BAB I PENDAHULUAN. yaitu pajak langsung, dan pajak tidak langsung. Contoh pajak langsung adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk membiayai kegiatan pembangunan dan kegiatan rutin

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak 2013

BAB III GAMBARAN DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

KONSEP DASAR AKUNTANSI PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang potensial bagi negara

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Mengingat adanya dua fungsi yang melekat pada pajak (budgetair dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara pada tahun 2014, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp

Repositori STIE Ekuitas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN. penting untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur maupun meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan berupaya untuk menciptakan negara Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber utama penerimaan yang potensial untuk negara dalam. membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak di

APAKAH TARIF PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGGUNA NORMA SUDAH ADIL? STUDI KASUS PEDAGANG ECERAN MINUMAN DI JAKARTA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari masalah pembiayaan pembangunan. itu, diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengarahkan dan

BAB I PENDAHULUAN. banyak sumber dana dalam membiayai berbagai pengeluaran negara. Pada era Orde

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah Indonesia yang dapat mendukung kegiatan pembangunan nasional.

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan

TINDAK LANJUT AMNESTI PAJAK

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Perbedaan pelakuan pajak penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BABl PENDAHULUAN. Kelangsungan suatu negara dalam menjalankan sistem pemerintahan dan

Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25. Peredaran Usaha (Perdagangan) Alamat

DAFTAR ISI. JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR...

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBELUM DAN SESUDAH DITERAPKANNYA PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013 DI UMKM ONYX TULUNGAGUNG RINGKASAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Judul : Mekanisme Penerapan PP Nomor 46 atas Omzet pada CV. X ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri. non migas serta pajak. Namun pemerintah lebih mengoptimalkan

BAB I PENDAHULUAN. melakukanpembangunan Negara adalah Pajak. Pajak selain untuk. pembangunan Negara pajak juga digunakan untuk pendanaan di beberapa

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber penerimaan negara terbesar adalah berasal dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. paling populer bagi negara. Hal ini terjadi akibat pengaruh pergeseran penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan pemerintahan dan

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

BAB I PENDAHULUAN. sejak saat itulah Indonesia menganut Self Assessment System. di Indonesia memberi kepercayaan kepada pengusaha kena pajak dalam

Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan

2015 PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pajak merupakan salah satu penerimaan Negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Inasius (2014) di Indonesia, jumlah UMKM mencapai 56 juta unit dan

SE - 11/PJ/2011 PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-1/PJ/2011 TENTANG TATA CARA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang cukup signifikan, baik secara nominal maupun persentase

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga?

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

PENERAPAN E-FAKTUR DAN PERSEPSI PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP) (STUDI PADA PENGUSAHA KENA PAJAK DI KABUPATEN BULELENG)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu aspek penting dalam perusahaan dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB I PENDAHULUAN. migas dan non migas. Misi utama Direktorat Jenderal Pajak adalah misi fiskal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang besar di sektor ini. Selain itu, tentu saja karena kontribusi yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia diikuti pula perkembangan

BAB IV PEMBAHASAN. Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh,

BAB I PENDAHULUAN. nasional secara bertahap, terencana, dan berkelanjutan. Untuk melaksanakan

AKUNTANSI PERPAJAKAN KELOMPOK : IV APRIDA DEWI DEVI JUNIANTY ( ) TASLIM GOTAMI

BAB I PENDAHULUAN. pajak bersedia memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak, tentunya akan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan kewajiban warga negara untuk membayar iuran atas penghasilan yang didapat untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan pembangunan maupun untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi dana pembangunan Negara, Pemerintah. masyarakat Indonesia, karena berdasarkan tax ratio Indonesia dengan

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, dimana sekitar tujuh puluh persen pembiayaan negara kita saat ini bersumber dari penerimaan pajak. Penerimaan pajak yang dikumpulkan oleh Pemerintah tersebut selanjutnya akan digunakan untuk membiayai belanja Negara, pembangunan dan investasi, yang pada akhirnya penggunaannya adalah agar setiap warga Negara dapat menikmati berbagai fasilitas atau pelayanan dari pemerintah, demi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh warga Negara Indonesia. Dengan demikian peranan penerimaan pajak bagi suatu Negara sangat vital dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan kelangsungan hidup suatu Negara. Secara umum penerimaan dari sektor pajak terbagi menjadi dua golongan, yaitu pajak langsung, dan pajak tidak langsung. Contoh pajak langsung adalah Pajak Penghasilan (PPh), dan contoh pajak tidak langsung adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bea materai, bea balik nama. Dilihat dari segi penerimaan, Pajak Penghasilan berperan penting dalam menopang penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan di Negara yang kita cintai ini, namun tidak semua orang dapat dikenakan PPh. Pajak Penghasilan hanya dapat dikenakan kepada badan atau orang pribadi yang telah berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Sistem pemungutan Pajak di Indonesia ditetapkan beradasarkan sistem Self Assesment yaitu Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Jadi, Wajib Pajak berperan secara aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sistem Self Assesment tersebut merupakan perwujudan dari kegotong-royongan nasional, bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pembangunan nasional dan dapat menikmati hasil dari pembangunan tersebut. Apabila dibandingkan dengan Negara lain yang lebih maju, tingkat kesadaran dan kepatuhan warga Negara akan kewajiban untuk membayar pajak di Indonesia masih sangat rendah. Di Negara-negara maju penerimaan sektor pajak yang dominan adalah bersumber dari Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Hal ini bertolak belakang dengan yang terjadi di Indonesia, dimana penerimaan pajak terbesar bersumber dari Pajak Penghasilan Badan, dengan perbandingan sebagai berikut : No. Negara PPh Orang Pribadi PPh Badan 1. Indonesia 22,89% 77,11% 2. Amerika Serikat 84,91% 15,09% 3. Inggris 78,63% 21,37% 4. Jepang 60,13% 39,87% Sumber : www.pajak.go.id Dari tabel tersebut dapat kita lihat Penerimaan Pajak Penghasilan di Indonesia pada umumnya masih didominasi oleh Pajak Penghasilan badan. Hal tersebut dikarenakan sebagai instansi formal terdaftar, badan lebih mudah teridentifikasi jati dirinya, terpantau kehadirannya, terdeteksi kegiatannya dan transparan objek pajaknya sehingga pemungutan pajak atas badan lebih optimal daripada orang pribadi. Pemungutan pajak atas orang pribadi terjadi kesulitan

pemantauan dan pendeteksian Penghasilan Kena Pajak orang pribadi, terutama karena tidak adanya informasi transaksi finansial dari tiap orang. Selaras dengan semakin membesarnya kebutuhan pembiayaan negara dan desakan kemandirian pembiayaan, rasanya pemerintah harus menemukan sumber penerimaan negara yang elastis dan berkelanjutan. Pajak Penghasilan orang pribadi memenuhi kriteria tersebut. Oleh karena itu, secara bertahap harus menjadi instrumen yang efisien untuk meningkatkan penerimaan Negara khususnya PPh Orang Pribadi. Untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi diperoleh dari Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan dengan tarif PPh sebagaimana diatur dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dan untuk mengetahui besarnya Penghasilan Kena Pajak maka wajib pajak harus menyelenggarakan pembukuan (metode akuntansi) sebagaimana disyaratkan dalam ketentuan perpajakan, yang mana salah satu kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh setiap wajib pajak, baik badan, orang pribadi, maupun bentuk usaha tetap yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas adalah keharusan menyelenggarakan pembukuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nmor 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Pembukuan ini sangat penting untuk memudahkan pelaksanaan self assessment system dan juga digunakan wajib pajak untuk pembuktian apabila terjadi pemeriksaan atau penyidikan pajak, bahkan untuk kepentingan pengajuan keberatan ke Dirjen Pajak dan pengajuan banding ke Pengadilan Pajak sekalipun tetap saja semua argumentasi advokasi pembelaan pajak dari wajib pajak harus dapat

dibuktikan dengan kelengkapan pembukuan beserta bukti-bukti pendukung pembukuan yang memadai. Dari pembukuan tersebut, wajib pajak dapat menyusun laporan keuangannya berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap tahun pajak berakhir. Meskipun peran pembukaan sangat penting dalam administrasi perpajakan khususnya dalam menghitung pajak penghasilan terutang, namun ketentuan mengenai kewajiban pembukuan tidak boleh memperberat dan dan menambah beban Wajib Pajak. Pemerintah menyadari bahwa skala usaha yang ada di Indonesia sangat bervariasi, mulai skala kecil, menengah, dan besar; lokal, nasional, regional, dan multidimensional. Begitu juga jenis dan macam serta ragam bisnis yang dijalankan. Dari sekian banyak jenis usaha ini, tidak semua memiliki kemampuan untuk melaksanakan pembukuan. Oleh karena itu diperlukan perlakuan khusus untuk Wajib Pajak yang belum mampu melakukan pembukuan. Dan untuk mengakomodir hal tersebut, di dalam Pasl 14 Undang- Undang Nomor 7 Tahun1983 sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan memberikan pilihan kepada Wajib Pajak yang memenuhi syarat untuk menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dimana wajib pajak hanya diwajibkan menyelenggarakan pencatatan atas peredaran brutonya, dan tidak perlu melakukan pembukuan. Ketentuan mengenai penggunaan Norma penghitungan penghasilan neto diatur lebih lanjut dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP- 536/PJ./2000 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-4/PJ/2009. Wajib Pajak yang akan menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib menyelenggarakan

pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Wajib Pajak yang Boleh Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan (Pasal 14 ayat (2) UU PPh) Seiring dengan berjalannya waktu pemerintah melakukan perbaikan dan penyempurnaan sistem perpajakan khususnya PPh Orang Pribadi dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, dimana dalam PP 46 tahun 2013 diatur bahwa atas penghasilan dari usaha yang diterirna atau diperoleh Wajib Pajak yang rnerniliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet). Wajib Pajak yang rnerniliki peredaran bruto tertentu sebagairnana dirnaksud dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2013 adalah yang rnernenuhi kriteria sebagai berikut : (1) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, tidak termasuk bentuk usaha tetap (2) Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak. (3) peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya.

Dikecualikan dari pengenaan PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2013 adalah : (1) Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, seperti misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Tahun 2013, dan (2) Penghasilan dari usaha dagang dan jasa yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat (2), seperti misalnya, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah. P enelitian tentang norma penghitungan penghasilan neto dalam tesis ini juga akan dibatasi pada wajib pajak yang dikecualikan dari pengenaan PPh final menurut ketentuan PP Nomor 46 tahun 2013 tersebut. Dari hasil penelitian terhadap penerapan norma penghitungan penghasilan neto tersebut, dan data SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2011 dan Tahun Pajak 2012 yang disampaikan kembali oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang ada di dalam wilayah kerja KPP Pratama Binjai, ternyata penerapan norma penghitungan tersebut berdampak cukup efektif dan positif terhadap pemenuhan kewajiban penyampaian SPT PPh Orang Pribadi. Hal ini dapat dilihat dari cukup besarnya wajib pajak orang pribadi yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto di dalam pemenuhan kewajiban PPh Orang Pribadi berkisar 80% dari total SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang dilaporkan di KPP Pratama Binjai. Hal ini menjadi fenomena menarik untuk diteliti, mengapa wajib pajak orang pribadi lebih memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dibandingkan menggunakan pembukuan secara akuntansi, dimana

seharusnya perhitungan besarnya kewajiban PPh terutang dihitung berdasarkan laba yang sebenarnya diperoleh oleh wajib pajak, dan bukan berdasarkan perkiraan sebagaimana metode norma penghitungan penghasilan neto. Uraian di atas menjadi motivasi penulis untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wajib Pajak Orang Pribadi Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto Dalam Pemenuhan Kewajiban Pajak Penghasilan (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai). Dalam penelitian ini kami menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi wajib pajak orang pribadi di dalam memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto di dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban PPh. Kemudian belum banyak penelitian sebelumnya yang mengambil Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagai objek penelitian. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh secara parsial kemudahan menghitung PPh terutang terhadap pemilihan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto di KPP Pratama Binjai? 2. Bagaimana pengaruh secara parsial besarnya PPh terutang terhadap pemilihan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto di KPP Pratama Binjai?

3. Bagaimana pengaruh secara parsial pengetahuan tentang pembukuan terhadap pemilihan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto di KPP Pratama Binjai? 4. Bagaimana pengaruh secara parsial keuangan wajib pajak untuk membayar penyelenggara pembukuan terhadap pemilihan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto di KPP Pratama Binjai? 5. Bagaimana pengaruh secara parsial pengetahuan wajib pajak tentang peraturan perpajakan terhadap pemilihan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto di KPP Pratama Binjai? 6. Bagaimana pengaruh secara parsial tingkat pendidikan terhadap pemilihan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto di KPP Pratama Binjai? 7. Bagaimana pengaruh secara simultan kemudahan menghitung PPh terutang, besarnya PPh terutang, pengetahuan tentang pembukuan, keuangan wajib pajak, pengetahuan wajib pajak tentang peraturan perpajakan, dan tingkat pendidikan terhadap pemilihan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto di KPP Pratama Binjai? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh kemudahan menghitung PPh terutang dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto didalam pemenuhan kewajiban perpajakan PPh Orang Pribadi 2. Untuk menganalisis pengaruh besarnya PPh terutang dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto didalam pemenuhan kewajiban perpajakan PPh Orang Pribadi

3. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan tentang pembukuan sehingga memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto 4. Untuk menganalisis pengaruh kemampuan keuangan wajib pajak membayar penyelenggara pembukuan didalam pemenuhan kewajiban perpajakan PPh Orang Pribadi 5. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan tentang peraturan perpajakan didalam pemenuhan kewajiban perpajakan PPh Orang Pribadi 6. Untuk menganalisis pengaruh tingkat pendidikan didalam pemenuhan kewajiban perpajakan PPh Orang Pribadi 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti sehubungan dengan bidang yang diteliti. 2. Bagi Direktorat Jenderal Pajak, dapat dijadikan masukan dalam pengambilan kebijakan dimasa yang akan datang untuk peningkatan penerimaan PPh Orang Pribadi sebagai salah satu sumber penerimaan Negara khususnya dalam merumuskan penyempurnaan kebijakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto di Indonesia 3. Bagi Peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut atas masalahmasalah yang releven dengan penelitian ini. 1.5. Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Wulandari Kartika Sari (2012) yang berjudul Tinjauan Kebijakan Norma Penghitungan Penghasilan

Neto Berdasarkan Asas Kemudahan Administrasi dan Asas Keadilan, namun terdapat beberapa perbedaan yang meliputi : 1. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak enam variabel, dimana satu variabel bebas mengacu pada variabel yang digunakan oleh Wulandari Kartika Sari (2012), dan penambahan dua variabel yang mengacu penelitian Widayati dan Nurlis (2010), Ade Viera Fransiska (2012), serta penambahan tiga variabel dari penulis sebagai variabel bebas dengan membuat beberapa perubahan agar mudah dipahami oleh responden dan kuisioner, juga disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari penelitian ini. 2. Variabel terikat yang digunakan peneliti dalam penelitian ini mengacu pada Penggunaan norma penghitungan penghasilan neto, sedangkan variabel terikat yang digunakan Wulandari Kartika Sari (2012) mengacu pada kebijakan norma penghitungan penghasilan neto. Fokus pembahasan dalam penelitian berkaitan dengan analisis atas faktor-faktor yang mempengaruhi wajib pajak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, sedangkan penelitian Wulandari Kartika Sari (2012 ) berkaitan dengan tinjauan atas kebijakan pemerintah membuat aturan tentang norma penghitungan penghasilan neto.