SKENARIO BARU BAGI IMPLEMENTASI ASESMEN KINERJA PADA PEMBELAJARAN SAINS DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
KEMAMPUAN CALON GURU BIOLOGI DALAM MENYUSUN RUBRIK ANALITIS PADA ASESMEN KINERJA PEMBELAJARAN

TEKNIK-TEKNIK ASESMEN YANG DIKEMBANGKAN DALAM PENDIDIKAN GURU BIOLOGI

TEKNIK-TEKNIK ASSESMEN YANG DIKEMBANGKAN DALAM PENDIDIKAN GURU BIOLOGI DI FPMIPA UPI

Efektivitas Program Pembekalan Kemampuan Calon Guru Kimia dalam Bidang Penilaian Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENILAIAN HASIL BELAJAR IPA

EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBEKALAN KEMAMPUAN CALON GURU KIMIA DALAM BIDANG PENILAIAN PEMBELAJARAN

praktikum sebagai sarana mempelajari konsep biologi (Kertodirekso et al., 1986).

PENGERTIAN DAN ESENSI KONSEP EVALUASI, ASESMEN, TES, DAN PENGUKURAN

Oleh : Ana Ratna Wulan (FPMIPA UPI)

NI WAYAN PUTU MEIKAPASA. Fak. Pertanian Univ. Mahasaraswati Mataram.

PENINGKATAN KEMAMPUAN ASESMEN MAHASISWA CALON GURU KIMIA MELALUI PENGEMBANGAN PROGRAM PERKULIAHAN EVALUASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS INKUIRI

Alternative Assessment its Benefits on Botanic Phanerogamae Lecture Departement of Biology Education FPMIPA UPI

DAFTAR PUSTAKA. A, Cece. Wijaya, (1991) Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosda karya

EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBEKALAN KEMAMPUAN ASESMEN BAGI CALON GURU KIMIA DALAM PEMBELAJARAN. Abstrak

MODEL PERKULIAHAN INDUKTIF PADA MATAKULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN CALON GURU DALAM MEMAHAMI KONSEP-KONSEP PENILAIAN

PENGEMBANGAN ASESMEN PEMBELAJARAN SESUAI TUNTUTAN KURIKULUM 2013 PADA MATERI FOTOSINTESIS DI SMP

KOMPETENSI PENDIDIK DALAM BIDANG PENILAIAN

SILABUS. Pertemuan ke-2 Pertemuan ini membahas dan mendiskusikan tentang peranan formatif asesmen dan sumatif asesmen pada proses pembelajaran sejarah

Ana Ratna Wulan STRATEGI ASESMEN PORTOFOLIO PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI DI SMA (FPMIPA, UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA)

ASESMEN PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Asesmen Portofolio dalam Pembelajaran (IPA) Di Sekolah Dasar. *Nuryani Y. Rustaman & **Andrian Rustaman

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA

PELATIHANAN PENYUSUNAN ASESMEN OTENTIK KURIKULUM 2013 PADA GURU-GURU PENGAMPU MATA PELAJARAN PRODUKTIF DI SMK NEGERI KABUPATEN BULELENG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SILABUS. : Penilaian &Evaluasi Pembelajaran Sains/

PENILAIAN KINERJA DAN PORTOFOLIO PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI. Ana Ratna Wulan FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. curriculum) ke kurikulum berbasis kompetensi (competency based. menuntut siswa untuk menerapkan langsung konsep yang di dapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (Sains) merupakan salah satu konsep yang ditawarkan di

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

KEMAMPUAN ASSESSMENT PEMBELAJARAN KIMIA MAHASISWA CALON GURU. Abstrak

SILABUS EVALUASI PEMBELAJARAN. Diperiksa Oleh : Dr. H. Saefudin, M.Si. (Ketua Program Studi Pend. Biologi)

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN KINERJA PRAKTIKUM PEMISAHAN CAMPURAN DUA ZAT CAIR

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

PENILAIAN PORTOFOLIO. Nuryani Y. Rustaman *FPMlPA & PPS Universitas Pendidikan Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN STANDAR KOMPETENSI PENDIDIK DALAM PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR (Studi tahun 2012, 2013, 2014, 2015)

ASESMEN KINERJA PROSES DAN PRODUK. [Bahan Makalah Asesmen Alternatif dalam Pendidikan IPA] Oleh: Thoha Firdaus Susi Martini [KANDIAT DOKTOR UPI]

Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standard Kompetensi

DAFTAR PUSTAKA. Anderson, L.W. (1996). The Effective Teacher Study Guide and Reading. Mc Graw Hill: International Edition.

I. PENDAHULUAN. Menurut Depdiknas (2004), asesmen sangat penting dilakukan untuk memperoleh

Pemahaman Konsep Siswa pada Materi Plantae Di Kelas X SMAN Aceh Besar

RENCANA PERKULIAHAN SEMESTER (RPS) JURUSAN BIOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS MODUL DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP JAMUR

BAB I PENDAHULUAN. Penilaian atau asesmen dalam pembelajaran memiliki kedudukan yang

PENGEMBANGAN ASESMEN ALTERNATIF PORTOFOLIO IPA KELAS VIII MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA

Arsini Dosen Jurusan Tadris Fisika FITK IAIN Walisongo

I. PENDAHULUAN. Asesmen atau penilaian merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riskan Qadar, 2015

PENTINGNYA ASESMEN ALTERNATIF DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR DAN MEMBACA ILMIAH SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

Untuk Guru-guru MTs-DEPAG

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neni Yuningsih, 2013

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIB SMPN 3 PARINGIN PADA MATERI POKOK CAHAYA MELALUI PENDEKATAN GUIDED INQUIRY

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

Desain Proyek Efektif: Mengajar Berpikir Menilai Pemikiran

Oleh: Gunawan Guru SMP Negeri 1 Raha Kabupaten Muna

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi

P MB M ELAJARAN N FIS I I S K I A

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rezki Prima Putri, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.

BAB III METODE PENELITIAN

KEMAMPUAN DASAR BEKERJA ILMIAH DALAM PENDIDIKAN SAINS DAN ASESMENNYA. Prof. Dr. Nuryani Y. Rustaman

2014 PENERAPAN ASESMEN BERDASARKAN KURIKULUM 2013 PADA PEMBELAJARAN RESPIRASI SERANGGA DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

Silabus Evaluasi Pembelajaran Fisika FI 462

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Evaluasi Pembelajaran Fisika

DAFTAR PUSTAKA. Arends, R. I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

PROFIL LITERASI SAINS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat belajar IPA adalah sebagai produk dan sebagai proses, maka

Pengembangan E-Academic Record Sebagai Implementasi Alternative Assesment Dalam Pembelajaran. Sri Andayani, Kuswari Hernawati.

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SILABUS. : Metode Penelitian Pendidikan Sejarah

PENGEMBANGAN ALAT PENILAIAN BERBASIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS PADA PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN

EVALUASI PEMBELAJARAN KIMIA. Dosen : Nahadi,SPd.MSi. MPd.

I. PENDAHULUAN. seberapa jauh seorang siswa atau sekelompok siswa mencapai tujuan. (Kusaeri dan Suprananto, 2012). Dalam Permendiknas Nomor 20 tahun

PENYUSUNAN ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR *) Oleh: Ali Muhson, M.Pd. **)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizma Yuansih, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia Repository.upi.edu Perpustakaan.upi.edu

PEMANFAATAN MICROSOFT ACCESS SEBAGAI PEREKAM KINERJA AKADEMIK MAHASISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN

BIOLOGY EDUCATION FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION UNIVERSITY OF RIAU

Semester : 6 Kelompok mata kuliah : MKKP Program studi/program : Pendidikan Fisika/S-1

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh mahasiswa untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Inisiasi III ASESMEN PEMBELJARAN SD

PERAN ASESMEN KINERJA DALAM MENINGKATKAN HABITS OF MIND SISWA

USAHA MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PRAKTIKUM ELEKTRONIKA I MELALUI SEMINAR HASIL DAN PENILAIAN KINERJA MAHASISWA

MODEL EVALUASI BERBASIS KOMPETENSI MATAKULIAH MENGGAMBAR TEKNIK MESIN

KODE MK POR 587 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN DAN REKREASI JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA FPOK UPI

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri

PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN SAINS. Rini Solihat Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

PERFORMANCE ASSESSMENT UNTUK FASE ORIENTASI PADA PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING SISWA SMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Transkripsi:

SKENARIO BARU BAGI IMPLEMENTASI ASESMEN KINERJA PADA PEMBELAJARAN SAINS DI INDONESIA Dr. Ana Ratna Wulan (FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia) Abstrak Asesmen kinerja telah direkomendasikan oleh para ahli asesmen sebagai penilaian otentik pada pembelajaran sains. Besarnya potensi asesmen kinerja dalam menilai kemampuan proses sains belum dimanfaatkan oleh sebagian besar guru sains. Besarnya jumlah siswa, tingginya beban mengajar guru dan keterbatasan waktu mengakibatkan asesmen tersebut tidak dapat dilaksanakan di sekolah. Prosedur asesmen kinerja yang ditawarkan oleh para ahli asesmen juga terlalu rumit sehingga sulit dipelajari dan sulit dilaksanakan pada pembelajaran seharihari. Belum ada metode praktis bagi pelaksanaan asesmen kinerja pada setting pembelajaran sains di Indonesia. Pada saat ini, tes masih dijadikan sebagai alat penilaian utama pada pembelajaran sains. Studi mendalam selama lima tahun telah menghasilkan suatu skenario baru bagi implementasi asesmen kinerja yang sesuai dengan konteks pembelajaran sains seharihari di sekolah. Kata kunci : skenario baru, asesmen kinerja, pembelajaran sains di Indonesia Tes sering dijadikan sebagai satusatunya alat pengambil keputusan tentang siswa pada pembelajaran. Padahal seluruh hasil belajar tidak dapat dinilai hanya menggunakan tes saja. Standar asesmen pembelajaran sains juga telah mengalami pergeseran penekanan dari yang mudah dinilai menjadi yang penting dinilai (National Research Council/NRC, 1996). Penilaian pembelajaran sains kini lebih ditekankan pada pemahaman dan penalaran ilmiah. Tes tradisional (paper and pencil test) yang hanya menilai pengetahuan ilmiah tidak sesuai lagi dengan tuntutan kurikulum (Mokhtari et al.,1996). Suatu penilaian otentik diperlukan untuk menilai kemampuan (ability) siswa dalam situasi nyata /real life situations (http:www. Usoe.k12.ut.us/curr/science/Perform/PAST5.htm). Pembelajaran sains dewasa ini masih kurang memberi wawasan berpikir dan kurang mengembangkan kemampuan kerja ilmiah. Padahal pembelajaran sains semestinya dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalahmasalah lingkungan dan wawasan berpikir untuk kehidupan masa depan yang baik (Rutherford & Ahlgren, 1990; Rustaman, 2006). Apabila mengacu pada NRC (1996) rendahnya kontribusi pembelajaran sains terhadap kelulushidupan warga negara mungkin disebabkan karena penggunaan asesmen yang tidak tepat sehingga warga negara hanya dipersiapkan untuk menguasai pengetahuan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memasukkan kerja ilmiah atau kemampuan inkuiri ke dalam ruang lingkup bahan kajian. Kemampuan inkuiri menjadi aspek penting penilaian. Para guru sains dituntut untuk menilai kemampuan kerja ilmiah siswa (Depdiknas, 2006). Kemampuan inkuiri menurut Beyer (1971) merupakan suatu ability (interaksi kompleks sejumlah pengetahuan, sikap, dan keterampilan ilmiah). National Science Teacher Association & Association for the 1

Education of Teachers in Science/NSTA & AETS (1998) menyatakan inkuiri sebagai pengembangan dan penggunaan higher order thinking skills. Dengan demikian asesmen inkuiri semestinya berbeda dari asesmen tradisional (paper and pencil test). Tes tradisional (objective test) tidak dapat digunakan untuk menilai penalaran ilmiah yang mendalam. Tes obyektif juga sulit mengukur pemahaman tentang hakekat sains dan proses bagaimana saintis bekerja (Marzano, 1994; NRC, 2000). Tes obyektif tidak dapat mengukur kemampuan higher order thinking yang dituntut pada pembelajaran sains (http:www. Usoe.k12.ut.us/curr/science/Perform/PAST5.htm). Dengan demikian tes obyektif kurang sesuai untuk mengukur pencapaian seluruh tujuan penting kurikulum sains di sekolah. Penggunaan asesmen kinerja di sekolah masih sangat terbatas (Wulan, 2003 2007). Fakta tersebut bersesuaian dengan hasilhasil penelitian lainnya (Gabel, 1993; Banta et al., 1996; Winahyu, 1993; Ramdi, 1999; Iskandar, 2000). Hasil penelitian Wulan (2003, 2007) dan Iskandar (2000) mengungkap tentang kesulitan guru dalam melaksanakan asesmen kinerja di sekolah. Suatu penelitian pendahuluan telah dilakukan untuk menggali lebih dalam tentang kendala yang dihadapi guru sains dalam melaksanakan asesmen kinerja (Wulan, 2008). Responden pada penelitian tersebut adalah 74 orang guru sains dari berbagai sekolah di Jawa Barat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ditemukan (0 %) guru sains yang benarbenar memahami asesmen kinerja. Hanya sebagian (55,41%) guru sains yang pernah melaksanakan asesmen kinerja sekurangkurangnya satu kali. Pada umumnya mereka menggunakan asesmen kinerja hanya pada ujian akhir praktikum untuk menentukan kelulusan. Beberapa guru sains yang pernah melakukan asesmen kinerja untuk praktikum seharihari mengaku hanya mampu menilai siswa secara kelompok, itupun secara bergantian. Dalam satu kegiatan praktikum, mereka hanya mampu menilai dua atau tiga kelompok saja. Sebagian (54%) dari guru sains yang diteliti bahkan belum paham tentang cara melaksanakan asesmen kinerja. Hasil penelaahan mendalam terhadap hasilhasil penelitian menemukan bahwa konsep dan prinsip asesmen kinerja yang ditawarkan para ahli asesmen selama ini kurang sesuai dengan kebutuhan guru dan kondisi sekolah di Indonesia. Model asesmen yang dicontohkan tidak sesuai untuk sekolah Indonesia yang ratarata memiliki jumlah siswa yang banyak untuk setiap kelas. Rumitnya aturan dan prosedur yang ditawarkan para ahli asesmen menyebabkan konsep tersebut sangat sulit dipelajari dan sulit diaplikasikan. Tingginya beban mengajar guru menuntut penggunaan modelmodel asesmen kinerja yang praktis, efisien dan mudah dipelajari. Penelitian Wulan (2007) telah menyederhanakan konsep asesmen kinerja yang selama ini dianut masyarakat ilmiah. Konsep asesmen kinerja tersebut disederhanakan tanpa mengabaikan esensi dan filosofinya. Meskipun begitu, hasil penelitian tersebut belum merekomendasikan suatu skenario nyata yang aplikatif dan sederhana bagi pelaksanaan asesmen kinerja di sekolah. Hasil studi mendalam selama lima tahun tentang asesmen kinerja (Wulan, 2003 2008) telah menghasilkan suatu gagasan baru tentang skenario implementasi asesmen kinerja seharihari untuk pembelajaran sains di Indonesia. Skenario tersebut telah melalui beberapa uji coba terbatas di sekolah dan telah mengalami beberapa kali revisi. Skenario tersebut diharapkan dapat menjadi jawaban atas pertanyaan yang selama ini belum terjawab yaitu: Adakah asesmen kinerja seharihari yang mudah dilaksanakan untuk kondisi ratarata sekolah di Indonesia? 2

Dasar Pemikiran bagi Reformasi Asesmen Kinerja Dasar pemikiran bagi penyusunan skenario baru asesmen kinerja ini adalah kurva normal tentang kemampuan siswa. Selama ini asesmen kinerja begitu sulit dilaksanakan di sekolah karena perhatian guru terfokus pada semua siswa dengan beragam kemampuan. Padahal jumlah ratarata siswa pada kebanyakan kelas di indonesia sangat banyak. Sering dijumpai satu kelas yang berisi sampai 48 orang siswa. Menilai kinerja siswa satu per satu pada pembelajaran seharihari tentu sangat menguras pikiran dan tenaga guru. Pada saat bersamaan, guru juga masih harus mengelola pembelajaran. Tidak akan ada seorang pun yang sanggup melaksanakan penilaian kinerja pada kondisi tersebut. Penilaian kinerja siswa akan jauh lebih mudah dilakukan apabila guru menggunakan kurva normal sebagai dasar pemikiran. Menurut kurva normal, frekuensi siswa dengan kemampuan mendekati ratarata (wilayah A dan B pada kurva) lebih banyak dibandingkan dengan frekuensi siswa dengan kemampuan rendah (wilayah C) dan frekuensi siswa dengan kemampuan tinggi (wilayah D). Dengan demikian jumlah siswa dengan kemampuan tinggi dan kemampuan rendah jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan siswa dengan kemampuan ratarata. Dalam melaksanakan asesmen kinerja, guru dapat berkonsentrasi hanya pada siswa yang berkemampuan rendah dan tinggi saja sehingga siswa yang menjadi fokus perhatian menjadi jauh lebih sedikit. Bagaimanakah dengan siswa berkemampuan ratarata yang jumlahnya jauh lebih besar? Apakah mereka tidak dinilai? Jawaban tentang pertanyaan ini akan jauh lebih jelas pada uraian selanjutnya. Dasar pemikiran ini seolaholah terlalu menyederhanakan kurva normal untuk kepentingan praktis tanpa menghiraukan pemberlakuan syaratsyarat statistik. Namun, analogi kurva normal sebagai dasar pemikiran dirasakan sangat membantu. Bagaimanapun juga kecepatan siswa dalam belajar sangat beragam. Siswasiswa dengan kecepatan belajar yang sangat tinggi dan sangat rendah merupakan minoritas pada sebagian besar setting sekolah di Indonesia. Hasilhasil uji coba terbatas pada asesmen pembelajaran di sekolah juga menunjukkan keberlakuan kurva normal tersebut pada hampir seluruh situasi pembelajaran seharihari. Gambar 1. Kurva Normal Kemampuan siswa Analogi kurva normal ini juga hanya digunakan untuk penilaian kinerja seharihari. Asesmen kinerja sebagai asesmen sumatif perlu diperlakukan dengan cara berbeda. 3

Apabila Standar Ketuntasan Minimal (SKM) dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan pada asesmen sumatif, penggunaan kurva normal sebagai dasar pemikiran tidak sesuai lagi. Meskipun demikian, perlu diingatkan kembali bahwa fokus kajian pada artikel ini adalah asesmen kinerja untuk keperluan pembelajaran seharihari. Asesmen kinerja yang dibahas di sini adalah yang digunakan sebagai umpan balik dalam membantu siswa belajar. Asesmen yang akan di bahas difokuskan pada upaya memantau dan mengembangkan potensi setiap siswa yang seringkali tidak tersentuh dalam pembelajaran seharihari. Dengan kata lain artikel ini memfokuskan asesmen kinerja sebagai asesmen formatif. Skenario Baru Penilaian Kinerja untuk pembelajaran sains seharihari Apakah yang perlu disiapkan oleh guru untuk keperluan asesmen kinerja ini? Apakah guru perlu menyusun suatu format penilaian sebelumnya? Untuk keperluan asesmen kinerja ini guru hanya perlu menyiapkan kertas HVS kosong. Dengan demikian, tidak ada format penilaian khusus yang perlu disiapkan guru sebelumnya. Cara ini akan sangat memudahkan dan meringankan tugas guru. Kertas HVS kosong Gambar 2. Kertas HVS untuk asesmen kinerja ini. Selanjutnya guru hanya perlu membuat beberapa garis horizontal sebanyak jumlah kelompok siswa. Gambar 3 menunjukkan enam garis horizontal yang dibuat guru. Setiap garis perlu diberi identitas kelompok. Pada contoh Gambar 3. identitas kelompok diberikan dalam bentuk angka romawi. Guru perlu juga mengosongkan sedikit ruang pada daerah kanan atas kertas (Lihat daerah yang diberi kotak pada Gambar 3!). Daerah tersebut digunakan untuk menuliskan rubrik sederhana yang akan memandu penilaian. Rubrik adalah seperangkat kriteria yang menunjukkan gradasi mutu kinerja dari mutu terbaik sampai mutu terendah. Skenario asesmen kinerja ini menggunakan istilah rubrik sederhana. Maksudnya adalah rubrik yang dibuat sesederhana mungkin, tanpa mengurangi efektivitasnya. Dalam menilai kemampuan prosedural tertentu, misalnya kemampuan menggunakan mikroskop, para guru sains biasanya dituntut untuk menilai semua tahap unjuk kerja siswa, mulai dari: 1) mengatur meja mikroskop: 2) meletakkan obyek/spesimen yang akan diamati; 3) menggunakan perbesaran lensa obyektif terkecil; 4) mengatur cermin dan diafragma untuk mencari cahaya; 5) menggunakan makrometer/pengatur kasar untuk memfokuskan bayangan obyek; 6) menggunakan mikrometer/pengatur halus untuk memperjelas obyek; 6) memilih lensa obyektif yang lebih besar dan lebih sesuai; 7) menggunakan makrometer/pengatur kasar dan mikrometer/pengatur halus untuk perbesaran baru; sampai pada 8) mengamati obyek/spesimen. Tuntutan tersebut menyebabkan guru kesulitan dan sangat terbebani 4

dalam melaksanakan asesmen kinerja. Tuntutan asesmen pada setiap tahapan unjuk kerja menjadi tidak realistis karena jumlah siswa yang begitu banyak. Apabila rubrik asesmen disusun berdasarkan semua tahapan unjuk kerja di atas, maka rubrik tersebut akan sangat mendetail dan kompleks. Untuk penilaian seharihari rubrik tersebut perlu disederhanakan. I II III IV V VI Gambar 3. kertas HVS yang telah diberi garis sebanyak jumlah kelompok Dalam membuat rubrik sederhana, seorang guru sains perlu mencari kinerja apakah yang paling mewakili semua tahap kemampuan yang perlu dinilai? Indikator apakah yang paling menunjukkan bahwa siswa sudah atau belum bisa menggunakan mikroskop? Berikut ini akan diberikan contoh rubrik sederhana yang menunjukkan apakah siswa sudah atau belum dapat menggunakan mikroskop. Tabel 1. Rubrik Sederhana Kemampuan Menggunakan Mikroskop: Kriteria Skor Indikator Baik 3 perbesaran tepat, obyek jelas Cukup 2 perbesaran tepat, obyek kurang jelas Kurang 1 perbesaran tidak tepat, obyek tidak tampak Berdasarkan rubrik sederhana pada Tabel 1, apabila siswa telah menggunakan perbesaran yang tepat untuk mengamati bagian tertentu pada obyek, kemudian obyek yang diamati juga tampak jelas, berarti yang bersangkutan sudah dapat mengoperaikan mikroskop. Hal tersebut berarti pula bahwa semua tahap dalam pengoperasian mikroskop yang dikemukakan sebelumnya telah dikerjakan dengan baik. Guru sains selanjutnya hanya tinggal menuliskan rubrik sederhana tersebut pada tempat yang telah disediakan pada kertas HVS (Lihat gambar 4!). Penggunaan skor 1,2,3, mungkin tidak lazim pada penggunaan seharihari di sekolah. Dalam hal ini guru boleh mengubah skor angka tersebut ke dalam nilai 5,6,7, sesuai kebutuhan. Pengubahan skor ke dalam nilai secara instan seperti ini pastinya kurang dapat diterima dalam prinsip pengukuran (measurement). Pada skenario baru asesmen seharihari, teknik pengubahan secara instan tersebut boleh saja dilakukan untuk mempermudah pekerjaan guru. 5

RUBRIK : Baik ( nilai 7) = perbesaran tepat, obyek jelas Cukup (nilai 6) = perbesaran tepat, obyek kurang jelas Kurang (nilai 5) = perbesaran tidak tepat, obyek tidak tampak HASIL PENILAIAN KINERJA SISWA MENGGUNAKAN MIKROSKOP Tgl 14 Juni 2008 I II III ( ) ( ) ( ) IV V VI ( ) ( ) ( ) Gambar 4. kertas HVS yang telah dibubuhi rubrik sederhana, tanda plusminus dan space untuk nilai kelompok Setelah rubrik dituliskan pada kertas HVS, guru sains perlu membubuhkan tanda plus dan minus pada setiap garis kelompok. Ruang tertentu [ pada contoh Gambar 4 ditunjukkan dengan tanda ( )] juga perlu disediakan untuk menuliskan nilai kelompok. Guru kemudian hanya tinggal berkeliling melihat kinerja siswa selama kegiatan praktikum/pembelajaran berlangsung. Sebagai langkah awal, guru hanya perlu memfokuskan diri pada kinerja kelompok dengan berpatokan pada rubrik sederhana yang telah dibuat. Setiap menghampiri kelompok tertentu, guru dapat langsung mengecek hasil pengoperasian mikroskop oleh siswa, apakah perbesaran yang digunakan sudah tepat untuk mengamati bagian obyek yang ditugaskan? Apakah obyek/spesimen tampak jelas?. Bila perbesaran yang digunakan oleh kelompok tidak tepat dan obyek tidak tampak, maka guru dapat membubuhkan nilai kurang (misalnya 5). Gambar 5 menunjukkan bahwa kelompok I, IV, dan VI mendapat nilai 5 (kurang) dari guru. Hasil penilaian ini menjadi umpan balik bagi guru untuk memberi bimbingan kepada ketiga kelompok tersebut pada praktikum mikroskop selanjutnya. Dalam menilai kinerja semua kelompok, guru mengacu kepada rubrik sederhana. Pada langkah selanjutnya, guru hanya perlu mencari para siswa dengan kinerja terbaik dan terendah dalam kelompok. Berdasarkan kurva normal, jumlah siswa kelompok ini lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah siswa dengan kemampuan ratarata. Siapakah yang menjadi penggerak atau pelaku utama dalam pengoperasian mikroskop? Siapakah siswa yang tidak terlibat bekerja atau terlibat bekerja, tetapi banyak melakukan kesalahan? Kriteria tersebut dapat menjadi dasar bagi guru untuk mengkategorikan siswa pada tempat plus (kemampuan tinggi) atau minus (kemampuan rendah) pada kelompoknya. Dengan demikian, guru hanya perlu memfokuskan perhatian pada siswa dengan kemampuan mencolok. 6

Sebagai contoh, hasil penilaian guru pada kelompok III menempatkan Zuly pada kemampuan plus () bila dibandingkan dengan anggota kelompok lainnya. Fani ditempatkan pada kemampuan minus () bila dibandingkan dengan anggota kelompok lainnya. Anggotaanggota kelompok lainnya (sisanya, selain Zuly dan Fani) akan mendapatkan nilai ratarata kelompok yaitu 7. Bagaimanakah guru memberi nilai untuk Zuly dan Fani? Zuly dapat diberi nilai 8 (satu angka lebih tinggi dari nilai kelompok), sedangkan Fani dapat diberi angka 6 (satu angka lebih rendah dari nilai kelompok). Hasil penilaian guru pada kelompok VI menunjukkan bahwa guru menilai Komar dengan kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan anggota kelompok lainnya. Tidak ada anggota kelompok dengan kinerja lebih rendah dari kinerja ratarata kelompok sehingga ruang nama siswa untuk kemampuan minus dikosongkan pada kelompok tersebut. Selain dari Komar (mendapat nilai 6), seluruh anggota kelompok VI akan mendapat nilai 5. RUBRIK : Baik (7) = perbesaran tepat, obyek jelas Cukup (6) = perbesaran tepat, obyek kurang jelas Kurang (5) = perbesaran tidak tepat, obyek tidak tampak HASIL PENILAIAN KINERJA SISWA MENGGUNAKAN MIKROSKOP Tgl 14 Juni 2008 I Rida Toto Lili II Hasan III Zuly (5) (7) (7) Dina Fani IV Amir Kristi Maya V VI Komar Luna (5) (6) (5 ) Wawan Gambar 5. Contoh Hasil asesmen kinerja Pemantauan untuk setiap kelompok perlu dilakukan sedikitnya dua atau tiga kali sambil guru berkeliling mengelola kegiatan praktikum. Aktivitas ini tidak akan membebani guru karena guru masih dapat melaksanakan tugasnya dalam mengelola pembelajaran. Dengan demikian, hasil penilaian guru tadi masih mungkin mengalami revisi sesuai dengan hasil pemantauan terakhir. Contoh revisi yang dilakukan guru disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan beberapa revisi yang dilakukan oleh guru berdasarkan pemantauan terakhir untuk setiap kelompok. Dalam hal ini guru menemukan bahwa kelompok I dan IV pada akhir kegiatan praktikum telah mampu menemukan obyek, meskipun obyek belum tampak jelas. Guru kemudian merevisi nilai kelompok dari 5 menjadi 6. Hasil pemantauan terakhir guru juga menunjukkan bahwa Lili (kelompok I) dan Wawan (kelompok V) menunjukkan kinerja yang lebih baik di akhir pembelajaran sehingga termasuk kategori kinerja ratarata. 7

RUBRIK : Baik (7) = perbesaran tepat, obyek jelas Cukup (6) = perbesaran tepat, obyek kurang jelas Kurang (5) = perbesaran tidak tepat, obyek tidak tampak HASIL PENILAIAN KINERJA SISWA MENGGUNAKAN MIKROSKOP Tgl 14 Juni 2008 I Rida Toto Lili II Hasan III Zuly (5) (6) (7) (7) Dina Fani IV Amir Kristi V Maya VI Komar Luna (5) (6) (6) (5 ) Wawan Gambar 6. Contoh Revisi Hasil asesmen kinerja berdasarkan pemantauan terakhir Skenario baru asesmen kinerja ini menggunakan asesmen kelompok sebagai dasar untuk menilai individu. Hal ini didasari pada asumsi bahwa kinerja kelompok merupakan hasil kinerja para individu. Beberapa Modifikasi Guru dapat memodikasi asesmen kinerja skenario baru untuk berbagai keperluan, misalnya untuk menilai diskusi kelas. Guru hanya tinggal mengisi rubrik sederhana pada kotak kanan atas tentang kemampuan siswa yang dituntut. Guru dapat memfokuskan diri pada kriteria kinerja baik dan kurang. Berapakah nilai terendah untuk kemampuan diskusi yang akan diberikan oleh guru? misalnya guru akan memberi nilai 6 untuk kemampuan ratarata (mutu kinerja sedang). Selanjutnya guru hanya tinggal menandai para siswa dengan kinerja ekstrim (ekstrim kurang atau ekstrim tinggi) yang jumlahnya hanya sedikit dibandingkan dengan populasi siswa. Dengan demikan, guru menggunakan strategi penilaian klasikal untuk menilai kinerja individu. Gradasi kemampuan plusminus juga sangat dimungkinkan untuk memperhalus hasil penilaian. Berdasarkan contoh, guru dapat memberikan nilai 7 kepada Ayu dan Harun; nilai 8 kepada komar dkk. serta nilai 9 pada Wawan. Guru dapat memberi nilai 5 kepada Kristi dan Ujang. Jika siswa dalam satu kelas berjumlah 45 orang, maka 33 siswa lainnya akan memperoleh nilai 6. 8

RUBRIK : Indikator kinerja minimal (nilai 6) :...... HASIL PENILAIAN DISKUSI SISWA TOPIK... Tgl...,... Wawan Komar, Kintan, Rahma, Saiful Ayu, Harun Kristi, Ujang, Budi, Lina Bela (6) Keterangan : Jumlah siswa = 45 orang Gambar 7. asesmen kinerja untuk menilai diskusi Penutup dan Rekomendasi Artikel ini berusaha menjawab pertanyaan dari para guru sains di lapangan tentang asesmen kinerja sederhana yang mudah dipelajari dan diterapkan. Lahirnya skenario baru ini merupakan reaksi terhadap skenario asesmen kinerja konvensional yang tidak adaptif dengan setting sekolah di Indonesia. Konsep dan prosedur asesmen kinerja sudah saatnya mengalami penyederhanaan. Konsep dan prosedur asesmen kinerja yang berlaku selama ini (Herman et al.,1992; Stiggins, 1993; Marzano, et al., 1994) sebagaimana telah dirangkum oleh Wulan (2007) terlalu rumit. Hasilhasil riset tentang asesmen kinerja di Indonesia juga kurang berpihak kepada kondisi guru di sekolah. Pengambilan kesimpulan hasil penelitian tersebut pada umumnya tidak memperhatikan konteks atau setting khas sekolah di Indonesia. Akhirnya hasilhasil riset tersebut tidak bermanfaat bagi guru. Langkah utama yang perlu dilakukan dalam reformasi asesmen kinerja di Indonesia adalah menyederhanakan konsep, prinsip dan prosedur asesmen. Risetriset asesmen di masa datang perlu mengacu pada konsep asesmen yang lebih simple. Apabila risetriset tersebut masih mengacu pada konsep asesmen yang rumit, maka hasilhasil riset tersebut hanya akan berakhir di perpustakaan karena sulit diaplikasikan. Dalam hal ini kesempatan para peneliti lain untuk mengembangkan modelmodel asesmen sederhana masih terbuka lebar. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa skenario baru dalam artikel ini direkomendasikan untuk pelaksanaan asesmen seharihari (formative assessment). Konsep asesmen yang disarankan para ahli (Airasian, 1991; Herman et al.,1992; Stiggins, 1993; Marzano, et al., 1994; Zainul, 2001) tetap dapat digunakan pada asesmen sumatif. Penggunaan seperangkat task (tugastugas tertulis yang spesifik) dan rubrik yang terperinci dapat digunakan untuk menilai kemampuan siswa secara lebih komprehensif, seperti pada ujian akhir praktikum, ujian praktek olimpiade, dll. Tentu saja pada asesmen tersebut siswa perlu dinilai satu persatu sehingga dibutuhkan keleluasaan waktu /jadwal khusus di luar pembelajaran biasa. 9

Daftar Pustaka Airasian, P.W. (1991). Classroom Assessment. New York: McGrawhill Inc. Banta. (1996). Assessment in Practice. San Francisco: Jossey Bass Publisher. Beyer, B.K. (1971). Inquiry in The Social Studies Classroom : a Strategy for teaching. Ohio : Charles E Merril Publishing Company. Depdiknas (2006). Permen no 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Gabel, D.L. (1993). Handbook of Research on Science Teaching and Learning. New York: Maccmillan Company. Herman, J.L., Aschbacter, P.R., Winters, L. (1992). A Practical Guide to Alternative Assessment. California: The Regents of The University of California. Http://www.usoe.k12.ut.us/curr/science/Perform/PAST5.htm. Performance Assessment for Science Teachers : Performance Test and Task. [Online]. Tersedia: [10 Juli 2006] Iskandar, T. (2000). Penerapan Penilaian Kinerja dalam Kegiatan Laboratorium pada Konsep Reproduksi Tumbuhan Biji di Madrasah Aliyah. Tesis Magister pada PPS UPI: tidak diterbitkan. Marzano, R.J., Pickering, D, Mctighe, J. (1994). Assessing Student Outcomes: Performance Assessment Using the Dimensions of Learning Model. Alexandria: Association for Supervison and Curriculum Development. Mokhtari, K. Yellin, D. Bull, K. Montgomery, D. (1996). Portfolio Assessment in Teacher Education: Impact on Preservice Teachers Knowledge and Attitudes. Journal of Teacher Education, Vol 47, (4). NRC (National Research Council). (1996). National Science Education Standards. Washington: National Academy Press. NRC (National Research Council). (2000). Inquiry and The National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning. Washington : National Academy Press NSTA (National Science Teacher Association) & AETS. (1998). Standards for Science Teacher Preparation. Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need it Know. Oxford: Pergamon Press. Ramdi, H. (1999). Penggunaan Asesmen Portofolio untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa SMU terhadap Matematika. Tesis Magister pada PPS UPI: tidak diterbitkan. Rustaman, N. Y. (2006). Penilaian Otentik (Authentic Assessment) dan Penerapannya dalam Pendidikan sains. Makalah Rutherford, F.J. & Ahlgren, A. (1990). Science for All Americans: Scientific Literacy. New York: Oxford University Press. Stiggins, R.J. (1994). StudentCentered Classroom Assessment. New York : Macmillan College Publishing Company Winahyu, S.E. (1997). Penerapan Penilaian Kinerja (Performance Assessment) untuk Menilai Kemampuan Siswa dalam Merancang dan Membuat Hasil Karya berdasarkan Konsep Udara pada Pembelajaran Siswa SD. Tesis Magister pada PPS UPI: tidak diterbitkan. 10

Wulan, A.R. (2003). Permasalahan yang Dihadapi dalam Pemberdayaan Praktikum Biologi di SMU dan Upaya Penanggulangannya. Tesis Magister pada PPS UPI: tidak diterbitkan. Wulan, A.R. (2007). Pembekalan Kemampuan Performance Assessment kepada Calon Guru Biologi dalam Menilai Kemampuan Inkuiri. Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak diterbitkan. Wulan, A.R. (2008). Permasalahan yang Dihadapi oleh Para Guru Sains dalam Melaksanakan Asesmen Kinerja Di SMP. Laporan Penelitian. Tidak diterbitkan. Zainul, A. (2001). Alternative assessment. Jakarta: Dirjen Dikti. 11