tinggi yang merupakan kawasan kawasan yang mempunyai nilai konservasi tinggi. yang mempunyai fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan 3. Rekaman identifikasi dan sosialisasi kawasan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan yang mempunyai nilai konservasi tinggi. nilai sejarah serta budaya bangsa dengan tidak membuka untuk usaha perkebunan kelapa sawit. 3.6 Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 1. Tersedia petunjuk teknis / SOP Mitigasi GRK; Pengelola usaha perkebunan harus mengidentifikasi 2. Tersedia inventarisasi sumber emisi GRK. sumber emisi GRK. 3. Tersedia rekaman tahapan alih fungsi lahan (land use trajectory). 4. Tersedia rekaman usaha pengurangan emisi GRK. 5. Tersedia rekaman pelaksanaan mitigasi. 3.7 Konservasi kawasan dengan potensi erosi tinggi. 1. Tersedia SOP konservasi kawasan dengan potensi Pengelola perkebunan harus melakukan konservasi lahan erosi tinggi termasuk sempadan sungai. dan menghindari erosi sesuai dengan ketentuan 2. Tersedia peta kebun dan topografi serta lokasi penyebaran sungai. 3. Tersedia rekaman pelaksanaan konservasi kawasan dengan potensi erosi tinggi. 4. TANGGUNG JAWAB TERHADAP PEKERJA 4.1 Sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) 1. Tersedianya dokumentasi SMK3 yang ditetapkan oleh Pengelola perkebunan wajib menerapkan Sisem Manajemen yang berwenang. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). 2. Telah terbentuk organisasi SMK3 yang didukung oleh sarana dan prasarananya. 3. Tersedia asuransi kecelakaan kerja (jamsostek). 4. Rekaman penerapan SMK3 termasuk pelaporannya. 4.2 Kesejahteraan dan peningkatan kemampuan pekerja / buruh. 1. Diterapkannya peraturan tentang Upah Minimum. Pengelola perkebunan harus memperhatikan kesejahteraan pekerja 2. Mempunyai sistem penggajian baku yang ditetapkan. dan meningkatkan kemampuannya. 3. Tersedia sarana dan prasarana untuk kesejahteraan pekerja (perumbahan, poliklinik, sarana ibadah, sarana pendidikan dan sarana olahraga). 4. Tersedia kebijakan perusahaan untuk mengikutsertakan karyawan dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan 5. Tersedia program pelatihan untuk peningkatan kemampuan karyawan. 6. Tersedia rekaman pelaksanaan yang berkaitan dengan kesejahteraan dan peningkatan kemampuan pekerja. 4.3 Penggunaan pekerja anak dan diskriminasi pekerja (Suku, Ras, 1. Perusahaan memiliki kebijakan tentang persayaratan Gender dan Agama) umur pekerja sesuai dengan peraturan perundangan Penglola perkebunan tidak boleh mempekerjakan anak dibawah umur dan melakukan diskriminasi. 2. Perusahaan memiliki kebijakan tentang peluang dan perlakuan yang sama untuk mendapat kesempatan kerja. 3. Tersedia rekaman daftar karyawan. 4. Tersedia mekanisme penyampaian pengaduan dan keluhan pekerja. 5. Tersedia rekaman pengaduan dan keluhan pekerja. 4.4 Pembentukan Serikat Pekerja 1. Perusahan memiliki peraturan terkait dengan Pengelola perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya Serikat keberadaan serikat pekerja. Pekerja dalm rangka memperjuangkan hak-hak karyawan/buruh. 2. Memiliki daftar pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja. 3. Tersedia Rekaman pertemuan-pertemuan baik antara

Hal. 5 perusahaan dengan sertifikat pekerja maupun intern serikat. 4.5 Perusahaan mendorong dan memfasilitasi 1. Tersedia kebijakan perusahaan dalam pembentukan koperasi pekerja. pembentukan koperasi. 2. Tersedia akte pendirian koperasi karyawan. 5. TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN KOMUNITAS 5.1 Tanggung jawab sosial dan lingkungan kemasyarakatan. 1. Tersedia komitmen tanggung jawab sosial Pengelola perkebunan harus memiliki komitmen sosial, dan lingkungan masyarakat sesuai dengan norma kemasyarakatn dan pengembangan potensi yang berlaku di masyarakat setempat. kearifan lokal. 2. Tersedia Rekaman realisasi komitmen tanggung jawab sosial dan lingkungan kemasyarakatan. 5.2 Pemberdayaan Masyarakat Adat / Penduduk Asli 1. Memiliki program untuk peningkatan kesejahteraan Pengelola perkebunan berperan dalam mensejahterakan masyarakat adat (penduduk asli). masyarakat adat / penduduk asli. 6. PEMBERDAYAAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT 2. Memiliki program untuk mempertahankan kearifan lokal. 3. Tersedia rekaman realisasi program bersama masyarakat adat (penduduk asli). 6.1 Pengembangan Usaha Lokal 1. Tersedia rekaman transaksi lokal termasuk pembelian Pengelola perkebunan memprioritaskan untuk memberi lokal, penggunaan kontraktor lokal, dll. peluang pembelian / pengadaan barang dan jasa kepada masyarakat di sekitar kebun. 7. PENINGKATAN USAHA SECARA BERKELANJUTAN Pengelola perkebunan dan pabrik harus terus menerus meningkatkan 1. Tersedia rekaman hasil penerapan kinerja (sosial, ekonomi dan lingkungan) dengan mengembangkan perbaikan/peningkatan yang dilakukan. dan mengimplementasikan rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi berkelanjutan.