BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan pemukiman dapat menjadi suatu bukti adanya aktivitas atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pasar merupakan salah satu pusat perekonomian yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri yang melambangkan kekhasan masing-masing daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial, dimana kehidupan manusia ditandai dengan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten Timor Tengah Selatan dirancang sebagai penelitian cultural studies

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu.

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

Pembangunan Gedung Olahraga Tipe B dan Pengembangan Fasilitas Pendukung pada Stadion Kobelete di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

POLA KERUANGAN DESA A. Potensi Desa dan Perkembangan Desa-Kota Bintarto

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

Kabupaten Sumba Barat Daya. Fasilitas & rambu lalulintas pada jalan menuju tempat wisata masih belum ada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. material kewilayahan apapun yang ada di kota itu. hakikatnya segala sesuatunya di dunia ini akan mengalami perubahan tidak

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

Cukup Sehari Menjelajahi Pulau LOMBOK. Dikutip dari Koran SURYA terbit Sabtu, 5 Oktober 2013, halaman 14.

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB III METODE PENELITIAN. pandangan dari masyarakat, wisatawan, dan pemirintah tentang persepsi

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian

BAB 1 PENDAHULUAN. (AKB) di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) saat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. manusia akan alam, menjadi suatu refleksi pribadi, yang kemudian di sharingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Menurut Darmadi (2013:153), Metode

BAB I PASAR SENI DI WAIKABUBAK SUMBA BARAT NTT ARSITEKTUR TRADISIONAL SEBAGAI ACUAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam

METODOLOGI. Hutan untuk Masa Depan Pengelolaan Hutan Adat di Tengah Arus Perubahan Dunia

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PARIWISATA KOTA KUPANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk dunia saat ini telah mencapai lebih dari 6 miliar, di mana di

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB. IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Penengahan yang berpenduduk Jiwa pada Tahun Secara

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjadi satu kesatuan yang utuh dan sekaligus unik.

BUDAYA MARITIM NUSANTARA DAN GERAKAN KEMBALI KE LAUT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

Bab I PENDAHULUAN. sesamanya. Hubungan sosial di antara manusia membentuk suatu pola kehidupan tertentu yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Keberadaan pemukiman dapat menjadi suatu bukti adanya aktivitas atau kegiatan manusia di suatu wilayah. Mundardjito (1990) mengistilahkan pemukiman sebagai tempat orang bermukim, yang secara fisik dapat dilihat dengan mata. Mengacu dari pendapat Mundardjito tersebut, hal yang dapat dilihat pada pemukiman tentunya berupa bangunan-bangunan. Wayong (1981) menjelaskan bahwa pemukiman berkaitan erat dengan kelompok unit-unit bangunan tempat tinggal dan mempunyai hubungan yang erat dengan lingkungan alam serta sumber daya alam di sekitarnya. Mengacu dari dua pendapat tentang pengertian pemukiman tersebut, tentunya kelompok unit-unit bangunan tersebut membentuk suatu pola-pola ataupun tata letak. Pola-pola tersebut membentuk suatu pola pemukiman. Pola pemukiman (settlement pattern) pada dasarnya merupakan pengejawantahan (ekspresi) dari konsepsi manusia mengenai ruang, serta hasil upayanya untuk mengubah dan memanfaatkan lingkungan fisik berdasarkan atas pandangan dan pengetahuan yang mereka miliki mengenai lingkungan tersebut (Ahimsa-Putra, 1997: 15). Berdasarkan pendapat tersebut, pola pemukiman dapat dijadikan suatu gambaran mengenai bagaimana suatu komunitas beradaptasi di lingkungan tempat mereka tinggal. Adaptasi tersebut dilakukan agar manusia 1

2 tetap dapat bertahan hidup di lingkungan tersebut. Bentuk adaptasi tersebut dapat berupa bentuk rumah, bahan yang digunakan untuk membuat rumah. Menurut Vogt dalam Parson (1972), kajian mengenai ruang lingkup pola pemukiman meliputi deskripsi tentang : 1. Bentuk masing-masing hunian atau tipe rumah pada suatu daerah, 2. Hubungan keruangan dari masing-masing bangunan di suatu daerah yang diteliti, 3. Hubungan tipe bentuk rumah dengan ciri-ciri arsitektural yang ada, 4. Keadaan keseluruhan daerah yang diteliti, dan 5. Hubungan keruangan antara daerah tersebut dengan desa atau komunitas lainnya pada wilayah yang lebih luas. Pola pemukiman erat hubungannya dengan tempat tinggal suatu komunitas atau masyarakat di suatu wilayah. Adanya pemukiman dapat mengindikasikan adanya tempat atau wilayah untuk tinggal, menetap, dan wilayah pendukung kehidupan kelompoknya. Pemukiman masyarakat di pulau Timor mempunyai ciri-ciri yang khas yang berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia. Menurut Grijzen maupun Steinmets dalam Parera (1994) mengatakan bahwa, kampungkampung orang Timor biasanya terletak di bukit-bukit yang sulit dijangkau. Hal ini berkaitan dengan masalah keamanan, di mana pada masa lalu sering terjadi peperangan. Salah satu contoh bentuk kampung tersebut yang masih dapat dijumpai hingga saat ini adalah pemukiman masyarakat Boti Dalam. Studi pemukiman dalam Arkeologi menurut Mundarjito (1990) meliputi tiga kelompok yaitu tingkat mikro, semi-mikro, dan makro. Diuraikan oleh

3 Mundarjito (1990), studi pemukiman mikro yang dipelajari meliputi persebaran ruang dan hubungan antar ruang di dalam satu bangunan, serta hubungan antar unsur-unsur bangunan dengan komponen lingkungan alam. Pada studi pemukiman tingkat semi-mikro yang dipelajari persebaran dan hubungan antar bangunan-bangunan dalam suatu situs, serta persebaran dan hubungan antara bangunan-bangunan dengan kondisi lingkungan. Studi pemukiman makro yang dipelajari meliputi persebaran dan hubungan antar situs di dalam suatu wilayah, serta persebaran dan hubungan antar situs dengan kondisi lingkungan fisik dan sumber daya alam. Pemukiman masyarakat Boti Dalam merupakan contoh pemukiman masa lalu salah suku di pulau Timor, khususnya suku yang tinggal di daerah yang ada di pedalaman. Wilayah ini secara administratif berada di wilayah Desa Boti, Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa Boti terletak di lokasi yang terisolir di Kabupaten TTS yang kondisi wilayahnya sebagian besar berbukit-bukit. Wilayah Desa Boti terdiri atas dua kawasan yaitu Boti Luar dan Boti Dalam. Boti Luar merupakan bagian dari wilayah Desa Boti yang sudah menerima pengaruh dari dunia luar, masyarakat Boti Luar sudah menganut agama Kristen dan Katolik. Kawasan Boti Dalam merupakan kawasan Desa Boti yang masih memegang teguh adat tradisi leluhur mereka. Hal yang membedakan dengan Boti Luar adalah masyarakat Boti

4 Dalam memeluk agama Halaik atau Halaika. Halaika merupakan kepercayaan asli masyarakat yang tinggal di Boti Dalam. 1 Sebelum terbentuk Kerajaan Amanuban, dahulu di pulau Timor ada tiga kerajaan ritus yang masing-masing dipimpin oleh seorang raja yang disebut dengan Liurai (Parera, 1994: 159). Parera (1994) menjelaskan bahwa setiap Liurai mempunyai kekuasaan pemerintah wilayahnya tersebut. Liurai pertama berada di wilayah Belu Selatan, Liurai kedua adalah Sonbai, merupakan adik raja Belu Selatan, serta Liurai ketiga adalah raja Suai Kamanasa (sekarang wilayah Timor Timur). Sonbai menjadi salah satu raja kerajaan ritus yang wilayahnya mencakup sebagian besar wilayah orang-orang Atoni. Gelar Liurai untuk Sonbai, berlaku hingga abad 19 (Parera, 1994: 159). Dari tiga Liurai yang berada di pulau Timor, Liurai Sonbai yang paling terkenal dan dikenal oleh Belanda karena politiknya. Liurai Sonbai adalah koordinator bagi seluruh raja-raja di bagian barat pulau Timor sebelum Belanda datang ke Timor (Parera, 1994: 267). Parera (1994), menuliskan bahwa selesainya kerajaan adat ini ketika Sonbai ditangkap pemerintah Belanda pada tahun 1905, kemudian Belanda membagi wilayah yang luas tersebut menjadi swapraja (kerajaan) yang salah satunya adalah Swapraja Amanuban. Swapraja Amanuban atau kerajaan Amanuban atau dikenal juga dengan sebutan Amaf Nuban merupakan kerajaan yang terluas setelah Sonbai. Raja pertama Amanuban adalah Tenis dan Nubatonis, sebelum diambil alih oleh leluhur Nope. Kerajaan 1 Wawancara tanggal 24 Mei 2013 dengan Jemry Saluk, pemandu di Boti dan Jehua H. Taopan, staf Bina Budaya Dinas Budpar, Kab. Timor Tengah Selatan.

5 Amanuban tetap mempertahankan kekuatan politik hingga sekarang, dan selalu berada dibawah pimpinan satu keluarga yang sama yaitu Nope. Boti dahulu merupakan salah satu daerah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Amanuban, kemudian memisahkan atau menutup diri dari Amanuban dan membentuk komunitas sendiri. Pusat pemerintahan baru tersebut dikuasai oleh usif (raja/pemimpin adat). Saat ini, masyarakat Boti Dalam sangat menjaga adat tradisi leluhurnya yang diwariskan turun-temurun hingga saat ini. Di wilayah ini, masyarakat keturunan Boti yang masih menjaga adat tinggal di Boti Dalam, sedangkan yang sudah menganut agama selain Halaika tinggal di wilayah Boti Luar. 2 Secara kultural penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten TTS adalah Suku Dawan, termasuk di dalamnya adalah masyarakat Boti. Penduduk yang mendiami Desa Boti ada dua macam, yaitu masyarakat Boti Luar dan Boti Dalam. Orang-orang Boti Dalam mempunyai ciri khas yang tidak dijumpai di Boti Luar. Ciri-ciri yang dapat dilihat secara jelas antara lain adalah pakaian berupa kain sarung yang dibuat oleh masyarakat Boti Dalam sendiri, rambut para pria dewasa digelung di belakang dan diberi seperti tusuk konde (soit) yang terbuat dari tanduk. Masyarakat Boti Dalam mencukupi kebutuhan hidupnya dari dalam desa mereka sendiri, karena cenderung menutup diri dari modernisasi dunia luar. Masyarakat Boti Luar tidak seketat masyarakat Boti Dalam. Masyarakat Boti Luar dapat sekolah, berinteraksi dengan dunia luar dan boleh menganut agama, baik Kristen atau Katholik. 2 Wawancara tanggal 24 Mei 2013 dengan Jehua H. Taopan, staf Bina Budaya Dinas Budpar, Kab. Timor Tengah Selatan.

6 Wilayah Boti Dalam secara administratif berada di wilayah Desa Boti, Kecamatan Kie, Kabupaten TTS. Wilayah tersebut berjarak sekitar 40 km sebelah tenggara Kota SoE yang merupakan Ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan. Wilayah Boti Luar dan Boti Dalam disatukan dalam satu wilayah administratif yaitu Desa Boti. Wilayah Desa Boti terletak di lembah yang dikelilingi oleh perbukitan dan sungai-sungai besar. Letak Boti Dalam berada di lembah yang mempunyai tanah subur dan jalan yang sulit dijangkau oleh alat transportasi membuat Boti Dalam menjadi kawasan yang terisolir, sehingga memungkinkan mereka untuk menjaga adat dan tradisi. I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya, peneliti mendapatkan hal yang menarik untuk dijadikan sebagai permasalahan dalam penelitian ini. Permasalahan yang dapat diumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola pemukiman masyarakat Boti Dalam dan apa saja kelengkapan yang terdapat di dalamnya? 2. Bagaimana hubungan pemukiman Boti Dalam dengan kondisi lingkungan alam serta mata pencaharian? I.3 Ruang Lingkup Penelitian Wilayah yang dijadikan objek dalam penelitian ini terletak di Desa Boti, Kecamatan Ki e, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Batasan wilayah dalam penelitian ini meliputi kawasan pemukiman

7 masyarakat Boti Dalam, khususnya yang berada di lingkungan Sonaf Boti, dan kawasan Boti Dalam, serta Desa Boti pada umumnya. Kawasan Sonaf Boti menjadi fokus penelitian, sedangkan daerah sekitar sebagai data pendukung dan pembanding dalam melakukan pembahasan dan analisis. I.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Memahami bentuk pusat pemukiman suku Boti yang disebut dengan Boti Dalam, yang masih berlangsung hingga saat ini, 2. Untuk mengetahui hubungan pola pemukiman dengan kondisi geografis dan mata pencaharian, 3. Sebagai salah satu contoh bentuk pemukiman suku Dawan (Atoni) yang masih tersisa dan tetap lestari di pulau Timor. I.5 Tinjauan Pustaka Parera (1994) menuliskan tentang sejarah kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah pulau Timor khususnya di wilayah Timor bagian barat. Dalam tulisannya dijelaskan mengenai kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Timor dari sebelum kedatangan bangsa asing hingga setelah kemerdekaan Indonesia. Tulisan tersebut hanya membahas tentang kerajaan-kerajaan dan tidak membahas mengenai Boti. Meskipun dalam Parera tidak menjelaskan tentang Boti, akan tetapi banyak tulisan yang mengangkat tentang Boti. Setiyawan (2008) menulis tentang konsep eco-design masyarakat Boti di kawasan Boti Dalam, dengan fokus

8 pembahasan tentang masyarakat Boti Dalam yang menggunakan kearifan lokalnya untuk konsep tata ruangnya. Dalam tulisan tersebut, dibahas mengenai konsep kunjungan yang ideal bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Boti Dalam yaitu dengan memakan sirih pinang yang disiapkan sebagai penghormatan bagi semua tamu yang berkunjung, hingga berkeliling ke daerah sekitar dan menikmati makanan tradisional Boti. Selain itu, Andung (2010) menuliskan natoni di Boti Dalam. Natoni dipahami sebagai ungkapan pesan yang dituangkan dalam bentuk syair-syair kiasan adat yang dituturkan secara lisan oleh seorag penutur (atonis), dan ditemani oleh sekelompok orang sebagai pendamping atau pengikut (na he en). Di Boti Dalam ritual natoni masih dipergunakan hingga saat ini sebagai media komunikasi tradisional mereka. Andung (2012), di Boti Dalam terdapat juga kesenian tradisional yang disebut bonet. Bonet adalah salah satu tarian ritual yang dilakukan oleh masyarakat Boti Dalam, yang menggambarkan komunikasi antar sesama manusia dan antara manusia dengan Tuhannya. Bonet sebagai tarian yang berfungsi sebagai media komunikasi tradisional. Bagi masyarakat Boti Dalam mempunyai cara tersendiri dalam menyampaikan pesan tersebut yaitu dengan cara pertunjukan bonet, pesan tersebut ditujukan kepada sesama warga ataupun orang luar. Sumarsono (2012) menulis tentang konsep kehidupan setelah kematian pada agama lokal yaitu Halaika di suku Boti. Konsep kehidupan setelah kematian dalam bahasa lokal disebut dengan Fatu Bian ma Hau Bian (di balik batu dan kayu). Dalam konsep kepercayaan ini menjelaskan bahwa orang yang meninggal

9 tersebut tidak pergi untuk berpindah tempat, melainkan perpindahan eksistensi atau wujud sedangakan tempatnya sama. Penelitian tentang arkeologi yang berhubungan dengan pola pemukiman ataupun pemukiman di Boti Dalam belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, maka penelitian dengan judul Pola Pemukiman Masyarakat Boti Dalam di Desa Boti, Nusa Tenggara Timur: Kajian Etnoarkeologi, akan membahas mengenai pola pemukiman masyarakat Boti Dalam khususnya di wilayah Sonaf Boti dan Boti Dalam, serta hubungan pemukiman di Boti Dalam dengan kondisi geografis lingkungan sekitar. I.6 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penalaran induktif, karena dalam pelaksanaanya penelitian ini bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala-gejala khusus untuk kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empiris (Tanudirjo, 1989: 34). Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu dengan memberikan gambaran fakta-fakta yang ada di lapangan, dalam hal ini adalah pemukiman masyarakat Boti Dalam khususnya di kawasan Sonaf Boti. Di dalam membahas permasalahan tersebut, digunakan pendekatan studi etnoarkeologi. Oswalt (1974) menyatakan bahwa etnoarkeologi adalah penelitian yang dilakukan menggunakan perspektif arkeologi tentang budaya material, berdasarkan informasi lisan tentang artefak yang diperoleh dari orang yang berhubungan langsung dengan artefak tersebut atau keturunan langsung dari

10 mereka (Ameer, 1998: 18). Studi etnoarkeologi memiliki tujuan untuk memberikan gambaran rekonstruksi tentang masa lalu melalui tinggalan-tinggalan yang masih dijumpai dan dipergunakan hingga saat ini oleh sekelompok masyakarakat atau suku. Penggunaan data etnografi sebagai bahan analogi untuk mengungkap kembali tatacara kehidupan masa lampau biasanya mempunyai kedudukan sebagai interpretasi (Tanudirdjo, 1987 : 24). Dengan demikian, data etnografi digunakan untuk menjelaskan dan memberikan gambaran rekonstruksi masa lalu. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, antara lain : 1. Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data merupakan tahapan awal yang dilakukan dalam penelitian ini. Pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan sebanyakbanyaknya data di lapangan. Pegumpulan data yang dilakukan dibagi menjadi dua yaitu data primer berupa: observasi dan wawancara, serta data sekunder berupa studi pustaka. Tahap pengumpulan data meliputi : a. Observasi Lapangan Observasi dilakukan dengan pengamatan di lapangan secara langsung yaitu di masyarakat Boti Dalam. Hal-hal yang diamati yaitu kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat Boti Dalam. Pengamatan objek dilakukan secara langsung kemudian mencatatnya atau mendeskripsikannya. Observasi lapangan dimulai dari memasuki kawasan Desa Boti. Untuk masuk ke Boti Dalam, harus melewati tiga pintu gerbang

11 (gapura) yaitu: gerbang pertama, gerbang kedua, dan gerbang ketiga. Gerbang ketiga atau gerbang paling dalam merupakan pintu masuk ke wilayah Sonaf Boti. Selain itu dilakukan observasi, observasi dilakukan di pusat Boti Dalam yaitu tempat tinggal Bapa Raja atau yang disebut dengan sebutan usif. Tempat-tempat yang diobservasi antara lain kompleks di dalam pagar tempat Usif Boti tinggal, serta kebun atau ladang yang dimiliki oleh Usif Boti untuk bercocok tanam. b. Wawancara Wawancara merupakan salah satu cara mendapatkan data baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus dari suatu objek penelitian yang dilakukan di lapangan. Wawancara dilakukan dengan narasumber-narasumber yang dipandang mengetahui secara dalam tentang masalah penelitian. Data yang diperoleh dari wawancara digunakan untuk melengkapi data observasi dan untuk melengkapi keterangan yang tidak diperoleh dari sumber pustaka. Jenis wawancara yang digunakan oleh penulis adalah wawancara tidak terstruktur yang pertanyaanya sangat terbuka, fleksibel dan menggunakan pedoman wawancara yang longgar terutama dengan urutan pertanyaannya. Wawancara yang dilakukan ada dua, yaitu: wawancara yang dilakukan pada saat melakukan observasi dan wawancara jarak jauh. Wawancara yang dilakukan pada saat observasi adalah

12 dengan narasumber yang mengerti tentang Boti Dalam dan diperbolehkan oleh Usif Boti untuk memberikan informasi, karena tidak semua orang Boti Dalam boleh berbicara mengenai kondisi Boti. Adapun orang Boti Dalam yang dijadikan narasumber berdasarkan: birokrasi dan struktur sosial di Boti Dalam, dan berdasarkan umur. Wawancara yang dilakukan di Boti Dalam menggunakan penerjemah yang berasal dari Desa Boti yang bernama Jemry Saluk, karena ada narasumber yang tidak dapat berbahasa Indonesia. Narasumber yang diwawancarai adalah Usif Nama Benu (raja Boti), Pah Sae (kakak Usif Boti), Liu (anak Boti Dalam), Mollo (keponakan Usif Boti), serta Jehua H. Taopan. Wawancara jarak jauh dilakukan karena tidak memungkinkan penulis untuk kembali ke wilayah penelitian tersebut. Wawancara jarak jauh menggunakan alat komunikasi baik melalui telepon, sms, dan menggunakan email. Wawancara jarak jauh tersebut dilakukan dengan narasumber Jehua H. Taopan. c. Studi Pustaka Studi pustaka merupakan salah satu bagian yang penting dalam melakukan penelitian, karena dapat membantu mendapatkan data yang relevan. Studi pustaka merupakan sumber data sekunder, karena tidak didapatkan langsung di lapangan. Tahapan ini dilakukan dengan mengumpulkan dan menelaah sumber-sumber

13 tertulis ataupun dokumen lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian. Pengumpulan data dengan studi pustaka diperoleh dari buku, laporan penelitian, jurnal ilmiah, koran, majalah serta dokumendokumen lainnya yang berhubungan dengan masyarakat Boti Dalam. Data dari studi pustaka digunakan sebagai data tambahan yang tidak didapatkan dari observasi lapangan ataupun wawancara, selain itu data studi pustaka juga digunakan sebagai pembanding dari data wawancara. 2. Pembahasan Pembahasan ini tentunya untuk menjawab pertanyaan penelitian selain dari analisis. Pembahasan ini mengenai pemukiman masyarakat Boti Dalam khususnya yang berada di kawasan sonaf Boti atau yang sering disebut dengan Boti Dalam. Pada tahapan ini dibahas mengenai pemukiman masyarakat Boti Dalam sebagai bagian dari pemukiman di Desa Boti, pengaruh lingkungan alam sekitar terhadap pemukiman masyarakat Boti Dalam, serta bentuk adaptasi masyarakatnya terhadap lingkungan tempat tinggal. Pembahasan ini juga membahas tentang mata pencaharian dan cara mencukupi kebutuhan pangan mereka sendiri. Data yang diperoleh dari data lapangan, baik observasi langsung maupun data wawancara akan diolah dengan data yang diperoleh dari studi pustaka. Tahap ini berusaha menjelaskan bagaimana pengaruh lingkungan alam sekitar serta mata pencaharian terhadap pola pemukiman masyarakat Boti

14 Dalam, serta bentuk pola pemukiman masyarakat Boti Dalam. Data yang diperoleh dari observasi lapangan, wawancara dan studi pustaka dianalisis. Analisis yang digunakan yaitu analisis area jelajah atau analis cakupan situs (site catchment analysis). Analisis ini dipergunakan untuk menjelaskan hubungan antara masyarakat pendukungnya dengan lingkungannya. Analisis ini fungsinya mengetahui area jelajah masyarakat Boti Dalam yang bermata pencaharian sebagai petani di dalam mengolah lahan pertaniannya. Tinggalan-tinggalan yang berupa data artefaktual juga dibahas dalan tahap analisis ini, sebagai bukti adanya tinggalan arkeologis di Boti Dalam. Digunakan pula cabang ilmu lainnya dalam tahap analisis ini yaitu Sistem Informasi Geografi (SIG). 3. Penutup Berisi kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan dan analisis data yang telah dilakukan oleh penulis, dan dari pembahasan tersebut diharapkan akan dapat menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini.