KOMERSIALISASI KAMBING PERANAKAN ETAWAH SEBAGAI PENGHASIL SUSU

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

RINGKASAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

KAJIAN EKONOMI PADA USAHA TERNAK KAMBING PERAH

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

MATERI DAN METODE. Materi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

ANALISIS EKONOMI USAHA TERNAK KAMBING PE SEBAGAI TERNAK PENGHASIL SUSU DAN DAGING

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

I PENDAHULUAN. dwiguna yang dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging dan susu.

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

MATERI DAN METODE. Materi

PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

MATERI DAN METODE. Metode

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

KAMBING ETAWA SEBAGAI PENGHASIL SUSU DI KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA. (Etawa Goat as A Milk Producer in District of Sleman, Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

PETERNAKAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) PADA AGROEKOSISTEM YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

PRODUKTIVITAS DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK KAMBING PERAH PADA SKALA KECIL

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

Bab 4 P E T E R N A K A N

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Sri Murni

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. diperlukannya diversifikasi makanan dan minuman. Hal tersebut dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

Transkripsi:

Dukungan Teknologi Unluk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat KOMERSIALISASI KAMBING PERANAKAN ETAWAH SEBAGAI PENGHASIL SUSU I G.M. BUDIARSANA dan I KETUT SUTAMA Balai Penelitian Ternak PO Box 221 Ciawi - Bogor Jawa Barat -Indonesia ABSTRAK Sistem peternakan sering dianggap merupakan sistem konvensional yang umum dilakukan petani. Orientasi usaha lebih menekankan aspek produksi dan kurang memperhatikan masalah ekonomi termasuk pemasaran hasil. Studi tentang pemeliharaan kambing PE dan komersialisasinya sebagai penghasil susu dilakukan di tiga lokasi di tiga kabupaten yaitu Wonosobo, Sleman dan Purworejo, melibatkan para peternak kambing PE yang telah memerah kambing untuk tujuan produksi susu. Manajemen pemeliharaan trnak di Wonosobo sedikit berbeda dibandingkan dengan Sleman dan Purworejo terutama pada sistem perkandangan. Di Wonosobo petemak tidak secara khusus membangun kandang untuk temaknya tetapi di tempatkan dibagian tertentu rumah khususnya bagian belakang. Sementara itu di Purworejo dan Sleman peternak telah mempersiapkan kandang untuk ternaknya dengan sistem panggung yang dibangun terpisah dari rumah tinggal peternak. Komersialisasi potensi produksi susu kambing PE masih belum fokus, walaupun telah terlihat ada peluang keuntungan yang cukup menjajnjikan untuk kesejahteraan peternak. Perubahan pola fikir (mind set) peternak untuk terjun dan fokus dibidang usaha ini sangat menentukan. Kata kunci : Kambing PE, susu dan ekonomi PENDAHULUAN Meningkatnya permintaan produk peternakan (daging, susu dan telur) beberapa tahun terakhir merupakan dampak dari pesatnya perkembangan jumlah penduduk dan meningkamya taraf hidup dan pengetahuan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi. Rataan tingkat konsumsi protein di Indonesia masih sangat rendah yaitu baru mencapai 5,29 gram/kapita/tahun dibandingkan dengan target konsumsi yaitu sebesar 6 gram/ kapita/tahun. Total konsumsi protein tersebut hanya sebagian kecil saja disumbangkan dari sumber susu yaitu hanya mencapai 0,83 gram/ kapita/hari. Rendahnya tingkat konsumsi protein asal trnak ini merupakan penghambat proses peningkatan kecerdasan masyarakat. Protein asal ternak ini sangat spesifik yaitu mengandung asam amino dan radikalradikalnya mampu menjadi agen pembangun sel-sel tubuh dalam meningkatkan kecerdasan manusia (SDM). Lebih dari itu kandungan protein hewani tidak dapat digantikan (irreversible). Gambaran tersebut diatas mengindikasikan adanya peluang pasar. Peluang pasar tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh produsen nasional sehingga terpaksa dilakukan impor. Secara nasional, produksi susu asal sapi perah memang belum dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. Produksi susu Indonesia hanya sebesar 31.806,55 ton per bulan, dan untuk memenuhi permintaan dalam negeri, industri pengolahan susu (IPS) melakukan impor produk susu rata-rata 53.457,8 ton per bulan (Departemen Pertanian, 2003). Meskipun produksi susu secara keseluruhan mengalami kenaikan 1.71% dari tahun sebelumnya, namun produksi susu asal sapi perah cenderung menurun 0.1% per tahun. Keunggulan kambing PE sudah banyak dilaporkan, diantaranya beradaptasi baik dengan lingkungan, termasuk kambing tipe dwi-guna dan memiliki indeks reproduksi yang cukup baik yaitu 1.65 anak/induk/tahun (SODIQ, 2001). Dari data statistik peternakan tahun 2006, menunjukkan bahwa populasi kambing di Indonesia yaitu sebesar 14 juta ekor terbesar dibandingkan dengan jenis ternak lainnya dengan pertumbuhan yang cukup baik yaitu mencapai hampir 3% per tahun. Populasi tersebut terdiri dari berbagai rumpun/ kelompok, antara lain kambing Kacang, Peranakan Etawah, 232

Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat kambing Gembrong, Kosta, Jawa Randu dan Merica. Dari berbagai kelompok ternak kambing tersebut, hanya kambing Kacang dan Peranykan Etawah yang umum dan banyak dipelihara oleh petani. Tidak ada data yang pasti mengenai populasi ternak kambing PE di Indonesia. Berpatokan pada populasi ternak kambing di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DIY yaitu jumlahnya mencapai 7.267.174 ekor, maka apabila diasumsikan sebanyak 10% dari total tersebut merupakan ternak kambing PE maka total populasi ternak kambing PE mencapai 726.717 ekor. Tabel 1. Populasi temak ruminansia dan pertumbuhannya tahun 2001-2005 (ekor) No Jenis Tahun Pertumbuhan 2002 2003 2004 2005 2006 (%) I Sapi potong 11,297,625 10,504,128 10,532,889 10,569,312 10,835,686-0.97 2 Sapi perah 358,386 373,753 364,062 361,351 382,313. 1.69 3 Kerbau 2,403,033 2,459,434 2,403,298 2,128,491 2,201,111-1.99 4 Kambing 12,549,086 12,722,062 12,780,961 13,409,277 14,051,156 2.88 5 Domba 7,640,684 7,810,702 8,075,149 8,327,022 8,543,206 2.83 Sumber : Statistik Petemakan (2006) Populasi terbesar ternak kambing PE pada saat ini terbanyak di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Komposisi populasi kambing PE dibandingkan dengan kambing lainnya pada daerah-daerah ini yaitu mencapai 98% sedangkan pada daerah lainnya hanya 1-2% dari total populasi kambing yang ada didaerah bersangkutan. Potensi produksi susu kambing pernah dilaporkan oleh OBST dan NAPITUPULU. (1984) yaitu sebanyak. 0,45-2,1 liter/hari/laktasi. Sementara itu produksi susu yang dilaporkan oleh SuTAMA et al., 2002 yaitu berkisar pada 510-1000g/ekor/ hari. Sebelumnya, ADRIAN! et al. (2003) melaporkan bahwa pemerahan susu secara penuh selama laktasi menghasilkan anak dengan berat sapih yang jauh lebih kecil 7-8 kg, dibandingkan dengan bila anak dibiarkan bersama induknya yang dapat mencapai berat sapih 10-14 kg. Paper ini membahas potensi dan komersialisasi ternak kambing PE dalam mendukung permintaan susu dalam negeri. METODOLOGI PENELITIAN Studi dilakukan pada bulan September- Nopember tahun 2007 di dua jenis lokasi yaitu di lapang dan di stasiun percobaan. Lokasi studi di tingkat lapang dilaksanakan yaitu di Daerah Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo, Kecamatan Turi Kabupaten Sleman DIY. Jumlah responden terbatas pada para peternak kambing PE yang telah melakukan pemerahan. Daftar pertanyaan telah disusun dan dipersiapkan sebelum pelaksanaan pengambilan data yang dilakukan secara langsung kepada petani. Pertanyaan dibagi kedalam 4 subsistem agribisnis yaitu yang berkaitan dengan sapronak, budidaya ternak, pengolahan hasil dan Jasa penunjang. Data disajikan secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik rumah tangga peternak Jumlah anggota peternak rata-rata empat orang dengan imbangan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga mendekati 50%: 50% nisbah angkatan kerja mencapai 66,7% pada umur kepala keluarga rata-rata 44,8 tahun. Sebagian peternak masih bekerja di luar sektor pertanian dengan imbangan 66 : 33%. Semua peternak memiliki ternak kambing PE 5-6 ekor dengan rata-rata 5 ekor per kepala keluarga peternak. Semua keluarga peternak juga memiliki ternak jenis lain yaitu diantaranya ayam maupun bebek. Inti permasalahan yang dipelajari yaitu usaha ternak kambing PE dan komersialisasinya di tingkat peternak yang diharapkan dapat menjadi sumbangan pendapatan kepala keluarga peternak untuk kesejahteraan hidupnya. 233

Dukungan Teknologi Unluk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat Sistem pemeliharaan ternak Tabel 2 menyajikan sistem perkandangan dan pola penyediaan pakan pada ternak kambing PE. Di daerah Wonosobo semua peternak mengandangkan ternak kambing nya didalam rumah (tanpa kandang khusus). Umumnya bagian dalam rumah yang dijadikan sebagai tempat ternak yaitu pada bagian belakang rumah, berdekatan dengan dapur dibuat sekat pembatas beralaskan lantai tanah. Sedangkan di daerah lainnya seperti di Purworejo (Jawa Tengah) dan Sleman (Yogyakarta) semua peternak telah mengandangkan ternaknya dengan kandang khusus untuk ternak kambing. Kandang dibangun dengan sistem panggung, terbuat dari bahan kayu maupun bambu dengan atap genteng dengan tiang dari beton bertulang. Letak kandang di dua daerah ini agak berbeda. Di Sleman semua kandang berlokasi diluar pekarangan rumah sedangkan di Purworejo kandang umumnya dibangun di pekarangan rumah dengan jarak antar rumah dengan kandang berkisar 2-10 m yang posisinya disamping maupun di belakang rumah. Tabel 2. Sistem perkandangan dan penyediaan pakan ternak kambing (%) Uraian Lokasi Wonosobo (n = 5) Sleman (n = 12) Purworejo (n = 3) Sistem perkandangan Panggung 0 100 100 Lantai tanah 100 0 0 Campuran 0 0 0 Pola pemeliharaan Cut and carry 100 100 100 Di lepas 0 0 0 Campuran 0 0 0 Jenis pakan yang diberikan Daun-daunan 90 95 95 Rumput. 10 5 5 Semua peternak memberikan pakan pada ternaknya dengan sistem cut and curry. Jenis pakan yang diberikan dipadukan dari dua jenis sumber pakan yaitu daun-daunan dan rumput. Proporsi pemberian jenis pakan sangat variatif dari hari ke hari, namun secara umum jenis pakan yang diberikan ada dua jenis yaitu berupa daun-daunan yang proporsinya berkisar antara 90-98% sedangkan sisanya dalam bentuk rumput proporsinya berkisar 2-10%. Jenis daun-daunan yang diberikan yaitu daun calliandra, glirisidia, daun nangka, daun sengon dan daun mindi yang pemberiannya selalu bervariasi setiap hari tergantung ketersediaannya di lahan kebun rumput milik para peternak. Jumlah pemberian pakan per ekor ternak dalam bentuk segar relatif tinggi yaitu berkisar 12-15% dari bobot badan. Umumnya para peternak telah sadar akan pentingnya sumber pakan sehingga semua peternak menyatakan dirinya telah menyediakan dan menanam tanaman pakan ternak untuk memenuhi kebutuhan ternaknya. Pemberian pakan tambahan telah diterapkan namun masih terbatas untuk ternak-ternak yang sedang berproduksi. Jenis pakan tambahan yang diberikan peternak berbeda diantara kedua lokasi. Di Daerah Wonosobo jenis pakan tambahan yang diberikan yaitu lebih banyak berupa singkong atau dedak dengan jumlah pemberian 200-500g/ekor. Sedangkan di Daerah Purworejo dan Sleman lebih banyak berupa dedak atau pollard yang dicampur dengan onggok dengan perbandingan 1 :1. Jumlah pemberian sebanyak 500g/ekor/hari. Struktur populasi pemilikan ternak di tiga lokasi yaitu terendah di Daerah Wonosobo yaitu sebesar 2 34

Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakal 5,6 ekor/peternak (Tabel 3) sedangkan di Sleman Jumlah ternak induk di masing-masing lokasi yaitu dan Purworejo berkisar antara 6-7 ekor/petemak. 2-3 ekor. Tabel 3. Struktur populasi kepemilikan ternak kambing PE (ekor/peternak) Uraian Lokasi Wonosobo n = 5 Sleman n = 17 Purworejo n = 3 Struktur populasi (ekor) Pejantan 0,20 0,35 0,66 Induk 2,40 3,17 3,00 Kambing muda 0,60 0,64 1,00 Kambing anak 2,40 2,64 2,33 Rataan kepemilikan 5,60 6,80 6,99 Terdapat beberapa teknologi pemerahan kambing berkenaan dengan upaya mem-produksi susu a.l. pisah langsung dan pisah sementara. Pada teknologi pisah langsung, anak kambing langsung dipisah selamanya dari induknya, selanjutnya kebutuhan susu dipasok dari susu pengganti yang dapat berupa susu sapi segar maupun susu bubuk. Sedangkan pada teknologi sapih sementara anak kambing hanya dipisah dalam waktu tertentu (hanya pada saat beberapa jam sebelum diperah). Penyapihan ini dimaksudkan agar pada ambing induk ternak terkumpul susu dan tidak di minum oleh anak kambing. Teknologi pemerahan yang diterapkan oleh para peternak di tiga lokasi yaitu teknologi sapih sementara (intermitten weaning), yaitu anak dipisahkan selama 12 jam bisa diawali di pagi hari maupun pada sore hari. Selanjutnya setelah 12 jam kemudian induk ternak kambing di perah untuk dipanen air susunya. Rataan produksi susu induk di tiga lokasi yaitu berkisar 0,5-1 liter dengan rataan 0,75 liter/hari. Hasil wawancara dengan para peternak berkenaan dengan teknologi penyapihan yang dilakukan yaitu cukup baik. Indikatornya yaitu tidak ada dampak negatif pertumbuhan anak kambing. Kualitas 'produk yang dihasilkan pada ternak perah yaitu berupa susu diawali sejak ternak tersebut diperah sampai produk susu tersebut dikonsumsi. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa teknologi pemerahan yang dilakukan oleh para petemak yaitu masih sangat sederhana. Sebelum ternak diperah persiapan-persiapan yang dilakukan yaitu hanya membersihkan ternak pada bagian ambing dengan menggunakan air, selanjutnya proses pemerahan dilakukan. Pemerahan langsung ditampung dengan menggunakan botol dan pemerahan langsung diarahkan ke mulut botol. Pemanfaatan botol sebagai alat penampungan susu dilihat dari sisi higienis cukup baik karena peluang kontaminasi bau maupun kotoran semakin kecil. Hal ini karena penampang lubang botol relatif kecil. Setelah selesai pemerahan selanjutnya susu dipasarkan atau di olah menjadi produk susu lainnya (susu bubuk, dodol, dan caramel) atau disimpan di frezeer pada suhu -6 c dan susu pada kondisi suhu ini, susu dapat bertahan lebih dari 1 bulan. Teknologi pengolahan susu untuk dijadikan produk lainnya juga sangat membantu mengatasi kelemahan susu kambing yang mudah rusak. Teknologi pengolahan hasil susu kambing dapat dilihat pada Diagram 1. Komersialisasi sebagai penghasil susu Komersialisasi dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan yang dinilai dengan ukuran uang. Usaha peternakan kambing PE yang diarahkan sebagai produksi susu merupakan bisnis yang menarik (dengan segala tantangan-nya). Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwakomersialisasi ternak ini telah mulai berkembang pada lokasi-lokasi tertentu pada daerah yang memiliki agroekosistem tertentu secara perlahan seiring dengan semakin dikenalnya produk susu kambing oleh masyarakat. 2 3 5

Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat Konsumen Konsumsi susu segar Proses Produk : Susu Pasteurisasi Dodol Caramel Susu bubuk Konsumen Diagram 1. Proses pengolahan susu kambing segar menjadi produk olahan Produksi susu kambing yang dihasilkan harus mengikuti permintaan pasar baik dilihat secara kualitas maupun secara kuantitas. Hal -ini berarti pengaturan pola produksi harus di jadwalkan dengan baik sehingga kontinyuitas produksi dapat dijaga. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa melalui manajemen "penyapihan sementara" rataan produksi susu kambing segar mencapai 0,6 liter/ekor/hari. Berpatokan pada harga susu kambing segar dilokasi pengamatan yaitu Rp. 7.000,-/liter maka rataan produksi susu kambing tersebut setara dengan nilai Rp. 4 200,- /hari atau Rp. 126.000,-/ekor/ bulan. Harga susu kambing segar di lokasi pengamatan lebih rendah dibandingkan dengan harga yang berlaku di Daerah Bogor Jawa barat yaitu mencapai Rp. 10.000,- melalui sentuhan teknologi pengolahan hasil yaitu untuk menjadi susu bubuk lebih prospektif yaitu dengan bahan : 3 liter susu kambing, 1,2 kg gula pasir yang prosesnya dengan cara dicampurkan untuk kemudian-dipanaskan diatas tungku api sambil diaduk terus menerus selama 3 jam kompor hingga susu menjadi kering akan dihasilkan susu bubuk sebanyak 1,5 kg yang setara dengan harga Rp. 64.500,-atau margin nya mencapai 100%. ORIENTASI PEMIKIRAN KE DEPAN Budidaya ternak kambing PE seperti halnya ternak lainnya sering mendapat tanggapan sebagai suatu sistem usaha konvensional yang dilakukan secara turun menurun dilakukan oleh keluarga para peternak dipelihara secara sederhana dengan pemberian pakan seadanya. Lebih dari itu target produksipun sering diabaikan (tanpa orientasi pasar). Kondisi tersebut memerlukan perubahan mendasar dengan lebih mengedepankan aspek ekonomi yang meliputi aspek pasar. Dalam kenyataan usaha tani tanaman pangan sering mengalami masalah seperti ; kegagalan panen akibat pengaruh musim, atau harga yang rendah akibat waktu panen yang bersamaan. Kondisi tersebut tidak ditemui pada budidaya peternakan. Ternak dapat dipasarkan setiap saat jika petani memerlukan dana cash dengan harga yang relatif stabil. Dari segi sosial sebagian petani berpendapat bahwa usaha pertanian belum lengkap bila belum dilengkapi dengan temak. Temak dalam usaha tani merupakan sarana ekonomi yang potensial dimana produknya selain sebagai penghasil susu maupun daging temak kambing PE juga potensial sebagai penghasil pupuk kandang yang sangat bermanfaat untuk kesuburan lahan pertanian. Hal yang mendasar yang harus dilakukan adalah merubah pola fikir (mind set) dan persepsi petani terhadap ternak kambing PE. Ternak ini selain sebagai penghasil daging juga penghasil susu. Produksi susu yang dihasilkan oleh ternak kambing ini dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan harian keluarga. Kondisi pesimistis yaitu paling tidak susu kambing dapat dijadikan 2 3 6

Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat sebagai konsumsi keluarga sehingga kebutuhan dana yang dibudgetkan untuk membeli susu dapat di atasi. Temak kambing ini jangan lagi dipandang sebagai usaha sambilan atau tabungan, namun hendaknya sejajar dengan usaha tanaman pangan lainnya yang secara sinergis diupayakan untuk meningkatkan pendapatan petani. Dengan demikian orientasi ke arah komersial dan dengan skala yang ekonomis menjadi sangat penting. Ketersediaan dana sering menjadi penghambat dalam pengembangan ternak di tingkat peternak yang secara nota bena sebagai petemak kecil dengan tingkat perekonomian lemah. Sentuhan dari lembaga keuangan menjadi sangat penting. Sentuhan teknologi aplikatif sesuai dengan kebutuhan para petemak yang digali melalui pola partisipatif dengan model botom up approach juga harus melibatkan semua instansi terkait. KESIMPULAN 1. Mendalami kondisi peternak kambing PE, maka perubahan pemikiran (mind set) peternak yang mengarah pada pemanfaatan potensi produksi susu sangat menentukan. 2. Manajemen pemeliharaan (kecuali perkandangan) di semua daerah pengamatan hampir sama. Pemberian pakan yang komposisinya lebih banyak dari daun-daunan telah dipersiapkan oleh para peternak di lahan masing-masing sehingga sangat meringankan beban kerja petemak. Sayangnya luasan lahan peternak yang terbatas terkadang menjadi kendala sehingga kesulitan pakan pada musim-musim tertentu juga ditemui. 3. Perhitungan ekonomi dari pemanfaatan potensi produksi susu kambing maka diperoleh tambahan pendapatan sebesar Rp. 126.000,-/bulan/ekor. DAFTAR PUSTAKA ADRIANI, A. SUDONO, T. SUTARDI, W. MANALU dan 1.K. SUTAMA. 2003. Optimasi produksi anak dan susu kambing Peranakan Etawah dengan superovulasi dan suplementasi seng. Forum Pascasarjana. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor 26 (4) : 335-352. DEPARTEMEN PERTANIAN. 2003. Laporan Bulanan Tentang Keragaan Pembangunan Pertanian. Sub Sektor Peternakan. Departemen Pertanian Jakarta. OusT, J.M. and Z. NAPITUPULU. 1984. Milk yields of Indonesian goats. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 15 : 501-504. SODiQ. 2001. Small ruminant production system under rural area and improving weaning weight. Scientific Publication Unsoed, Purwokerto : 27 (3) :41-52. 2 3 7