BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah pemerintahan yang berdaulat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD) Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain itu Indonesia juga merupakan welfare state. sesuai dengan amanat yang tersirat didalam alinea ke IV, Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia terdiri dari daerah-daerah yang tersebar di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan melalui tiga asas yaitu desentralisasi, dekosentrasi dan tugas

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum juga terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Pasal 18 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

Pengaruh Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah di daerah, dapat diperoleh dari hasil penerimaan suatu daerah atau dapat

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Suksesnya pembangunan negara Indonesia tidak terlepas dari dana yang

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki banyak pulau dan di dalamnya terdapat daerah provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

III. METODE PENELITIAN. pendapatan daerah kota Bandar Lampung tahun Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah di kota Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. Negara adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan. Pada negara Indonesia, tujuan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 39 SERI B

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN yang tertuang dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah pemerintahan yang berdaulat dan memiliki tujuan memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya berdasarkan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintahan Republik Indonesia mengatur hubungan antara daerah dan pusat yang telah diatur dalam Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 18 menjelaskan Negara Kesatuan Repulik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propisi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah prinsip penyelenggaraanantara lain desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Sebagai pelaksanaan prinsip desentralisasi maka terbentuklah daerah-daerah otonom yang terdiri dari daerah provinsi, daerah kota/kabupaten. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 (2) menjelaskan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 (5), menjelaskan otonomi daerah adalah, hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus 10

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Pemerintah Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi hal ini diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan perundang-undang. Pemerintah Daerah tidak dapat melaksanakan pelayanan dan pembangunan terhadap masyarakat tanpa adanya keuangan daerah. Pengertian keuangan daerah terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 1 (5) semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dengan demikian segala sesuatu yang berupa uang maupun barang yang dapat dinilai oleh uang dapat dijadikan kekayaan daerah selama kekayaan derah tersebut belum dimiliki/dikuasai oleh negara, serta pihak-pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) dapat menggunakan sumber-sumber keuangan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 157 yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah,terdiri atas : a. Pendapatan Asli Daerah : a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan d. Lain-lain PAD yang sah b. Dana Perimbangan 11

c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tetang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 (10) pajak daerah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orangpribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalansecara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah dan pembangunanan daerah, 1 pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Kebijakan pajak daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan dengan memperhatikan potensi-potensi yang terdapat dalam daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tetang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 2 jenis pajak daerah terdiri dari : 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Reklame 4. Pajak Hiburan 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah 1 Sugianto, 2007,Pajak dan Retribusi Daerah, Cikal Sakti,Jakarta, hlm 2 12

9. Pajak Sarangan Burung Walet 10. Pajak Bumi dan Bangunan 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Sebagimana yang telah diuraikan pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tetang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,salah satunya pontensi pajak mineral bukan logam dan batuan sebagai pajak yang dapat dipungut dengan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2010 tentang Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan. Pajak pengambilan mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan antara lain asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, garam batu, grafit, granit, gips, pasir dan krikil. 2 Kabupaten Padang Pariaman sebagai daerah otonom berupaya menggali sumber keuangan daerah dari pajak mineral bukan logam dan batuan dengan dasar hukum Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010, tentang Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan. Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pajak mineral bukan logam dan batuan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tetang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Objek pajak dari jenis pajak mineral bukan logam dan batuan adalah kegiatan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan dari sumber alam di dalam atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan secara ekonomi. Subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan mineral bukan logam dan 2 Ibid hlm 48 13

batuan. 3 Dasar pengenaan pajak mineral bukan logam dan batuan dengan cara mengalikan tarif dengan harga dasar pengenaan pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk digunakan membiayai penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Padang Pariaman. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, didalam Undang-Undang tersebut mengatur galian golongan c, dan membagi beberapa golongan pertambangan diantaranya golongan a, golongan b dan golongan c. Setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai pengganti Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, tidak ada lagi penggolongan galian, seperti golongan a, golongan b, golongan c, akan tetapi pembagian kelompok pertambangan di atur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara mengelompokan 5 golongan,yaitu : 1. Mineral Radioaktif 2. Mineral Logam 3. Mineral bukan Logam 4. Batuan 5. Batubara Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak 3 Ibid hlm 48 14

Daerah Dan Retribusi Daerah perubahan nama pajak galian golongan c menjadi pajak mineral bukan logam dan batuan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 7 Tahun 2000 tentang Pajak Pengambilan dan Penggolongan Bahan Galian Golongan C dan Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 15 Tahun 2001 tentang perubahan pertama Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 7 Tahun 2000 tentang Pajak Pengambilan dan Penggolongan Bahan Galian Golongan C dicabut dan digantikan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, jika dibandingkan Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dengan Nomor 7 Tahun 2000 tentang Pajak Pengambilan dan Penggolongan Bahan Galian Golongan C dan Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 15 Tahun 2001 tentang perubahan pertama Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman, yang menjadi pembeda hanyalah penyebutan nama jenis pajak saja. Pajak mineral bukan logam dan batuan merupakan potensi pendapatan daerah Kabupaten Padang Pariaman yang perlu digali secara maksimal dan memberantas penambang liar atau illegal minning mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Padang Pariaman, penambang liar atau illegal minning sangat merugikan Daerah karena selain tidak memilikin izin yang dapat merusak lingkungan dan penambang liar atau illegal minning tidak melakukan pembayaran pajak, dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk terlaksananya pungutan pajak bahan mineral bukan logam dan batuan secara baik dan sesuai dengan peraturan, Maka 15

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul : PELAKSANAAN PUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DALAM MENUNJANG PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN PADANG PARIAMAN. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dirumuskan permasahan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pungutan pajak mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Padang Pariaman? 2. Bagaimana kendala dalam pelaksanaan pungutan pajak mineral bukan logam dan batuan, dan cara mengatasinya di Kabupaten Padang Pariaman? 3. Bagaimana kontribusi pajak mineral bukan logam dan batuan dalam menunjang pendapatan asli daerah di Kabupaten Padang Pariaman? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui pelaksanaan pengelolaan pajak mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Padang Pariaman. 2. Mengetahui kendala dalam pelaksanaan pungutan pajak mineral bukan logam dan batuan, dan cara mengatasinya di Kabupaten Padang Pariaman. 3. Mengetahui kontribusi pajak mineral bukan logam dan batuan dalam menunjang pendapatan asli daerah di Kabupaten Padang Pariaman D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini manfaat yang dapat diberikan ada 2 macam, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis 16

1. Manfaat secara teoritis Manfaat secara teoritis yang dimaksud adalah untuk menambah Ilmu Pengetahuan dibidang Ilmu Hukum, pada khusunya Ilmu Hukum Pajak. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis yang dimaksud adalah untuk memberikan pemikiranpemikiran untuk perbaikan kehidupan masyarakat dan pemerintah. Dengan penerimaan pajak mineral bukan logam dan batuan sebagai salah satu pajak daerah dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. E. Metode Penelitian Dalam usaha memecahkan permasalah yang telah dirumuskan perlu adanya metode penelitian yang jelas dan sistemastis, ada beberapa tahap yang perlu di tentukan antara lain : 1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang 4 maksudnya diperoleh dari gambaran yang mencakup tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Mineral bukan logam, Pendekatan yang digunakan untuk membahas permasalah ini penulis menggunakan pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Artinya, penelitian melihat bagaimanakah pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah dengan pelaksanannya dan pungutanya pajak mineral bukan logam dan batuan di 4 Moh.Nazir,1998, Metode Penelitian,Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 63 17

Kabupaten Padang Pariaman, untuk mengoptimalkan penerimaan pajak daerah di Kabupaten Padang Pariaman yang kemudian disesuaikan dengan fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan yang ditemui di lapangan. 2. Jenis Data Sesuai dengan pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, makan data yang dipergunakan adalah : a. Data Primer Data primer adalah data yang dihasilkan langsung dari wawancara lapangan oleh peneliti sebagai obyek penulisan dengan narasumber yang diwawancarai Kepala Seksi Pengawasan dan Konservasi, Dinas Koperindag Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Padang Pariaman dan perusahaan pertambangan mineral bukan logam dan batuan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan hukum yang terdiri dari : 1. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum, bahan hukum tersebut terdiri atas: a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 18

b. Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah c. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Mineral Bukan Logam,Kabupaten Padang pariaman 2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memeberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan Undang-Undang, literature atau hasil penulisan yang berupa hasil penelitian yang terdiri dari bukubuku, dan jurnal-jurnal ilmiah serta hasil karya dari praktisi hukum serta tulisan-tulisan para pakar. Bahan hukum sekunder penulis memperoleh dari literatur yang ada pada : a. Perpustakaan Pusat Universitas Andalas b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas c. Literatur-literatur lainnya. 3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus-kamus atau literatur-literatur yang ada. 5 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat pengumpulan data yaitu : a. Wawancara 5 Soejono Soekanto, 1986, pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hlm 52 19

Penulis melakukan wawancara secara langsung kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konservasi, Dinas Koperindag ESDM Kabupaten Padang Pariaman, dan pengusaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berhubungan dengan permasalahan menggunakan Metode wawancara semistruktur atau in-depth interview dipergunakan untuk memperoleh data dengan metode wawancara. Dalam hal ini penentuan sample dilakukan dengan cara purposive sampling. Purposive sampling ialah penentu sample yang dipilih berdasarkan pertimbangan/penelitian subyektif dari penelitian, dalam hal ini penelitian menentukan sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili populasi sample 6. b. Studi Dokumen Dalam hal ini penulis memperoleh data yang berasal dari buku-buku, pertauran perundang-udangan yang sehubung dengan permasalah. 4. Pengelolahan dan Analisis Data Seluruh data yang telah terkumpul data primer atau penelitian lapangan dan dari data sekunder atau kepustakaan hukum, diolah dengan cara Editing, yaitu pengeditan atau memilih data-data yang akan digunakan yang bertujuan untuk memperoleh kepastian data yang lengkap, untuk dianalisis dan disusun secara sistematis 6 Burhan Ashshofa, 2010, Metode Penelitian Hukum, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm 91 20