HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN ISPA DI RUMAH TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH RINI MULYATI

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS PEMBANTU SIDOMULYO WILAYAH KERJA PUSKESMAS DEKET KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : e-issn : Vol. 2, No 4 April 2017

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

Oleh : Aat Agustini ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

Cucu Saepuloh, Siti Jundiah, Rika Nurhasanah ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

Kata kunci : Peran Keluarga Prasejahtera, Upaya Pencegahan ISPA pada Balita

HUBUNGAN SIKAP IBU TENTANG SANITASI BOTOL SUSU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIMAHI SELATAN

Disusun Oleh: Wiwiningsih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG STATUS GIZI BALITA DENGAN FREKUENSI TERJADINYA ISPA DI DESA KEBONDALEM

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Mahasiswa Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang 2

HUBUNGAN PENDIDIKAN IBU DAN STATUS EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KETEPATAN WAKTU MELAKUKAN IMUNISASI PADA BAYI DI BPS SRI MARTUTI, PIYUNGAN, BANTUL, YOGYAKARTA

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB III METODE PENELITIAN. waktu penelitian di laksanakan selama 1 bulan dari tanggal 10 Mei sampai

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PROGRAM PREVENTION OF MOTHER TO CHILD TRANSMISSION

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Polokarto Kabupaten Sukoharjo.

Nisa khoiriah INTISARI

SUMMARY. Jihan S. Nur NIM :

TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA DAN KESIAPAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA STROKE DI DESA KEBAKKRAMAT KARANGANYAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi saluran pernafasan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang sangat mendasar dan menjadi prioritas dalam program

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

HUBUNGAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMON II KULON PROGO TAHUN 2012

PENDAHULUAN Jurnal Keperawatan dan Kesehatan MEDISINA AKPER YPIB Majalengka#Volume II Nomor 3 Februari 2016

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

BAB III METODA PENELITIAN. A. Jenis/ Rancangan Penelitian dan Metode Pendekatan. wawancara menggunakan kuesioner dengan pendekatan cross sectional.

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )

STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati

Oleh : Suyanti ABSTRAK

STATUS GIZI BALITA DI LINGKUNGAN BONTO MANAI KELURAHAN ALLEPOLEA WILAYAH KERJA PUSKESMAS LAU KABUPATEN MAROS

BAB I PENDAHULUAN. memberikan perhatian kepada klien dalam segala situasi yang berhubungan dengan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DIPUSKESMAS CAWAS

BAB III METODE PENELITIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA PADA BALITA DI DESA PEMATANG LALANG KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

Transkripsi:

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN ISPA DI RUMAH TERHADAP KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH RINI MULYATI Penyakit infeksi saluran pernafasan akut masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang dengan angka morbalitas dan mortalitas yang tinggi. Di Indonesia kejadian pneumonia pertahun diperkirakan 10-20 % dari jumlah balita dan 10 % penderita pneumonia akan meninggal bila tidak diberi pengobatan. Di Puskesmas Cimahi Tengah penyakit infeksi saluran pernafasan masih menduduki urutan pertama. Dari bulan Januari s/d Desember tahun 2004 terdapat 118 kasus ISPA pada anak begitu juga anak dengan batuk pilek dengan insedent tertinggi terjadi pada anak balita (59,13%). Di samping itu kualitas tata laksana kasus ISPA pada balita di sarana kesehatan dirasakan masih rendah dan belum maksimalnya promosi penanggulangan peumonia pada balita. Oleh sebab itu petugas kesehatan harus berupaya meningkatkan pengetahuan keluarga dalam melakukan perawatan ISPA di rumah. Dengan didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif diharapkan perilaku yang dimunculkan bersifat langgeng, terutama perilaku kesehatan sehingga keluarga dapat melakukan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya pneumonia pada anak dan melakukan perawatan ISPA dengan baik di rumah sesuai dengan nasehat petugas kesehatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel penelitian ini adalah 95 balita (umur 0-59 bulan). Tehnik pengambilan sampling menggunakan quota sampling. Data diperoleh dengan mengunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan uji statistik chi square. Dari hasil analisis bivariat di dapatkan hasil bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita, yaitu pengetahuan ibu dengan p value = 0,018 dan pendidikan ibu dengan p value = 0.028. Pada uumnya ibu balita di Puskesmas Cimahi Tengah masih mempunyai pengetahuan yang kurang tentang perawatan ISPA di rumah, sehingga penyakit infeksi saluran pernafasan masih cenderung meningkat. Berdasarkan hasil diatas, maka perlunya peningkatan promosi penatalaksanaan ISPA di rumah baik secara individu dan kelompok yang dilakukan secara berkala dengan sistem konseling dan meningkatkan usaha preventif dan promotif pada keluarga untuk menghindari anak dengan infeksi saluran pernafasan lebih lanjut serta mengaplikasikan pengetahuan dan wawasan yang dimiliki oleh ibu balita dalam tindakan melakukan perawatan anak dengan ISPA secara baik sesuai dengan nasehat tenaga kesehatan. Kata kunci : Pengetahuan ibu, pneumonia, ISPA. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 83

PENDAHULUAN Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 adalah pembangunan kesehatan masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggitingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Dep Kes, 2002). Untuk dapat mewujudkan hal tersebut diatas telah disusun pokok-pokok Program Pembangunan Kesehatan yang salah satunya adalah program penyakit menular dan imunisasi. Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan merupakan upaya yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia serta merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan yang serius di negara berkembang dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Angka mortalitas Pneumonia di negara maju berkisar 10-15%, sedang di negara berkembang lebih tinggi. Di Indonesia kejadian Pneumonia pertahun diperkirakan 10-20% dari jumlah Balita dan 10% penderita Pneumonia akan meninggal bila tidak diberi pengobatan. ISPA sendiri sempat dijuluki sebagai pembunuh utama kematian bayi dan balita di Indonesia. Hal ini merujuk pada hasil Konferensi Internasional mengenai ISPA di Canberra, Australia, juli 1997, yang menemukan 4 juta bayi dan balita di negara-negara berkembang meninggal tiap tahun akibat ISPA. Pada akhir tahun 2000 diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia mencapai lima kasus diantara 1000 bayi/balita. Artinya, pneumonia mengakibatkan 150 ribu bayi atau balita meninggal tiap tahunnya atau 12.500 korban perbulan, atau 416 kasus sehari, atau 17 anak perjam, atau seorang bayi tiap lima menit. (Silalahi, 2004). Berdasarkan 20 penyakit terbanyak di Puskesmas Cimahi Tengah penyakit Infeksi Saluran Pernapasan masih menduduki urutan pertama pada semua golongan umur. Dari hasil laporan tahunan Program P2ISPA Puskesmas Cimahi Tengah, angka kesakitan anak balita dengan penyakit ISPA tahun 2004 adalah sebagai berikut : Tabel 1 Angka Kesakitan anak balita dengan Penyakit ISPA di Puskesmas Cimahi Tengah Bulan Januari Desember 2004 No. Bulan Jumlah 1. Januari 34 2. Pebruari 16 3. Maret 11 4. April 7 5. Mei 10 6. Juni 10 7. Juli 12 8. Agustus 7 Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 84

9. September 3 10. Oktober 3 11. Nopember 3 12. Desember 2 Jumlah 118 Sumber : Laporan P2ISPA Puskesmas Cimahi Tengah Disamping itu jumlah anak yang menderita penyakit Batuk Bukan Pneumonia di Puskesmas Cimahi Tengah juga cenderung meningkat. Pada kelompok umur bayi < 2 bulan menduduki urutan ke tiga (11,82%), kelompok umur 2 11 bln menduduki urutan ke dua (29,04%), sedangkan kelompok umur 1-4 tahun (Balita) menduduki urutan 1 (59,13%). Hal ini dapat terlihat pada tabel 1.2 sebagai berikut : Tabel 2 Angka Kesakitan anak balita dengan Penyakit Batuk Bukan Pneumonia di Puskesmas Cimahi Tengah Bulan Januari Desember 2004 No Bulan Umur Bayi<2bln 2-11 bulan 1-4 tahun 1. Januari 15 27 39 2. Pebruari 13 27 32 3. Maret 10 21 24 4. April - 3 7 5. Mei 1 3 7 6. Juni 2 3 7 7. Juli - 7 10 8. Agustus 9 18 22 9. September 7 13 45 10. Oktober 3 13 61 11. Nopember 7 13 64 12. Desember 1 19 22 Jumlah 68 167 340 Sumber : Laporan P2ISPA Puskesmas Cimahi Tengah Hal ini menunjukan bahwa penyakit infeksi saluran pernapasan di Puskesmas Cimahi Tengah cenderung meningkat, baik pada organ pernapasan bagian atas maupun bawah. Terjadinya ISPA pada anak awalnya terjadi karena anak terlalu sering mengalami batuk pilek sehingga lebih mudah terinfeksi. Akibatnya bakteri dan virus pun mudah berkembang karena daya tahan tubuh anak yang menurun. Oleh karena itu, pneumoni lebih banyak terjadi pada bayi dan balita. Namun ada beberapa anak yang memang lebih beresiko dibandingkan dengan anak-anak yang lain yaitu anak-anak yang berusia di bawah 2 bulan, yang status gizinya kurang, lahir dengan BB kurang dari 2,5 kg, yang tidak diberi ASI atau kekurangan vitamin A dan anak yang belum mendapatkan imunisasi campak atau HIB (Haemophillus Influenzae Tipe B) (Karel, 2005). Selain permasalah diatas, pelaksanaan pemberantasan ISPA di Indonesia pada umumnya dan Puskesmas Cimahi Tengah pada khususnya masih menghadapi berbagai masalah dan kendala. Salah satu masalah yang Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 85

dihadapi adalah masih rendahnya cakupan penemuan penderita pneumonia balita. Puskesmas Cimahi Tengah yang mempunyai 2 daerah binaan yaitu Cimahi dan Karang Mekar belum dapat mencapai cakupan pneumonia sesuai target yaitu Cimahi 20 kasus dan Karang Mekar 28 kasus, hal ini disebabkan karena masih rendahnya kualitas tatalaksana kasus ISPA pada balita di sarana kesehatan, dan belum maksimalnya promosi penanggulangan pneumoni balita. Dari hasil penelitian juga menunjukan hanya 4% ibu yang anaknya dibawa berobat untuk ISPA diberi nasehat yang tepat tentang pengobatan di rumah (Dep Kes, 1999). Menurut DepKes RI (1993) anggota keluarga sangat penting mengetahui, dan harus terampil menangani anak dengan ISPA termasuk perawatan di rumah berupa pemberian makan, cairan, pemberian obat pelega dan pereda batuk, melanjutkan pemberian ASI, membersihkan hidung dari ingus, dan mengobati demam. Penanganan ISPA tingkat keluarga atau rumah tangga secara keseluruhannya dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu perawatan penunjang oleh ibu balita, tindakan segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita, dan pencarian pertolongan (care seeking) pada pelayanan kesehatan. Dengan pengetahuan yang dimiliki keluarga, diharapkan dapat membantu menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dampak pneumonia pada anak balita. Karena dari hasil penelitian yang dilakukan Joheston dkk di Inggris ditemukan adanya korelasi antara penurunan paru dan produktivitas pada masa dewasa dengan kejadian pneumonia pada masa balita. (Warta Posyandu, 1999). Menurut Azrul Azwar, saat ini ada 24 juta keluarga Indonesia yang mempunyai anak balita, dimana sebanyak 30% balita mengalami gizi kurang, sehingga rentan terhadap penyakit infeksi (Info Balita,2000). Oleh sebab itu petugas kesehatan hendaknya terus berupaya meningkatkan pengetahuan keluarga melalui pendidikan kesehatan. Dengan pendidikan kesehatan diharapkan perilaku individu, kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemulihan dan peningkatan kesehatan. Menurut Green, perilaku manusia itu dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup : pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan sistem nilai, faktor pemungkin (enambling factors) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, dan faktor penguat (reinforcing factors) mencakup sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Pengetahuan yang merupakan faktor predisposisi merupakan komponen yang sangat penting, walaupun peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya perubahan perilaku, tetapi mempunyai hubungan yang positif untuk terjadinya perubahan perilaku, karena pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) ( Soekidjo, 2003 ). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Kalangie (1993) dalam Model Pendekatan Sosio Budaya dan Pengembangan Posyandu menyatakan bahwa perilaku yang secara sadar terjadi dan menguntungkan kesehatan berhubungan secara bermakna dengan tingkat pengetahuan. Dengan pengetahuan akan meningkatkan kepercayaan diri bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan kegiatan pencegahan dan Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 86

penyembuhan secara sadar yang efeknya akan terakumulasi dalam diri seseorang yang masuk kedalam sistem nilai, sikap, yang akhirnya menuju pada perilaku kesehatan. Maka berdasarkan fenomena dan dampak yang besar yang terjadi pada anak balita dengan pneumonia, serta belum pernahnya dilakukan penelitian yang berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang perawatan ISPA di rumah di Puskesmas Cimahi Tengah. Tujuan penelitian ini adalah penulis ingin melakukan pengukuran pengetahuan ibu serta pengaruhnya terhadap kejadian ISPA pada balita dan melihat hubungan antara keduanya. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan penelitian Cross Sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat ( point time approach ). Kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut : Pengetahuan Ibu tentang perawataan ISPA di rumah Kejadian ISPA Karakteristik Ibu Pendidikan Pekerjaan Karakteristik Balita Umur Jenis Kelamin Variabel yang diteliti hanya variabel independen yaitu pengetahuan ibu tentang perawatan ISPA dengan melihat karakteristik ibu (pendidikan dan pekerjaan) dan karakyeristik balita (umur dan jenis kelamin). Untuk memudahkan pengertian dan menyamakan persepsi, maka perlu diberikan batasan-batasan operasional dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penulisan ini sebagaimana yang disusun dalam tabel berikut ini : Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 87

Tabel 3 Definisi Operasional No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala 1. Kejadian ISPA Balita yang mengalami batuk pilek. 1 = Balita dengan batuk pilek biasa 2 = Balita yang mengalami tarikan dinding dada dan Kuesioner Nominal 2. Pengetahuan Ibu napas cepat Pengetahuan ibu tentang perawatan ISPA di rumah. 1 = Baik (jika skor >75 %) 2 = kurang ( jika skor < 75 % ) 3. Umur Balita Lamanya waktu hidup sejak lahir sampai waktu penelitian dalam satuan waktu bulan. 1 = 0-11 bulan (bayi) 2 = 12-25 bulan (batita) 3 = 36-59 bulan (prasekolah) 4. Jenis kelamin Balita 5. Tingkat Pendidikan Ibu 6. Jenis Pekerjaan Ibu Status gender Balita yang diketahui dari penampilan fisik yang diamati 1 = laki-laki 2 = perempuan Jenjang Sekolah tertinggi yang pernah dijalani oleh ibu 1 = tinggi, bila SMA, Akademi dan PT 2 = rendah, bila tidak sekolah SD, SMP. Penggolongan tingkat tinggi pendidikan berdasarkan wajib belajar 9 tahun. Jenis pekerjaan ibu untuk menambah penghasilan keluarga. 1 = bekerja didalam rumah (IRT, berdagang dirumah) 2 = bekerja di luar rumah (pegawai swasta, PNS, buruh, guru, wiraswasta, perawat) Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang berobat ke Puskesmas Cimahi Tengah dengan berbagai penyakit. Adapun sampel yang diambil adalah semua balita yang berobat ke Puskesmas Cimahi Tengah dengan penyakit ISPA yang berjumlah 94 orang. Cara pengambilan sampel menggunakan Quota Sampling, yaitu teknik penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah ( jatah ) yang dikehendaki. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan : 1. Analisis univariat untuk mencari distribusi frekuensi dari masing-masing variabel 2. Analisis bivariat untuk mengetahui variabel yang dianggap berhubungan dengan kejadian ISPA. Pengujian korelasi antar variabel diukur dengan uji statististk chi square. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Cimahi tengah, dimana pengumpulan data dilakukan dari bulan Juni Juli 2005. Nominal Nominal Nominal Nominal Nominal Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 88

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat a. Kejadian ISPA Pada Balita Tabel 4 Distribusi Responden berdasarkan Kejadian ISPA pada Balita No. Kejadian ISPA pada Balita Jumlah Persentase (%) 1. Bukan Pneumoni 80 84,2 2. Pneumoni 15 15,8 Jumlah 95 100,0 Berdasarkan table diatas dapat diketahui bahwa kejadian ISPA pada balita masih cenderung meningkat, dimana sebanyak 84,2% balita mengalami bukan pneumonia sedangkan 15,8% mengalami pneumonia. Angka kejadian tersebut lebih tinggi bila dibandingkan angka kejadian batuk bukan pneumonia pada balita pada tahun 2004 pada kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi sebesar 59,1% (laporan P@ISPA Puskesmas Cimahi Tengah). b. Jenis kelamin Balita Tabel 5 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Balita No. Jenis Kelamin Balita Jumlah Persentase (%) 1. Laki-laki 53 55,8 2. Perempuan 42 44,2 Jumlah 95 100,0 Dari hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin balita laki-laki sebanyak 55,8% sedangkan perempuan sebanyak 44,2%. c. Umur Balita Tabel 6 Distribusi Responden berdasarkan Umur Balita No. Umur Balita Jumlah Persentase (%) 1. 0-11 bulan 11 11,6 2. 12-35 bulan 29 30,5 3. 36-59 bulan 55 57,9 jumlah 95 100,0 Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 89

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa umur balita (0-11 bulan) sebanyak 11,6%, (12-35 bulan) sebanyak 30,5% dan balita umur (36-59 bulan) sebanyak 57,9%. d. Tingkat Pengetahuan Ibu Tabel 7 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu No. Tingkat Pengetahuan Ibu Jumlah Persentase (%) 1. Baik 31 32,6 2. Kurang baik 64 67,4 Jumlah 95 100,0 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu baik sebanyak 32% sedangkan kurang baik sebanyak 67,4%. e. Tingkat Pendidikan Ibu Tabel 8 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu No. Tingkat Pendidikan Ibu Jumlah Persentase (%) 1. Tinggi 33 34,7 2. Rendah 62 65,3 Jumlah 95 100,0 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 34,7%, sedangkan ibu yang berpendidikan rendah sebanyak 65,3%. f. Jenis Pekerjaan Ibu Tabel 9 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu No. Jenis Pekerjaan Ibu Jumlah Persentase (%) 1. Bekerja di dalam rumah 79 83,2 2. Bekerja di luar rumah 16 16,8 Jumlah 95 100,0 Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja di dalam rumah sebanyak 83,2%, sedangkan ibu yang bekerja di luar rumah sebanyak 16,8%. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 90

2. Analisis Bivariat a. Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Jenis Kelamin Balita Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin balita dengan Kejadian ISPA pada Balita No Jenis Kelamin Balita Kejadian ISPA Bukan Pneumoni (+) Pneumoni (-) Total N OR 95 % CI n % n % 1. Laki-laki 45 84,9 8 15,1 53 1,125 2. Perempuan 35 83,3 7 16,7 42 Jumlah 80 84,2 15 15,8 95 *p<0,05;**p<0,01 (0,372-3,401) P Value 1.000 Dari hasil analisis hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan jenis kelamin balita diperoleh bahwa balita yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 84,9% kejadian bukan pneumoni sedangkan balita perempuan sebanyak 83,3% kejadian bukan pneumoni pada balita. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 1,000 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita. Menurut Karel (2005), anak dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan secara teori belum dapat diketahui secara pasti mempengaruhi terjadinya penyakit, sehingga berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, tetapi kedua jenis kelamin ini sama-sama beresiko mengalami ISPA diantaranya adalah anak dengan status gizi kurang, lahir dengan BB kurang dari 2,5 Kg, tidak mendapatkan ASI, dan tidak lengkap dalam mendapatkan imunisasi. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 91

b. Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Umur Balita Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan umur balita dengan Kejadian ISPA pada Balita No Umur Balita Kejadian ISPA Bukan Pneumoni (- Pneumoni (+) ) n % n % Total N 1. 0-11 bulan 10 90,9 1 9,1 11 2. 12-35 23 79,3 6 20,7 29 bulan 3. 36-59 47 85,5 8 14,5 55 bulan Jumlah 80 84,2 15 15,8 95 *p<0,05;**p<0,01 P Value 0,619 Dari hasil analisis hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan umur balita menunjukkan bahwa umur balita (0-11 bulan) bukan Pneumoni sebanyak 90,9 persen, balita umur (12-35 bulan) bukan Pneumoni sebanyak 79,3 persen dan balita umur (36-59 bulan) bukan Pneumoni sebanyak 85,5 persen. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P Value = 0,619 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur balita dengan kejadian ISPA pada balita. c.. Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tabel 12 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Balita No Tingkat Pengetahuan Ibu Kejadian ISPA Bukan Pneumoni (+) Pneumoni (-) Total N OR 95 % CI n % n % 1. Baik 30 96,8 1 3,2 31 8,400 2. Kurang Baik 50 78,1 14 21,9 64 Jumlah 80 84,2 15 15,8 95 *p<0,05;**p<0,01 (1,051-67,146) P Value 0,018 Dari hasil analisis hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan tingkat pengetahuan ibu diperoleh bahwa ibu yang Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 92

mempunyai pengetahuan baik dan balitanya mengalami penyakit bukan pneumoni sebanyak 96,8%, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang baik sebanyak 3,2%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,018 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan tingkat pengetahuan ibu. Adapun besar bedanya dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 8,400 (95 % CI : 1,051-67,146), artinya ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan baik mempunyai peluang 8,400 kali kejadian bukan pneumoni pada balita dibandingkan dengan ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang baik. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sudirman(2000), bahwa 97 ibu balita dari 150 ibu balita mempunyai pengetahuan yang kurang dengan proporsi 64,6% dan terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian ISPA pada balita dengan tingkat pengetahuan ibu sebasar 1,60 kali (95% CI 1,00-2,54). Berdasarkan hal tersebut dapatla dikatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu komponen yang sangat penting untuk merubah perilaku keluarga dalam melakukan perawatan ISPA di rumah. Karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka akan lebih langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan terutama perilaku yang mendukung pada perilaku kesehatan (Soekidjo,2003). Dengan adanya pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan ISPA, maka akan mendukung sikap dan kesadaran kelaurga untuk melakukan tindakan yang nyata dalam melakukan perawatan ISPA di rumah dengan baik sesuai dengan nasehat tenaga kesehatan, karena dengan perawatan yang baik di rumah anak dengan pneumonia dapat disembuhkan (Depkes RI, 1998). d. Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Tingkat Pendidikan Ibu Tabel 13 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Balita No Tingkat Pendidikan Ibu Kejadian ISPA Bukan Pneumoni (+) Pneumoni (-) Total N OR 95 % CI n % n % 1. Tinggi 32 97,0 1 3,0 33 9,333 2. Rendah 48 77,4 14 22,6 62 Jumlah 80 84,2 15 15,8 95 (1,169-74,520) P Value 0,028 Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 93

*p<0,05;**p<0,01 Dari hasil analisis hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan tingkat pendidikan ibu diperoleh bahwa ibu yang mempunyai pendidikan tinggi dan balitanya mengalami penyakit bukan Pneumoni sebanyak 97% sedangkan ibu yang mempunyai pendidikan rendah dan balitanya mengalami penyakit bukan pneumoni sebanyak 77,4%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P Value = 0,028 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian ISPA pada balita dengan tingkat pendidikan ibu. Adapun besar bedanya dapat dilihat dari nilai OR yang besarnya 9,333 (95 % CI : 1,169-74,520), artinya ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi mempunyai peluang 9,333 kali kejadian bukan pneumoni pada balita dibandingkan dengan ibu yang mempunyai tingkat pendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Riswandi (2002), bahwa balita yang ibunya berpendidikan rendah mempunyai resiko untuk menderita ISPA lebih besar dibandingkan dengan balita yang mempunyai ibu berpendidikan tinggi, karena ibu yang berpendidikan baik akan mempunyai wawasan yang cukup dalam memelihara kesehatan bayi dan anaknya. e. Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Jenis Pekerjaan Ibu Tabel 14 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA pada Balita No 1. 2. Jenis Pekerjaan Ibu Kejadian ISPA Bukan Pneumoni Pneumoni (+) (-) n % n % Total N Bekerja di dalam rumah Bekerja di luar rumah Jumlah 80 84,2 15 15,8 95 *p<0,05;**p<0,01 OR 95 % CI 69 87,3 10 12,7 79 1,288 (0,318-11 68,8 5 31,3 16 5,213) P Value 0,124 Dari hasi penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja di dalam rumah dan balitanya mengalami penyakit bukan pneumoni sebanyak 87,3%, sedangkan ibu yang bekerja di luar rumah dan balitanya mengalami penyakit bukan pneumoni sebanyak 68,8%. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 94

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P Value = 0,124 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada balita. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Gambaran Pengetahuan ibu balita tentang perawatan ISPA di rumah di Puskesmas Cimahi Tengah masih kurang dimana 64 dari 95 ibu balita (67,4%) mempunyai pengetahuan kurang baik tentang perawatan ISPA di rumah. 2. Gambaran kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Cimahi Tengah menunjukan bahwa 80 dari 95 balita (84,2%) mengalami penyakit bukan pneumonia. Dengan demikian penyakit infeksi saluran pernafasan pada balita di Puskesmas Cimahi tengah masih cenderung meningkat. 3. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita dimana ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang perawatan ISPA di rumah mempunyai peluang pada anknya untuk mengalami penyakit bukan pneumonia dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan kurang baik. 4. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ibu dengan kejadian ISPA pada balita.dimana ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai peluang pada anaknya untuk tidak mengalami pneumonia karena ibu mempunyai wawasan yang cukup dalam memelihara kesehatan anaknya. 5. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dan jenis kelamin balita dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Cimahi tengah. 6. Dari hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan yang bermakna pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Cimahi Tengah. Dari kesimpulan diatas, untuk mengantisipasi hal-hal tersebut dan untuk mencapai tujuan agar kejadian ISPA pada anak balita tidak meningkat di Puskesmas Cimahi Tengah maka disarankan sebagai berikut : 1. Perlunya ditingkatkan Promosi penatalaksanaan ISPA di rumah di pusat pelayanan kesehatan baik secara individu maupun kelompok secara berkala dengan sistem konseling dengan harapan peningkatan pengetahuan yang dimilikinya, keluarga memiliki tanggung jawab yang besar pada kesehatan dirinya, dan melakukan langkah-langkah positif untuk mencegah terjadinya penyakit. 2. Perlunya ditingkatkan usaha preventif seperti memberikan gizi yang seimbang, ASI yang adekuat, dll serta usaha promotif seperti menjaga lingkungan, menghindari penderita ISPA, menghindari perokok, dll pada keluarga agar anak yang mengalami infeksi saluran pernafasan tidak mengalami penyakit lebih lanjut. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 95

3. Diharapkan ibu bvalita yang sudah mempunyai pengetahuan yang baik memberikan dukungan sikap dan kesadaran yang positif pada kelaurga (ibu) untuk melakukan tindakan yang lebih nyata untuk melakukan perawatan ISPA di rumah dengan baik sesuai dengan nasehat dari tenaga kesehatan. 4. Diharapkan ibu balita yang mempunyai pendidikan tinggi dan bekerja di luar rumah dapat mengaplikasikan pengetahuan dan wawasan yang dimilikinya untuk dapat mengatasi masalah kesehatan anaknya, karena kalau ibu tidak mengamalkan ilmu yang dimilkinya maka hal tersebut akan sia-sia. 5. Diharapkan ibu tetap memberikan perhatian yang khusus pada balita dalam mempertahankan daya tahan tubuhnya karena usia bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit infeksi termasuk pnemonia, walaupun dari hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan umur balita terhadap kejadian ISPA pada balita. DAFTAR PUSTAKA Arikunto.S.,(1998), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek., Jakarta : Rineka Cipta.., (1993)., Bimbingan Keterampilan Dalam Tatalaksana Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak., Jakarta : Dirjen P2M & PLP., DepKes RI. Effendy.N.,(1998)., Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat., Jakarta : EGC.., (1999)., Infeksi Saluran Pernapasan Akut dan Peumonia Pembunuh Utama Bayi di Indonesia., Warta Posyandu., Jakarta : Ditjen BinKesmas., DepKes RI. Isda Yulianti, Djauhar Ismail, Sukaryanto Supardi., (2002)., Faktor Resiko Kejadian Pnemonia pada Anak Balita di Kota Banjarmasin., Berita Kedokteran Masyarakat., Tahun XVIII., Yogyakarta : Program Pendidikan Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran UGM. Notoatmodjo.S., (2003)., Metodologi Penelitian Kesehatan., Jakarta : PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo.S., (2002)., Pendidikan dan Perilaku Kesehatan., Jakarta : PT. Rineka Cipta.., (2002)., Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk Penangggulangan Pneumonia Pada Balita., Jakarta : Dirjen P2M & PLP., DepKes RI. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 96

., ( 2002)., Pedoman Promosi Penanggulangan Pneumonia Balita., Jakarta : Dirjen P2M & PLP., DepKes RI.., & WHO., (2001)., Pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)., Jakarta : Dirjen P2M & PLP., DepKes RI. Riduwan., (2003)., Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian., Bandung : Alfabeta. Riduwan., (2004)., Metode dan Teknik Menyusun Tesis., Bandung : Alfabeta. Rismandri., (2002)., Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Warujaya Kecamatan Parung Kabupaten Bogor., Skripsi., Jakarta : Universitas Indonesia. Sunaryo., (2004)., Psikologi Untuk Keperawatan., Jakarta : EGC. Sudirman., (2000)., Hubungan Praktek Penanganan ISPA oleh Ibu di Tingkat Keluarga dengan Kejadian Pneumonia Balita di Puskesmas Kabupaten Bandung., Tesis., Jakarta : Universitas Indonesia. Staa.Karel A.L., (2005)., Merawat Anak Sakit di Rumah., Jakarta : Puspa Suara. Tantaro.I., (1998)., Tinjauan Ringkas Tentang Aspek Komunikasi dan Penyebaran Informasi dalam Pemberantasan ISPA di Indonesia., Majalah Kesehatan Masyarakat., Tahun XXVIII., Jakarta : Subdirektorat ISPA DepKes RI. Trapsilowati.W., (1999)., Waspadai Bahaya ISPA dan Pneumonia., Majalah Kesehatan Masyarakat., Edisi ke- 156., Jakarta : DepKes RI. Usman.H., (2000)., Pengantar Statistik., Jakarta : PT. Bumi Aksara. Uha Sulika, Herawani, Suniati., (2002)., Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan., Jakarta : EGC. Jurnal Kesehatan Kartika/ LPPM 97