TANGGAPAN ATAS LAPORAN PENELITIAN TRANSFORMASI SOSIAL DI PERKOTAAN PANTAI UTARA JAWA: Studi Perbandingan Cirebon dan Gresik DJOKO MARIHANDONO DAN HARTO JUWONO FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA, JANUARI 2010
Perkembangan Kota Cirebon 1. Dimensi Ruang Batas kota Cirebon perlu diperjelas perkembangannya, mengingat bahwa kota Cirebon mengalami evolusi perkembangan kota yang sangat unik bila dibandingkan dengan perkembangan kota lain: Distrik; Keresidenan; Kabupaten; Kota; Kota praja; Kota madya.
2. Dimensi Waktu Mengingat bahwa yang dibahas adalah transformasi kota, maka batasan waktu menjadi sangat penting agar tidak terjadi anakronisme pembahasannya. Perkembangan Cirebon pada masa VOC seyogyanya dibahas terlebih dahulu, kemudian perkembangan kerajaan Cirebon mengalami perkembangan yang cepat, khususnya setelah terjadinya pemberontakan Bagus Rangin (awal abad XIX, setelah pembubaran VOC) Kerajaan di Cirebon berubah tatkala Sultan Anom didudukkan kembali sebagai raja untuk meredam Pemberontakan Bagus Rangin, sehingga di Cirebon terdapat tiga kerajaan.
3. Dimensi tema -Perlu penentuan secara tegas tentang tema penelitian ini agar tidak timbul kesan bahwa penelitian ini hanyalah penelitian yang deskriptif sifatnya. -Perlu ditentukan secara tegas antara sejarah sosial, sejarah sosial ekonomi, dan sejarah ekonomi. -Dalam tulisan ini tidak begitu tampak perbedaanya, padahal dengan judul Transformasi sosial diperlukan koridor yang jelas sesuai tema penelitian ini, yaitu Transformasi Sosial. -Koridor yang jelas ini sangat penting agar pembahasannya tidak terkesan deskriptif, cuplik sana cuplik sini;
4. Pemilihan Judul mengapa Cirebon dibandingkan dengan Gresik. Cirebon sebagai kota, pelabuhan, dan sekaligus kota kerajaan, sementara Gresik adalah kota dagang. Perlu ditegaskan kembali secara metodologis tentang perbandingan kedua kota itu.
5. Metode Sumber data: Perlu perbandingan yang seimbang antara sumber primer dan sumber sekunder; Jenis-jenis sumber data: Perlu menggunakan sumber lokal khususnya babad-babad untuk mengetahui mentalité masyarakat di kedua kota itu; dan sumber kolonial untuk menentukan batas wilayah, dan munculnya Cirebon sebagai kota, sebagai pelabuhan, sekaligus kota kerajaan; Beberapa p sumber yang dapat digunakan antara lain: Veth, Blecker, Tiga Instruksi Daendels: Peraturan 18 Juni 1808: peraturan sementara tentang dinas pos; Peraturan 18 Juni 1808: peraturan sementara tentang dinas pos; Peraturan 12 Desember 1809: peraturan tentang dinas pos, inspeksi jalan dan penginapan di pulau Jawa
5. Metode (lanjutan) Arsip Cheribon bundel nomor 39/8 Buddingh, B h SA. 1850. Rapport over de ontlusten te Cheribon in 1806: ingediend door Wijlen N. Engelhard, in lessen Gouverneur van Java s Oost-Kust, Indisch Archief; Tijdschrift voor de Indiën II. Karena dalam penelitian ini digunakan naskah-naskah Cina, maka perlu pembanding data kolonial, karena Cirebon pernah mengalami pemberontakan Cirebon yang dipimpin oleh satu keluarga: Bagus Sidong, Bagus Arisim, Bagus Suwasa dan Bagus Rangin. Sumber-sumber b tentang t Bagus Rangin cukup banyak baik yang berupa manuskrip maupun leksikografi (arsip yang sudah diterbitkan), yang menghabisi orang Cina di Cirebon dari awal abad XVIII sampai dengan pertengahan abad XIX.
6. Kritik Sumber Kritik Sumber: Sumber yang digunakan hampir semuanya sumber sekunder, sehingga tidak menemukan sesuatu yang baru; Peta belum ada, padahal peta memberikan penjelasan kepada pembaca tentang letak, posisi geografis, dan evolusi wilayah kota-kota yang diteliti; Koran-koran lama juga tidak digunakan sebagai sumber data, seperti Bataviaasche Courant. Interpretasi data perlu diperkuat mengingat g digunakannya data-data kuantitatif berupa angka-angka.
6. Rekonstruksi Rekonstruksi: Metodologi penulisannya perlu diperjelas apakah menggunakan metodologi struktural, strukturisme, naratif, atau deskriptif. Mengingat bahwa penelitian inii merupakan komparasi dari dua kota yang tipe, struktur maupun fungsinya berbeda, maka diperlukan penekanan yang menarik dari dua kota itu. Sehingga dapat ditemukan sesuatu yang baru.
GRESIK : BANDAR YANG TERLUPAKAN SUATU TANGGAPAN SINGKAT
Sumber : D.G. Stibbe, Encyclopaedie van Ned. Indië, eerste deel ( s Gravenhage, 1918, M. Nijhoff), halaman 818-819 Gresik berasal dari kata Garsik yang berarti tanah kering. Ini dikaitkan dengan kondisi geologi tempat tersebut yang terdiri atas perbukitan pasir. Seluruh tempatt itu terdiri i atas pasir yang terbentang t hingga ke pedalaman kota Surabaya (Tandes). Akibatnya produk geologi Gresik hanya terdiri atas batuan kapur dan kemudian sendawa yang ditawarkan sebagai bahan baku mesiu.
Sumber : A.J. van der Aa, Nederlands Oost Indie, vierde deel (Breda, 1857, Broese & Comp), halaman 365 Meskipun demikian, Gresik memiliki keunggulan alam lainnya, yaitu selat Madura memberi Gresik lokasi pelabuhan yang luas dan aman. Di samping itu perairan di sekitarnya cukup dalam mencapai 24 kaki sehingga selama abad XVI-XIX Gresik bisa menjadi pelabuhan laut terbesar di Jawa Timur bersama Tuban. Kapal-kapal dagang besar berlabuh di Gresik sepanjang tahun tanpa khawatir terhadap musim.
Sumber : B. Schrieke, Indonesian Sociological Studies, part one (Bandung, 1955, W. van Hoeve Ltd.), halaman 20 Karena potensi alamnya yang menjadikan Gresik sebagai kota bandar, Gresik berperan dalam pelayaran perdagangan selama beberapa abad. Ini didukung oleh lh produksi padi di pedalaman yang menghasilkan beras. Beras menjadi alat transasi barter dengan produk lain di kepulauan ini. Hal ini mengakibatkan Gresik menjadi sebuah bandar penimbunan (stapling points) bagi pelayaran Nusantara.
Sumber : P. Bleeker, Fragmenten eener reis over Java dalam Tijdchrift voor Nederlandsch Indië, jilid 1, tahun 1850, halaman 96-97 Status Gresik sebagai bandar perdagangan g utama menarik perhatian dan kedatangan orang-orang Cina. Sejak tahun 1400 para pedagang Cina tinggal di Gresik dan terlibat t aktif dalam transaksi di sana. Mereka bukan hanya meramaikan perdagangan pantai dan laut tetapi juga pelayaran sungai Solo dengan Gresik sebagai muara menuju pedalaman Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sumber : P.J. Veth, Java : Geographisch, Ethnologisch, Historisch, derde deel (Haarlem, 1912, de Erven F. Boh), halaman 838-839 Para pedagang g Cina ini kemudian menjadi pemukim tetap di kota Gresik. Mereka tinggal di kampung yang terletak di selatan kompleks pemukiman Eropa. Mereka tinggal dkt dekat aliran sungai karena berkaitan dengan aktivitas niaga. Peran mereka dalam pelayaran sungai dibuktikan dengan adanya 33 perahu sungai dibandingkan 4 kapal pantai. Mereka bukan hanya sebagai pedagang perantara tetapi juga penyedia modal bagi kalangan petani dan pedagang pribumi.
Besluit van Gouverneur Generaal 9 Oktober 1871 no. 9 Dengan semakin padatnya penduduk Cina di kota Gresik dan perlunya penataan ruang kota oleh pemerintah kolonial ketika pertumbuhan kota menjadi semakin kompleks setelah Tanam Paksa, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk mengesahkan kompleks pemukiman Cina secara legal. Untuk pertama kalinya di Gresik dibentuk Chineesche wijk (kampung Cina) yang dipimpin oleh kepala kampung (hoofdwijk). Pejabat ini menjadi calon kuat menduduki jabatan sebagai Letnan Cina untuk tingkat Distrik dan kemudian Kapten Cina untuk tingkat Afdeeling Gresik. Kampung ini merupakan kompleks baru dari lokasi yang terbakar pada tanggal 1-2 November 1845