BAB II KAJIAN PUSTAKA. Organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang atau. berdasarkan asas kekeluargaan (Hanel, 1989).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. implementasinya. Balanced Scorecard terdiri atas dua kata: (1) kartu skor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkumpulan yang beranggotakan orang atau badan-badan yang memberikan

BAB II LANDASAN TEORI. dicapai pada suatu periode tertentu dan mengukur seberapa jauh terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk itu diperlukan strategi pembangunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kinerja menurut Hansen dan Mowen (2006:6), Tingkat

ALTERNATIF PENERAPAN METODE BALANCED SCORECARD SEBAGAI TOLAK UKUR KINERJA PERUSAHAAN PADA PT INDOSAT Tbk

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN

Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian, Manfaat dan Tujuan Balanced Scorecard. Balanced Scorecard adalah pendekatan terhadap strategi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup di dunia ini termasuk

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang telah dilaksanakan oleh masing-masing pusat. personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga

ABSTRAKSI. Kata kunci: sektor publik, kinerja, balance scorecard, PDAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang berkaitan dengan penerapan Balance Scorecard terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja adalah keberhasilan personel, tim, atau unit organisasi dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rizal melakukan penelitian pengukuran kinerja menggunakan Balanced

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi

Analisis Balanced Scorecard Pada Bank X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembanding. Penelitian yang dilakukan oleh M. Toha Zainal tahun yang meneliti pada PT. Madura Prima Interna.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. termasuk manusia. Tanpa air, manusia akan mengalami kesulitan untuk

Balanced Scorecard adalah salah satu system pengukuran keberhasilan manajemen yang. keuangan yang strategis yang meningkatkan shareholder value.

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi ini, keberhasilan dan kegagalan suatu perusahan tidak dapat diukur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. termasuk manusia. Tanpa air, manusia akan mengalami kesulitan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KINERJA PDAM DELTA TIRTA KABUPATEN SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN PERSPEKTIF KEUANGAN DAN NON KEUANGAN

BAB III PEMBAHASAN. A. Pengertian dan Fungsi Manajemen Keuangan 1. Pengertian Manajemen Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. produk dari dalam negeri ke pasar internasional akan terbuka secara kompetitif, dan

TUGAS KELOMPOK ANALISIS KINERJA PT WOTRACO BALI RAYA DENGAN METODE BALANCED SCORECARD

PENGUKURAN KINERJA PADA KOPERASI SEMOGA JAYA UNIT SIMPAN PINJAM DI TENGGARONG

BAB II LANDASAN TEORI. Pada penelitian ini, terdapat penelitian terdahulu yang terkait dengan pembahasan

BAB II LANDASAN TEORI. dan David P. Norton pada tahun 1990, namun sistem penilaian kinerja ini mulai

ANALISIS BALANCED SCORECARED DALAM MENGUKUR KINERJA PERUSAHAAN PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk : HERU HERMAWAN :

Bidang Teknik BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT UKUR KINERJA DAN ALAT PENGENDALI SISTEM MANAJEMEN STRATEGIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja. dihasilkan oleh suatu perusahaan atau organisasi dalam periode tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kinerja Dan Pengukuran Kinerja. seperti koreksi akan kebijakan, meluruskan kegiatan- kegiatan utama dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PROPOSISI PENELITAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada laporan keuangan PT.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Regulasi adalah salah satu norma atau aturan hukum yang harus dipatuhi.

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB I PENDAHULUAN. memajukan perekonomian di Indonesia. Sampai kini sektor swasta masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hanya memperhatikan prestasi dan sikap karyawan, tetapi juga

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini pengukuran kinerja semata-mata hanya berfokus pada aspek

Finance for Non-Finance Manager: Balanced Scorecards

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. saran yang sesuai dengan penelitian analisis data yang telah dilakukan.

PEMBOBOTAN SASARAN STRATEGIS PERSPEKTIF BALANCE SCORECARD (BSC) PADA PERUSAHAAN AIR MINUM

BAB I PENDAHULUAN. berdampak negatif bagi perusahaan. memilih pengukuran kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah ditetepkan untuk mencapai tujuan perusahaan. alat ukur keuangan (financial), dan non keuangan (non financial).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan bisnis. Persaingan bisnis semakin tajam dan beragam. Pada dunia era informasi,

BAB II. Tinjauan Pustaka. 1. Penilaian Kinerja dan Tujuan Penilaian Kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KONSEP PERANCANGAN SISTEM EVALUASI KINERJA DENGAN MODEL BALANCED SCORECARD

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Analisis Likuiditas, Solvabilitas, Rentabilitas, dan Aktivitas pada PT. Kimia Farma (Persero), Tbk

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Dewasa ini dunia bisnis telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dibutuhkan data dan informasi yang sesuai dengan sifat

I. PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mencari profitabilitas. Profitabilitas

Bab II. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PT. TOKO GUNUNG AGUNG, Tbk TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan produktivitas serta pencapaian visi dan misi perusahaan tersebut.

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD LANGKAH AWAL MENYUSUN BALANCE SCORECARD

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar organisasi mengukur kinerjanya dengan menitik beratkan

BAB III METODE PENELITIAN. Rukan French Walk Blok G/16, Kelapa Gading, Jakarta utara. 1. Profil PT. Tunjung Sekar Jiwandani

The Balanced Scorecard. Amalia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi Pengertian koperasi

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini, dunia bisnis dirasa semakin berkembang pesat dan kian mendunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pihak. internal maupun pihak eksternal perusahaan.

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sebuah aplikasi bisnis yang

ANALISIS RASIO LIKUIDITAS, SOLVABILITAS, DAN PROFITABILITAS PADA LAPORAN KEUANGAN PT. SIANTAR TOP (PERSERO) TBK. : Sovia Yohana Lumban : 1A214419

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien sehingga visi perusahaan dapat tercapai. Sebagai konsekuensi

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Kinerja Perusahaan CV. Bali Indah dengan Metode Balanced Scorecard

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai tujuan perusahaan adalah dengan perencanaan strategik. Perencanaan strategik membantu perusahaan dalam mengembangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin kompetitif merupakan tantangan yang harus

Farah Esa B

ANALISIS PENILAIAN KINERJA KEUANGAN DAN NON KEUANGAN PT. BPR DHARMAWARGA UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan,

LANDASAN TEORI. dengan masalah penelitian.landasan teori diperlukan untuk menjelaskan konsep konsep

DAFTAR TABEL. Tabel1.1: Konsep manajemen terpopuler...3 Tabel 2.1 : Faktor pendorong pencapaian tujuan keuangan...15

Transkripsi:

10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang Perkoperasian Nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian Indonesia, yang dimaksud dengan koperasi adalah Organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan (Hanel, 1989). Dengan perubahan, menurut Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992 yang mengatur tentang pokok-pokok Perkoperasian, bahwa yang dimaksud dengan koperasi adalah Badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. 2.1.2 Jenis-Jenis Koperasi Menurut Baswir (1997), jenis-jenis koperasi dibedakan menjadi lima yaitu: 1. Koperasi konsumsi adalah koperasi yang mengusahakan kebutuhan seharihari.

11 2. Koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit, adalah koperasi yang bergerak dalam bidang pengelolaan simpanan dari anggotanya, dan memberikan peluang kepada anggota untuk memperoleh modal dengan biaya murah. 3. Koperasi produksi, adalah koperasi yang kegiatan utamanya memproses bahan baku menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. 4. Koperasi jasa, adalah koperasi yang kegiatan mengkhususkan usahanya dalam memproduksi dan memasarkan kegiatan jasa tertentu. 5. Koperasi serba usaha (KSU)/koperasi unit desa (KUD), adalah koperasi yang menyelenggarakan kegiatan ekonomi lebih dari satu macam kebutuhan ekonomi atau kepentingan ekonomi pada anggotanya. 2.1.3 Fungsi, Peranan, Tujuan, dan Prinsip Koperasi Dalam Undang-Undang Perkoperasian No. 25 Tahun 1992 dijelaskan fungsi, peran, tujuan dan prinsip koperasi sebagai berikut: 1. Fungsi dan Peranan Koperasi a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. b. Berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

12 d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. 2. Tujuan Koperasi Tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 3. Prinsip Koperasi Prinsip koperasi adalah: a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal e. Kemandirian 2.2 Balanced Scorecard 2.2.1 Sejarah Singkat Balanced Scorecard Konsep balanced scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasinya. Balanced Scorecard terdiri atas dua kata, yaitu: (1) kartu skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor kinerja seseorang. Kartu skor ini dapat juga digunakan untuk

13 merencanakan skor yang hendak dicapai atau diwujudkan personel di masa depan. Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara seimbang dari dua aspek, yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal. Pada awalnya balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerjanya dari aspek keuangan, akibatnya focus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk memujudkan kinerja keuangan dan kecenderungan mengabaikan kinerja non ekonomi. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian riset kantor akuntan publik KPMG mensponsori studi tentang mengukur kinerja organisasi masa depan (Kaplan and Norton, 2000). Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak memadai. Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif masa depan diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu, keuangan, customer, proses bisnis/intern, pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini disebut dengan Balanced Scorecard. Berdasarkan pendekatan Balanced Scorecard, kinerja keuangan yang dihasilkan oleh eksekutif harus merupakan akibat diwujudkannya kinerja dalam pemuasan kebutuhan customers,

14 pelaksanaan proses bisnis yang produktif, cost effective, dan pembangunan personel yang produktif dan berkomitmen. 2.2.2 Konsep Dasar Balanced Scorecard Kaplan dan Norton, 1992 (dalam Gasperz, 2005) melaporkan hasil-hasil proyek penelitian pada multi perusahaan dan memperkenalkan suatu metode penelitian kinerja yang beroreintasi pada pandangan strategis ke masa depan yang di sebut balanced scorecard. Pada dasarnya setiap profesi memiliki alat-alat komunikasi yang jelas dengan pengguna akhir (end user). Misalnya akuntan berkomunikasi menggunakan gambar-gambar teknik, arsitek berkomunikasi menggunakan model-model fisik (market) dan gambar-gambar bangunan, doctor berkomunikasi menggunakan hasil-hasil analisis laboratorium, dan lain-lain. Namun bagaimana orang-orang yang terlibat dalam perencanaan strategis perusahaan, misalnya dewan direktur perusahaan, manajer-manajer, supervisor, dan karyawan berkomunikasi. Hal ini masih menjadi masalah di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pertanyaan kreatif yang perlu diajukan adalah mengapa rencana-rencana bisnis strategis selalu gagal? Menurut balanced scorecard collaborative, terdapat empat faktor penghambat dalam implementasi rencana-rencana bisnis strategis yaitu: 1. Hambatan visi (vision barrier). Tidak banyak karyawan yang memahami strategi organisasi mereka. Berdasarkan survey, hanya sekitar 5% karyawan yang memahami strategi perusahaan mereka.

15 2. Hambatan orang (people barrier). Banyak orang dalam organisasi memiliki tujuan yang tidak terkait dengan strategi organisasi. Berdasarkan survei, hanya sekitar 25% dari manajer yang memiliki insentif terkait dengan strategi perusahaan mereka. 3. Hambatan sumber daya (resource barrier). Waktu, energi, dan uang tidak dialokasikan pada hal-hal yang penting (kritis) dalam organisasi. Misalkan, anggaran tidak dikaitkan dengan strategi bisnis, sehingga menghasilkan pemborosan sumber daya. Berdasarkan survei, sekitar 60% organisasi tidak mengkaitkan anggarannya dengan strategi perusahaan. 4. Hambatan manajemen (management barrier). Manajemen menghabiskan terlalu sedikit waktu untuk strategi dan terlalu banyak waktu untuk pembuatan keputusan taktis jangka pendek. Berdasarkan survei, sekitar 86% eksekutif menghabiskan waktu kurang dari satu jam per bulan untuk mendiskusikan strategi perusahaan mereka. Berdasarkan kenyataan di atas, dibutuhkan suatu cara baru untuk mengkomunikasikan rencana-rencana bisnis strategis kepada pengguna akhir, dalam hal ini adalah karyawan yang akan melaksanan rencana-rencana bisnis strategis itu. Alat komunikasi antara manajemen organisasi dan karyawan itu adalah balanced scorecard. Dengan menggunakan balanced scorecard, setiap orang dalam organisasi telah memiliki alat komunikasi yang sama. Apabila rencana-rencana strategis bisnis ini dinyatakan dalam bentuk pengukuran dan target, karyawan dapat mengerti dan mengaitkan dengan apa yang akan terjadi.

16 Hal ini akan mengarah pada pelaksanaan rencana-rencana strategis yang lebih baik. Pada dasarnya balanced scorecard merupakan sistem manajemen bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam jangka panjang untuk pelanggan (customer), pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, termasuk manajemen (learning and growth), proses bisnis internal (sistem), demi memperoleh hasil-hasil finansial yang memungkinkan perkembangan organisasi bisnis dari pada sekedar mengelola bottom line untuk memacu hasil-hasil jangka pendek. Terdapat empat perspektif balanced scorecard yang dikaitkan dengan visi dan strategi organisasi, yaitu: (1) Perspektif finansial (share holder-pemegang saham), (2) Perspektif pelanggan (customer), (3) Perspektif proses bisnis internal (internal business process), (4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, manajemen dan organisasi (learning and growth). Balanced scorecard sebagai suatu system manajemen kinerja ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Pada gambar tampak bahwa visi dan strategi organisasi dikaitkan secara seimbang dengan perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced scorecard memberi manajemen organisasi suatu pengetahuan, keterampilan dan sistem yang memungkinkan karyawan dan manajemen belajar dan berkembang terus menerus (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan) dalam berinovasi untuk membangun kapabilitas strategis yang tepat serta efisien (perspektif proses bisnis internal) agar mampu menyerahkan nilai spesifik ke

17 pasar (perspektif pelanggan) dan selanjutnya akan mengarah pada nilai saham yang terus menerus meningkat (perspektif finansial). Finansial Untuk berhasil secara finansial, apa yang harus kita perhatikan kepada para pemegang saham Pelanggan Mewujudkan visi kita, apa yang harus kita perlihatkan kepada pelanggan kita? Visi, dan Strategi Proses Bisnis Internal Untuk menyenangkan para pemegang saham dan pelanggan kita, proses bisnis apa yang harus kita kuasai dengan baik? Pembelajaran dan Gamb Pertumbuhan Untuk mewujudkan visi kita, bagaimana ar.2.1 kita memelihara kemampuan kita untuk berubah dan meningkatkan diri? Gambar 2.1 Balanced Scorecard sebagai suatu Sistem Manajemen (Sumber : Kaplan dan Norton, 2000) 2.2.3 Keunggulan dan Kelemahan Balanced Scorecard 2.2.3.1 Keunggulan Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2001), keunggulan balanced scorecard sebagai berikut: 1. Komprehensif Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategis, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif

18 keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain yaitu pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan serta pembelajaran. Perluasan perspektif menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang dan mengarahkan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks. 2. Koheren Balanced Scorecard mampu menjadikan koheren seluruh komponen total business plan, kekoherenan terhadap setiap perubahan lingkungan bisnis yang diperkirakan akan terjadi dan juga dapat meningkatkan komitmen personal dalam mengimplementasikan rencana tersebut. 3. Seimbang Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategis penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang. 4. Terukur Balanced Scorecard menghasilkan sasaran-sasaran strategik yang ditentukan ukurannya untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategik yang telah dirumuskan untuk mengukur faktor yang memacu pencapaian sasaran strategik tersebut. 2.2.3.2 Kelemahan Balanced Scorecard Di samping memiliki banyak keunggulan, balanced scorecard juga memiliki beberapa kelemahan (Widjaya Tunggal, 2003), sebagai berikut: 1. Kadang kala terdapat korelasi yang buruk antara ukuran keuangan dengan non keuangan, karena tidak ada jaminan bahwa profitabilitas masa depan

19 mengikuti pencapaian target non keuangan. Oleh sebab itu perlu dikembangkan ukuran-ukuran yang mewakili kinerja masa depan. 2. Terpaku pada hasil keuangan. Bukan hanya manajer senior yang terlatih dan terbiasa dengan ukuran keuangan, tetapi mereka juga mendapatkan tekanan tentang kinerja keuangan perusahaan. Akibatnya tekanan ini akan mengurangi perhatian terhadap ukuran non keuangan dalam jangka waktu panjang. Atas kinerja keuangan ini diberikan insentif, sehingga manajer lebih peduli terhadap ukuran keuangan dari pada yang non keuangan. 3. Ukuran-ukuran tidak diperbarui. Banyak perusahaan tidak punya mekanisme formal untuk memperbarui ukuran-ukuran tersebut agar selaras dengan perubahan strateginya. Malahan yang terjadi ukuran-ukuran strategi yang lalu tetap digunakan, sehingga menimbulkan kemalasan. 4. Terlalu banyak pengukuran. Berapa banyak ukuran penting yang dapat diikuti seorang manajer dalam waktu yang sama. Jika terlalu banyak ukuran, maka resikonya adalah manajer kehilangan fokus pada waktu yang sama banyak hal dilakukan. 5. Kesulitan menerapkan trade-off. Berapa perusahaan menggabungkan ukuran keuangan dan non keuangan diberi bobot, jika tidak demikian maka sulit untuk melakukan trade- off. 2.3 Penilaian Kinerja Kata penilaian sering diartikan dengan kata assessment. Sedangkan kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Dengan

20 demikian penilaian kinerja perusahaan (companies performance assessment) mengandung makna suatu proses atau sistem penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja suatu perusahaan (organisasi) berdasarkan standar tertentu (Kaplan dan Norton, 2000). Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategik, program dan anggaran organisasi. Penilain kinerja juga dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Ada berbagai metode penilaian kinerja yang digunakan selama ini, sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu mencari laba, maka hampir semua perusahaan mengukur kinerjanya dengan ukuran keuangan. Di sini pihak manajemen perusahaan cenderung hanya ingin memuaskan pemegang saham (shareholders), dan kurang memperhatikan ukuran kinerja yang lebih luas yaitu kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders). Penilaian kinerja perusahaan dapat diukur dengan ukuran keuangan dan non keuangan. Ukuran keuangan untuk mengetahui hasil tindakan yang telah dilakukan di masa lalu dan ukuran keuangan tersebut dilengkapi dengan ukuran non keuangan tentang kepuasan pelanggan (customer), produktivitas

21 (productivity) dan efektivitas biaya (cost effectiveness). Proses bisnis internal serta produktivitas dan komitmen personel yang akan menentukan kinerja keuangan masa yang akan datang. Ukuran keuangan menunjukkan akibat dari berbagai tindakan yang terjadi di luar non keuangan. Peningkatan financial return yang ditunjukkan dengan ukuran ROE merupakan akibat dari berbagai kinerja operasional seperti, (1) meningkatnya kepercayaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, (2) meningkatnya produktivitas dan efektivitas biaya proses bisnis internal yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa, (3) meningkatnya produktivitas dan komitmen personel. Jadi jika manajemen puncak berkehendak untuk melipat-gandakan kinerja keuangan perusahaannya, maka fokus perhatian seharusnya ditujukan untuk memotivasi personel dalam melipat-gandakan kinerja di perspektif non keuangan atau operasional, karena di situlah terdapat pemicu sesungguhnya kinerja keuangan berjangka panjang. 2.4 Penilaian Kinerja dengan Balanced Scorecard Menurut Kaplan dan Norton (2000), balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun dalam empat perspektif yaitu, keuangan (financial), pelanggan (customer), proses bisnis internal (internal business process) serta pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth), dan masing-masing perspektif dapat dijelaskan sebagai berikut: 2.4.1 Penilaian Kinerja Perspektif Keuangan Pengukuran kinerja perusahaan dalam perspektif keuangan adalah dengan menggunakan rasio atau perbandingan. Banyak ukuran kinerja dapat dihitung

22 dengan menggunakan rasio atau perbandingan. Pihak manajemen harus memperhatikan agar semua analisis rasio keuangannya menunjukkan hasil yang baik, karena manajemen harus mampu membayar kewajiban kepada kreditur termasuk kemampuan menghasilkan keuntungan untuk perusahaan. Rasio yang digunakan terdiri dari: 1. Likuiditas, Riyanto (2001) dan Gasperz (2005). Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang jangka pendeknya. Posisi likuiditas yang baik memungkinkan perusahaan memperoleh investasi guna menggunakan kesempatan investasi dan memenuhi kebutuhan operasional. Rasio likuiditas mengukur sebaik apa perusahaan dapat memenuhi kewajibannya. Pada umumnya perhatian utama ahli keuangan adalah likuiditas perusahaan. rasio yang digunakan adalah: a. Current ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar yang dinyatakan dalam persentase. b. Quick ratio adalah perbandingan kas ditambah efek ditambah piutang dibagi hutang lancar yang dinyatakan dalam persentase. c. Cash ratio adalah perbandingan kas ditambah efek dibagi hutang lancar yang dinyatakan dalam persentase. 2. Rasio Profitabilitas, Riyanto (2001) dan Gasperz (2005), adalah ratio yang digunakan untuk mengukur efektivitas manajemen yang ditunjukkan melalui keuntungan laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. Rasio yang digunakan adalah :

23 a. Gross profit margin adalah perbandingan antara penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dengan penjualan bersih dan dinyatakan dalam persentase. b. Net profit margin adalah perbandingan antara laba bersih setelah pajak dibagi dengan penjualan bersih yang dinyatakan dalam persentase. c. Return on assets (ROA) merupakan perbandingan antara laba bersih dibagi dengan total asset yang dimiliki dan dinyatakan dalam persentase. d. Return on equity (ROE) merupakan perbandingan antara laba bersih dibagi dengan modal sendiri (ekuitas) dan dinyatakan dalam persentase. 3. Rasio Solvabilitas, Riyanto (2001) dan Gasperz (2005) merupakan kemampuan koperasi untuk membayar semua kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio solvabilitas yang digunakan adalah : a. Total assets to debt ratio merupakan perbandingan antara total aktiva dengan total utang. b. Total debt to equity ratio adalah perbandingan antara total utang dengan modal sendiri. 4. Rasio Leverage, Riyanto (2001) dan Gasperz (2005), adalah rasio-rasio yang dimaksud untuk mengukur sampai sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Rasio yang digunakan adalah : a. Total debt to equity ratio adalah perbandingan antara utang lancar ditambah utang jangka panjang dengan jumlah modal sendiri yang dinyatakan dalam persentase.

24 b. Total debt to total capital assets adalah perbandingan antara utang lancar ditambah utang jangka panjang dengan jumlah modal/aktiva yang dinyatakan dalam persentase. c. Long term debt to equity ratio adalah perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang dinyatakan dalam persentase. 5. Rasio Aktiva, Riyanto (2001) dan Gasperz (2005), merupakan perputaran dana yang tertanam dalam perusahaan selama satu tahun. Rasio yang digunakan adalah total assets turn over adalah perbandingan antara volume penjualan dengan total aktiva. 2.4.2 Penilaian Kinerja Perspektif Pelanggan Pada perspektif pelanggan, Kaplan dan Norton (2000), para manajer mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana unit bisnis tersebut akan bersaing dengan berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen pasar. Ukuran utama tersebut terdiri dari kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan baru, profitabilitas pelanggan dan pangsa pasar di segmen sasaran. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukur, yaitu: 1. Kelompok pengukur pelanggan utama Kelompok pengukur pelanggan utama memiliki beberapa komponen pengukur, yaitu: a. Pangsa pasar Mengukur pangsa pasar dapat dilakukan bila kelompok pelanggan yang menjadi sasaran dan segmen pasarnya sudah ditentukan. Misalnya, jumlah penjualan, jumlah pelanggan, dan volume unit penjualan.

25 b. Retensi pelanggan Retensi pelanggan mengukur tingkat di mana perusahaan dapat memperhatikan hubungan dengan konsumen (pelanggan). Loyalitas pelanggan dapat diukur melalui persentase pertumbuhan bisnis dengan adanya pelanggan saat ini. c. Akuisisi pelanggan Akuisisi pelanggan mengukur banyaknya jumlah pelanggan baru ataupun jumlah penjualan kepada pelanggan baru dibandingkan dengan berapa besarnya yang dikeluarkan untuk tiap pelanggan baru serta pendapatan yang diperoleh dari pelanggan baru. d. Kepuasan pelanggan Dengan mengetahui perbedaan antara harapan dengan kinerja yang sesungguhnya. e. Profitabilitas pelanggan Profitabilitas pelanggan mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut. 2. Kelompok pengukur di luar pelanggan utama Proporsi nilai pelanggan yang merupakan faktor pendorong (lead indicator) untuk ukuran pelanggan penting. Proporsi nilai pelanggan menyatakan atribut yang diberikan perusahaan kepada produk dan jasanya untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan dalam segmen pasar/sasaran. Proporsi nilai pelanggan adalah suatu konsep penting dalam memahami faktor

26 pendorong pengukuran utama pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan. Adapun serangkaian atribut yang membuat proporsi nilai pelanggan dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu : a. Atribut produk/jasa Atribut produk/jasa meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga dan kualitas. b. Hubungan pelanggan Hubungan dengan pelanggan mencakup perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan yang meliputi waktu penyelesaian dan penyerapan, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk jasa yang bersangkutan. c. Citra dan reputasi Reputasi dan kesan menggambarkan faktor-faktor tidak berwujud yang membuat pelanggan tertarik kepada suatu perusahaan, dan membangun kesan dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan. Kepuasan pelanggan sebagai salah satu alat ukur penilaian kinerja perspektif pelanggan, sangat bergantung pada persepsi pelanggan. Jika apa yang diharapkan pelanggan sesuai dengan kinerja yang diberikan, maka pelanggan akan terpuaskan. Menurut Tjiptono (2000), ada lima dimensi pokok yang menentukan kualitas jasa, yaitu :

27 a. Bukti langsung (tangibles). Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. b. Keandalan (reliability). Keandalan yang dimaksud adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. c. Daya tanggap (responsiveness). Daya tanggap yaitu keinginan para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. d. Jaminan (assurance). Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. e. Empati. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan. 2.4.3 Penilaian Kinerja Perspektif Proses Bisnis Internal Dalam perspektif proses bisnis internal, Kaplan dan Norton (2000), para eksekutif mengidentifikasikan berbagai bisnis internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk memberikan proposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar dan memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham. Rantai nilai proses bisnis internal terdiri dari 3 proses bisnis utama, yaitu:

28 a. Proses inovasi Proses inovasi merupakan pengidentifikasi kebutuhan pelanggan masa kini, masa datang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan meliputi: peluncuran produk baru, dan mempercepat penyerapan produk ke pasar. Proses inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan. b. Proses operasi Proses operasi merupakan gelombang pendek penciptaan nilai dalam perusahaan. Proses operasi menitik-beratkan kepada penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu. c. Proses layanan purna jual Tahap terakhir nilai rantai internal adalah layanan purna jual. Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dijual. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan dengan menggunakan pengukuran yang bersifat waktu, mutu dan biaya. Ukuran kinerja yang biasa digunakan untuk menilai perspektif proses bisnis internal salah satunya adalah dengan manufacturing cycle effectiveness (MCE). MCE mengukur jumlah waktu efektif yang diperlukan untuk dapat menghasilkan dan menyampaikan produk atau jasa. Untuk usaha jasa, tingkat MCE diukur dengan membandingkan waktu pengolahan sebagai waktu yang bernilai tambah dengan waktu yang sebenarnya diperlukan untuk menyelesaikan suatu jasa atau thoughput time.

29 Rumus MCE adalah sebagai berikut: MCE = Waktupengolahan( waktupr oses) WaktuPenyelesaian( ThoughputTime ) Waktu proses sebagai waktu bernilai tambah merupakan jumlah waktu yang diperlukan untuk memproses jasa secara aktual atau sesungguhnya yang sering disebut waktu proses. Waktu penyelesaian terdiri atas waktu proses, waktu inspeksi, waktu perpindahan dan waktu tunggu. Waktu inspeksi pemeriksaan adalah waktu yang diperlukan untuk memeriksa kesiapan produk atau jasa dalam proses. Waktu perpindahan merupakan waktu yang diperlukan untuk memindahkan produk atau jasa ke bagian lain untuk memproses lebih lanjut. Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan untuk menunggu produk atau jasa agar siap diproses ataupun disampaikan ke pelanggan. Jika proses produksi atau pembuatan produk menghasilkan MCE sebesar 1, berarti bahwa aktivitas yang tidak bernilai tambah telah dapat dihilangkan dalam proses produksi, sehingga konsumen tersebut tidak dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitas yang tidak bernilai tambah. Sebaliknya, jika proses produksi menghasilkan MCE kurang dari 1, maka proses produksi masih mengandung aktivitas yang tidak bernilai tambah bagi konsumen. 2.4.4 Penilaian Kinerja Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, Kaplan dan Norton (2000) mengidentifikasikan infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, ukuran yang berorientasi kepada pekerja terdiri atas gabungan ukuran hasil generik/kepuasan, tingkat retensi,

30 pelatihan dan keahlian pekerja ditambah dengan faktor pendorong ukuran generik ini. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infranstruktur yang memungkinkan tujuan ambisius agar tiga perspektif lainnya dapat tercapai. Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif yaitu, keuangan, pelanggan dan proses bisnis internal. Kelompok pengukuran utama untuk menilai kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan antara lain: a. Kepuasan Karyawan Tujuan kepuasan karyawan menyatakan bahwa moral karyawan dan kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini dipandang sangat penting oleh sebagian besar perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan ingin mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi, perlu memiliki pelanggan yang dilayani oleh pekerja yang terpuaskan oleh perusahaan. Mengukur kepuasan karyawan dapat dilakukan dengan survey, wawancara dan observasi. b. Retensi Karyawan Tujuan retensi karyawan adalah memperhatikan selama mungkin para karyawan yang diminati oleh perusahaan karena mereka merupakan modal intelektual khusus organisasi dan aktiva non keuangan yang bernilai bagi perusahaan. Tingkat perputaran karyawan merupakan tolak ukur umum untuk menentukan tingkat loyalitas karyawan yang diukur dengan persentase orang yang keluar setiap tahun di lingkungan perusahaan.

31 c. Produktivitas Karyawan Produktivitas karyawan adalah salah satu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan karyawan. Tujuannya adalah membandingkan kelancaran yang dihasilkan oleh para pekerja dan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut. 2.4.5 Hubungan Kausalitas dalam Penilaian Kinerja Dalam industri jasa, baru-baru ini ditemukan adanya hubungan kausalitas antara kepuasan pekerja, kepuasan pelanggan, loyalitas, pangsa pasar dan lahirnya kinerja keuangan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini. Balanced scorecard yang baik harus dapat menjelaskan strategi unit bisnis yang baik pula. Balanced scorecard harus mengidentifikasi dan menyatakan dengan eksplisit tahapan hipotesis mengenai hubungan sebab akibat diantara berbagai hubungan hasil dan faktor pendorongnya. Setiap ukuran yang dipilih untuk disertakan dalam balanced scorecard harus merupakan unsur dalam sebuah rantai hubungan sebab akibat yang mengkomunikasikan arti strategi unit bisnis kepada seluruh perusahaan. 2.5 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penerapan balanced scorecard, telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti. Diantaranya oleh Jeni Susanti (2010) dari Program Pasca Sarjana UNUD dengan judul Kinerja Koperasi Pasar Srinadi Kabupaten Klungkung Propinsi Bali: Pendekatan Balanced Scorecard. Salah satu kesimpulannya bahwa berdasarkan pendekatan balanced scorecard

32 dengan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan proses pembelajaran dan pertumbuhan, walau ada satu aspek menunjukkan kinerja kurang baik, tetapi secara umum Koperasi Pasar Srinadi Klungkung menunjukkan kinerja yang baik. Peneliti lain yaitu Hardani (2004) dari Program Sarjana UNUD yang mengangkat Judul Analisis Potensi Penerapan Balanced Scorecard sebagai alternatif Sistem Pengukuran Kinerja pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Finansial ROCE*) Pelanggan Loyalitas Penyerapan Tempat Waktu Proses Internal/Bisnis Proses Mutu Proses Waktu Siklus Pembelajaran dan Pertumbuhan Keahlian Pekerja *) ROCE = Return On Capital Employed Gambar 2.2 Hubungan Sebab Akibat Empat Perspektif dalam Balance Scorecard (Sumber : Kaplan dan Norton, 2000)

33 Badung. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis potensi penerapan balanced scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja manajemen pada Dispenda Kabupaten Badung. Dalam penelitian ini ukuran kinerja dilihat dari lima perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses internal, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dan perspektif pemberdayaan pegawai. Penelitian yang dilakukan sekarang ini mempunyai kemiripan dan perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Kemiripan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu sama-sama meneliti dengan menggunakan analisis penerapan balanced scorecard sebagai alat penilaian kinerja. Tetapi perbedaannya terletak pada obyek penelitiannya yaitu yang sebelumnya koperasi umum tetapi yang ini adalah koperasi karyawan. Dimana pada penelitian ini pemilik (anggota koperasi) adalah juga sebagai pelanggan, sehingga dalam penelitian ini nanti dibedakan antara pelanggan anggota koperasi dan pelanggan non anggota. 2.6. Kerangkan Konsep Penelitian Untuk mewujudkan akuntabilitas publik, khususnya pertanggung-jawaban terhadap anggota, Koperasi Karyawan Widhya Guna Artha perlu melakukan pengukuran atas kinerja organisasinya secara komprehensif untuk mengetahui keberhasilan maupun kegagalan dalam melaksanakan misi organisasinya. Selama ini pengukuran kinerja yang dilakukan oleh koperasi umumnya berpedoman pada penilaian kinerja koperasi yang diterbitkan oleh Departemen Koperasi, yaitu pedoman penilaian klasifikasi koperasi nomor 129/Kep/M/KUKM /XI/2002

34 yang terdiri atas rasio rentabilitas modal sendiri, return on asset, asset turn over, profitabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan modal sendiri. Model penilaian kinerja seperti ini belum mampu menterjemahkan keberhasilan maupun kegagalan visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi. Atas dasar permasalahan tersebut muncul pemikiran untuk menemukan model pengukuran kinerja yang dapat memenuhi pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran organisasi. Kemudian muncul pertanyaan bagaimana jika Balanced Scorecard digunakan sebagai alternatif penilaian kinerja pada Koperasi Karyawan Widhya Guna Artha. Koperasi selaku badan usaha yang tergolong organisasi modern (Hanel, 1989) dan oleh karena itu dalam aktivitasnya diharapkan telah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, pengembangan organisasi, penggolongan aktiva, pengembangan pemasaran, dan penggolongan keuangan serta pengembangan kemitraan. Dengan demikian pengukuran kinerja dengan balanced Scorecard tersebut pada hakekatnya dapat dilakukan berdasarkan kajian berbagai aspek dan jika diperlukan dapat dilakukan modifikasi sesuai dengan karakter organisasi koperasi sebagai usaha dan kumpulan orangorang yang disebut anggota. Selanjutnya di dalam implementasinya terdapat koperasi yang perlu ditentukan variable pengukuran kinerja yakni aspek keorganisasian, aspek keuangan, aspek keanggotaan, dan aspek kemitraan serta aspek pemasaran/pelayanan. Dalam hal ini, balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategis yang berdasarkan strategi dan tolok ukur kinerja untuk empat perspektif yang berbeda yaitu, keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran

35 /pertumbuhan. Pengukuran perspektif keuangan meliputi, rasio likuiditas (current ratio dan quick ratio), rasio profitabilitas (net profit margin, return on assets, dan return on equity), rasio solvabilitas (total assets to debt ratio, networth to debt ratio, dan rasio leverage (total debt to total Assets ratio dan total debt to equity ratio), dan rasio aktivita menyangkut total assets Turn Over. Pengukuran perspektif pelanggan meliputi akuisisi pelanggan dan kepuasan pelanggan (anggota dan non anggota). Pengukuran perspektif bisnis internal meliputi Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE). Pengukuran perspektif pembelajaran dan pertumbuhan meliputi produktivitas karyawan, dan tingkat Kepuasan Karyawan. Lebih jelas uraian ini diabstraksikan ke dalam Gambar 2.3.

36 Koperasi Karyawan Widhya Guna Artha Neraca RAT 2010-2014 (Kinerja Parsial) Kinerja Komprehensif (Keuangan, Proses Bisnis Internal, pembelajaran dan pertumbuhan, kepuasan pelanggan) Penilaian Kinerja dengan Metode Balanced Scorecard Perspektif keuangan Perspektif pelanggan Rasio Likuiditas : 1. Current ratio 2. Quick Ratio Rasio profitabilitas : 1. Net profit margin 2. Return on assest 3. Return on equity Rasio Solvabilitas : 1. Total assets to debt ratio 2. Networth to debt ratio Rasio Leverage : 1. Total debt to total Assets ratio 2. Total debt to equity ratio Rasio aktivitas : Total asset Turn Over 1. Akuisisi pelanggan 2. Kepuasan pelanggan (anggota dan non anggota) Kinerja Kopkar WGA Perspektif Proses Bisnis internal Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) Perspektif Pembelajaran dan pertumbuhan 1. Produktivitas karyawan 2. Tingkat Kepuasan Karyawan Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Kinerja Kopkar Widhya Guna Artha Denpasar Propinsi Bali melalui Pendekatan Balance Scorecard Tahun 2015