Materi Tutorial Mata ujian 102 Hukum dan Asuransi CHAPTER 3. DALUWARSA

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

HUKUM PERIKATAN (VAN VERBINTENISSEN) BAB I PERIKATAN PADA UMUMNYA. Bagian 1 Ketentuan-ketentuan Umum

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 TENTANG PENETAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

a. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam:

Bagian Kedua Penyidikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA

PENETAPAN DAN KETETAPAN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB VII PERADILAN PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP- 48/PM/1997 TENTANG REKENING EFEK PADA KUSTODIAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

PERATURAN PEMERINTAHREPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

serta mengembangkan perangkat peraturan pendukung, serta pengembangan sistem pendanaan perumahan. Salah satu alternatif dalam pendanaan perumahan yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

PERATURAN NOMOR VI.A.3 : REKENING EFEK PADA KUSTODIAN Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep- /PM/1997 Tanggal : Desember

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN PONTIANAK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

: FUNGSI AKTA OTENTIK DALAM PERJANJIAN JUAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Hukum Perikatan. Defenisi 4 unsur: Hubungan hukum Kekayaan Pihak pihak prestasi. Hukum meletakkan hak pada 1 pihak dan kewajiban pada pihak lain

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN TUNTUTAN KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2000 Seri A

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA, PERJANJIAN KREDIT, HAK TANGGUNGAN, PEMBUKTIAN, AKTA OTENTIK, DAN LELANG

Menimbang : a. bahwa untuk kelancaran pemulihan kerugian Daerah agar dapat berjalan lebih

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prestasi & Wan Prestasi Dalam Hukum Kontrak

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

CHAPTER 3. DALUWARSA Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang (pasal 1946 KUHPer). Dasar hukumnya : Bab VII pasal 1946 s/d 1993 Buku IV KUHPer Daluwarsa mesti dibedakan dengan: a Pelepasan hak : hilangnya hak, bukan karena lewatnya waktu, tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukkan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan sesuatu hak. Misal : orang yang membeli barang yang ternyata mengandung cacat tersembunyi, jika ia tidak mengembalikan barang itu, ia kehilangan hak untuk menuntut ganti rugi dari penjual b Decheance : UU ada kalanya memberikan hak hanya untuk suatu waktu tertentu, bila hak tidak digunakan dalam jangka waktu tersebut, hak itu gugur. Misal : hak reclame 30 hari (pasal 1145 KUHPer). Harus diperhatikan hakim meskipun tidak diminta A Jangka Waktu Daluwarsa 1 Daluwarsa untuk memperoleh hak milik : 30 tahun 2 Daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu tuntutan : 30 tahun 3 Beberapa macam penagihan yang biasanya dalam waktu yang singkat sudah dimintakan pembayaran, daluwarsa lebih pendek, misalnya: a rekening dokter : 2 tahun b rekening toko tentang penjualan barang untuk keperluan sehari-hari : 5 tahun B. Daluwarsa (Limitation Act 1980) 1 Gugatan berdasarkan simple contract : 6 tahun sejak tanggal terjadinya cause of action 2 Wanprestasi yang menimbulkan personal injuries : 3 tahun 3 Gugatan berdasarkan speciality contract : 12 tahun sejak tanggal cause of action terjadi 4 Bila saat terjadinya hak tuntut, calon penggugat berada dalam keadaan tidak mampu, daluwarsa dimulai sejak ketidakmampuan berakhir atau ia meninggal dunia 5 Bila saat daluwarsa dimulai baru timbul ketidakmampuan, daluwarsa tetap berjalan. 6 Bila hak tuntut tentang personal injuries ada pada orang yang belum dewasa, daluwarsa dimulai sejak saat timbulnya cause of action, kecuali terbukti pada saat itu ia tidak dalam perwalian orang tuanya. 7 Bila hak tuntut atas piutang dan debitur mengakui kewajibannya atau membayar sebagian utangnya, hak tuntut dianggap timbul sejak tanggal pengakuan atau pembayaran sebagian, meskipun gugatan sudah daluwarsa bila tanpa pengakuan atau pembayaran sebagian tersebut. 8 Jadi hak tuntut yang tadinya sudah gugur bisa hidup kembali, sepanjang pengakuan itu dibuat tertulis, ditandatangani oleh orang yang mengaku atau kuasanya dan pengakuan itu dibuat kepada krediturnya atau agen dari kreditur itu. http://lulusujianaamai.wordpress.com 1

9 10 11 Pengakuan atau pembayaran sebagian yang dilakukan oleh salah satu debitur setelah daluwarsa berakhir mengikat pembayar, tapi tidak mengikat debitur lainnya kecuali pembayar bertindak sebagai agen debitur lainnya. Bila gugatan didasarkan pada penipuan : daluwarsa dimulai sejak penggugat menemukan penipuan itu. Lynn v Bamber : Penggugat membeli pohon dari tergugat disertai jaminan pohon itu purple pershores. Tujuh tahun kemudian ternyata pohon itu bukan purple pershores. Diputuskan bahwa gugatan itu tidak daluwarsa sebab tergugat telah melakukan penipuan dan breach of warranty. Jangka waktu daluwarsa tidak mempengaruhi hak pengadilan menolak pembebasan karena penggugat bersalah menunda gugatan di luar batas kewajaran. Leaf v International Galleries: Penggugat membeli oil painting, tergugat mengatakan barang itu asli Constable. Lima tahun kemudian diketahui ternyata barang itu bukan asli Constable. Penggugat menuntut berdasarkan innocent misrepresentation. Diputuskan penggugat tidak berhak atas ganti rugi karena gugatan tidak dilakukan dalam batas waktu yang wajar. http://lulusujianaamai.wordpress.com 2

CHAPTER 4. PEMBUKTIAN Dasar hukum : Bab I s/d Bab VI Buku IV KUHPer Pasal 1865 s/d pasal 1945 KUHPer 1 Yang harus dibuktikan hanya mengenai hal-hal yang dibantah oleh lawan 2 Hal-hal yang diakui oleh lawan dan diketahui sendiri oleh hakim tidak perlu dibuktikan 3 Lima macam alat bukti: a surat b saksi c persangkaan d pengakuan e sumpah A Surat 1 Menurut UU ada 2 macam surat: a surat akte b surat lain Surat akte adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan suatu hal atau peristiwa. Surat akte harus ditandatangani Surat akte terbagi atas: a. surat akte resmi (otentik) b. surat akte bawah tangan 2. Surat Akte Resmi a) Surat akte resmi adalah suatu akte yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum yang menurut UU ditugaskan untuk membuat surat-surat akte terebut. b) Pejabat umum itu : notaris, hakim, jurusita pengadilan, pegawai catatan sipil c) Akta notaris, surat putusan hakim, proses verbal yang dibuat juru sita, surat perkawinan = akta resmi d) Partij akte : Jika suatu akte mengandung keterangan dari para pihak yang menghadap di muka notaris, dan notaris menetapkan apa yang diterangkan itu e) Kekuatan pembuktian : sempurna Artinya bila suatu pihak memajukan akte resmi, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akte tersebut sungguh-sungguh terjadi, sehingga hakim tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi. f) Barang siapa menyangkal tandatangannya pada suatu akte resmi wajib membuktikan bahwa tandatangan itu palsu, dengan kata lain pejabat umum yang membuat akte itu telah melakukan pemalsuan surat. 3. Surat Akte Bawah Tangan a Akte bawah tangan adalah tiap akte yang tidak dibuat oleh atau dengan perantaraan seorang pejabat umum. Misal: surat perjanjian jual beli yang dibuat sendiri, ditandatangani sendiri oleh para pihak. http://lulusujianaamai.wordpress.com 3

b Bila yang menandatangani perjanjian itu mengakui tandatangannya berarti ia mengakui kebenaran apa yang tertulis dalam perjanjian itu, maka akte bawah tangan itu memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan akte resmi. c Jika tanda tangan itu disangkal, maka pihak yang memajukan surat perjanjian itu wajib membuktikan kebenaran penandatangan atau isi akte tersebut. 4. Surat/Tulisan-Tulisan Lain a) Tulisan-tulisan lain artinya tulisan yang bukan akte : surat, faktur, catatan yang dibuat oleh suatu pihak. b) Kekuatan pembuktian diserahkan pada pertimbangan hakim artinya hakim leluasa mempercayai kebenarannya atau tidak mempercayainya. B. Saksi 1 2 3 4 5 6 Suatu kesaksian harus mengenai peristiwa yang dilihat dengan matanya sendiri atau yang dialami sendiri oleh saksi. Misalnya : saksi melihat tergugat minum beberapa botol bir Bukan kesaksian : kesimpulan yang ditarik sendiri oleh saksi dari peristiwa yang telah dilihat atau dialami. Alasan : hakim yang berwenang menarik kesimpulan itu. Misalnya : tergugat berada dalam keadaan mabuk ketika membuat perjanjian dengan penggugat. Kekuatan pembuktian : tidak sempurna, diserahkan pada hakim untuk menerimanya atau tidak. Tidak dapat menjadi saksi bila berhubungan keluarga yang rapat dengan pihak yang berperkara Seseorang dapat meminta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian Keterangan satu orang saksi tidak cukup. Kesaksian harus ditambah dengan alat bukti lain C. Persangkaan 1 Persangkaan adalah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Misalnya: sudah dilakukan penagihan pembayaran premi, pembayaran premi, pengiriman notes sehingga disimpulkan bahwa perjanjian asuransi sudah ada. 2 Dari peristiwa yang terang dan nyata ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang harus dibuktikan juga telah terjadi. 3 macam persangkaan: a persangkaan yang ditetapkan UU b persangkaan yang ditetapkan oleh hakim 4. Persangkaan yang ditetapkan UU : Pembebasan dari kewajiban membuktikan suatu hal untuk keuntungan salah satu pihak yang berperkara. Misal : adanya 3 kuitansi pembayaran sewa berturut-turut menurut UU menimbulkan persangkaan bahwa uang sewa untuk waktu sebelumnya juga telah dibayar. 5. Persangkaan yang ditetapkan Hakim: Bila dalam pemeriksaan suatu perkara di mana untuk pembuktian suatu peristiwa tidak bisa didapatkan saksi. Misal : tidak ada saksi perbuatan zinah. Bila ada yang melihat istri yang menginap dalam satu kamar dengan seorang lelaki dan di kamar itu hanya ada satu tempat tidur, hakim dapat menetapkan suatu persangkaan bahwa mereka telah melakukan perbuatan zinah. http://lulusujianaamai.wordpress.com 4

D. Pengakuan 1 Sebenarnya pengakuan bukan suatu alat bukti 2 Menurut UU, pengakuan yang dilakukan di muka hakim merupakan pembuktian sempurna tentang kebenaran ahl atau peristiwa yang diakui Hakim terpaksa menerima dan menganggap peristiwa itu benar telah terjadi, meskipun sebetulnya ia tidak percaya bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh telah terjadi. 3 Bila tergugat mengakui peristiwa yang dituntut oleh penggugat, tetapi mengajukan peristiwa lain yang menghapus dasar tuntutan (peristiwa pembebasan), oleh UU tidak dianggap sebagai suatu pengakuan. 4 Pengakuan ini oleh hakim tidak boleh dipecah-pecah hingga merugikan tergugat. 5 Gugatan istri terhadap suaminya untuk mendapatkan pemisahan kekayaan dilarang oleh UU menggunakan alat bukti pengakuan. E. Sumpah 1 Menurut UU, ada 2 macam sumpah : a sumpah yang menentukan (decissoire eed) b sumpah tambahan (suppletoir) 2. Sumpah yang menentukan (decissoire eed) Sumpah yang diperintahkan oleh salah satu pihak yang berperkara kepada lawannya dengan maksud mengakhiri perkara yang sedang diperiksa hakim 3. Jika pihak lawan angkat sumpah yang rumusannya disusun sendiri oleh yang memerintahkan sumpah, ia akan dimenangkan. Jika ia tidak berani dan menolak angkat sumpah, ia dikalahkan. 4. Pihak yang diperintahkan angkat sumpah mempunyai hak untuk mengembalikan perintah itu kepada pihak lawan : minta pihak lawannya sendiri angkat sumpah itu. Isi perumusan sumpah kebalikannya. 5. Bila sumpah dikembalikan, pihak yang semula perintahkan sumpah akan dimenangkan hakim bila ia angkat sumpah Bila ia menolak, akan dikalahkan 6. Perumusan sumpah harus diperiksa terlebih dahulu oleh hakim, apakah : a sungguh-sungguh mengenai peristiwa yang telah dilakukan/dilihat sendiri oleh pihak yang angkat sumpah b dengan sumpah itu perkara dapat diakhiri 7. Kekuatan pembuktian sumpah : memaksa artinya bila sumpah diangkat, hakim harus menganggap hal/peristiwa itu sungguh telah terjadi meskipun hakim tidak percaya 8. Sumpah tambahan adalah sumpah yang diperintahkan hakim pada salah satu pihak yang berperkara, bila hakim berpendapat dalam suatu perkara sudah terdapat suatu permulaan pembuktian yang perlu ditambah dengan penyumpahan, karena dipandang kurang memuaskan untuk menjatuhkan putusan atas dasar bukti-bukti yang ada. 9. Hakim leluasa memerintahkan sumpah meskipun tidak ada keharusan Apakah dalam suatu pemeriksaan perkara telah terdapat permulaan pembuktian terserah pertimbangan hakim 10. Pihak yang diperintah angkat sumpah hanya dapat angkat sumpah atau menolak, tidak dapat mengembalikan sumpah pada pihak lawan http://lulusujianaamai.wordpress.com 5