DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat. Salah satu bentuk perkembangan ilmu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BEBERAPA ISU PENTING RUU SISDIKNAS UNTUK ORIENTASI PRAKTEK MANAJEMEN PENDIDIKAN/SEKOLAH DI MASA DEPAN

I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu

Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Manajemen Mutu Pendidikan

Panduan diskusi kelompok

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di sekolah sehingga apa yang menjadi kelebihan sekolah dapat lebih

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN BAB I

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN BERBASIS POTENSI LOKAL MELALUI KEBIJAKAN LEADER CLASS DI DAERAH CILACAP. Oleh : Ma rifani Fitri Arisa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan peluang berpartisipasi tersebut

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

Sumarma, SH R

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan

Oleh: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. agar bisa memenuhi kebutuhan pendidikan di masa sekarang dan yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Secara konseptual desentralisasi pendidikan adalah suatu proses dimana suatu

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

KOPERASI DALAM OTONOM DAERAH

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

Manajemen Berbasis Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pemerintah menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini terdapat perhatian

SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat ditentukan oleh perkembangan dunia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. terkecuali, Pemerintah Indonesia dalam Undang-undang Dasar Republik. Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan dasar hukum

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa dan Negara yang otentik

BAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

Kurikulum SD Negeri Lecari TP 2015/ BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

I. PENDAHULUAN. daerah (dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

HAKIKAT MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) 1 (School Based Management/SBM)

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Pendidikan sebagai salah satu aspek dalam

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. anak didik kita diberi bekal ilmu yang memadai melalui jalur pendidikan yang

Transkripsi:

DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN Oleh: Joni Rahmat Pramudia Pendahuluan Di masa lampau, pendekatan yang sentralistik dan cenderung kepada totaliterisme bukan merupakan sesuatu yang ditabukan, malah terkesan dihalalkan. Berbagai bentuk penyelenggaraan sentralistik yang menghilangkan inisiatif baik pribadi maupun masyarakat sangat akrab dengan kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Pun demikian di dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan kebudayaan. Kurikulum yang terpusat, penyelenggaraan serta manajemen yang dikendalikan dari atas telah menghasilkan lulusan (out put) pendidikan kita manusia robot tanpa inisiatif. Meskipun keadaan ini merupakan corak pendidikan yang umum di Asia (Newsweek, September 6, 1999), namun demikian barangkali keadaan di Indonesia adalah yang terparah. Pendidikan kita nyaris tanpa adanya perubahan metodologi dari bangku sekolah dasar sampai perguruan tinggi akan berjalan secara indoktriner (Tilaar, 2000:87). Kebebasan berfikir, kebebasan merumuskan, dan menyatakan pendapat yang berbeda tidak mendapat tempat. Oleh karena itu, hasil dari pendidikan kita di masa lalu (baca: Orde Baru) adalah manusia-manusia robot dan sekadar menjadi pengikut-pengikut setia terhadap suatu struktur kekuasaan. Gelombang demokratisasi mempunyai konsekuensi lebih lanjut dalam desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Meskipun desentralisasi pendidikan bukanlah merupakan suatu yang mudah 1

dilaksanakan. Namun demikian, sejalan dengan arus demokratisasi dalam kehidupan manusia, maka desebtralisasi pendidikan akan memberikan efek terhadap kurikulum, efisiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan, pemerataan. Meskipun pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa desentralisasi pendidikan tidak dengan sendirinya meningkatkan mutu pendidikan dalam arti peningkatan mutu pembelajaran. Disadari atau tidak, sistem pendidikan kita selama ini, lebih banyak diarahkan kepada suatu bentuk pendidikan yang intelektualistis karena hanya mengembangkan beberapa aspek terbatas dari intelegensi manusia. Padahal Howard Gardner telah menunjukkan bahwa intelegensi bukan hanya intelegensi akademik saja tetapi bermacam-macam intelegensi yang harus dikembangkan untuk menciptakan suatu kebudayaan yang kaya dan dinamis. Ada kecerdasan bahasa, kecerdasan ilmu pasti, kecerdasan ilmu alam, kecerdasan gerak, kecerdasan musik, kecerdasan manganalisis diri sendiri, kecerdasan antar pribadi, kecerdasan ruang, kecerdasan naturalis, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan eksistensial/filsuf. Begitu pula salah satu unsur kebudayaan yang sangat penting adalah moralitas dan agama kurang mendapatkan perhatian di dalam kurikulum pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.. Demokratisasi pendidikan ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan. Pendidikan negeri menjadi favorit karena seakan-akan tidak memerlukan biaya. Pendidikan swasta yang benar-benar dilaksanakan oleh masyarakat ternyata harus berdiri sendiri. Dengan demikian kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan bagi semua warga negara belum dapat dilaksanakan. Sistem subsidi hendaknya diatur sehingga dapat dinikmati oleh semua lapisan dan golongan ekonomi dalam masyarakat. Disamping itu diperlukan kurikulum yang memiliki spektrum yang luas sehingga semua anak 2

dengan kemampuan intelegensi yang bermacam-macam dapat dikembangkan secara optimal. Demokratisasi proses pendidikan bermakna pula menjamin dan mengembangkan kebebasan akademik. Terutama pendidikan tinggi merupakan benteng pengembangan moral masyarakat dan menjadi sebagai lembaga pengontrol dari pelaksanaan nilai-nilai kebenaran,keindahan, moral, dan agama. Sejalan dengan itu, proses pendidikan bukanlah merupakan suatu indoktrinasi tetapi proses pengembangan kesadaran akan kebenaran (meninjamn istilah Paulo Freire). Demokrasi tidak dapat dikembangkan dengan membunuh pemikiran kritis atau pemikiran alternatif, tetapi hanya dapat berkembang di dalam kebebasan berpikir dan tanggungjawab atas alternatif yang dipilih. Demokratisasi dan Desentralisasi Pendidikan Momentum runtuhnya Orde Baru yang kemudian tergantikan oleh bergulirnya proses reformasi, telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu otonomisasi dan demokratisasi. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah telah meletakkan sektor pendidikan sebagai salah satu yang diotonomisasikan bersama sekktor-sektor pembangunan yang berbasis kedaerahan lainnya, seperti kehutanan, pertanian, koperasi, dan pariwisata. Otonomisasi sektor pendidikan kemudian didorong pada sekolah, agar kepala sekolah dan guru memiliki tanggungjawab yang besar dalam peningkatan kualitas proses pembelajaran untuk meningkatkan kualitas hasil belajar. Baik dan buruknya kualitas hasil belajar siswa menjadi tanggungjawab guru dan kepala sekolah, karena pemerintah daerah hanya memfasilitasi berbagai aktivitas 3

pendidikan, baik sarana, prasarana, ketenagaan, maupun berbagai program pembelajaran yang direncanakan sekolah. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 1989. Salah satu isu penting dalam undang-undang tersebut adalah pelibatan masyarakat dalam pengembangan sektor pendidikan, sebagaimana ditegaskan pada pasal 9 bahwa masyarakat berhak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Pasal ini merupakan kelanjutan dari pernyataan pada pasal 4 ayat 1 bahwa pendidikan di Indonesia diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan. Demokratisasi pendidikan merupakan implikasi dari dan sejalan dengan kebijakan pengelolaan sektor pendidikan pada daerah, yang tingkat implementasinya di sekolah. Berbagai perencanaan pengembangan sekolah, baik rencana pengembangan sarana dan alat, ketenagaan, kurikulum serta berbagai program pembinaan siswa, semua diserahkan pada sekolah untuk merancangnya serta mendiskusikannya dengan mitra horizontalnya dari komite sekolah. Gagasan demokratisasi ini didasari oleh pertimbangan yang sederhana, yakni memperbesar partisipasi masyarakat dalam pendidikan, tidak sekedar dalam konteks retribusi uang sumbangan pendidikan, tetapi justru dalam pembahasan dan kajian untuk mengidentifikasi berbagai permintaan stakeholder dan user sekolah tentang kompetensi siswa yang akan dihasilkannya. Kemudian gagasan demokratisasi juga dikembangkan dengan sebuah paradigma baru tentang pelibatan siswa dalam proses pembelajaran, yang tidak sekedar membuat mereka diberi kesempatan dalam menentukan aktivitas belajar yang akan mereka lakukan bersamasama dengan guru mereka. Pembahasan tentang berbagai 4

permintaan stakeholder terhadap sekolah memperkaya substansi kurikulum serta menuntut kreativitas dan dinamika pengelolaan sekolah agar dapat melayani permintaan-permintaan tersebut, dengan tetap berpijak pada perkembangan psikologis siswa serta kemampuan sekolah dalam memberikan layanan kepada cilent-nya itu. Sementaraa pelibatan siswa dalam membahas perencanaan operasional pengembangan proses pembelajaran, akan membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, dinamis dan penuh keceriaan, karena aspiratif dan sesuai dengan permintaan para pembelajar. Terkait dengan demokratisasi penyelenggaraan sekolah ini, setidaknya ada tiga aspek yang menjadi pusat perhatian dalam kajian ini, yakni demokratisasi dalam penyusunan, pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah, demokratisasi dalam proses pembelajaran sejak penyiapan program pembelajaran sampai implementasi proses pembelajaran dalam kelas dengan memberi perhatian pada aspirasi siswa, tidak mengabaikan meraka yang lamban dalam proses pemahaman, dan tidak merugikan mereka yang cepat dalam pemahaman bahan ajar. Semua memperoleh pelayanan yang proporsional, dan semua harus berakhir dengan batas minimal pencapaian kompetensi sesuai angka yang ditetapkan bersama dalam koridor matery learning. Kemudian semua upaya demokratisasi tersebut juga tidak akan efektif membawa berbagai perubahan tanpa didukung dengan pola pengelolaan sekolah yang sesuai. Oleh sebab itulah, model manajemen yang harus dikembangkan dalam konteks demokratisasi sekolah tersebut adalah manajemen yang demokratis, yang memperbesar pelibatan teamwork dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan program, pendistribusian tugas dan wewenang, serta perubahan 5

paradigma dalam menilai produktivitas kerja setiap unsur dalam organisasi sekolah, dengan orientasi kepuasan pelanggan. Proses penyusunan, evaluasi dan pengembangan kurikulum yang dilaksanakan dalam prinsip-prinsip demokratisasi pendidikan dicoba untuk diurai secara detail. Demikian pula penyusunan kurikulum operasional yang harus dikembangkan oleh guru dengan mempertimbangkan stakeholder, user serta perkembangan kemampuan siswa sendiri, semuanya dicoba dijelaskan tidak saja konsep dan taorinya, tetapi juga instrumentasi praktisnya, sehingga ilmu ini dapat diuji kebenaran implementatifnya dengan pengalamanpengalaman empirik di lapangan. Demikian pula dengan proses pembelajaran yang mengusung paradigma baru untuk pendidikan di Indonesia, yakni collaborative learning, yakni guru dan siswa membahas apa yang akan mereka pelajari pada hari tertentu, jam tertentu, sehingga proses pembelajaran menjadi sangat aspiratif dan menyenangkan, dan siswa pun akan merasa puas, karena mereka dihargai. Demokratisasi dalam kurikulum dan proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik bila pola pengelolaan sekolahnya otokratis, sentralistik dan kurang aspiratif serta kurang pelibatan mitra horizontal sekolah. Usulan-usulan kreatif guru akan selalu tersandung oleh aturan-aturan birokrasi dan kekuasaan vertikal. Oleh sebab itu, demokratisasi kurikulum dan pembelajaran harus diimbangi dengan demokratisasi dalam pengelolaan organisasi sekolah tersebut, bahkan dalam batas-batas tertentu juga melibatkan client dan user sekolah, khususnya evaluasi dan pengembangan kurikulum, serta upaya-upaya mengimplementasikan berbagai program dan gagasan-gagasan cerdas pengembangan sekolah. Praktek sekolah demokratis ini tentu memerlukan pelibatan. Dalam konteks assesment kurikulum, pelibatan aspiratif untuk 6

menjaring berbagai gagasan pengembangan, bisa diajukan pada semua level sekolah. Akan tetapi dalam konteks pelibatan siswadalam pengembangan proses pembelajaran masih belum secara totalitas dikembangkan secara demokratis, khususnya untuk level sekolah dasar dan prasekolah. Penutup Tidak mudah memang, bila kita ingin mengubah suatu paradigma sentralistik yang sudah cukup mengakar selama beberapa dekade. Diperlukan waktu untuk mengubah kultur yang sudah bertahun-tahun bercokol dalam setiap dimensi pikiran masyarakat. Namun, apapun semua fakta itu, jadikan saja masa lalu sebagai pelajaran sejarah yang amat berharga. Pendidikan kita sekarang berada dalam genggaman era reformasi dengan pembaharuan yang radikal. Landasan yuridis formal sudah sangat jelas mengatur tentang pendelegasian otoritas pendidikan pada daerah dan mendorong otonomisasi di tingkat sekolah. Kewenangan pemerintah saat ini adalah fasilitatif terhadap berbagai usulan pengembangan yang digagas sekolah. Paradigma baru pendidikan ini diharapkan dapat menjadi solusi awal dalam mengatasi rendahnya kualitas proses dan hasil pendidikan di Indonesia yang berakibat pada rendahnya rata-rata kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam konteks persaingan regional dan global. 7

DAFTAR PUSTAKA Buchori, M. (2001). Pendidikan Antisipatoris. Jakarta: Kanisius. Delors, J. 1998. Pendidikan Untuk Abad XX!: Pokok Persoalan dan Harapan. Unesco Publishing. Ordonez, dkk. (1998). Pendidikan Dasar Untuk Pemberdayaan Orang Miskin. Unesco Publishing. Postman, N. (2001). Matinya Pendidikan: Redefinisi Nilai-nilai Sekolah. Yogyakarta: Jendela. Rosyada, D. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Kencana. Tilaar, HAR. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta. Newsweek, September 6, 1999 8