BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Banyak perusahaan yang membutuhkan dana besar untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perusahaan kepada publik atau sering dikenal dengan go public di pasar modal.

BAB I PENDAHULUAN. modal semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal dalam bentuk konkrit berupa Bursa Efek (securities / stock

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

PENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN TERHADAP HARGA PASAR SAHAM SETELAH INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODESASI

BAB I PENDAHULUAN. usahanya dan meningkatkan skala perusahaan, maka perusahaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. menuntut perusahaan untuk berkembang dan berinovasi guna berjalannya kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pihak lain yang mau ikut menanamkan modalnya pada perusahaan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan dari luar perusahaan adalah melalui mekanisme penyertaan yang

BAB I PENDAHULUAN. di pasar modal atau disebut juga dengan go public. Adapun tujuan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. initial return dari hasil kegiatan tersebut (Handayani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini didukung dengan kemajuan di bidang teknologi dan komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. akan dapat meningkatkan posisi keuangan perusahan disamping untuk. Perusahaan melakukan penjualan saham ataupun mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yaitu, melalui penambahan jumlah kepemilikan saham dengan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut telah melakukan proses initial public offering (IPO). Yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan melakukan ekspansi. Seiring dengan ekspansi yang

BAB I PENDAHULUAN. underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan go public, pihak menguntungkan para investor (Johnson,2011).

BAB I PENDAHULUAN. iklim persaingan semakin ketat sehingga setiap perusahaan akan memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (private) menjadi perusahaan publik atau sering dikenal dengan istilah go public

BAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin ketat. Salah satu kendala yang kerap kali dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah menjual saham

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan memerlukan modal yang jumlahnya cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. memutuskan untuk go public untuk yang pertama kalinya, saham dilepas terlebih

BAB I PENDAHULUAN. membayar hutang dan modal kerja (Porman, 2013:59). Underpricing terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sumber pendanaan selain sumber-sumber. Banyaknya perusahaan yang telah memutuskan go public akan

Judul : Pengaruh Variabel Keuangan, Non Keuangan dan Ekonomi Makro terhadap Underpricing

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu bertahan dan mengembangkan bisnisnya. Dengan semakin ketatnya

Disusun oleh : Karina Dewi Puspitasari B

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan maka kewajiban akan pendanaan juga semakin besar jumlahnya. Hal

Abstrak. Kata kunci: underpricing, reputasi underwriter, ukuran perusahaan, jenis industri.

BAB I PENDAHULUAN. memperjualbelikan sekuritas, atau secara formal pasar modal dapat juga

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. atau saham baru perusahaan kepada publik atau go public.

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan pada umumnya melakukan usaha pendanaan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh modal tersebut adalah dengan melakukan go public. Go public

BAB I PENDAHULUAN. melakukan IPO (Initial Public Offerings) yang dilakukan di pasar perdana

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan bukan hanya dimiliki oleh pemilik lama (founders), tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan perusahaan, permasalahan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menciptakan persaingan yang semakin ketat. Persaingan perusahaan

Repositori STIE Ekuitas

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan adalah dengan menjual saham ke masyarakat umum melalui pasar

BAB I PENDAHULUAN. Perusahan sebagai suati entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan membuat inovasi-inovasi baru di dalam menghadapi persaingan usaha.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketiga, menambah saham lewat dividen yang tidak dibagi (dividend reinvestment

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia, pajak merupakan suatu sumber dana terbesar pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tajamnya kompetisi dan luasnya skala persaingan didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN. diobservasi untuk dipakai sebagai penetapan. Ada 2 meode untuk

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan modal suatu perusahaan akan semakin meningkat, hal ini

Abstrak. Kata kunci : Underpricing, Reputasi Auditor, Size, Return on Assets, Financial Leverage

BAB I PENDAHULUAN. Penawaran umum saham perdana dikenal dengan istilah Initial Public

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun-tahun terakhir ini, dimana dampaknya sangat jelas terlihat di segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. Adler Haymans, (2013:2) bahwa sumber pendanaan perusahaan. pemegang saham lama atau kepada publik. Namun perusahaan lebih sering

BAB I PENDAHULUAN. dinilai mampu menanamkan modalnya ke perusahaan. Rata rata untuk

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan

BAB I. memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar tersebut, seringkali dana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Berdirinya suatu perusahaan harus memiliki suatu tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Initial public offering (IPO), dapat juga disebut dengan istilah go public, adalah

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tempat usaha serta rekreasi di kota-kota besar di Indonesia. Hal ini membuka

harga, yaitu penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih rendah

PENGARUH INFORMASI AKUNTANSI PROSPEKTUS IPO TERHADAP TINGKAT UNDERPRICED DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jeff Madura (2007)

BAB I PENDAHULUAN. Jogiyanto (1998) dan Anggarwal et al. (2001) mengemukakan bahwa salah satu

BAB I PENDAHULUAN. terdaftar di BEI sekitar 500 perusahaan, hal ini tidak lepas dari upaya

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara kompetitif untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. mewujudkannya dengan kebutuhan dana yang semakin besar pula.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan komunikasi menyebabkan iklim persaingan usaha menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. usahanya adalah dengan cara melakukan go public. Dana yang diperoleh dalam go

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menarik investor dari luar dalam hal pendanaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Modal merupakan alternatif sumber dana di samping perbankan bagi

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. penawaran yang umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada

Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan jangka panjang dari sebuah perusahaan adalah meningkatkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. penawaran saham ataupun surat utang di pasar modal. Penawaran saham dapat

BAB I PENDAHULUAN. Initial Public Offering ) untuk pertama kalinya terjadi di pasar perdana (

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai lembaga perantara (intermediasi). Fungsi ini menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. kompetitornya, baik pada pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi suatu negara. Hal ini dikarenakan pasar modal mempunyai fungsi

perusahaan emiten dan underwriter (penjamin emisis efek). Sedangkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengapa perusahaan memutuskan go public adalah: (1) pendiri perusahaan ingin

BAB I PENDAHULUAN. beberapa proses terlebih dahulu. Transaksi pertama yang dilakukan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk dunia usaha dan investasi untuk investor. Setiap perusahaan tentu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ketat antar perusahaan. Persaingan membuat setiap perusahaan semakin

BAB I PENDAHULUAN. surat berharga di pasar modal. Surat berharga yang baru dikeluarkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Efek) saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu dijual di pasar

PENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN DAN SIGNALING TERHADAP PENENTUAN HARGA PASAR SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN ` 1.1 Latar Belakang Era Globalisasi saat ini, persaingan dalam dunia bisnis semakin meningkat. Banyak perusahaan yang membutuhkan dana besar untuk pengembangan usahanya. Dalam mengembangkan usahanya, perusahaan dapat melakukan ekspansi usaha. Tujuannya agar tetap bertahan dalam menghadapi persaingan bisnis yang tinggi, serta menjaga kelangsungan hidup perusahaannya (going concern). Kegiatan untuk memenuhi ekspansinya tersebut, tidak lepas dari unsur modal yang dibutuhkan perusahaan dalam rangka mendanai kegiatan operasionalnya. Kebutuhan dana suatu perusahaan akan semakin tinggi apabila diikuti dengan pertumbuhan perusahaan yang semakin tinggi pula. Hal ini menjadi suatu tuntutan bagi perusahaan untuk mendapatkan tambahan dana baru. Dalam memenuhi kebutuhan dananya, seringkali perusahaan menggunakan dana yang berasal dari dalam perusahaan. Namun, manajemen merasa bahwa dana yang digunakan di dalam perusahaan tersebut masih kurang. Perusahaan dituntut untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalahnya. Dana yang didapatkan perusahaan diperoleh dari dalam maupun luar perusahaan. Pendanaan dari dalam umumnya didapat dari laba yang ditahan perusahaan, sedangkan pendanaan dari luar pada umumnya berasal dari kreditur dan investor. Modal tersebut berupa hutang serta penanaman modal. Usaha yang dilakukan oleh manajemen untuk memperoleh dana besar salah satunya adalah mencari sumber 1

2 dana dari luar perusahaan. Sumber pendanaan dari luar dapat diperoleh dengan melakukan penawaran kepada masyarakat luas, dengan cara menerbitkan saham di pasar modal. Proses melakukan penawaran saham perdana di pasar modal dikenal dengan istilah go public. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan tersebut berubah dari perusahaan pribadi (private) menjadi perusahaan go public. Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam proses go public yaitu dengan melakukan penawaran umum penjualan saham di pasar perdana (Primary Market) yang disebut dengan Initial Public Offering (IPO). Kemudian saham dapat diperjual belikan di bursa efek atau disebut pasar sekunder (Secondary Market). Harga saham yang ditawarkan perusahaan di pasar perdana ditentukan oleh kesepakatan antara perusahaan penerbit (emiten) dengan penjamin emisi (underwriter), sedangkan harga saham sekunder ditentukan atas mekanisme pasar (permintaan dan penawaran). Penentuan harga saham perdana biasanya menjadi salah satu masalah antara emiten dengan underwriter. Satu sisi emiten menginginkan perolehan dana maksimal dari harga saham yang dijual. Sisi lainnya, underwriter menginginkan harga saham perdana tidak terlalu tinggi. Underwriter menganggap agar resiko yang ditanggungnya tidak terlalu besar terhadap saham yang tidak terjual di pasar perdana. Harga saham yang diperdagangkan pada saat IPO cenderung seringkali mengalami perbedaan. Jika harga saham pada saat IPO lebih tinggi dibanding dengan harga penutupan hari pertama di pasar sekunder, maka hal tersebut akan mengalami overpricing. Sedangkan harga saham pada saat IPO lebih rendah

3 dibanding dengan harga penutupan hari pertama di pasar sekunder, maka hal tersebut akan mengalami underpricing (Hasanah dan Akbar, 2014:2). Kondisi underpricing merugikan untuk perusahaan yang melakukan go public, karena dana yang diperoleh dari publik tidak maksimal. Sebaliknya jika terjadi overpricing, maka investor akan merugi, karena mereka tidak menerima initial return (Retnowati, 2013:183). Melalui penawaran umum perdana, para investor melakukan penilaian terhadap perusahaan yang melaksanakan IPO tersebut. Apabila kinerja perusahaan yang tertuang dalam prospektus baik serta proses penjaminan dari underwriter juga bagus dan laporan hasil auditor menunjukan hasil wajar tanpa pengecualian, maka para investor cenderung akan merespon dengan baik saham yang ditawarkan oleh emiten. Fenomena ini akan terlihat ketika pemesanan saham akan melebihi jatah yang akan diterbitkan atau dijual, sehingga fenomena underpricing cenderung akan sering ditemui. Fenomena underpricing yang terjadi di Indonesia saat ini adalah terindikasinya perlambatan ekonomi yang berdampak terhadap Sektor Property dan Real Estate. Sektor yang pada 2010 sempat berjaya, sudah mulai melambat sejak awal tahun 2015. Penjualan unit property dari emiten mengalami penurunan pada kuartal I tahun 2015. PT Summarecon Agung Tbk mencatat penurunan penjualan hingga 50% dibandingkan kuartal I 2014, dan penjualan PT Agung Podomoro Land Tbk turun 31,9%. Sementara pra penjualan PT Alam Sutera Tbk juga turun 29%. Rendahnya pertumbuhan property membuat indeks harga saham sektor ini turun. Awal tahun 2015 indeks saham property pada BEI berada pada

4 level 532,96. Indeks ini sempat naik hingga menyentuh level tertinggi pada akhir Februari ke posisi 580,71. Kinerja sektor property yang kurang baik membuat indeks sahamnya pun turun, bahkan mencapai 496,91 pada penutupan perdangan awal juni 2015. (http://katadata.co.id/berita/2015/06/16/sektor-properti-terimbasdaya-beli-yang-rendah#sthash.ugjtif4d.dpuf) Pada April 2015, PT PP Properti berencana melepas sahamnya ke publik dengan menargetkan harga Rp 180 - Rp 320 per Saham. PP Properti akan menerbitkan jumlah saham sebanyak 4,91 miliar lembar saham atau 34,98% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dengan demikian target dana yang diharapkan mencapai Rp 884,2 miliar - Rp 1,57 triliun, namun diketahui PP Properti hanya berhasil memperoleh 57,88% dana perolehan penawaran umum saham perdana sebesar Rp 908,78 miliar dari target awal Rp 1,57 triliun. Penurunan ekonomi dalam negeri diperkirakan membuat permintaan investor menjadi rendah. Galih Prahanto, Direktur Utama PT PP Properti mengatakan memang karena adanya perlambatan ekonomi di dalam negeri, membuat perolehan dana tidak bisa maksimal seperti yang diharapkan. (http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150511121252-78-52490/pt-ppproperti-hanya-kantongi-separuh-target-dana-ipo/) Satu bulan kemudian, PT Puradelta Lestari Tbk melepas saham ke publik melalui Initial Public Offering (IPO) dengan membidik dana hingga Rp 3,7 triliun. Hermawan Wijaya, Direktur Puradelta mengatakan, perseroan akan melepas sebanyak-banyaknya 10,84 miliar lembar saham atau 20% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh dengan harga Rp 210- Rp 350 per lembar.

5 Dengan begitu target dana maksimal yang didapat sebesar Rp 2,2 triliun - Rp 3,7 triliun (http://investasi.kontan.co.id/news/puradelta-targetkan-dana-ipo-hingga-rp-37- triliun/2015/05/04). Namun, PT Puradelta Lestasi mengurangi target perolehan dana dari penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) di tengah kondisi pasar saham yang masih mengalami pelemahan. PT Puradelta Lestari ini menargetkan dana IPO Rp 1 triliun dari target sebelumnya mencapai Rp 3,7 triliun. Pengembang Puradelta Lestari ini menjual sekitar 4,8 miliar lembar saham dengan harga Rp 210 per saham. Padahal sebelumnya, Puradelta merencanakan akan melepas 10,8 miliar lembar saham ke publik dikisaran harga Rp 210 Rp 350 per saham. (http://investasi.kontan.co.id/news/puradelta-pangkas-targetdana-ipo). Pada awal perdagangan perdana, saham emiten berkode DMAS tersebut dibuka pada harga Rp. 210 per lembar. Pada penutupan IHSG BEI, terpantau saham DMAS bergerak naik Rp. 11 menjadi Rp. 221 per lembar. Hal ini mengindikasikan bahwa PT Puradelta mengalami underpricing. Terlihat dari fenomena tersebut bahwa memang PT PP Properti dan PT Puradelta Lestari mengalami underpricing. Keduanya sama-sama mengalami pendanaan yang kurang maksimal dari hasil IPO nya tersebut. Fenomena underpricing sering juga ditemui di pasar modal seluruh dunia akibat adanya Asimetri informasi, sehingga menimbulkan ketidakpastian ex-ante (Risqi dan Harto, 2013:1). Asimetri informasi sering terjadi antara emiten, underwriter, bahkan investor. Asimetri informasi terjadi jika salah satu pihak dari

6 suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak dibandingkan dengan pihak lainnya (Prastica, 2012:99). Berdasarkan data dari tahun 2007-2015, tercatat bahwa tingkat underpricing IPO perusahaan property dan real estate selalu diatas 60%. Terbukti dari 29 perusahaan property dan real estate yang melakukan IPO tercatat sebanyak 24 perusahaan property dan real estate yang mengalami underpricing sebesar 82,75% atau memberikan return awal (initial return) yang positif bagi investor (www.e-bursa.com, diolah). Apabila tidak terjadi asimetri informasi antara emiten dan investor, maka harga penawaran saham akan sama dengan harga pasar sehingga tidak terjadi underpricing (Cook dan Officer, 1996) dalam Kristiantari (2012:4). Agar mengurangi adanya asimetri informasi, perusahaan perlu menyiapkan prospektus agar investor mengetahui prospek perusahaan. Isi prospektus tersebut memuat tentang informasi keuangan dan non keuangan. Informasi yang dimuat dalam prospektus akan membantu investor dalam membuat keputusan yang rasional mengenai resiko nilai saham sesungguhnya yang ditawarkan emiten (Kim, Krinsky dan Lee, 1995) dalam Handayani (2008:5). Berdasarkan penelitian yang diteliti oleh peneliti terdahulu, faktor dari informasi keuangan yang mempengaruhi underpricing salah satunya yaitu ROE (Return On Equity). Menurut Kasmir (2014:115) menyatakan bahwa ROE merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dan modal sendiri. Rasio ini menunjukan efisiensi modal sendiri, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik. Artinya, posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. ROE mengkaji sejauh mana suatu perusahaan menggunakan sumber

7 daya yang dimiliki agar mampu memberikan laba atas ekuitas (Fahmi, 2015:95). Pengujian ROE ini pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu menurut Purwanto dkk (2015) mengemukakan bahwa ROE secara parsial tidak mempengaruhi tingkat underpricing, penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Risqi dan Harto (2013), Yustisia dan Roza (2012), serta Johnson (2011). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hapsari dan Mahfud (2012), Hapsari (2012), dan Kurniawan (2008) menunjukan pengaruh negatif terhadap tingkat underpricing. Faktor keuangan yang lain yang mempengaruhi tingkat underpricing yaitu Debt to Equity Ratio (DER) rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas, rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan (Kasmir, 2014:112). Faktor ini pernah diteliti oleh Razafindrambinina dan Kwan (2013) yang menunjukan bahwa pengaruh DER tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat underpricing. Penelitian yang dilakukan oleh Retnowati (2013) menunjukan bahwa DER tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ihsany (2013), Wulandari (2011), Wahyusari (2013) menunjukan DER berpengaruh positif terhadap underpricing. Faktor keuangan selanjutnya yang mempengaruhi tingkat underpricing yaitu Earning Per Shares (EPS) yang merupakan informasi mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan, membantu investor untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas yang baik dimasa mendatang. Menurut Fahmi (2015:93) EPS adalah bentuk pemberian

8 keuntungan yang diberikan kepada pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki. EPS ini pernah diteliti oleh Hapsari dan Mahfud (2012) bahwa EPS tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Retnowati (2013), Ihsany (2013), dan Wijayanto (2010) menunjukan bahwa EPS berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing. Faktor non keuangan yang dianggap mempengaruhi tingkat underpricing adalah reputasi underwriter. Underwriter yang memiliki reputasi tinggi biasanya memiliki informasi lebih mengenai pasar modal. Dalam IPO, underwriter bertanggung jawab terhadap terjualnya seluruh saham yang dikeluarkan oleh emiten. Penelitian yang dilakukan oleh Johson (2011) dan Isfatun dan Hatta (2010) menunjukan bahwa reputasi underwriter tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Purwanto dkk (2015), Risqi dan Harto (2013), Junaeni dan Agustian (2013), Razzafindrambinina dan Kwan (2013), Yustisia dan Roza (2012), Hapsari dan Mahfud (2012) menunjukan bahwa variabel reputasi underwriter berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat underpricing. Menurut Balvers dkk (1998) dalam Johnson (2011:2) ketika suatu auditor memiliki reputasi tinggi maka akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar terhadap kebenaran informasi dalam laporan keuangan. Pemakaian auditor yang berkualitas akan diinterpretasikan oleh investor, bahwa emiten mempunyai informasi yang tidak menyesatkan mengenai prospeknya dimasa mendatang. Hal ini akan mengurangi ketidakpastian sehingga akan berpengaruh pada tingkat

9 underpricing saham. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Risqi dan Harto (2013) menyatakan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prastica (2012), Isfatun dan Hatta (2010), Yustisia dan Roza (2012). Kemudian Penelitian yang dilakukan Johson (2011) menyatakan bahwa reputasi auditor berpengaruh negatif dan signifikan, sejalan dengan penelitian Hapsari dan Mahfud (2012), Razzafindrambinina dan Kwan (2013). Seperti yang telah diuraikan dari permasalahan di atas bahwa Return On Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Reputasi underwriter, Reputasi Auditor merupakan faktor keuangan dan non keuangan yang mempengaruhi tingkat underpricing pada perusahan yang melakukan Initial Public Offering (IPO). Akhirnya hal tersebut mendorong peneliti untuk memutuskan meneliti tentang masalah tersebut. Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelasakan peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul : PENGARUH ROE, DER, EPS, REPUTASI UNDERWRITER, DAN REPUTASI AUDITOR TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING PADA PERUSAHAAN SEKTOR PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BEI TAHUN 2007-2015.

10 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan oleh peneliti, bahwa beberapa faktor penyebab yang mengakibatkan tingkat underpricing disebabkan karena beberapa faktor keuangan dan non keuangan. Maka dalam hal ini peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh ROE, DER, EPS, Reputasi Underwriter, dan Reputasi Auditor terhadap tingkat underpricing pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang melakukan IPO di BEI tahun 2007-2015 baik secara parsial maupun simultan. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maksud dan tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mendapatkan bukti empiris dari : 1. Mengetahui pengaruh antara ROE, DER, EPS, Reputasi Underwriter, dan Reputasi Auditor terhadap tingkat underpricing pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang melakukan IPO di BEI tahun 2007-2015 baik secara parsial maupun simultan. 1.4 Kegunaan Penelitian Harapan peneliti adalah hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, seperti:

11 1. Bagi Emiten Harapan bagi emiten yaitu agar berguna sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan pada saat menentukan harga saham yang optimal ketika melakukan IPO (Initial Public Offering) sehingga saham yang diterbitkan terjual dengan optimal. 2. Bagi Investor dan Calon Investor Memberikan informasi bagaimana melakukan strategi investasi yang tepat sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil keputusan berinvestasi di pasar modal dengan mempertimbangkan informasi keuangan dan non keuangan. 3. Bagi Peneliti Dapat memahami bagaimana pengaruh ROE, DER, EPS, Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor terhadap tingkat underpricing pada perusahaan Sektor Property dan Real Estate yang melakukan IPO di BEI pada tahun 2007-2015, sehingga menambah pengetahuan baru untuk menjadi seorang investor muda. Sebagai syarat untuk menempuh ujian kelulusan sarjana Universitas Widyatama. 4. Bagi Kalangan Akademis Diharapkan agar penelitian ini berguna bagi para peneliti selanjutnya sebagai tambahan pengetahuan baru terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tingkat underpricing dan bahan sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang sejenis.

12 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu berlokasi di Universitas Widyatama yang berlokasi di Jl. Cikutra No. 204A Kota Bandung, khususnya di Pojok BEI Universitas Widyatama untuk memperoleh data dari penelitian ini. Waktu penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juli 2015 sampai dengan tanggal 9 September 2015.