BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN:

PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V SDN SIDOREJO LOR 03 SALATIGA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN. Abstrak

commit 1 to user BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) MELALUI STRATEGI PROBLEM SOLVING

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X-IPA 3 MAN 2 JEMBER BERDASARKAN GENDER

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH DIVERGEN SUB POKOK BAHASAN SEGITIGA DAN SEGIEMPAT BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

PROFIL BERPIKIR SISWA SMA DENGAN TIPE KEPRIBADIAN CHOLERIS DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN JENIS KELAMIN

PROSES BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA AVRIABEL.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN PERBEDAAN JENIS KELAMIN ( ABILITY OF PROBLEM SOLVING FROM DIFERENCES OF SEX )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PROSES BERPIKIR DENGAN KECERDASAN LINGUISTIK DAN KECERDASAN LOGIS- MATEMATIS

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

Asmaul Husna. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNRIKA Batam Korespondensi: ABSTRAK

Doni Dwi Palupi 1, Titik Sugiarti 2, Dian kurniati 3

Nita Giovani, Budiyono Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian pada bab IV, peneliti mengetahui hasil atau

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT PADA PEMBELAJARANMODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING

REPRESENTASI VISUAL DALAM MENYELESAIKAN MASALAH KONTEKSTUAL

PROSES BERPIKIR SISWA KELAS VII E DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Yaitu sumber daya yang dapat bersaing dan. menetapkan keputusan dengan daya nalar yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MAHASISWA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM SOLVING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH ARITMETIKA SOSIAL

KEMAMPUAN SISWA MEMECAHKAN MASALAH DENGAN METODE MIND MAPPING DI KELAS BILINGUAL SMP NEGERI 1 PALEMBANG

PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI FARMASI SMK CITRA MEDIKA SRAGEN DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN (1982:1-2):

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rudini Triyadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

PROFIL BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNCP YANG BERKEMAMPUAN LOGIKA TINGGI DALAM PEMECAHAN MASALAH OPEN ENDED

Yaumil Sitta Achir, Budi Usodo, Rubono Setiawan* Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta

BAB I A. Latar Belakang Masalah

JURNAL. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Ditinjau Dari Kecerdasan Logis Matematis Dan Gender

PROFIL PEMECAHAN MASALAH SPLDV DENGAN LANGKAH POLYA DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA

PENERAPAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 PADANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

PROSES BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA DITINJAU BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Menggunakan Metode Problem Solving Materi Simetri

ANALISIS KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DAN SCAFFOLDING- NYA BERDASARKAN ANALISIS KESALAHAN NEWMAN

Elsa Camelia 1, Edrizon 1

DISPOSISI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH BERBENTUK OPEN START DI SMP NEGERI 10 PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. prioritas utama untuk melahirkan generasi-generasi yang lebih baik. Sehingga. mutu pendidikan menjadi fokus penting pendidikan.

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DENGAN WAWANCARA KLINIS PADA PEMECAHAN MASALAH ARITMETIKA SOSIAL KELAS VIII SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KECERDASAN MAJEMUK

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 3 No 3 Tahun 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kata Kunci: Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write, Kemampuan Awal, Kemampuan Pemahaman Konsep.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2014 PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERSTRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

PROFIL BERPIKIR SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA

Titi Solfitri 1, Yenita Roza 2. Program Studi Pendidikan Matematika ABSTRACT

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH BERDASARKAN GENDER PADA MATERI BANGUN DATAR

Jurnal Ilmiah : SoulMath Vol 5. No. 1, Oktober

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK

Kemampuan Komunikasi Dan Pemahaman Konsep Aljabar Linier Mahasiswa Universitas Putra Indonesia YPTK Padang

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL ANALISIS MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN MASALAH

ANALYSIS OF MATHEMATICS TEACHER PROBLEM IN LEARNING IMPLEMENTATION SENIOR HIGH SCHOOL

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE

TESIS. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Progran Studi Pendidikan Matematika. Oleh: Linda Sunarya NIM.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATERI SPLDV SISWA KELAS VIII DI SMP KRISTEN 2 SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN:

ISMIYATI MARFUAH S

MATHEdunesa Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 No.5 Tahun 2016 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Farisa Nur Fikri. 1), Mardiyana. 2), Yemi Kuswardi. 3) Dosen Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta 1)

TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh : Agus Supriyanto S

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, matematika sebagai salah satu pelajaran yang diselenggarakan baik di tingkat sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas, maupun perguruan tinggi. Pada pembelajaran matematika masalah merupakan bagian yang sangat penting sehingga siswa dapat semakin maju dan berkembang dalam proses berpikirnya. Oleh karena itu, siswa dalam menyelesaikan suatu masalah matematika dibutuhkan strategi yang tepat. Selain itu, banyak ahli yang membuat strategi dalam memecahkan suatu masalah. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian dari Dewiyani (2008). Solving the problems are very importance in human life. Problem solving is very important, so that a lot of expects try to make strategies for solving problems. Kaur (1997) menunjukkan bahwa pemecahan masalah dalam matematika merupakan proses secara kompleks untuk mengkoordinasi secara spesifik atau umum dari pengetahuan yang dimiliki. Adapun Cockroft (1982) dalam Kaur (1997) menyatakan bahwa kemampuan untuk menyelesaikan masalah adalah jantung dari matematika. Selain itu, menurut Kaur (1997) suatu pemecahan masalah dilihat sesuai proses yang melibatkan visualisasi, asosiasi, abstraksi, pemahaman, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, generalisasi, dan mengkoordinasi hal-hal tersebut. Pemecahan masalah matematika juga mempunyai peranan penting dalam mewadahi siswa untuk memiliki kemampuan berpikir analitis, evaluatif, serta argumentatif. Kemampuan berpikir analitis diperoleh ketika siswa mampu menganalisis permasalahan matematika. kemampuan evaluatif didapat siswa ketika berhasil mengevaluasi sesuatu yang terjadi selama proses belajar, sedangkan kemampuan commit argumentatif to user diperoleh ketika siswa berperan 1

digilib.uns.ac.id 2 aktif dalam pelajaran matematika. Masalah dalam pembelajaran matematika biasanya diinterpretasikan dalam soal matematika. Soal matematika disebut masalah bagi seorang siswa, jika: (1) pertanyaan yang dihadapkan dapat dimengerti oleh siswa, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya, dan (2) pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa (Herman Hudojo, 2005) Setiap siswa memiliki berbagai kemungkinan dalam menyelesaikan soal matematika. Siswa langsung memiliki gambaran penyelesaiannya dan menjadikan suatu tantangan yang akan dipecahkan dengan prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa. Namun, juga terdapat peserta didik yang tidak memiliki gambaran penyelesaian sehingga tidak menjadikan soal itu sebagai suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Selain itu, setiap siswa memiliki perbedaan pengetahuan, pengalaman, pengenalan atau kemampuan dalam pemecahan masalah. Masalah bagi siswa belum tentu masalah bagi siswa yang lain. Adapun masalah bagi siswa di waktu tertentu boleh jadi bukan masalah di waktu lain. Hal ini karena adanya pengembangan kemampuan matematika, awalnya suatu masalah setelah beberapa latihan menjadi bukan suatu masalah lagi. Hal ini sesuai pendapat berikut. Owing to differences in knowledge, experiences, ability, a problem for one persen may not be a problem for another. Also a problem for someone at a particular time may not be so at another time. In some contexts, as students develop their mathematical ability, what were problems initially after some practice become mere exercises (Kaur : 1997). Pemecahan masalah merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran matematika. Hal ini didukung oleh penelitian Isoda (2011) yang menyatakan bahwa pendekatan pemecahan masalah digunakan pengajar dalam pembelajaran di Jepang. Hal ini merupakan suatu teori pengajaran untuk mengembangkan siswa commit yang mempelajari to user matematika oleh/untuk diri

digilib.uns.ac.id 3 mereka sendiri. Saat memecahkan masalah, siswa melakukan proses berpikir dalam pikirannya sehingga siswa dapat sampai pada jawaban. Selanjutnya, salah satu peran pendidik dalam pembelajaran matematika adalah membantu siswa mengungkapkan bagaimana proses yang berjalan dalam pikirannya ketika memecahkan masalah, misalnya dengan cara meminta siswa menceritakan langkah yang ada dalam pikirannya. Herman Hudojo (2005) menyatakan bahwa dengan pemecahan masalah siswa akan berlatih memproses data atau informasi. Pemrosesan data atau informasi ini disebut berpikir. Sementara itu, Sulis Janu Hartati (2007) menyatakan bahwa berpikir adalah aktivitas kognitif yang terjadi secara internal dalam otak (tidak tampak, tetapi dapat disimpulkan berdasarkan perilaku tampak), melibatkan manipulasi pengetahuan untuk menghasilkan pengetahuan baru. Oleh karena itu, dalam memecahkan masalah matematika akan melibatkan manipulasi pengetahuan saat proses penyelesaiannya. Menurut Marpaung (1986: 6), proses berpikir adalah proses yang dimulai dari penemuan informasi (dari luar atau diri siswa), pengolahan, penyimpanan, dan memanggil kembali informasi itu dari ingatan siswa. Salah satu peran pendidik dalam pembelajaran matematika adalah membantu siswa mengungkapkan bagaimana proses yang berjalan dalam pikirannya ketika memecahkan masalah. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kesalahan berpikir yang terjadi saat memanipulasi pengetahuan yang dimilikinya. Kesalahan berpikir dapat dihindari apabila peserta didik dapat memanipulasi pengetahuan yang dimiliki dengan tepat. Umumnya, kesalahan berpikir ditemukan pada pemecahan masalah matematika. Adapun pemecahan masalah merupakan proses mental tingkat tinggi dan memerlukan proses berpikir yang lebih kompleks termasuk berpikir kritis. Berpikir kritis diperlukan dalam pemecahan masalah karena berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, serta membantu menemukan keterkaitan faktor yang satu dengan yang lain secara lebih akurat. Peserta didik harus menerapkan proses berpikir kritis. Hal ini karena

digilib.uns.ac.id 4 peserta didik mampu menyimpulkan dari apa yang diketahuinya, mengetahui cara memanfaatkan informasi untuk memecahkan masalah, dan mencari sumber-sumber informasi yang relevan untuk dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat berikut. Critical thinking is characterized as the process of purposeful, selfregulatory judgment. Critical thinking, so defined, is the cognitive engine, which drives problem solving and decision-making (Terry & Ervin : 2012). Adapun di dalam proses belajar maupun menyelesaikan masalah yang sulit siswa harus mengembangkan proses berpikir kritis dan kreatif. Sri lestari dan Pradnyo Wijayanti (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa siswa dengan kemampuan matematika tinggi baik berjenis laki-laki maupun perempuan dapat melalui 4 tahap proses berpikir kritis, yang terdiri dari klarifikasi, asesmen, infersensi, dan strategi. Pada kemampuan matematika sedang baik siswa berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan tidak dapat melalui salah satu atau lebih dari 4 tahap proses berpikir kritis. Hal ini menjadi masalah saat siswa tidak dapat melalui 4 tahap proses berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah matematika. Siswa tersebut belum mampu mengkoordinasi kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, berdasarkan penelitian Patrick, Herlina & Hedison (2014) menyatakan adanya hubungan antara nilai IQ dengan jenis kelamin, dimana laki-laki cenderung memiliki skor IQ yang lebih tinggi daripada perempuan. Perbedaan IQ mempengaruhi proses berpikir kritis sehingga peserta didik memiliki perbedaan antara setiap individu. Hal ini karena peserta didik memiliki kecerdasan yang berbeda sehingga mempengaruhi proses berpikir kritisnya. Kecerdasaan majemuk akan berpengaruh pada proses pembelajaran. Selain itu, kecerdasaan majemuk memiliki peran dalam meningkatkan kemampuan berpikir. Pada pembelajaran matematika kecerdasan linguistik sangat dibutuhkan. Menurut Mamhot, Havranek, dan Mamhot (2014), pembelajaran matematika pendidik melibatkan para siswa untuk berdiskusi, berdebat,

digilib.uns.ac.id 5 menulis, dan bercerita, kecerdasan matematis-logis dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik terdiri atas dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Berdasarkan perbedaan gender tersebut, ada kemungkinan bahwa proses berpikir kritis dalam memecahkan masalah matematika akan berbeda. Terdapat perbedaan ketrampilan pemecahan masalah antara perempuan dan laki-laki. Branata (1987) menyatakan bahwa perempuan pada umumnya lebih baik dalam mengingat, sedangkan laki-laki lebih baik dalam berpikir logis. Secara umum siswa laki-laki sama dengan siswa perempuan, akan tetapi siswa laki-laki mempunyai daya abstraksi yang lebih baik daripada siswa perempuan sehingga memungkinkan siswa laki-laki lebih baik daripada siswa perempuan dalam bidang matematika berkenaan dengan pengertian abstrak. Perbedaan jenis kelamin bukan hanya berakibat pada perbedaan kemampuan dalam matematika, tetapi cara memperoleh pengetahuan matematika juga terkait. Hal ini sesuai dengan pendapat Geist & King (2006) sebagai berikut. Using the approach of focusing on the process of mathematics and problem solving rather than solely on the correct answer will allow a diversity of thinking and flowering of mathematical behavior in boys and girls. Muhammad Irfan (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara perbedaan gender dan math anxienty pada proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah sistem persamaan linier dua variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan subjek dalam merencanakan pemecahan masalah dan menjalankan rencana pemecahan masalah. Siswa yang memiliki math anxiety tinggi (laki-laki dan perempuan) hanya dapat menggunakan satu metode penyelesaian, sedangkan siswa yang memiliki math anxiety rendah (laki-laki dan perempuan) dapat menggunakan beberapa metode penyelesaian. Salah satu materi di sekolah Menengah Pertama yang menekankan pemecahan masalah adalah sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Materi ini merupakan materi yang penting karena menjadi dasar dari materi

digilib.uns.ac.id 6 berikutnya. Masalah yang sering dirasakan sulit oleh siswa dalam pembelajaran matematika adalah menyelesaikan soal cerita. Menurut Muhammad Ilman Nafian (2011), penyelesaian soal cerita tidak hanya memperhatikan jawaban akhir perhitungan, tetapi proses penyelesaiannya juga harus diperhatikan. Siswa diharapkan menyelesaikan soal cerita melalui suatu proses tahap demi tahap sehingga terlihat alur berpikirnya. Selanjutnya, dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV), siswa dapat menggunakan langkah pemecahan masalah yang salah satunya dikemukan oleh White tentang proses berpikir kritis. Sebagaimana yang dikemukan oleh White terdapat 4 fase dalam memecahkan masalah yaitu pengenalan (recognition), analisis (analysis), evaluasi (evaluation), dan alternatif penyelesaian (thinking about alternatives). Untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses berpikir kritis dalam pemecahan masalah matematika maka dilakukan survey awal. Survei awal dilakukan pada subjek RAN dari SMP 3 Surakarta. Kriteria pemilihan subjek dalam survei awal ini adalah kelas VIII SMP yang telah mendapatkan materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) dan subjek lancar berkomunikasi dalam mengemukan gagasan baik lisan maupun tulisan. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara subjek mengerjakan tes pemecahan masalah tertulis, kemudian setelah itu dilakukan wawancara. Berdasarkan hasil triangulasi waktu yang peneliti lakukan maka dapat diketahui proses berpikir kritis dalam pemecahan masalah (Lampiran 1 dan 2). Secara singkat hasil survei ini diuraikan sebagai berikut : dalam fase pengenalan (recognition) subjek dapat menyebutkan informasi yang diketahui dan hal yang ditanyakan dari masalah. Pada fase analisis (analysis), subjek dapat menjelaskan hubungan antara yang diketahui dan ditanyakan, subjek dapat menganalisis informasi yang dibutuhkan, subjek dapat menggunakan informasi-informasi yang relevan dalam soal atau pengetahuan sebelumnya yang diperoleh untuk menyelesaikan soal, subjek dapat commit menjelaskan to user hubungan tiap informasi yang

digilib.uns.ac.id 7 ada namun kurang lengkap, subjek dapat menjelaskan langkah-langkah dalam menyelesaikan soal, dan subjek dapat menarik kesimpulan dari penyelesaiannya. Adapun fase evaluasi (evaluation), subjek memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Selanjutnya, dalam fase alternatif penyelesaian (thinking about alternatives) subjek menemukan dua langkah lain dalam menyelesaikan soal dan dapat menjelaskan dengan baik langkah penyelesaiannya. Subjek ini mampu berpikir kritis karena telah melalui fase pengenalan (recognition), fase analisis (analysis), fase evaluasi (evaluation), dan fase alternatif penyelesaian (thinking about alternatives). Akan tetapi, subjek ini mengalami masalah saat menjelaskan hubungan tiap informasi yang ada dan hanya menemukan dua alternatif penyelesaian dalam menyelesaikan soal tersebut. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Mei Heni (2012) bahwa siswa yang mempunyai tipe kecerdasan matematis-logis lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai tipe kecerdasan linguistik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dengan kecerdasan matematis-logis mempunyai kemampuan memecahkan masalah matematika daripada siswa dengan kecerdasan linguistik. Berkaitan dengan hasil survey awal dan penelitian sebelumnya, peneliti bermaksud ingin mengetahui profil proses berpikir kritis siswa lakilaki dan siswa perempuan kelas VIII SMPN yang mempunyai kecerdasan linguistik dan kecerdasan matematis-logis. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, terdapat pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana profil proses berpikir kritis siswa laki-laki kelas VIII SMP Negeri 3 Surakarta yang memiliki kecerdasan linguistik dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV)?

digilib.uns.ac.id 8 2. Bagaimana profil proses berpikir kritis siswa perempuan kelas VIII SMP Negeri 3 Surakarta yang memiliki kecerdasan linguistik dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) 3. Bagaimana profil proses berpikir kritis siswa laki-laki kelas VIII SMP Negeri 3 Surakarta yang memiliki kecerdasan matematis-logis dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV)? 4. Bagaimana profil proses berpikir kritis siswa perempuan kelas VIII SMP Negeri 3 Surakarta yang memiliki kecerdasan matematis-logis dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1. Profil proses berpikir kritis siswa laki-laki kelas VIII SMP Negeri 3 Surakarta yang memiliki kecerdasan linguistik dalam memecahkan masalah sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). 2. Profil proses berpikir kritis siswa perempuan kelas VIII SMP Negeri 3 Surakarta yang memiliki kecerdasan linguistik dalam memecahkan masalah sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). 3. Profil proses berpikir kritis siswa laki-laki kelas VIII SMP Negeri 3 Surakarta yang memiliki kecerdasan matematis-logis dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). 4. Profil proses berpikir kritis siswa perempuan kelas VIII SMP Negeri 3 Surakarta yang memiliki kecerdasan matematis-logis dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV).

digilib.uns.ac.id 9 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Penelitian ini memberikan kontribusi kepada pembelajaran matematika, terutama pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). b. Sebagai rujukan teori bagi penelitian-penelitian lanjutan, khususnya yang terkait dengan proses berpikir kritis dalam pemecahan masalah pada siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama tentang sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan tentang berpikir kritis dan prosesnya dalam pemecahan masalah ditinjau dari kecerdasaan majemuk dan gender. Hasil penelitian ini sebagai informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam strategi pembelajaran matematika khususnya materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Selain itu, mampu memberikan konstribusi khususnya dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya.