BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

serta mengembangkan perangkat peraturan pendukung, serta pengembangan sistem pendanaan perumahan. Salah satu alternatif dalam pendanaan perumahan yang

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. patut, dinyatakan sebagai penyalahgunaan hak. 1 Salah satu bidang hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

Kemitraan sebagai kerjasama usaha yang telah dipilih oleh. pemerintah untuk dijadikan pola untuk memberdayakan usaha kecil,

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT. hubungan antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat secara sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang-undang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus dengan cara bekerja. Bekerja dapat dilakukan sendiri tanpa harus bekerja dengan orang lain, misalnya dengan berwiraswasta. Untuk berwiraswasta dibutuhkan modal kerja. Untuk mendapatkan modal kerja tersebut ada berbagai cara yang ditempuh, di antaranya adalah dengan meminjam kepada pihak lain. Adanya hubungan pinjam-meminjam tersebut diawali dengan pembuatan kesepakatan anatara peminjam (debitur) dan yang meminjamkan (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian tersebut dapat berupa perjanjian lisan dapat pula dalam bentuk perjanjian tertulis. Perjanjian utang-piutang dalam perjanjian tertulis ada yang dibuat dengan akta dibawah tangan, ada pula yang dibuat dengan akta notaris. Perjanjian utang antara debitur dan kreditur dituangkan dalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit memuat hak dan kewajiban dari debitur dan kreditur. Perjanjian kredit diharapkan akan membuat para pihak yang terikat dalam perjanjian memenuhi segala kewajibanya dengan baik. Namun didalam perjanjian pinjam-meminjam tersebut ada kalanya salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian sesuai dengan yang telah disepakati bersama.

2 Perjanjian kredit hendaknya dibuat secara tertulis karena dengan bentuknya yang tertulis akan lebih mudah untuk dipergunakan sebagai bukti apabila dikemudian hari ada hal-hal yang tidak diinginkan. Didalam hukum perdata bukti tertulis merupakan bukti utama dengan dituangkannya perjanjian ke dalam bentuk tertulis maka masing-masing pihak akan mendapat kepastian hukum terhadap perjanjian yang dibuatnya. Apabila di dalam hubungan perutangan debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela, kreditur mempuyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya bila utang tersebut sudah dapat ditagih, yaitu terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai jaminan. Hak pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara menjual benda-benda jaminan dari debitur yang kemudian hasil dari penjualan tersebut digunakan untuk memenuhi hutang debitur. Akan tetapi penyitaan barang jaminan itu harus ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak debitur dan harus ada persetujuan dari pihak debitur juga. Apabila penyitaan barang jaminan tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak debitur maka pihak kreditur dapat dinyatakan wanprestasi karena memang sudah ada perjanjian atau kesepakatan bahwa pihak kreditur boleh menyita barang jaminan nasabah apabila nasabah terlambat melakukan pembayaran tetapi penyitaan barang jaminan itu harus mendapat persetujuan dahulu oleh pihak debitur sebagai pemilik barang jaminan. Untuk dapat melaksanakan pemenuhan haknya terhadap benda-benda tertentu dari debitur yag dijaminkan tersebut yaitu dengan cara melalui eksekusi

3 benda jaminan maka kreditur harus mempuyai alasan untuk melakukan eksekusi melalui penyitaan eksekutorial. 1 Contohnya dalam pasal 1365 KUH Perdata yang dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut : Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian kepada sesorang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut Juga dalam pasal 1366 KUH Perdata diatur sebagai berikut : Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kekurang hati-hatiannya. Dalam UUPK, hal itu diatur dalam pasal 45 ayat (1) bahwa: Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Begitu pula perjanjian yang dilakukan oleh pihak Koperasi Mekar Surya. Dalam hal tertentu Koperasi Mekar Surya dapat disebut sebagai pihak kreditor yakni ketika berhak menerima pembayaran sejumlah uang dari nasabah yang melakukan kredit atas pinjaman yang telah diberikan dari pihak koperasi mekar surya. yang sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian yang telah disepakati.dan pihak kedua disebut sebagai debitor ketika wajib melunasi kredit yanag telah didapat dari pihak kreditor. Namun dilain pihak koperasi mekar surya dapat 1 Sri redjeki hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan.Sinar Grafiti, Jakarta, 1992 hal 32-33

4 berganti posisi sebagai debitor ketika wajib memberikan sejumlah dana pada nasabah yang memerlukan. Dan oihak kedua disebut sebagai kreditor ketika berhak menerima sejumlah uang atas kredit yang telah dilakukan. Koperasi Mekar Surya menganalogikan perjanjian yang dilaksanakan tersebut adalah perjanjian kredit. sebelum melakukan perjanjian harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Dan para pihak wajib mentaati semua perjanjian yang telah dibuat. Apabila ada salah satu pihak yang mengingkari maka dapat dikatakan perjanjian itu wanprestasi. Salah satu bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pihak nasabah terhadap pihak Koperasi Serba Usaha Mekar Surya ialah adanya pengingkaran janji oleh pihak nasabah yang mana pembayaran kembali dari pinjaman tesebut beserta bunga dan biaya administarsi yang terhutang oleh pihak kedua atau nasabah tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Disebut wanprestasi jika melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian, dan disebut sebagai perbuatan melawan hukum jika perbuatan itu dilakukan secara sepihak oleh pihak koperasi tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada nasabah atau ada perjanjian terlebih dahulu secara tertulis. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka judul yang akan diangkat oleh penulis adalah WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT SIMPAN PINJAM KOPERASI SERBA USAHA MEKAR SURYA KARANGANYAR SOLO

5 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian kredit pada koperasi serba usaha mekar surya? 2. Bagaimana cara penyelesaian hukumnya terhadap wanprestasi yang terjadi? C. Tujuan Penelitian Tujuan Penulis mengadakan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pihak nasabah terhadap pihak Koperasi Serba Usaha Mekar Surya di Kabupaten Karanganyar Surakarta 2. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian bila terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan pinjaman kredit simpan pinjam di Kabupaten Karanganyar. D. TINJAUAN PUSTAKA 1. TINJAUAN TENTANG WANPRESTASI YANG TERJADI DALAM PERJANJIAN a. Tinjauan Umum Sebenarnya yang dimaksud wanprestasi itu sendiri adalah apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya. Ia alpa atau lalai atau ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau

6 berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukanya. Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) dapat berupa empat macam : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. 2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. 3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Karena wanprestasi (kelalaian) mempunyai akibat - akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan terlebih dahulu apakah pihak debitur atau kreditur wanprestasi atau lalai, dan apabila hal itu disangakal olehnya maka harus dibuktikan di depan hakim Pasal 1267 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata mengatakan : Pihak yang merasa perjanjian tidak dipenuhi boleh memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lainnya untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai pengantian biaya rugi dan bunga. Ada tiga kemungkinan bentuk gugatan yang mungkin diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat dari wanprestasi, yaitu : a.secara Parate executie. Dimana debitur dapat melakukan tuntutan sendiri secara langsung kepada kreditur tanpa melalui pengadilan. Dalam hal ini pihak yang bersangkutan bertindak secara eigenrichting (menjadi hakim sendiri secara bersama sama).

7 Pada prakteknya, parate executie berlaku pada perikatan yang ringan dan nilai ekonomisnya kecil. b. Secara arbitrage (arbitrase) atau perwasitan ; Karena debitur merasakan dirugikan akibat wanprestasi pihak kreditur, maka antara debitur dan kreditur bersepakat untuk menyelesaikan persengketaan masalah mereka itu kepada wasit (arbitrator). Apabila arbitratrator telah memutuskan sengketa itu, maka pihak kreditur maupun debitur harus mentaati setiap putusan, walaupun putusan itu menguntungkan atau merugikan salah satu pihak. c. Secara rieelee executie Yaitu cara penyelesaian sengketa antara kreditur dan debitur melalui hakim di pengadilan. Biasanya dalam sengketa masalah besar dan nilai ekonomisnya tinggi atau antara pihak kreditur dan debitur tidak ada konsensus penyelesaian sengketa dengan cara parate executie di depan hakim di pengadilan. Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam pasal 1365 sampai dengan pasal 1380 KUHPER. Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian ( Pasal 1365 KUHPER ). Dinamakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan ketentuan undangundang, tetapi juga aturan- aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum itu.; antara lain kerugian- kerugian dan perbuatan

8 itu harus ada hubungannya yang langsung kerugian itu disebabkan karena kesalahan pembuat. Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan (kelalaian) Perbuatan melawan hukum tidak hanya terdiri atas satu perbuatan, tetapi juga dalam tidak berbuat sesuatu. Dalam KUHPER ditentukan pula bahwa setiap orang tidak saja bertanggungjawab terhadap kerugian yang disebabkan karena perbuatanya sendiri, tetapi juga terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan orang-orang yang ditanggungnya, atau karena barang- barang yang berada dibawah pengawasanya. Dari ketentuan tersebut diatas dapat dilihat, bahwa dasar hubungan antara inti dan plasma adalah suatu perjanjian atau kontrak yang berarti para pihak dalam hal inti dan plasma mempunyai hak dan kewajiban. Adapun rumusan perjanjian menurut ketentuan pasal 1313 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yaitu suatu persetujuan adalah suatu perbuatan, dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Definisi yang disebutkan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut sebenarnya tidak lengkap, karena istilah perbuatan yang dipakai akan mencakup juga perbuatan melawan hukum dan perwalian sukarela, padahal yang dimaksudkan adalah perbuatan hukum 2 Sarjana Hukum yang lain juga mengangap bahwa definisi perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata itu tidak lengkap dan terlalu luas. Abdulkadir Muhamad misalnya merumuskan perjanjanjian sebagai suatu persetujuan dengan mana orang dua orang atau lebih mengikatkan diri, untuk melaksanakan suatu hal 2 R.Setiawan 1979, Pokok_- Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, hal. 49.

9 dalam lapangan harta kekayaan 3. Kemudian Wirjono Projodikoro mengartikan perjanjian sebagai sutu perhubungan hukum mengenai harta benda antara kedua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu 4. Dari kesemua rumusan pengertian perjanjian menurut para sarjana tersebut diatas, maka dapat ditarik unsur- unsur dari perjanjian yaitu: 1.) Ada pihak- pihak. Sedikitnya dua orang pihak, pihak ini disebut subyek perjanjian. Subyek dapat manusia maupun badan hukum dan harus mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan Undang- Undang. 2.) Ada persetujuan antara pihak- pihak. Persetujuan antara pihak pihak tersebut sifatnya tetap bukan suatu perundingan Dalam perundingan umumnya dibicarakan mengenai syaratsyarat dan obyek perjanjian itu, maka timbulah persetujuan. 3.) Ada tujuan yang akan dicapai Mengenai tujuan para pihak hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh Undang-Undang. 4.) Ada prestasi yang akan dilaksanakan. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak- pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang dan penjual berkewajiban untuk membayar harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang. 3 Abdulkadir Muhhamad, 1990 Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 78 4 Wirjono Projodikoro, Asas -Asas Hukum Perjanjian, Balai, Bandung, hal 49

10 5.) Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. 6.) Perlunya bentuk tertentu ini karena ada ketentuan Undang-Undang yang menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan sebagai bukti yang kuat. 7.) Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Dari syarat-syarat tertentu ini dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Syarat-syarat ini terdiri dari syarat pokok yang menimbulkan hak dan kewajiban pokok. Dalam hukum perjanjian, selain unsur- unsur perjanjian juga terdapat jenis- jenis perjanjian yang ada. Jenis jenis perjanjian tersebut antara lain: 1.) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud maupun tidak berwujud seperti hak. 5 2.) Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan alas hak yang membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi ini ada hubungannya menurut hukum. 6 3.) Perjanjian Bernama dan tidak Bernama 5 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit hal 18 6 Ibid,hal 87

11 Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya perjanjian jual beli. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas. 7 4.) Perjanjian kebendaan dan obligatoir Perjanjian Kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbul hak dan kewajiban pihak- pihak. 8 5.) Perjanjian Konsensual dan perjanjian Real Perjanjian konsensual dalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak- pihak. Perjanjian real adalah perjanjian yang disamping ada persetujuan kehendak juga sekaligus ada penyerahan nyata atas barangnya. 9 Contoh dari perjanjian Real adalah Perjanjian Pemasaran dibagi menjadi dua yakni perjanjian pemasaran Ekslusif dan perjanjian pemasaran selektif. Perjanjian pemasaran Ekslusif adalah perjanjian antara produsen dengan agen, dimana melalui perjanjian tersebut pemasok wajib memasok barang atau jasa ke wilayah tertentu untuk dijual kembali. Perjanjian 7 Ibid, hal 87 8 Ibid hal 87 9 Ibid hal 89

12 Pemasaran selektif adalah suatu organisasi penjualan, dimana produsen membatasi diri hanya kepada pemasok tertentu didalam wilayah tertentu. 6.) Perjanjian Liberatoir Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang (kwijtschelding) Pasal 1438 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata 10. 7.) Perjanjian Pembuktian Perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka 11. 8.) Perjanjian Untung- untungan. Perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian, misalnya perjanjian asuransi Pasal 1774 Kitab Undang- undang Hukum Perdata. 12 9.) Perjanjian Publik Perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan, (subordinated) jadi tidak berbeda dalam kedudukan yang sama (co-ordinated) 10.) Perjanjian Campuran Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar tapi pula 10 Mariam Darus Badrulzaman dkk, Op.Cit, hal.68 11 Ibid, hal.69 12 Ibid, hal.69

13 menyajikan makanan.da juga memberikan pelayanan. 13 Dan pada masalah diatas perjanjian kredit simpan pinjam dapat dikategorikan sebagai perjanjian timbal balik yang maksud dari perjanjian timbal balik itu sendiri adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yaitu pihak bank itu sendiri dan juga pihak nasabah. Pasal 1338 KUH Perdata mengandung asas konsensualisme, yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian mengikat setelah adanya kata sepakat. Keterikatan para pihak adalah keterikatan pada isi perjanjian yang mereka buat sendiri. Maka dengan ketentuan tersebut berarti para pihak harus mentaati dan melaksanakan apa yang telah mereka sepakati bersama. Namun yang sangat penting adalah suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dari kedua belah pihak. Apabila ada salah satu pihak yang menyimpangi perjanjian yang dibuat, hal ini dinamakan wanprestasi. Pengertian umum tentang wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan menurut selayaknya 14. Dalam perjanjian kredit asas itikad baik dan kepercayaan sangat penting digunakan sebagai dasar perjanjian itu dibuat. Dengan adanya dua hal tersebut, maka perjanjian itu dapat dibuat. Namun dua hal tersebut pula wanprestasi dapat saja terjadi. Wanprestasi dapat berupa 15. 1.) Sama sekali tidak memenuhi prestasi. 2.) Tidak tunai memenuhi prestasi. 13 Ibid, hal 69 14 M Yahya Harahap, Segi-segi Hukum perjanjian, Ctk Kedua, Alumni, Bandung, 1986, hal 60. 15 H.Riduan Syahrani, Seluk beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, ctk pertama, edisi kedua, PT Alumni, Bandung,2004, hal 218

14 3.) Terlambat memenuhi prestasi. 4.) Keliru memenuhi prestasi. Pada dasarnya pengertian kredit itu sendiri adalah kredit menurut asal mula yaitu dari kata Credere yang artinya adalah kepercayaan maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sedangkan bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali.dari pengertian diatas dapatlah dijelaskan bahwa baik kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya uang, misalnya bank membiayai kredit untuk mendirikan bangunan atau pembelian kendaraan. Kemudian adanya kesepakatan keduanya dengan suatu perjanjian yang telah dibuatanya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama, serta sangsi apabila debitur serta kreditur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama. 2. Prinsip- Prinsip Pemberian Kredit Dalam pemberian kredit bank harus memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang benar. Artinya sebelum fasilitas kredit diberikan bank harus merasa yakin terlebih dahulu bahwa kredit yang diberikan benar-benar kemabali. Hal ini diperoleh dari hasil penilaian sebelum kredit disalurkan. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai prinsip untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabah. Prinsip Pemberian kredit dengan analisis 5 C daapt dijelaskan sebagai berikut:

15 a. Prinsip Character Character adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini calon debitur. Tujuanya untuk memberikan keyakinan kepada bank bahwa, sifat atau watak dari orang orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya. b. Capacity Untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuanya mencari laba. c. Capital. Biasanya bank tidak akan bersedia untuk membiayai suatu usaha 100% artinya setiap nasabah yang mengajukan permohonan kredit harus pula menyediakan dana dari sumber lainnya atau modal sendiri. d. Collateral Jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahanya. e. Condition Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk dimasa yang akan datang. Dalam kondisi perekonomian yang kurang stabil sebaiknya pemberian kredit untuk sektor tertentu ditangguhkan.

16 3. Teknik Penyelesaian Kredit Macet Hampir setiap Bank/ Koperasi mengalami kredit macet atau nasabah tidak mampu lagi untuk melunasi kreditnya. Kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh 2 faktor yaitu: a. Dari pihak Perbankan / Koperasi Dalam hal ini pihak analisis kredit kurang teliti dalam mengecek kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam melakukan perhitungan dengan rasio-rasio yang ada. Akibatnya apa yang seharusnnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya. Kemacetan suatu kredit dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analisis kredit dengan debitur sehingga analisisnya dilakukan secara tidak obyektif. b. Dari pihak nasabah Kemacetan kredit disebabkan oleh nasabah diakibatkan 2 hal yaitu 1.) Adanya unsur kesengajaan 2.) Adanya unsur tidak sengaja Penyelamatan terhadap kredit macet dilakukan dengan beberapa metode yaitu: a.) Rescheduling (1.) Memperpanjang jangka waktu kredit. (2.) Memperpanjang jangka waktu angsuran. b.) Reconditioning (1.) Kapitalisasi bunga. (2.) Penundaan Pembayaran bunga sampai waktu tertentu.

17 (3.) Penurunan suku bunga. (4.) Pembebasan Bunga. C.) Restructuring (1.) Menambah jumlah kredit. (2.) Menambah equity. d.) Kombinasi Merupakan kombinasi dari ketiga jenis metode diatas. e.) Penyitaan Jaminan Penyitaan Jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar- benar tidak punya etika baik atau sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang- hutanngnya dangan syarat penyitaan harus ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak debitur. 4. Metode Penelitian a. Obyek Penelitian Pelaksanaan perjanjian kredit antara pihak Koperasi Serba Usaha Mekar Surya dengan Mitra Usaha di Kabupaten Karanganyar Solo b. Subyek Penelitian 1.) Pimpinan Koperasi Serba Usaha Mekar Surya 2.) Mitra Usaha / debitur Koperasi Serba Usaha Mekar Surya 3.) Sumber Data Sumber data yang dipergunakan adalah :

18 a.) Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian yang dilakukan dilapangan, dilakukan melalui pengamatan secara langsung dan wawancara.wawancara dilakukan dengan serangkaian pertanyaan secara lannsung dan atau tidak langsung dengan pihak responden berdasarkan pada pertanyaan yang telah disusun secara sistematis. b.) Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer terdiri dari : Berbagai bahan kepustakaan, hasil-hasil penelitian, seminar serta tulisan-tulisan yang mengupas materi penelitian. c.) Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, dalam hal ini yang dipergunakan adalah kamus atau ensiklopedia d.) Metode Pegumpulan Data Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu metode yang digunakan untuk melihat permasalahan berdasakan hukum tertulis maupun tidak tertulis

19 e.) Analisis Data Dilakukan secara deskriptif kalitif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1). Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian. (2).Hasil klasifikasi data selanjutnya disestematisasikan (3).Data yang telah disestematisasikan kemudian dianalisis untuk dasar dalam mengambil kesimpulan.