Charles Wijaya, Abdul Wahab, Muh. Ramli, Burhanuddin Bahar ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif

Lama Analgesia Lidokain 2% 80 mg Dibandingkan Kombinasi Lidokain 2% dan Epinefrin pada Blok Subarakhnoid

PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI

ELEVASI KAKI EFEKTIF MENJAGA KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

ARTIKEL PENELITIAN. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim

BAB I PENDAHULUAN. abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. 1 Prevalensi terjadinya sectio. keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini melingkupi bidang Anestesiologi. Penelitian ini dimulai sejak tanggal 28 Mei 2014 hingga 28 Juni 2014.

ARTIKEL PENELITIAN. Rumah Sakit Tentara Tingkat IV Singkawang Kalimantan Barat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. subarachnoid sehingga bercampur dengan liquor cerebrospinalis (LCS) untuk mendapatkan

PERBEDAAN TEKANAN DARAH PASCA ANESTESI SPINAL DENGAN PEMBERIAN PRELOAD DAN TANPA PEMBERIAN PRELOAD 20CC/KGBB RINGER ASETAT MALAT

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

Bagian Anestesesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

NI MADE AYU SRI HARTATIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : Yunita Ekawati J Kepada : FAKULTAS KEDOKTERAN

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

Oleh: Esti Widiasari S

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS KOMBINASI BUPIVAKAIN-PETHIDIN DENGAN BUPIVAKAIN-FENTANYL INTRATEKAL PADA PASIEN GERIATRI YANG MENJALANI PROSEDUR TUR-P

PENGARUH DURASI TINDAKAN INTUBASI TERHADAP RATE PRESSURE PRODUCT (RPP) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan bedah pada pasien menunjukkan peningkatan seiring tumbuhnya

PENGARUH INJEKSI TUNGGAL BLOK PARAVERTEBRA TERHADAP KADAR KORTISOL PLASMA PASIEN OPERASI TUMOR PAYUDARA JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

PERBEDAAN NILAI TEKANAN DARAH ANTARA ANESTESI SPINAL BUPIVAKAIN 0,5% DAN LIDOKAIN 5% PADA PASIEN TRANSURETHRAL

ARTIKEL PENELITIAN. Instalasi Anestesi dan Rawat Intensif Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap,

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2 NOMOR 3, AGUSTUS 2015 PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN

PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG

PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI

ABSTRAK PENGARUH JUS BUAH SIRSAK

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE

ARTIKEL PENELITIAN. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif

PENGARUH STATUS GIZI DAN FREKUENSI SENAM DIABETES TERHADAP PROFIL LIPID PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 TESIS

SKRIPSI. Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu

EFEKTIVITAS ANALGETIK PREEMTIF TERHADAP KEDALAMAN ANESTESI PADA ODONTEKTOMI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

INTISARI. Kata kunci: tekanan darah, dataran tinggi, dataran rendah.

EFIKASI PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN SUBKUTAN TERHADAP PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN INTRAVENA PASCAOPERASI SEKSIO SESAREA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH INDUKSI KETAMIN DOSIS 2 MG/KgBB DAN. DEKSAMETASON DOSIS 0,2 MG/KgBB INTRAVENA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern. memungkinkan operasi menjadi lebih aman. Ahli anestesi yang

Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh,26 Februari : Jl. Sei Bahorok Gg. Keplor No.30 Medan. : dr. Nadi Zaini Bakri, SpAn

ARTIKEL PENELITIAN. SMF Anestesi Rumah Sakit Umum Daerah SMC Kab. Tasikmalaya,

PERUBAHAN TEKANAN DARAH DAN LAJU JANTUNG 30 MENIT PASCA INSISI PADA PASIEN BEDAH ONKOLOGI YANG MENDAPATKAN 0,5 MG/KGBB KETAMIN PREINSISI

BAB IV METODE PENELITIAN

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan Ilmu Anestesi. Waktu pengumpulan data dilakukan setelah proposal disetujui sampai

KUANTITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBELUM DAN SETELAH PEMBUATAN PEDOMAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK (PPAB) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN EFEK HEMODINAMIK ANTARA PROPOFOL DAN ETOMIDATE PADA INDUKSI ANESTESI UMUM ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH INTERVENSI MUSIK KLASIK MOZART DIBANDING MUSIK INSTRUMENTAL POP TERHADAP TINGKAT KECEMASAN DENTAL PASIEN ODONTEKTOMI

PERBEDAAN HEMODINAMIK PRE DAN POST OPERASI ANTARA ANESTESI UMUM DAN ANESTESI REGIONAL PADA PASIEN SEKSIO SESAREA DENGAN PRE-EKLAMPSIA BERAT

Cedera Spinal / Vertebra

BAB 4 METODE PENELITIAN. Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Penelitian ini berlangsung bulan Maret-Juni 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. B. Tempat Penelitian dilakukan di ICVCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

PERBANDINGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DAN TEKANAN DARAH ANTARA PENGGUNAAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DAN APLIKASI DIGITAL PILLBOX REMINDER

BAB I. PENDAHULUAN. perubahan klinis dan psikologis sehingga meningkatkan morbiditas, mortalitas,

SKRIPSI PENGARUH ELEVASI KAKI TERHADAP KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

BAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEK GULA PUTIH, ASPARTAM, BROWN SUGAR, GULA AREN, DAN STEVIA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH

EFEKTIVITAS PARASETAMOL UNTUK NYERI PASCA OPERASI DINILAI DARI VISUAL ANALOG SCALE LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAMPIRAN. : Drs.Rumonda Napitupulu,Apt : Mala Rhodearny Estomihi Munthe. : Mayor (CKM) dr.immanuel Es Stevanus Purba,SpTHT-KL Nama Anak : -

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 2, Oktober 2012 ISSN

HUBUNGAN OBESITAS SENTRAL DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PASIEN LAKI-LAKI. Oleh : THARMANTHIRAN THIRUCHELVAM

ARTIKEL PENELITIAN. Penambahan Natrium Bikarbonat 8,4% pada Lidokain 2% untuk Mengurangi Nyeri Saat Infiltrasi Anestetik Lokal

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif

I G P Ngurah Adi Santika*, I P G. Adiatmika**, Susy Purnawati***

ABSTRAK PENGARUH AKTIVITAS FISIK SEDANG TERHADAP PENINGKATAN MEMORI JANGKA PENDEK

RERATA WAKTU PASIEN PASCA OPERASI TINGGAL DI RUANG PEMULIHAN RSUP DR KARIADI SEMARANG PADA BULAN MARET MEI 2013 JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK EFEK SEMANGKA MERAH DAN KUNING (Citrullus lanatus) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

ABSTRACT THE EFFECT OF OLIVE OIL ADDITION INTO OATMEAL IN LOWERING BLOOD TOTAL CHOLESTEROL AND LDL (LOW DENSITY LIPOPROTEIN) IN WISTAR STRAIN RAT

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Paru Goenawan Cisarua Bogor,

PERBEDAAN TEKANAN DARAH PASCA ANESTESI SPINAL DENGAN PEMBERIAN PRELOAD DAN TANPA PEMBERIAN PRELOAD 20CC/KGBB RINGER LAKTAT

ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH SEPATU BERHAK WEDGE DAN NON-WEDGE TERHADAP GAIT DAN KESEIMBANGAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Perbedaan Tekanan Darah setelah Pemaparan Cold Pressure Test antara Mahasiswa Tanpa dan dengan Riwayat Hipertensi di Keluarga

HASIL PENGUKURAN TEKANAN DARAH DALAM BERBAGAI POSISI DENGAN SPIGMOMANOMETER ANEROID PADA MAHASISWA KEPERAWATAN

ARTIKEL PENELITIAN. Abstrak. Abstract. Jurnal Anestesi Perioperatif

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. PENGARUH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN HEXAGON DRILL DAN ZIG-ZAG RUN

ABSTRAK. Maizar Amatowa Iskandar, 2012 Pembimbing I : Pinandojo Djojosoewarno, dr., Drs., AIF. Pembimbing II : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

ABSTRAK PENGARUH MENYUSUI TERHADAP TEKANAN DARAH IBU

ABSTRAK. EFEK TERAPI AJUVAN EKSTRAK DAUN SELEDRI (Apium graveolens L.) TERHADAP PENDERITA HIPERTENSI

Transkripsi:

EFEKTIFITAS POSISI TRENDELENBURG DISERTAI FLEKSI DARI PINGGUL UNTUK MENINGKATKAN LEVEL BLOK PADA ANESTESI SPINAL The research aimed at investigating the effectiveness of trendelenburg position accompanied by hip flexion to increase block level on spinal anesthesia Charles Wijaya, Abdul Wahab, Muh. Ramli, Burhanuddin Bahar ABSTRACT The research used an experimental method with the number of samples of 40 patients who underwent lower abdomen and extremity surgeries with the spinal anesthesia technique in Wahidin Sudirohusodo Hospital from September to October 2010. The patients were ramdomly divided into two groups, i.e. hip flexion group (n = 20) got treatment of trendelenburg position accompanied by hip flexion after the spinal anesthesia with bupivacaine 0.5% 10 mg, and control group (n = 20) got treatment of conventional trendelenburg position after the spinal anesthesia with bupivacaine 0.5% 10 mg. The levels of sensoric and motoric blocks and haemodynamic changes of the two groups were the assessed and compared. Analysis of variable relationship was carried out by Mann- Whitney U test and Anova test if (p 0.05). The result of the research reveals that among 40 research subjects, age, body height, body weight, ASA classification, and surgery type are not significantly different on both groups. The level of maximal sensoric block pinprick and cold block are T4 (T12-T3) and T3 (T10-T2) on the hip flexion group, and T8 (T12-T6) and T6 (T10-T4) on the control group. There is no significant difference in terms of the level of the maximal motoric block between the two groups. Dissimilar with the control group, the average blood pressure and pulse beat decrease on the hip flexion group. It is obtained that the level of sensoric block pinprick and cold block are higher on the flexion group than the control group. The result is statistically significant (p 0.05). Keywords : Spinal anesthesia, trendelenburg position, hip flexion, bupivacaine 0.5% ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas posisi trendelenburg disertai fleksi dari pinggul untuk meningkatkan level blok pada anestesi spinal. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan jumlah sampel empat puluh pasien yang menjalani operasi abdomen dan ekstremitas bawah dengan teknik anestesi spinal di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusudo pada bulan September hingga Oktober 2010. Pasien dibagi secara acak ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok fleksi pinggul (n=20) memperoleh perlakuan posisi trendelenburg disertai fleksi dari pinggul setelah anestesi spinal dengan bupivacain 0,5% 10 mg dan kelompok kontrol (n=20) memperoleh perlakuan posisi trendelenburg konvensional setelah anestesi spinal dengan bupivacain 0,5% 10 mg. Level blok sensorik dan motorik serta perubahan hemodinamik kedua kelompok selanjutnya dinilai dan dibandingkan. Analisis hubungan variabel dilakukan dengan uji Mann-Whitney U dan uji Anova serta dinyatakan bermakna apabila p 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur, tinggi badan, berat badan, klasifikasi ASA, dan jenis operasi tidak berbeda secara bermakna pada kedua kelompok. Level blok sensorik maksimal pinprick dan dingin adalah T4 (T12-T3) dan T3 (T10-T2) pada kelompok fleksi pinggul serta T8 (T12-T6) dan T6 (T10-T4) pada kelompok kontrol. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal level blok maksimal motorik antara kedua kelompok. Tidak sama dengan kelompok kontrol, tekanan darah rata-rata dan denyut nadi mengalami penurunan pada kelompok fleksi pinggul. Didapatkan level blok sensorik pinprick dan dingin lebih tinggi pada kelompok fleksi pinggul dibandingkan kelompok kontrol. Hasilnya bermakna secara statistik (p 0,05). Kata kunci : anestesi spinal, posisi trendelenburg, fleksi pinggul, bupivacain 0,5% 1

PENDAHULUAN Latar Belakang Selama anestesia spinal, lordosis dari vertebra lumbal mungkin akan mempengaruhi penyebaran dari zat anestetik lokal hiperbarik yang diberikan secara intratekal. Pemberian anestetik lokal hiperbarik pada interspaces yang lebih rendah dari L3-4 mungkin mengakibatkan level blok spinal lebih rendah dari yang diantisipasi menyusul berkumpulnya obat di regio sakralis. 1 Saat level blok spinal tidak cukup tinggi untuk melakukan pembedahan, posisi Trendelenburg digunakan untuk meningkatkan level dari blok. Bagaimanapun, jika penyebaran sephalad dari anestetik lokal hiperbarik akan dibatasi oleh lordosis dari vertebra lumbal, maka posisi Trendelenburg mungkin akan kurang begitu efektif. Miyabe dan Namiki 2 menemukan bahwa penyebaran sephalad setelah penyuntikan intratekal dari 2-3 ml tetracaine 0,5% heavy adalah lebih tinggi pada posisi Trendelenburg daripada posisi horizontal. Sebaliknya, Sinclair dan kawan dankawan 1 mengamati bahwa level blok spinal tidak secara signifikan meningkat pada posisi Trendelenburg setelah penyuntikan intratekal dari Bupivacain 0,5% heavy 3 ml dibandingkan dengan posisi horizontal. Hasil yang tidak konsisten ini mungkin dapat dijelaskan melalui adanya tingkat yang bervariasi dari penyebaran sephalad agen anestetik di atas dari lordosis vertebra lumbal selama posisi Trendelenburg. Namun Kim dan kawan-kawan menemukan bahwa level blok maksimum dari tes pinprick dan tes dingin akan lebih tinggi pada pasien posisi trendelenburg disertai fleksi pinggul [T4 (T8- C6) dan T3 (T6-C2)] daripada posisi trendelenburg saja [T7 (T12-T4) dan T5 (T11-T3)], setelah penyuntikan bupivacaine 0,5% heavy 2,6ml 13 mg. 21 Meskipun posisi Trendelenburg tidak menjamin penyebaran dari suatu anestetik lokal ke regio thorakalis, 1 level analgesia dilaporkan lebih tinggi pada posisi Trendelenburg dibandingkan dengan posisi supine horizontal. 2,3 Kebalikan terhadap distribusi unimodal dari level maksimal blok spinal tanpa lordosis lumbal, lordosis lumbal nampaknya menjadi penyebab distribusi bimodal melalui pembagian obat yang diinjeksikan antara regio sakralis dan thorakalis. 4,5 Karena lordosis dari vertebra lumbal dapat diluruskan melalui fleksi dari pinggul, 4-6 maka kami berhipotesa bahwa dengan fleksi pinggul pada posisi Trendelenburg akan lebih efektif untuk meningkatkan level blok spinal. Penelitian ini dilakukan untuk menilai jika posisi Trendelenburg dengan fleksi dari pinggul sebagai suatu strategi untuk meningkatkan level anestesia spinal saat dibutuhkan. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Sejauh mana efektifitas posisi trendelenburg disertai fleksi dari pinggul untuk meningkatkan level anestesi spinal setelah blok spinal? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Menilai efektifitas posisi trendelenburg disertai fleksi dari pinggul untuk meningkatkan level anestesi spinal setelah blok spinal. Tujuan Khusus 1. Membandingkan perbedaan ketinggian level blok motorik antara posisi trendelenburg dan posisi trendelenburg disertai fleksi dari pinggul setelah blok spinal. 2. Membandingkan perbedaan ketinggian level blok sensorik antara posisi trendelenburg dan posisi trendelenburg disertai fleksi dari pinggul setelah blok spinal. 3. Membandingkan perbedaan perubahan hemodinamik antara posisi trendelenburg dan posisi trendelenburg disertai fleksi dari pinggul setelah blok spinal. Hipotesis Posisi trendelenburg disertai fleksi dari pinggul lebih efektif untuk meningkatkan level anestesi spinal setelah blok spinal daripada posisi trendelenburg tanpa fleksi dari pinggul. 2

Manfaat Penelitian Dapat menjadi strategi untuk meningkatkan level anestesi spinal saat level blok spinal yang dibutuhkan terlalu rendah, serta dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan. METODE PENELITIAN Desain penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian dengan disain uji klinis acak tersamar tunggal. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan jejaringnya di Makassar selama 2 bulan. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Populasi penelitian Populasi Populasi penelitian ini adalah pasien dewasa yang menjalani operasi ekstremitas dan abdomen bawah, elektif atau emergensi di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan jejaringnya di Makassar selama 2 bulan. Sampel Sampel penelitian diambil dari populasi terjangkau dengan cara consecutive sampling dan kemudian dibagi dalam kelompok yang diuji dan kelompok kontrol secara acak. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi: a. Usia 30-50 tahun b. Berat Badan : 50-70 kg c. Tinggi Badan : 160-170 cm d. PS. ASA 1-2 e. Pembedahan elektif abdomen dan ekstremitas bawah dengan teknik anestesi blok spinal f. Level blok tidak melebihi Torakal 10 setelah anestesi spinal g. Ada persetujuan dari dokter primer yang merawat Kriteria eksklusi: a. Penderita tidak kooperatif b. Kontraindikasi teknik anestesi blok spinal c. Riwayat alergi terhadap obat anestesi lokal bupivacaine d. Menderita penyakit kardiovaskuler dan penyakit hepar BESAR SAMPEL Dengan N = 45 berdasarkan tabel Isaac & Michael, sampel ditentukan n = 40 dengan taraf kesalahan 5% ( α = 0,05). CARA PEMILIHAN SAMPEL Pemilihan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling CARA KERJA Subyek yang memenuhi kriteria ikut dalam penelitian menjalani prosedur persiapan operasi elektif yang berlaku. Kateter intravena 18G dipasang dan lebih kurang 500 ml larutan koloid diberikan secara cepat sebelum dilakukan anestesi spinal dan monitoring EKG dan tekanan 3

darah non invasif dilakukan selama anestesi dan pembedahan. Semua tindakan anestesi spinal dilakukan oleh seorang residen senior anestesi dengan menggunakan jarum spinal 25G tipe Quincke yang dilakukan pada daerah interspaces L4-5 dengan pasien posisi duduk. Setelah konfirmasi adanya aliran bebas dari cairan likour serebrospinalis, 2,0 ml (10 mg) bupivacain heavy 0,5% diinjeksikan dengan waktu kira-kira 10 detik tanpa barbotage. Segera setelah jarum spinal dicabut, pasien dikembalikan secara perlahan-lahan ke posisi supine horizontal. Pasien dengan tes pinprick level bloknya mencapai T10 atau lebih tinggi setelah penyuntikan intratekal dikeluarkan dari penelitian ini. Jika dengan tes pinprick level bloknya lebih rendah dari T10, pasien akan secara acak ditempatkan di antara dua grup sampai 20 pasien tercapai pada setiap grup: posisi Trendelenburg dengan fleksi dari pinggul dan lutut (grup fleksi pinggul) dan posisi Trendelenburg tanpa fleksi dari kedua sendi (grup kontrol). Pasien grup kontrol berbaring posisi supine dengan kedua kaki lurus dan meja operasi direndahkan 15 o posisi head down. Pasien grup fleksi pinggul ditempatkan dengan derajat yang sama dengan kepala direndahkan, tetapi dengan pinggul dan lutut difleksikan dan pinggul sedikit dirotasikan ke luar. Pasien diminta untuk memfleksikan pinggul mereka sebisa mungkin tanpa tahanan sementara dua orang asisten membantu pasien untuk mempertahankan posisi fleksi dari pinggul dan lutut. Lima menit setelah posisi Trendelenburg, semua pasien dikembalikan ke posisi supine horizontal dengan kedua kaki lurus. Pembedahan dimulai saat tes pinprick level bloknya telah dikonfirmasikan sekurang-kurang dua dermatom lebih tinggi dari daerah pembedahan. Blokade motorik dan sensorik dinilai dengan jarum 21G dan menggunakan skala Bromage modifikasi setiap 5 menit sampai 30 menit pertama setelah injeksi intratekal, kemudian setiap 10 menit sampai level blok pinprick menurun sampai T10, dan kemudian setiap 30 menit sampai 150 menit terlewati. Blokade spinal dinilai oleh residen senior anestesi pertama dari 5 menit setelah penyuntikan intratekal sampai pasien dikembalikan dari posisi Trendelenburg ke posisi supine horizontal, dan kemudian blok spinal di nilai oleh residen senior anestesi kedua kedua secara blind terhadap grup-grup pasien. Waktu sampai blok motorik dan tes pinprick maksimal dan waktu regresi sampai T10 juga dicatat. Tekanan arteri rata-rata dan denyut jantung juga dicatat setiap 5 menit sampai 30 menit setelah penyuntikan intratekal dan dimonitoring sepanjang operasi. Atropin 0,5 mg diberikan secara i.v saat denyut jantung lebih rendah dari 50 x/menit dan, jika tekanan darah sistolik turun sampai di bawah 90 mm Hg, 10 mg ephedrine diberikan secara i.v. HASIL PENELITIAN Dari 40 pasien yang diikutkan dalam penelitian ini, yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok masing-masing 20 orang. Kelompok fleksi pinggul mendapatkan perlakuan berupa posisi trendelenburg disertai fleksi dari pinggul dan lutut, lima menit setelah penyuntikan bupivacain heavy 0,5% 10 mg. Dan kelompok kontrol mendapat perlakuan berupa posisi trendelenburg tanpa fleksi dari pinggul dan lutut. Selanjutnya level ketinggian blok sensorik dan motorik dan perubahan hemodinamik yang menyertai kedua kelompok dicatat dan dibandingkan. 4

Karakteristik Sampel Pada tabel 1 terlihat bahwa variabel karakteristik demografi tidak berbeda secara bermakna antara kedua kelompok (p > 0,05). Tabel 1: Karakteristik subyek penelitian kedua kelompok Variabel Kelompok Fleksi Kelompok Kontrol Nilai p Pinggul (n=20) (n=20) Umur (th) 35,70 (SD 6,5) 37,35 (SD 8,2) 0,210 Tinggi Badan (cm) 163,8 (SD 4,7) 165,5 (SD 5,1) 0,235 Berat Badan (kg) 59,53 (SD 6,68) 58,71 (SD 5,91) 0,775 Klasifikasi ASA (I/II) 5/15 7/13 0,312 Pembedahan abdomen 9/11 10/10 0,442 dan ekstremitas bawah Data disajikan dalam bentuk mean ± simpangan baku (SD) dan diuji dengan student t-test independent. *Diuji dengan chi square. V.2. Ketinggian Level Blok Tabel 2: Perbandingan blok sensorik dan blok motorik kelompok fleksi pinggul dan kelompok kontrol Variabel Kelompok Fleksi Pinggul (n=20) Kelompok Kontrol (n=20) Nilai p 1. Blok Sensorik a. Tes Pinprick Menit Ke-5 L5 (S3-T12) L5 (S4-L1) 0,610 Menit Ke-10 T6 (T12-T4) T10 (T12-T6) 0,018 Blok Maksimal T4 (T12-T3) T8 (T12-T6) 0,028 Waktu Penyebaran 30 (11) 19 (3) 0,005 Maksimal mean (SD) Waktu Regresi T10 (SD) 83 (14) 51 (18) 0,030 b. Sensorik Dingin Menit Ke-5 L3 (S2-T8) L3 (S1-T10) 0,830 Menit Ke-10 T5 (T12-T3) T8 (T12-T5) 0,026 Blok Maksimal T3 (T10-T2) T6 (T10-T4) 0,015 2. Blok Motorik Blok Maksimal 3 (1-3) 3 (0-3) 0,067 Waktu Blok Maksimal (SD) Keterangan : 14 (6) 17 (10) 0,053 Data diuji dengan menggunakan analisa statistik Mann-Whitney U. Dinyatakan berbeda bermakna bila nilai p 0,05. 5

Level blok pinprick Level blok sensorik dingin maksimal maksimal C2 C2 C3 Fleksi Pinggul C3 C4 C4 C5 Kontrol C5 C6 C6 T1 T1 T2 T2 T3 T3 T4 T4 T5 T5 T6 T6 T7 T7 T8 T8 T9 T9 T10 T10 T11 T11 T12 T12 L1 L1 Grafik 1. Distribusi maksimal dari level blok tes pinprick dan sensasi dingin pada kedua grup. Blokade tes pinprick dan sensasi dingin menyebar lebih sephalad pada grup fleksi pinggul dibandingkan dengan grup kontrol (p 0,05 untuk blok pinprick dan p<0,05 untuk blok sensasi dingin). Tabel 3: Kenaikan level segmen pada blok sensorik tes pinprick dan sensorik dingin kelompok fleksi pinggul dan kelompok kontrol Variabel Kelompok Fleksi Pinggul Kelompok Kontrol Nilai p (n=20) (n=20) 1. Blok Sensorik a. Tes Pinprick Rerata (SD) Menit Ke-5 2,60 (0,94) 2,90 (0,85) 0,300 Rerata (SD) Menit Ke- 10 6,15 (1,63) 6,25(1,21) 0,830 Rerata (SD) Level Segmen Maksimal 9,80 (2,44) 8,15 (1,09) 0,010 b. Sensorik Dingin Rerata (SD) Menit Ke-5 2,70 (1,03) 3,10 (1,21) 0,270 Rerata (SD) Menit Ke- 10 5,75 (1,07) 5,75 (1,52) 1,000 Rerata (SD) Level Segmen Maksimal 9,60 (1,43) 7,85 (1,53) 0,000 Keterangan: Rerata (mean) kenaikan level segmen yang dihitung dari titik 0 (level segmen kontrol). Diuji dengan independent t-test, dinyatakan bermakna jika p 0,05 6

Kenaikan Segmen 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 5.00 10.00 maksimal Pin Prick Klp Kontrol Pin Prick Klp Flexi Pinggul nilai p 0.30 0.83 0.01 Menit Ke Grafik 2. : Kenaikan level segmen pada blok sensorik tes pinprick kelompok fleksi pinggul dan kelompok kontrol Kenaikan Segmen 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 5.00 10.00 maksimal Cold Test Klp Kontrol Cold Test Klp Flexi Pinggul nilai p 0.27 1.00 0.00 Menit Ke Grafik 3. : Kenaikan level segmen pada blok sensorik dingin kelompok fleksi pinggul dan kelompok kontrol 7

V.3. Perubahan Hemodinamik 120 Tekanan Arteri Rerata (mmhg) 100 80 60 40 20 p=0,03 MAP Fleksi Pinggul MAP Kontrol 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Waktu (menit) Grafik 4. Perubahan pada tekanan darah rata-rata (MAP) pada kedua kelompok 120 100 Denyut Jantung (x/menit) 80 60 40 p=0,036 HR Fleksi Pinggul HR Kontrol 20 0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Waktu (menit) Grafik 5. Perubahan denyut jantung pada kedua kelompok DISKUSI Miyabe dan Namiki 2 menemukan bahwa penyebaran sephalad setelah penyuntikan intratekal dari 2-3 ml tetracaine 0,5 heavy adalah lebih tinggi pada posisi Trendelenburg daripada posisi horizontal. Sebaliknya, Sinclair dan kawan-kawan 1 mengamati bahwa level blok spinal tidak secara signifikan meningkat pada posisi Trendelenburg setelah penyuntikan intratekal dari 8

Bupivacain 0,5% heavy 3 ml dibandingkan dengan posisi horizontal. Hasil yang tidak konsisten ini mungkin dapat dijelaskan melalui adanya tingkat yang bervariasi dari penyebaran sephalad agen anestetik di atas dari lordosis vertebra lumbal selama posisi Trendelenburg. Pada penelitian ini, akan dilihat pengaruh posisi Trendelenburg yang diperbesar melalui perataan dari lordosis lumbal. Namun Kim dan kawan-kawan menemukan bahwa level blok maksimum dari tes pinprick dan tes dingin akan lebih tinggi pada pasien posisi trendelenburg disertai fleksi pinggul setelah penyuntikan bupivacaine 0,5% heavy 2,6ml 13 mg. 21 Puncak dari lordosis lumbal berlokasi pada vertebra L4 atau interspaces L3-4. 6 Secara klinik, pemilihan interspaces L4-5 atau L5-S1 sebagai lokasi spinal mungkin akan mengakibatkan level analgesia yang lebih rendah, yang mungkin dapat dijelaskan dengan mengumpulnya agen anestetik di daerah sakral. Selama anestesia spinal kontinyu, posisi dari kateter di daerah sakral atau penyuntikan larutan hiperbarik dengan tip kateter yang mengarah ke kaudal akan berakibat terkumpulnya larutan anestetik hiperbarik di daerah kaudal sampai puncak dari lordosis lumbal. 11 Pada penelitian ini dilakukan simulasi sacral pooling dengan menyuntikkan anestesi lokal ke arah kaudal sampai puncak dari lordosis lumbal, yang diketahui akan menyebabkan level blok spinal yang lebih rendah. Oleh karena itu, blok spinal dilakukan pada interspaces L4-5 dengan posisi duduk. Fleksi dari pinggul dapat mengurangi kelengkungan dari lordosis lumbal. 4 Karena lordosis lumbal tidak sepenuhnya dapat diluruskan dengan fleksi pinggul sampai 90 o, 6 maka pasien diminta untuk memfleksikan pinggul mereka sampai melewati 90 o. Peningkatan akut pada tekanan intra-abdominal telah diketahui mempunyai efek yang kecil terhadap penyebaran agen anestetik dibandingkan dengan adanya peningkatan yang kronik. 11 Bagaimanapun, kompresi dari abdominal, akan memungkinkan dihubungkan dengan pelebaran vena-vena ruang peridural yang menurunkan volume cairan serebrospinalis dan selanjutnya akan berakibat level blok sensorik yang tinggi. 13-15 Meskipun fleksi dari pinggul nampaknya tidak dihubungkan dengan peningkatan yang signifikan terhadap tekanan intra-abdominal, sehingga setiap tindakan yang dilakukan tidak akan mengkompresi abdomen dengan cara melakukan sedikit rotasi dari pinggul ke arah luar dengan bantuan dari paha pasien. Pada penelitian ini, tidak ditemukan perbedaan secara statistik dalam hal blok motorik di antara kedua grup, tetapi semua pasien pada grup fleksi pinggul dan 17 pasien pada grup kontrol menunjukkan blok motorik tingkat 3. Bagaimanapun, hanya sembilan pasien pada grup fleksi pinggul dan 17 pasien pada grup kontrol yang mencapai pemulihan penuh dari fungsi motorik dalam waktu 127 menit setelah penyuntikan intratekal. Pada penelitian ini juga ditunjukkan bahwa pada grup fleksi pinggul mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk terjadinya hipotensi dan bradikardi, yang hal ini dapat dijelaskan karena tingginya level blok spinal pada grup ini. Dan juga dapat memberi kesan bahwa pada posisi Trendelenburg yang disertai fleksi dari pinggul akan mengakibatkan resiko yang lebih besar dalam hal hemodinamik berkaitan dengan blok spinal yang lebih tinggi. Juga dilaporkan bahwa level blok spinal mengalami peningkatan melalui perubahan posisi 30 menit setelah penyuntikan anestetik lokal. 3 Bagaimanapun, pengaruh dari posisi tubuh dalam hal penyebaran anestesik lokal menurun seiring waktu setelah penyuntikan intratekal. Oleh karena itu, keputusan yang lebih awal untuk menempatkan pasien pada posisi Trendelenburg dengan fleksi pinggul akan lebih efektif untuk meningkatkan level blok spinal. Simpulan Posisi Trendelenburg yang disertai fleksi dari pinggul efektif untuk meningkatkan level blok setelah anestesi spinal dibandingkan dengan posisi Trendelenburg yang konvensional. Saran 1. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar sehingga mencapai tingkat obyektivitas dan kemaknaan yang lebih tinggi. 9

2. Data yang diperoleh berasal hanya dari pasien-pasien muda dan sehat dengan massa tubuh yang normal, hal ini mungkin tidak sesuai dengan hasil perkiraan penelitian ini terhadap pasien-pasien grup lain. Sehingga mungkin dapat dilalukan penelitian lanjutan untuk pasien-pasien grup lain. DAFTAR PUSTAKA Sinclair CJ, Scott DB, Edstrom HH. Effect of the Trendelenburg position on spinal anaesthesia with hyperbaric bupivacaine. Br J Anaesth 1982; 54: 497-500 Miyabe M, Namiki A. The effect of head-down tilt on arterial blood pressure after spinal anesthesia.anesth Analg 1993; 76: 549-52 Povey HM, Olsen PA, Pihl H. Spinal analgesia with hyperbaric 0.5% bupivacaine: effects of different patient positions. Acta Anaesthesiol Sacnd 1987; 31: 616-9 Smith TC. The lumbar spine and subarachnoid block. Anesthesiology 1968; 29: 60-4 Logan MR, Drummond GB. Spinal anesthesia and lumbar lordosis. Anesth Analg 1988; 67: 338-41 Hirabayashi Y, Igarashi T, Suzuki H, Fukuda H, Saitoh K, Seo N. Mechanical effects of leg position on vertebral structures examined by magnetic resonance imaging. Reg Anesth Pain Med 2002; 27: 429-32 Stonelake PS, Burwell RG, Webb JK. Variation in vertebral levels of the vertebra prominens and sacral dimples in subjects with scoliosis. J Anat 159: 165,1988. Gray H. In: Lewis WH, ed, Gray s Anatomy, 20 th ed. New York: Bartleby, 2000. Scoles P, Linton A, Latimer B, et al. Vertebral body and posterior element morphology: The normal spine in middle life. Spine 10: 1082, 1988. Wong CA. Spinal and Epidural Anesthesia, McGraw-Hill, 2007:1-246 Hocking G, Wildsmith JAW, Intrathecal Drug Spread. British Journal of Anesthesia 93(4): 568-78(2004). Cianni SD, Rossi M, Casta A, Cocco C, et al. Spinal Anesthesia: an evergreen Technique. Acta Biomed 2008: 79:9-17. NYSORA, New York schoolof Regional Anesthesia, Spinal Anesthesia. Yadav A. Short text book of anesthesia 2 nd ed. 2004:116-127. Dunn PF. Clinical anesthesia procedures of the massachusetts general hospital 7 th ed. 2007: 247-272, 563-569. Galinski DF, Ruth M, Moral V, et al. Spinal anesthesia with bupivacaine and fentanyl in geriatric patients. Anesth Analg 1996; 83:537-41. Fink BR. Mechanisms of differential axial blockade in epidural and subarachnoid anesthesia. Anesthesiology 70:85, 1995. Silverstein JH, Rooke GA, Reves JG, et al. Geriatric Anesthesiology 2 nd ed. Springer. 3-37. Stoelting RK, Hillier SC (ed). Pharmacology & physiology in anesthetic practice 4 th ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. Liu SS, Mc Donald SB. Current issues in spinal anesthesia. Anesthesiology: 2001: 888 906. 10