BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI. yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

Pembebanan Jaminan Fidusia

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN. Oleh Herlindah, SH, M.Kn

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB 2 KONOS EMEN S EBAGAI OBYEK JAMIN AN KEBENDAAN

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BENTUK-BENTUK JAMINAN MENURUT HUKUM INDONESIA

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. menentu terutama bagi lapisan masyarakat tingkat menengah ke bawah.

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dalam hubungan antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PENARIKAN OBJEK JAMINAN DEBITUR ATAS JASA PEMBIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

HAK KREDITUR ATAS PENJUALAN BARANG GADAI

BAB IV PROSEDUR PEMBEBANAN TERHADAP GADAI SAHAM. perhatian dalam pembinaan hukumnya di antaranya ialah lembaga jaminan.

JAMINAN KEBENDAAN DAN JAMINAN PERORANGAN SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK PIUTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

PELAKSANAAN PENAHANAN BENDA GADAI ATAU HAK RETENSI TERHADAP BENDA MILIK DEBITUR OLEH PERUM PEGADAIAN APABILA DEBITUR WANPRESTASI

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI 2.1 Jaminan Fidusia a. Pengertian dan Istilah Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Sebelum Undang-undang ini dibentuk, lembaga ini disebut dengan bermacam-macam nama. Zaman Romawi menyebutnya Fiducia cum creditore Asser Van Oven menyebutnya zekerheid-egindom (hak milik sebagai jaminan), Blom menyebutnya bezitloos zekerheidsrecht (hak jaminan tanpa penguasaan), Kahrel memberi nama Verruimd Pandbegrip (pengertian gadai yang diperluas), A. Veenhooven menyebutnya eigendoms overdracht tot zekergeid (penyerahan hak milik sebagai jaminan) sebagai singkatan dapat dipergunakan istilah fidusia saja. 1 Fidusia dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah penyerahan hak milik secara kepercayaan. Dalam terminologi Belandanya sering disebut dengan istilah lengkapnya berupa Fiduciare Eigendoms Overdracht (FEO), sedangkan dalam bahasa Inggrisnya secara lengkap sering disebut istilah Fiduciary Transfer of Ownership. 2 Perihal Fidusia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. Dalam Pasal 1 Angka 1 dikemukakan, Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas 1 Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Bab Tentang Kredit Verband, Gadai & Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Mariam Darus Badrulzaman II), h. 90 2 Munir Fuady, 2000, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 3 21

22 dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dari pengertian tersebut, tampak bahwa cirri khas dari Fidusia adalah benda yang dijadikan jaminan tersebut tetap berada di bawah penguasaan pemberi fidusia. Yang dialihkan adalah hak kepemilikannya atas dasar kepercayaan. Oleh karena itu, jaminan fidusia merupakan perjanjian tambahan, dalam arti jika perjanjian pokok berakhir, maka perjanjian fidusiapun berakhir. Agar jaminan fidusia mendapat kepastian hukum, maka Undang-Undang menentukan pembebanan benda dengan fidusia dibuat dengan akta notaris yang memuat paling tidak : 1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia 2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia 3. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia 4. Nilai penjaminan 5. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia Hal lain yang harus diperhatikan dalam menerima jaminan fidusia yakni perlunya mendaftarkan jaminan fidusia. Hal ini dimaksudkan agar ada kepastian hukum, tidak saja bagi penerima fidusia tetapi juga bagi pemberi fidusia. 3 b. Subyek dan Obyek Jaminan Fidusia Subyek jaminan fidusia adalah pemberi dan penerima jaminan fidusia. Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-undang Republik Indonesia 3 Sentosa Sembiring II, op.cit, h. 220-221

23 Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Sedangkan penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia (Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia). Obyek jaminan fidusia adalah benda. Hal ini ada di dalam Pasal 1 Angka 4 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek. c. Kedudukan Kreditur Pemegang Fidusia Kedudukan Kreditur Penerima Jaminan Fidusia adalah sebagai Kreditur Preferen. Hak ini tidak hapus karena adanya Kepailitan likuidasi Debitur Pemberi Jaminan Fidusia. Kreditur Preferen (Secured Creditors) dalam Kepailitan biasanya disebut Kreditur Separatis. Eksekusi jaminan fidusia diatur dalam Bab V Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pasal 29 ayat (1) berbunyi Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara : a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia.

24 b. Penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tinggi yang menguntungkan para pihak. Sebelumnya dalam Pasal 23 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia disebutkan bahwa Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia. d. Pengalihan Jaminan Fidusia Prinsip dari jaminan fidusia adalah bahwa jaminan fidusia tersebut mengikuti kemanapun benda jaminan tersebut berada. Jadi seandainya karena alasan apapun, benda jaminan fidusia tersebut beralih ke tangan orang lain, maka fidusia atas benda tersebut tetap saja berlaku. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 20 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. Pengalihan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 24 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. Pasal 19, bunyinya yaitu :

25 (1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru. (2) Beralihnya jaminan fidusia didaftarkan oleh kreditur baru kepada kantor pendaftaran fidusia. Pengalihan hak atas hutang (cession), yaitu pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik maupun akta dibawah tangan. Yang dimaksud dengan mengalihkan antara lain termasuk dengan menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya. Pengalihan hak atas hutang dengan dengan jaminan fidusia dapat dialihkan oleh penerima fidusia kepada penerima fidusia (kreditur baru). Kreditur baru inilah yang melakukan pendaftaran tentang beralihnya jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. 4 Pasal 23 Ayat (2) Undang-undng Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia menyatakan bahwa, pemberi fiduisa dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi obyek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaa, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia. e. Eksekusi Jaminan Fidusia Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, dengan sertifikat jaminan fidusia bagi kreditur selaku penerima fidusia akan mempermudah dalam pelaksanaan eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, pelaksanaan titel eksekutorial dari sertifikat jaminan fidusia 4 H. Salim HS, op.cit, h. 87-88

26 sebagaimana dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia dapat dilakukan dengan cara : a. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia b. Penjualan benda yang menjadi obyek fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan c. Penjualan di bawah tangan dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Sedangkan dalam ruang lingkup pengadilan di Indonesia eksekusi ada 2 (dua) bentuk, yakni : 5 a. Eksekusi rill adalah yang hanya mungkin terjadi berdasarkan putusan pengadilan untuk melakukan suatu tindakan nyata atau riil yang : 1) Telah memperoleh kekuatan hukum tetap 2) bersifat dijalankan terlebih dahulu 3) berbentuk provisi 4) berbentuk akta perdamaian di sidang pengadilan b. Eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan atas bentuk akta yang gunanya untuk melakukan pembayaran sejumlah uang yang oleh undang-undang disamakan nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap berupa : 5 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1993, Grose Akta dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta, h. 119-120

27 1) Grose akta pengakuan hutang Grose akta pengakuan hutang diatur dalam Pasal 224 HIR, Pasal 258 RBG, adalah sebuah akta yang di buat oleh notaris antara orang biasa/badan hukum yang dengan katakata sederhana yang bersangkutan mengaku berhutang uang sejumlah tertentu dan ia berjanji mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu. Grose akta pengakuan hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dipegang oleh kreditur, dalam hal debitur melakukan ingkar janji, dapat langsung dimohonkan eksekusi kepada ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. 2) Grose akta hipotik Dalam hal pengaturan grose akta hipotik tanah perlu diketahui bahwa sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (UUPA) terdapat dualisme dalam hukum pertanahan yaitu pengaturan yang terdapat dalam Hukum Adat dan Hukum Perdata Barat yang berakibat pada dualisme sistem hukum jaminan seperti hipotik dan credietverband. Hipotik digunakan sebagai jaminan atas hak-hak tanah yang tunduk pada Hukum Perdata Barat sedangkan credietverband dgunakan sebagai jaminan atas hak-hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Adat. Setelah

28 berlakunya UUPA, perihal lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan sebagai pengganti lembaga hipotik tanah dan credietverband hal ini diatur dalam Pasal 51 UUPA di mana lembaga Hak Tanggungan tersebut baru dapat berlaku pada tahun 1996 dengan adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT). Pasal 13 angka 3 UUHT mengatur bahwa sertifikat hak tanggungan berlaku sebagai pengganti grose akta hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah. Untuk grose akta hipotik kapal pengaturannya diatur dalam Pasal 314 KUHDagang, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran dan kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2002 tentang Perkapalan dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Apabila pemberi fidusia tidak menyerahkannya pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang. Setiap jani untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan tersebut diatas, batal demi hukum.

29 Dalam hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia, namun apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan hutang, debitur tetap bertanggung jawab atas hutang yang belum terbayar. e. Hapusnya Jaminan Fidusia Hapusnya jaminan fidusia adalah tidak berlakunya lagi jaminan fidusia. Ada tiga sebab hapusnya jaminan fidusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang fidusia, yaitu : a. Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia, yang dimaksud dengan hapusnya hutang adalah antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat kreditur. b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia c. Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Musnahnya benda jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi. 6 Apabila hutang dari pemberi fidusia telah dilunasi olehnya menjadi kewajiban penerima fidusia, kuasanya, atau walaupun untuk memberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia yang disebabkan karena hapusnya hutang pokok. Pemberitahuan itu dilakukan paling lambat 7 hari setelah hapusnya jaminan fidusia yang bersangkutan dengan dilampiri dokumen 6 H. Salim HS, loc.cit

30 pendukung tentang hapusnya jaminan fidusia. Dengan diterimanya pemberitahuan tersebut, maka ada 2 hal yang dilakukan Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu : a. Pada saat yang sama mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia. b. Pada tanggal yang sama dengan tanggal pencoretan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi. 7 2.2 Gadai a. Pengertian dan Sifat-sifat Gadai Istilah gadai berasal dari terjemahan kata pand (bahasa Belanda) atau pledge atau pawn (bahasa Inggris). 8 Ketentuan-ketentuan mengenai gadai diatur dalam KUH Perdata Bab XX Buku II Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160. Pengertian gadai sendiri dijabarkan dalam pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada pihak yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang 7 Ibid, h. 88-89 8 Ibid, h, 33

31 telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya mana harus didahulukan. 9 Pengertian gadai yang tercantum dalam Pasal 1150 KUH Perdata ini sangat luas, tidak hanya mengatur tentang pembebanan jaminan atas barang bergerak, tetapi juga mengatur tentang kewenangan kreditur untuk mengambil pelunasannya dan mengatur eksekusi barang gadai, apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya. 10 Selain itu beberapa perumusan tentang gadai juga dikemukakan oleh beberapa ahli hukum sebagai berikut : 1. Wirjono Prodjodikoro mengartikan gadai sebagai suatu hak yang didapat oleh seorang berpiutang atas suatu benda bergerak, yang kepadanya diserahkan oleh si berhutang atau seorang lain atas namanya, untuk menjamin pembayaran hutang, dan yang memberi hak kepada si berpiutang lain, diambil dari uang pendapatanpendapatan barang itu. 11 2. H. Salim HS menyatakan bahwa yang dimaksud dengan gadai adalah suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur dimana debitur menyerahkan benda bergerak kepada kreditur untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai, ketika debitur lalai melaksanakan prestasinya. Dalam definisi ini, gadai dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan 9 Sentosa Sembiring II, op.cit, h. 219 10 H. Salim HS, op.cit, h. 34 11 Wirjono Prodjodikoro, 1960, Hukum Perdata Tentang Hak-Hak Atas Benda, Soeorengan, Jakarta, h. 152

32 benda bergerak. Apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitur kepada kreditur dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi hutang debitur. 12 Hak gadai memiliki sifat kebendaan pada umumnya yaitu hak absolut, droit de suite, droit de preference, hak menggugat, dan lain-lain. Menurut ketentuan Pasal 528 KUH Perdata, atas sesuatu kebendaan seseorang dapat mempunyai suatu kedudukan berkuasa (bezit), hak milik (eigendom), hak waris, hak pakai hasil, hak pengabdian tanah, hak gadai ataupun hipotik. Kemudian dalam Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata dinyatakan antara lain bahwa apabila barang gadai hilang dari tangan penerima gadai atau kecurian, maka ia berhak menuntutnya kembali sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1977 ayat (2) KUH Perdata. 13 Pasal ini mencerminkan adanya sifat droit de suite karena hak gadai terus mengikuti bendanya di tangan siapapun. Demikian juga di dalamnya terkandung suatu hak menggugat karena si penerima gadai berhak menuntut kembali barang yang hilang tersebut. Selanjutnya menurut Pasal 1133 jo. Pasal 1150 KUH Perdata, gadai mempunyai sifat yang didahulukan (droit de preference) artinya memberikan kekuasaan kepada seorang kreditur untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang secara didahulukan daripada kreditur lainnya. 14 12 H. Salim HS, loc.ci 13 Frieda Husni Hasbullah, 2005, Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Jaminan Jilid II, Cet. Kedua, Ind-Hill-C0, Jakarta, h. 23 14 Ibid, h. 26

33 Disamping sifat umum kebendaan seperti yang diuraikan di atas, hak gadai memiliki sifat khusus antara lain sebagai berikut : 15 1. Accesoir, yaitu berlakunya hak gadai tergantung pada ada tidaknya perjanjian pokok atau hutang-piutang artinya jika perjanjian hutangpiutang sah, maka perjanjian gadai sebagai perjanjian tambahan juga sah, dan sebaliknya jika perjanjian hutang piutang tidak sah, maka perjanjian gadai juga tidak sah. Dengan demikian jika perjanjian hutang-piutang beralih, maka hak gadai otomatis juga beralih. Tetapi sebaliknya, hak gadai tak dapat dipindahkan tanpa berpindahnya perjanjian hutang piutang. Dan jika karena satu alasan tertentu perjanjian gadai batal, maka perjanjian hutang-piutang masih tetap berlaku asal dibuat secara sah. 2. Berdasarkan ketentuan Pasal 1160 KUH Perdata, barang gadai tidak dapat dibagi-bagi (ondelbuaar), sekalipun hutangnya di antara para waris si berhutang atau diantara waris si berpiutang dapat dibagibagi. Dengan demikian gadai meliputi seluruh benda sebagai satu kesatuan, artinya sebagian hak gadai tidak menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian hutang. 3. Barang yang digadaikan merupakan jaminan bagi pembayaran kembali hutang debitur kepada kreditur. Jadi barang jaminan tidak boleh dipakai, dinikmati, kreditur hanya berkedudukan sebagai houder bukan burgrlijke bezitter. 15 Ibid, h. 27

34 4. Barang gadai berada dalam kekuasaan kreditur atau penerima gadai sebagai akibat adanya syarat inbezitstelling. Syarat inbezitstelling yang dimaksud diatas dapat kita simpulkan dari ketentuan Pasal 1150 dan 1152 KUH Perdata dan merupakan syarat utama untuk sahnya suatu perjanjian diserahkan oleh debitur kepada kreditur, perjanjian gadai akan selalu didahulukan dengan suatu perjanjian pokok atau perjanjian hutang-piutang karena tanpa perjanjian pokok, maka perjanjian gadai sebagai perjanjian accessoir tidak akan terjadi. 16 b. Subyek dan Obyek Gadai Obyek gadai adalah benda bergerak berwujud, bertubuh (lichamelijk), dan benda bergerak tidak berwujud/tak bertubuh (onlichamelijk). Benda bergerak karena sifatnya, menurut Pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, contohnya meja dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak. Benda bergerak karena ketentuan Undang-Undang, menurut Pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas bendabenda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas. Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung. Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin-mesin pabrik. Benda tidak bergerak karena ketentuan Undang-Undang berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak 16 Ibid, h. 28

35 bergerak dan hipotik. Benda bergerak yang tidak berwujud berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten. Sedangkan subyeknya tidak ditetapkan, artinya siapapun, jadi setiap manusia selaku pribadi (natuurlijke person) dan setiap badan hukum (rechts persoon) berhak menggadaikan bendanya yang penting merupakan orang atau pembawa hak yang cakap bertindak, atau orang yang berhak berbuat bebas terhadap suatu benda (beschikkingsbevoegd). 17 Menurut H. Salim, subyek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pandgever, yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Sedangkan penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever). 18 Transaksi penggadaian benda-benda bergerak dapat dilakukan antara orang perorangan, dapat juga melalui perusahaan umum (perum) Pegadaian yang sifatnya lebih formal dan mudah pertanggungjawabannya. 17 Ibid, h. 24 18 H. Salim HS, op.cit, h. 36

36 c. Syarat Sah dan Terjadinya Gadai Secara umum syarat sah gadai adalah sebagai berikut : 19 1. Harus ada perjanjian gadai Hak gadai didasarkan atas suatu persetujuan antara si berpiutang dengan si pemberi gadai yang biasanya adalah perjanjian pinjam uang dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminan. 20 Bentuk perjanjian itu tidak disyaratkan apa-apa dalam KUH Perdata. Persetujuan atau perjanjian gadai (pand-overeenkomst), berdasarkan ketentuan Pasal 1151 KUH Perdata menyatakan bahwa persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya. Bila dilakukan secara tertulis, dapat dilakukan baik dengan akta notaris maupun dengan akta dibawah tangan. 21 2. Benda gadai harus diserahkan pemberi gadai kepada pemegang gadai Titik berat terjadinya gadai adalah barang harus dilepaskan dar kekuasaan si pemberi gadai. 22 Cara penyerahan benda gadai adalah berbeda, tergantung kepada jenis benda gadainya. Terhadap benda gadai berwujud atau bertubuh maka dapat dilakukan penyerahan secara fisik atau secara nyata sesuai dengan ketentuan Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata. Sedangkan terhadap benda gadai bergerak tidak berwujud atau bertubuh, yang berupa macam-macam hak tagihan, maka penyerahannya dilakukan dengan surat-surat piutang sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 dan Pasal 1153 KUH Perdata. 19 Hartono Hadi Suprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, h. 57 20 Ibid 21 Wirjono Prodjodikoro, op.cit, h. 156 22 Ibid

37 d. Hak dan kewajiban Pemberi dan Penerima Gadai 1. Hak pemberi gadai a) Jika hasil penjualan barang gadai setelah diperhitungkan untuk pelunasan hutang debitur termasuk bunga dan biaya-biaya lain masih berlebihan, maka debitur berhak menerima kelebihan dari hasil penjualan barang gadai tersebut. b) Apabila barang gadai yang diserahkan debitur kepada kreditur menghasilkan pendapatan sehingga dapat dipergunakan untuk mengurangi hutang debitur, maka dimungkinkan debitur yang bersangkutan meminta diperhitungkan ke dalam pembayaran hutangnya. 2. Kewajiban pemberi gadai a) Pemberi gadai wajib menyerahkan fisik benda yang digadaikan kepada penerima gadai (syarat inbezitstelling). b) Debitur wajib memberikan kelengkapan dokumen (jika ada) sebagai bukti kepemilikan benda gadai. c) Pemberi gadai wajib mengganti segala biaya yang berguna dan diperlukan yang telah dikeluarkan oleh kreditur penerima gadai guna keselamatan barang gadai (Pasal 1157 ayat (2) KUH Perdata). 3. Hak penerima gadai a) Seorang kreditur dapat melakukan parate executie (eigenmachtige verkoop) yaitu menjual atas kekuasaan sendiri benda-benda debitur

38 dalam hal debitur lalai atau wanprestasi. Hal ini tertuang dalam Pasal 1155 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi : Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai cidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaankebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan sejumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut. b) Kreditur berhak menjual benda bergerak melalui perantaraan Hakim dan disebut rieel executie. Mengenai hal ini Pasal 1156 KUH Perdata merumuskan sebagai berikut : Bagaimanapun, apabila si berhutang atau si pemberi gadai cidera janji, si berpiutang dapat menuntut dia di muka hakim supaya barang gadai dijual menurut cara yang ditentukan oleh Hakim atas tuntutan si berpiutang, dapat mengabulkan bahwa barang gadai akan tetap pada si berpiutang untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam pelunasan hingga sebesar utangnya beserta bunga dan biaya. c) Sesuai dengan bunyi Pasal 1157 ayat (2) KUH Perdata kreditur berhak mendapatkan penggantian dari debitur semua biaya yang

39 bermanfaat yang telah dikeluarkan kreditur untuk keselamatan benda gadai. d) Kemudian Pasal 1158 KUH Perdata menyatakan, jika suatu piutang digadaikan dan piutang itu menghasilkan bunga maka kreditur berhak memperhitungkan bunga piutang tersebut untuk dibayarkan kepadanya. e) Kreditur mempunyai hak retentive yaitu hak kreditur untuk menahan benda debitur sampai debitur membayar sepenuhnya hutang pokok ditambah bunga dan biaya-biaya lainnya yang telah dikeluarkan oleh kreditur untuk menjaga keselamatan benda gadai. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 1159 KUH Perdata. 4. Kewajiban penerima gadai a) Hanya menguasan benda selaku houder bukan sebagai bezitter serta menjaga keselamatannya. Dengan demikian kreditur tidak boleh menikmati dan memindahtangankan benda-benda debitur yang dijaminkan itu. b) Kreditur wajib memberi tahu debitur bila benda gadai akan dijual selambat-lambatnya pada hari yang berikutnya apabila ada suatu perhubungan pos harian atau suatu perhubungan telegrap, atau jika tidak dapat dilakukan, diperbolehkan melalui pos yang berangkat pertama (Pasal 1156 ayat 2 KUH Perdata) c) Kreditur bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya nilai gadai jika terjadi karena kelalaiannya (Pasal 1157 KUH Perdata)

40 d) Kreditur wajib mengembalikan benda gadai setelah hutang pokok, bunga, biaya atau ongkos untuk penyelamatan benda yang bersangkutan telah dibayar lunas (Pasal 1159 ayat 1 KUH Perdata). e. Kedudukan Kreditur Pemegang Gadai Berdasarkan Pasal 1133 KUH Perdata, gadai sama dengan hipotik dilindungi dengan hak preferen atau hak didahulukan. Dengan demikian, pemegang gadai mempunyai hak mengambil pelunasan utang dari barang gadai dengan cara mengesampingkan kreditur lain. Pasal 1134 KUH Perdata menempatkan pemegang gadai sebagai kreditur yang lebih tinggi tingkatannya dari kreditur konkuren. Perjanjian gadai hanya terbatas atas barang bergerak dan piutang, tidak dibenarkan atas barang tidak bergerak karena untuk itu telah diatur secara khusus, obyek tanah diikat dengan Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, Kapal di atas 20 m3 diikat dengan hipotik berdasarkan Bab XXI Buku II KUH Perdata, pesawat terbang diikat dengan hipotik berdasarkan aturan yang sama dengan kapal. Barang gadai mesti berpindah tangan di bawah kekuasaan kreditur (pemegang gadai). Apabila obyek gadai adalah benda yang sebelumnya telah dibebankan dengan jaminan fidusia dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, maka pihak ketiga (Kreditur Pemegang Gadai), terlepas dari apakah pihak ketiga mengetahui atau tidak mengetahui bahwa barang tersebut telah dijadikan jaminan fidusia, pihak ketiga tersebut tidak dilindugi oleh hukum. Ini karena pada prinsipnya ketentuan mengenai larangan menggadaikan

41 benda jaminan fidusia telah diatur dalam Undang-Undang (Pasal 23 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia). Dengan demikian, semua orang dianggap mengetahuinya dan dalam hal ini pihak ketiga lalai untuk memperhatikan/ mengontrol register/ memeriksa pada Kantor Pendaftaran Fidusia, maka ia harus memikul resiko kerugian sendiri. Sehingga, pada dasarnya akibat hukum bagi pihak ketiga dari pemberian gadai atas benda yang telah dijadikan jaminan fidusia adalah tidak adanya perlindungan hukum yang pasti bagi penerima gadai untuk mengambil pemenuhan pembayaran dari eksekusi benda jaminan jika debitur wanprestasi.