BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

dokumen-dokumen yang mirip
K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

COMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K27 PEMBERIAN TANDA BERAT PADA BARANG-BARANG BESAR YANG DIANGKUT DENGAN KAPAL

K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K19 PERLAKUKAN YANG SAMA BAGI PEKERJA NASIONAL DAN ASING DALAM HAL TUNJANGAN KECELAKAAN KERJA

K181 Konvensi tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta

KONVENSI-KONVENSI ILO TENTANG KESETARAAN GENDER DI DUNIA KERJA

K150 Konvensi mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

K45 KERJA WANITA DALAM SEGALA MACAM TAMBANG DIBAWAH TANAH

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

K144 KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR-STANDAR KETENAGAKERJAAN INTERNASIONAL

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K122 Konvensi mengenai Kebijakan di Bidang Penyediaan Lapangan Kerja

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

R-90 REKOMENDASI PENGUPAHAN SETARA, 1951

K106 ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR- KANTOR

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

Kerangka Analisis untuk Mengintegrasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan Kewajiban Pemenuhan Hak-hak Asasi Manusia untuk di Indonesia

Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak: Kasus Hak Buruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai

Situasi Global dan Nasional

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty *

KEBIJAKAN DAN PROGRAM AKSI

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

K98 BERLAKUNYA DASAR-DASAR DARI HAK UNTUK BERORGANISASI DAN UNTUK BERUNDING BERSAMA

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

Asesmen Gender Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

K88 LEMBAGA PELAYANAN PENEMPATAN KERJA

R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

K120 HYGIENE DALAM PERNIAGAAN DAN KANTOR-KANTOR

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah

R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan. Pekerja rumah tangga, seperti juga pekerja-pekerja lainya, berhak atas kerja layak.

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ( K3 ) DAN HUKUM KETENAGAKERJAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konvensi tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

KONTRAK DAN OUTSOURCING HARUS MAKIN DIWASPADAI

BAB I PENDAHULUAN. Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, pengusaha dan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

Konvensi ILO No. 189 & Rekomendasi No. 201

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

Jakarta, 6 September Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. di kota-kota maupun di desa-desa. Banyak keluarga mempunyai Pembantu Rumah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

Perdamaian yang universal dan abadi hanya dapat diwujudkan bila didasari pada keadilan sosial. Konstitusi ILO, 1919

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh

BAB IV UPAYA DAN HAMBATAN ILO DALAM MENANGGULANGI KASUS PEKERJA ANAK DI THAILAND

R197 REKOMENDASI MENGENAI KERANGKA PROMOTIONAL UNTUK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB II. Organisasi Buruh Internasional. publik. Dimana masih sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di ranah publik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa gerakan sosial feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda terbukanya ruang publik bagi perempuan. Dimulai dengan munculnya gerakan feminisme liberal yang mengajukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan, yaitu menghentikan marginalisasi perempuan dengan memperjuangkan perubahan hukum dan peraturan yang memungkinkan bagi perempuan untuk memiliki akses dan kontrol yang sama terhadap pekerjaan dan imbalan ekonomi (M. Fakih: 2009). Kemudian dilanjutkan dengan munculnya gerakan feminisme marxis yang mencoba melakukan gerakan melalui kritik terhadap kapitalisme, terutama yang berkaitan dengan sistem mode produksi. Mereka lebih menekankan pada pembangunan aliansi dengan kelompok-kelompok dan kelas-kelas yang tertindas lainnya (Marisa Rueda, Marta Roodriguez, dan Susan: 2007). Lalu muncul lagi feminisme radikal yang berusaha melihat diskriminasi perempuan dengan cara berbeda. Mereka melihat masalah utamanya adalah sistem patriarki, dimana seluruh sistem kekuasaan dipegang oleh laki-laki terhadap perempuan. Sehingga mereka berjuang untuk mengakhiri relasi laki-laki dan perempuan.

2 Indonesia pun memperoleh dampak dari gerakan feminisme ini, ruang publik pun terbuka. Dilihat dari perkembangan yang ada di Indonesia dengan tuntutan dan perubahan yang ada, gerakan feminisme liberal lebih mendominasi. Telah banyak perempuan yang turut serta sebagai motor penggerak perekonomian keluarga dan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan pada umumnya, baik sebagai petani, pedagang, guru, pekerja di sektor informal ataupun sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil sensus penduduk BPS tahun 2010, jumlah penduduk perempuan di Indonesia 118.010.413 jiwa, sedangkan jumlah penduduk laki-laki 119.630.913. Jumlah yang hampir sama antara penduduk laki-laki dan perempuan ini mengindikasikan bahwa perempuan sebagai salah satu penyumbang kemajuan negara, terkhusus di bidang ketenagakerjaan. Cukup besar serta berimbangnya jumlah tenaga kerja perempuan ini mengharuskan pihak pemerintah negara Indonesia untuk mengadakan aturanaturan berupa perundang-undangan untuk meminimalisir terjadinya diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja. ILO (International Labor Organization) sebagai organisasi perburuhan yang berskala internasional di bawah naungan PBB yang memiliki 183 anggota, berusaha membuat aturan-aturan dalam bentuk konvensi sebagai instrumen sah yang mengatur aspek-aspek administrasi perburuhan, kesejahteraan sosial atau hak asasi manusia. Bagi negara anggota yang meratifikasi konvensi mengemban dua tugas sekaligus, yakni komitmen resmi untuk menerapkan aturan-aturan

3 konvensi, dan kemauan untuk menerima ukuran-ukuran penerapan yang diawasi secara internasional. Indonesia pun sebagai anggota ILO juga turut meratifikasi 18 (delapan belas) konvensi terkhusus yang berkaitan dengan kesetaraan gender di dunia kerja per tanggal 12 September 2011. Konvensi C19 C27 Tabel 1.1 Konvensi ILO yang telah Diratifikasi Indonesia Konvensi tentang Kesetaraan Perlakuan (Konpensasi Kecelakaan) Konvensi tentang Pencatatan Beban (Paket yang dikirim dengan Kapal Besar) Tanggal Status Ratifikasi 12:06:1950 Ratifikasi 12:06:1950 Ratifikasi C29 Konvensi tentang Kerja Paksa 12:06:1950 Ratifikasi C45 C69 C81 C87 C88 C98 C100 C105 Konvensi tentang Kerja Bawah Tanah (bagi perempuan) Konvensi tentang Sertifikasi Juru Masak Kapal Konvensi tentang Pengawasan Perburuhan Konvensi tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi Konvensi tentang Pelayanan Ketenagakerjaan Konvensi tentang Hak Berorganisasi danperjanjian Kerja Bersama Konvensi tentang Upah yang Sama untuk Jenis Pekerjaan yang sama Konvensi tentang Penghapusan KerjaPaksa 12:06:1950 Ratifikasi 30:03:1992 Ratifikasi 29:01:2004 Ratifikasi 09:06:1998 Ratifikasi 08:08:2002 Ratifikasi 15:07:1957 Ratifikasi 11:08:1958 Ratifikasi 07:06:1999 Ratifikasi

4 C106 Konvensi tentang Istirahat Akhir 23:08:1972 Ratifikasi Pekan (Komersial dan Perkantoran) C111 Konvensi tentang Diskriminasi 07:06:1999 Ratifikasi (Pekerjaan dan Jabatan) C120 Konvensi tentang Kebersihan 13:06:1969 Ratifikasi (Komersial dan Perkantoran) C138 Konvensi tentang Upah Minimum 07:06:1999 Ratifikasi C144 Konvensi tentang Konsultasi 17:10:1990 Ratifikasi Tripartit (Standar Perburuhan Internasional) C182 Konvensi tentang Bentuk-Bentuk 28:03:2000 Ratifikasi PekerjaanTerburuk Anak-Anak C185 Konvensi tentang Dokumen Identitas Pelaut (Revisi) 16:07:2008 Ratifikasi Sumber: ILOLEX, http://www.ilo.org/ilolex/english/index.htm Meskipun pemerintah Republik Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap Konvensi ILO, khususnya Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi Pekerjaan dan Jabatan, ternyata masih ada beberapa kasus yang menunjukkan kurangnya pengawasan pemerintah terhadap realisasi standarisasi di atas. Kebanyakan perempuan pekerja belum menikmati penghargaan dan penghormatan yang sama dengan laki-laki sesuai dengan sumbangannya dan beban kerjanya sebagai dampak dari diskriminasi yang terus-menerus terjadi. Kaum perempuan masih menghadapi beragam masalah dalam mengakses pendidikan dan pelatihan, dalam mendapatkan pekerjaan, dan dalam memperoleh perlakuan yang sama di tempat kerja. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh University of Colorado Denver pada tahun 2010 ditemukan bahwa perempuan cantik mengalami diskriminasi saat melamar pekerjaan yang dianggap "maskulin" dan pekerjaan yang tidak membutuhkan penampilan yang menarik. Sebaliknya, kaum laki-laki tidak mengalami diskriminasi yang sama dan selalu mendapat keuntungan.

5 Berdasarkan berita yang diterbitkan oleh website antaranews.com pada bulan Agustus 2010, menurut hasil penelitian majalah Newsweek baru-baru ini terhadap 202 manajer dan 964 anggota masyarakat. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa wajah berperan dalam segala aspek di tempat kerja dan terutama bagi perempuan. Daya tarik lebih bermanfaat bagi perempuan yang melamar jenis pekerjaan feminin daripada jenis pekerjaan maskulin. Perempuan cantik cenderung dikelompokkan dalam pekerjaan seperti resepsionis atau sekretaris. Perempuan cantik cenderung diabaikan dalam kategori pekerjaan seperti direktur keamanan, sales perangkat keras, penjaga penjara dan sopir truk gandeng. Selain itu, Yayasan Jurnal Perempuan melalui situs resminya (http://jurnalperempuan.com) dalam artikel yang berjudul Hak-hak Buruh (Pekerja) Perempuan diterbitkan pada tanggal 25 Mei 2011, ditemukan adanya diskriminasi pemberian upah terhadap perempuan. Upah perempuan lebih rendah dari laki-laki karena buruh perempuan selalu dianggap berstatus lajang. Buruh perempuan tidak mendapat tunjangan keluarga, serta jaminan sosial untuk suami dan anak. Kemudian, perempuan sangat sulit memperoleh promosi jabatan karena selalu ditempatkan di posisi yang lebih rendah dari laki-laki, yang tidak mensyaratkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Perempuan ditempatkan pada pekerjaan yang hanya membutuhkan ketekunan, ketelitian, dan kerapihan, dan biasanya hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan setiap hari selama bertahuntahun.

6 Kendala-kendala ini dapat menimbulkan pelanggaran akan hak-hak dasar serta menghambat kesempatan kaum perempuan dalam dunia kerja. Pada gilirannya akan merugikan masyarakat dan perekonomian Indonesia mengingat hilangnya kontribusi besar yang dapat diberikan kaum perempuan melalui tempat kerja. Meskipun perempuan Indonesia hari ini jauh lebih maju dibanding pada beberapa masa yang lalu, tetapi hal tersebut ternyata tidak memberikan kontribusi yang cukup baik bagi posisi perempuan di dunia kerja. Pemerintah bahkan lebih menomorduakan penyelesaian masalah diskriminasi perempuan. Sehingga masalah ini seakan-akan terlihat hanya milik kaum perempuan saja, bukan sebagai permasalahan bersama antara laki-laki dan perempuan. Perbaikan nasib pekerja perempuan Indonesia kerap menimbulkan banyak kontroversial dan merupakan isu yang tak pernah habis untuk diperbincangkan. Ketika perempuan masuk di dunia kerja, sering mengalami pola diskriminasi dan peminggiran yang didasari pada keyakinan dan perilaku yang menetapkan perempuan dalam posisi lebih rendah dibanding pekerja laki-laki. Nasib pekerja perempuan Indonesia bergantung kepada kepedulian pemerintah untuk lebih serius memikirkan serta memberi perlindungan terhadap warganya. Dengan adanya diskriminasi bahkan menunjukkan adanya eksploitasi terhadap perempuan Indonesia hingga saat ini merupakan bukti nyata bahwa kurang terlindunginya hak-hak pekerja perempuan di Indonesia Dalam penelitian ini, penulis menjadikan kota Makassar sebagai ruang lingkup objek penelitian. Berdasarkan hasil sensus penduduk BPS tahun 2010,

7 jumlah penduduk perempuan 676.654 jiwa yang lebih besar dibanding jumlah penduduk laki-laki yang hanya 662.009 jiwa. Selain itu berdasarkan buku Makassar Dalam Angka Tahun 2010 jumlah penduduk perempuan dilihat dari usia produktif kerja (usia 15-64 tahun) berada pada angka 459.505 jiwa, sedangkan jumlah penduduk laki-laki berada pada angka 399.428 jiwa. Dari data di atas, dapat dilihat bahwa tenaga kerja perempuan memiliki potensi jauh lebih besar memberikan sumbangsih dalam perkembangan ekonomi di kota Makassar. Dari jumlah di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini jumlah wanita lebih banyak dibandingkan pria. Demikian halnya realitas yang terjadi di Makassar. Namun sayangnya, jumlah kaum perempuan yang lebih tersebut belum sebanding dengan jumlah yang terserap ke lapangan kerja. Hal ini dibenarkan dengan data dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Makassar. Namun kenyataan berkata lain. Pada tahun 2010, di kota Makassar 1.600 pekerja/buruh perempuan di PHK (pemutusan hubungan kerja). Akibatnya 100 juta ibu tekor (utang) Rp30.000 untuk biaya konsumsi rumah tangga. Selain itu pula, terjadi eksploitasi tenaga kerja perempuan, baik dalam konteks migrasi kerja di luar negara (buruh migran perempuan), di dalam negara (buruh pabrik) maupun di dalam rumah tangga (PRT). Terbukanya peluang kerja bagi perempuan khususnya di kota Makassar, ternyata tidak membuat pekerja perempuan bisa diterima di semua tempat kerja. Hal ini terjadi karena masih adanya pendikotomian tempat kerja bagi perempuan. Dari jumlah tenaga kerja perempuan di kota Makassar sebanyak 37.896, pekerja perempuan banyak yang bekerja pada sektor industri, khususnya bidang jasa.

8 Beberapa contoh di antaranya adalah industri pengolahan ikan dan udang yang ada di Kawasan Industri Makassar (KIMA), dan industri lainnya. Untuk itu penulis mencoba melakukan penelitian dengan mengangkat tema mengenai sejauh mana efektifitas pelaksanaan ratifikasi konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi Pekerjaan di Indonesia. Oleh karena itu, judul yang penulis ajukan yaitu Efektivitas Ratifikasi Konvensi ILO No. 111 terhadap Penghapusan Diskriminasi Perempuan di Tempat Kerja di Kota Makassar. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan sebuah permasalahan yaitu, apakah ratifikasi konvensi ILO No. 111 sudah efektif dalam menghapus diskriminasi perempuan di tempat kerja di kota Makassar? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui sejauh mana efektivitas ratifikasi konvensi ILO No. 111 yang dilakukan oleh Negara Republik Indonesia dalam usahanya menghapus diskriminasi perempuan di tempat kerja, khususnya di kota Makassar. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian di atas, sebagai berikut. 1. Menjadi salah satu bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan. Khususnya dapat dijadikan sebagai salah satu referensi dalam penelitian selanjutnya.

9 2. Bagi instansi terkait, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan, khususnya terhadap penghapusan diskriminasi di lingkungan kerja. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas 5 (lima) bab sebagai berikut : BAB I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka. Dalam bab ini akan dibahas mengenai sejumlah konsep teori yang ada dan berhubungan dengan pokok bahasan yang diangkat. BAB III Metodologi Penelitian. Dalam bab ini dikemukakan tentang kerangka pemikiran, metode analisa data, sumber dan jenis data serta teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini. Bab IV Pembahasan dan Hasil Penelitian. Merupakan bab pembahasan dan hasil penelitian yang meliputi. Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab ini membahas kesimpulan terhadap analisis yang dapat diambil oleh penulis dan saran yang diberikan penulis terkait kesimpulan hasil analisis.