Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

dokumen-dokumen yang mirip
Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi DISUSUN OLEH : DYDIK SETYAWAN E

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

SMA/MA IPS kelas 10 - BAHASA INDONESIA IPS BAB 8. TEKS NEGOSIASILatihan Soal 8.2

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK

BAB II LANDASAN TEORI. komunikasi massa audio visual yang dibuat berdasarkan asas

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Punti Kayu PO. BOX. 179 Telp./Fax Palembang

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

Burung Kakaktua. Kakatua

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

POTENSI EDUWISATA KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BALURAN. Ambar Kristiyanto NIM

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM KEMARAU TAMAN NASIONAL BALURAN

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Rajabasa didasarkan pada

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Teknik Pembakaran Terkendali Dalam Upaya Pemeliharaan Savana Bekol

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I PENDAHULUAN. yang berukuran kecil misalnya burung berencet kalimantan (Ptilochia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Suhadi Department of Biology, State University of Malang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

2 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik I

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

MAKALAH Pengendali Ekosistem Hutan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Beberapa ratus tahun yang lalu di Jepang telah diadakan penjinakan

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

HEWAN YANG LANGKA DAN DILINDUNGI DI INDONESIA 1. Orang Utan (Pongo pygmaeus)

SMP NEGERI 3 MENGGALA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMANTAUAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL BALURAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

III. KONDISI UMUM LOKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

IV. KONDISI UMUM KAWASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

BAB I PENDAHULUAN. Luas daratan Indonesia hanya meliputi 1,32% dari seluruh luas daratan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, baik flora

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kawasan Tahura WAR mencakup luas areal ,31 ha secara geografis

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

LOVEBIRD. Semoga bermanfaat.

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

Transkripsi:

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran merupakan salah satu kawasan konservasi di Pulau Jawa. Kawasan ini berbentuk segi empat dengan topografi bervariasi dari dataran rendah sampai pegunungan dengan daerah tertinggi terletak di tengah kawasan yaitu Gunung Baluran yang sudah tidak aktif lagi dengan ketinggian 1.247 m dpl. Secara geografis terletak pada 7 29 10-7 55 55 LS dan 114 39 10 BT dengan luas ± 25.000 Ha Taman Nasional Baluran terletak di ujung timur Pulau Jawa dan secara administrasi pemerintahan masuk ke dalam wilayah Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo. Kawasan Taman Nasional Baluran dibatasi oleh Selat Madura di sebelah utara dan Selat Bali di sebelah timur. Dari selatan sampai ke barat berturutturut dibatasi oleh Dusun Pandean, Desa Wonorejo, Sungai Bajulmati, Sungai Klokoran, Dusun Karangtekok, dan Desa Sumberanyar. Taman Nasional Baluran memiliki keindahan alam yang masih asli dengan tipe-tipe vegetasi yang cukup lengkap seperti hutan pantai, mangrove, hutan payau, savana, hutan musim, hutan pegunungan dan curah, serta potensi perairan dengan habitat terumbu karang dan padang lamun. Di dalam kawasan konservasi ini terdapat 444 jenis flora yang tergolong dalam 87 familia. Jenis jenis tersebut terdiri dari 24 jenis tumbuhan eksotik, 265 jenis tumbuhan penghasil obat dan 37 jenis merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem mangrove. Taman Nasional Baluran juga kaya akan keanekaragaman faunanya. Puluhan jenis diantaranya merupakan jenis langka dan dilindungi. Dari 120 jenis mamalia yang ada di pulau Jawa 47 jenis diantaranya ada di Taman Nasional Baluran dan 12 jenis diantaranya merupakan jenis langka dan dilindungi, juga terdapat jenis primata dimana satu jenis merupakan jenis yang dilindungi. Jenis mamalia besar seperti banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), rusa (Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus sp), macan tutul (Panthera pardus) dan ajag (Cuon alpinus) menjadi ciri khas satwa penghuni savana Baluran. Sedangkan jenis-jenis primata yang terdapat di Taman Nasional Baluran adalah kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung hitam (Trachypithecus auratus cristatus). Di dalam kawasan Taman Nasional Baluran juga hidup ± 155 jenis burung yang 38 jenis diantaranya merupakan jenis langka dan dilindungi. Jenis-jenis 2

burung tersebut antara lain merak (Pavo muticus), ayam hutan hijau dan ayam hutan merah, kangkareng (Anthracoceros convexus) dan rangkong (Buceros rhinoceros). Selain itu terdapat berbagai jenis reptilia, amphibia, ratusan jenis serangga serta berbagai flora dan fauna laut. Sebagaimana kita ketahui, masyarakat sekitar kawasan hutan pada umumnya tingkat sosial ekonominya relatif rendah, begitu pula dengan masyarakat desa sekitar kawasan Taman Nasional Baluran. Kondisi kehidupan masyarakat yang demikian ini untuk mencukupi kebutuhan hidupnya banyak bergantung pada potensi kawaan seperti mencari kayu bakar, perburuan liar, pencurian kayu pertukangan, penggembalaan liar dan pengambilan hasil hutan lainnya. Hal tersebut merupakan permasalahan yang sudah berlangsung dari generasi ke generasi. Rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan merupakan salah satu faktor pendorong masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan berupa flora maupun satwanya secara illegal untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Salah satu gangguan masyarakat terhadap kawasan antara lain perburuan liar. Tindakan preventif maupun represif telah dilakukan dalam penanganan masah ini. Hasil dari tindakan represif yang dilakukan adalah penangkapan dan penahanan serta penyitaan barang bukti. Apabila barang bukti berupa barang ataupun makhluk yang sudah mati, maka penanganannya lebih sederhana, namun apabila barang sitaan tersebut berupa makhluk hidup maka perlu penanganan lebih lanjut dalam upaya pelepasliarannya. Untuk individu yang belum dewasa, upaya rehabilitasi perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mempersiapkan anakan tersebut hingga siap untuk menghadapi hidupan liar. Evaluasi perlu dilakukan demi perbaikan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi satwa tersebut, sehingga satwa yang telah terehabilitasi dapat hidup normal dan bertahan dalam hidupan liar setelah pelepasliaran. Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan rehabilitasi satwa merak (Pavo muticus) hasil sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Karangtekok pada bulan Desember 2004. 3

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Anonimus (1991) mengemukakan bahwa di Indonesia terdapat 4 spesies suku ayam (Phasianidae) yang telah dilindungi oleh undang undang yaitu Merak (Pavo muticus), Kuao (Agrusianus argus), Merak kerdil (Polyplectron malacense) dan Beleang bulwar (Lophura bulweri). Merak dan Kuao merupakan burung yang mempunyai ukuran tubuh besar sedangkan merak kerdil dan Beleang belweri ukuran tubuhnya kecil. Burung merak dilindungi oleh Undang Undang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 66/Kpts/Um/2/1973 tanggal 14 Februari 1973. Klasifikasi merak hijau (Pavo muticus) menurut Grzimek (1972), sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Klas : Aves Sub Klas : Neornithes Ordo : Galliformes Sub ordo : Galli Famili : Phasianidae Sub famili : Pavoninae Genus : Pavo Spesies : Pavo muticus Linnaeus Morfologi Menurut Van Strien (1982), merak hijau mempunyai ukuran tubuh yang sangat besar, umumnya antara 100 240 cm termasuk ekor. Selanjutnya Delacour (1977) menyebutkan ciri ciri merak hijau adalah sebagai berikut : 1. Merak hijau jantan Merak hijau jantan mempunyai jambul dan dagu yang warnanya hijau kebiru biruan. Bagian muka sekitar mata terdapat warna biru kehitaman serta warna kuning yang terang. Leher, dada dan punggung bagian depan warnanya merupakan 4

perpaduan antara hijau keemasan dan biru metalik sedangkan bagian punggung tersusun oleh bulu bulu menyerupai sisik berwarna hijau perunggu yang pada bagian pinggirnya terdapat warna hitam. Bulu pada sayap primer berwarna merah kecoklatan dan sayap sekunder berwarna hijau kebiruan lebih pekat dari bagian lainnya. Bagian perut tersusun atas bulu bulu yang halus dan warnanya lebih pucat dan bagian kaki tertutup oleh sisik berwarna hitam abu abu yang pada bagian belakangnya terdapat taji. Merak jantan mempunyai bulu hias yang akan tumbuh secara perlahan menjelang musim kawin dan rontok setelah musim kawin selesai yang biasanya bersamaan dengan datangnya awal musim penghujan. Bulu hias tersusun dari bulu bulu yang panjang dan kuat dengan warna campuran antara hijau emas dan hijau perunggu. Pada bagian ujung bulu hias terdapat bulatan khas menyerupai mata yang warnanya sangat bagus. Bulu hias bagian tengah ujungnya menyeruapi garpu dan tidak terdapat bulatan khas. Bulu ekor letaknya di bawah bulu hias warnanya coklat pucat kehitaman. Sewaktu burung merak jantan menari, bulu hias, bulu ekor dan bulu sayap akan nampak dengan jelas. 2. Merak betina Secara umum bulu merak hijau betina sama dengan bulu merak hijau jantan hanya warnanya lebih lembut dan agak kusam. Kaki bersisik warnanya hitam abu abu dan bertaji sama dengan merak jantan. Perbedaan yang nyata terletak pada bulu hias, merak betina tidak mempunyai bulu hias. 3. Anak merak hijau Anak merak hijau mempunyai warna coklat kusam berbintik hitam. Bagian dagu dan kepala tertutup oleh bulu berwarna putih. Jambul mulai tumbuh setelah anak merak berumur dua minggu. Pada umur dua bulan anak merak sudah mempunyai bentuk tubuh dan bulu yang sempurna menyerupai merak betina dewasa tetapi ukurannya lebih kecil. Perlakuan Selama Rehabilitasi Pada saat disita satwa merak tersebut berjumlah 6 ekor berumur kira kira 1 bulan dan 2 dalam keadaan mati. Selanjutnya anakan merak tersebut ditempatkan di kandang bekas rehabilitasi lutung hitam (Trachypithecus auratus cristatus) selama kurang lebih 1 bulan. Pakan yang diberikan berupa konsentrat, biji bijian dan serangga. Dengan frekuensi pemberian pakan 2-3 kali sehari. Selama pemeliharaan 5

di Karangtekok, 2 dari 4 ekor anakan merak tersebut mati hingga tersisa 2 anakan merak yang berjenis kelamin jantan dan betina. Pada saat merak berumur kurang lebih 2 bulan dengan ukuran tubuh yang semakin besar, kandang dirasa kekecilan untuk kedua anakan merak tersebut. Kecilnya kandang dan konstruksi yang tidak sesuai diduga merupakan salah satu penyebab cacatnya salah satu jari kaki merak (bengkok) karena terjepit kisi kisi kandang. Kemudian dicarikan alternatif pemeliharaan selanjutnya karena anakan merak tersebut belum siap untuk dilepasliarkan. Setelah melalui berbagai pertimbangan, kawasan Bekol dipilih menjadi lokasi pemeliharaan selanjutnya. Karena tidak tersedianya kandang untuk pemeliharaan dan keterbatasan dana, maka sehari hari kedua anakan merak tersebut dibiarkan lepas dan beraktivitas di sekitar kantor Seksi Konservasi Wilayah II Bekol dengan pengawasan dari para petugas piket. Pakan masih diberikan karena anakan marak tersebut belum dapat mencari pakan sendiri yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya. Kondisi saat ini, anakan merak tersebut sudah dewasa, pertumbuhan bulu bulunya semakin panjang. Merak tersebut sangat jinak dan mudah ditangkap. Merak merak tersebut tidak segan segan mendekati para pengunjung dan hal tersebut dapat menjadi salah satu atraksi wisata di Bekol. 6

HASIL EVALUASI Mengevaluasi hasil rehabilitasi satwa merak hasil sitaan tersebut ada beberapa hal yang perlu dilakukan demi perbaikan kegiatan rehabilitasi satwa selanjutnya. Hal tersebut antara lain : a. Perlunya disiapkan kandang khusus untuk mengantisipasi adanya satwa sitaan lain. Kandang tersebut sebaiknya dibuat se-flexible mungkin sehingga dapat menampung satwa apa saja seperti lutung, monyet, kucing hutan, merak, ayam hutan dan lain lain. Konstruksi kandang perlu direncanakan dengan baik, begitu juga bahan bahan pembuatan kandang. Lokasi kandang juga harus se-strategis mungkin. Perlu dicari lokasi dengan pengawasan yang intensif tapi kurang dari gangguan manusia. Dapat dicari lokasi di sekitar kantor namun aman dari pengunjung. Kandang merupakan tempat berteduh dan berlindung satwa dari kehidupan alam yang belum siap untuk dihadapi. Dari pengamatan selama rehabilitasi merak di Bekol, anakan merak tersebut sempat mengalami shock karena sulit beradaptasi dengan kehidupan di luar kandang. Diperlukan kandang yang cukup luas dengan suasana kandang se-alami mungkin sehingga apabila secara perlahan lahan satwa tersebut dilepasliarkan, akan mengurangi tekanan psikologis yang mungkin terjadi. Satwa liar merupakan makhluk yang peka instingnya. Dengan sedikit tekanan psikologis dikhawatirkan satwa tersebut bisa shock dan kemudian mati. Selain melindungi dari hujan dan faktor alam lainnya, kandang juga berfungsi untuk melindungi dari orang orang yang dapat mengganggu, predator satwa, serta memudahkan pengawasan dan pengamatan pertumbuhannya. Pernah terjadi suatu ketika merak yang dilepas liarkan di sekitar kantor ditemukan sakit karena menelan karet. Hal tersebut sulit terawasi karena memang satwa sedang mulai beradaptasi untuk mencari pakan di alam. b. Perlunya penanggung jawab khusus untuk memelihara satwa yang sedang direhabilitasi. Penanggung jawab bertanggung jawab atas keselamatan, pakan dan hal hal lain yang merupakan kebutuhan satwa tersebut. Tanggung jawab tersebut besar, sehingga perlu ditunjuk 2 3 penanggung jawab serta dapat dibantu petugas yang lain. Akan lebih baik apabila penanggung jawab yang ditunjuk memiliki interest atau perhatian yang besar terhadap kegiatan 7

rehabilitasi dan seorang penyayang binatang. Selama rehabilitasi, penanggung jawab dapat membuat progress report untuk memantau dan mengevaluasi metode pemeliharaan. Hasil pengamatan selama rehabilitasi dapat digunakan sebagai acuan untuk kegiatan berikutnya. c. Memberi pengertian kepada pengunjung supaya tidak mengganggu atau memberi pakan satwa yang sedang di-rehabilitasi. Terkadang karena kekurangtahuan, para pengunjung memberi makan kepada satwa dengan jenis yang tidak seharusnya. Selain itu, dengan pemberian pakan, satwa tersebut menjadi terlalu jinak dan semakin lama semakin hilang sifat keliarannya. Hal tersebut tentu akan menyulitkan pada waktu pelepasliaran serta berpengaruh tidak baik bagi satwa itu sendiri. 8

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil evaluasi disimpulkan bahwa hal hal yang perlu diperhatikan dalam upaya rehabilitasi satwa antara lain : kebutuhan kandang yang sesuai dan mencukupi kebutuhan satwa, pengawasan dan pengamatan perkembangan satwa yang intensif, serta perbaikan perilaku pengunjung yang kurang mendukung upaya kegiatan rehabilitasi. Saran Meskipun kegiatan rehabilitasi satwa memerlukan dana yang tidak sedikit, akan tetapi dengan upaya perbaikan sedikit demi sedikit diharapkan akan menuju suatu kondisi ideal. Sehingga pada akhirnya, kegiatan penyelamatan satwa dapat berjalan dengan baik karena kekayaan keanekaragaman hayati sangatlah berharga. 9