BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki tingkat intelektual yang berbeda. Menurut Eddy,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu proses atau kegiatan yang sukar dihindari

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mengangkat prestasi belajar siswa di sekolah bukanlah perkara yang

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Manusia sebagai individu dibekali akal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting dalam memajukan harkat dan martabat suatu bangsa yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Guru adalah orang yang memiliki kemampuan merencanakan program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. Baik ABK atau ALB adalah mereka yang membutuhkan penanganan khusus. Macam macam ABK dapat digolongkan menjadi beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan membaca pada umumnya diperoleh dengan cara. mempelajarinya di sekolah. Keterampilan berbahasa ini merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan anak yang mengalami gangguan dalam. kecerdasan yang rendah. Gangguan perkembangan tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang menuju ke arah yang lebih baik

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk


BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Bahasa digunakan manusia sebagai sarana komunikasi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun (Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak. Dalam usia 0-5 tahun, anak diajarkan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kelas unggulan dalam arti secara umum merupakan kelas yang berisi anakanak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pendidikan sebagaimana anak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. dialami oleh siswa sebagai peserta didik, untuk menentukan berhasil atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. PISA atau Program for International Student Assessment yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) TIPE SLOW LEARNERS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Luar Biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

BAB I PENDAHULUAN. menemukan pribadinya di dalam kedewasaan masing-masing individu secara maksimal,

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erma Setiasih, 2013

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN GAMES PUZZLE UNTUK MELATIH DAYA INGAT PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. langkah selanjutnya adalah menganalisa data tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik tingkat SMA adalah Menemukan Gagasan dari Beberapa Artikel

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sosial dan kebijakan sosial muncul sebagai konsep. baru yang mewarnai konstalasi paradigma pembangunan sebelumnya yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN TINGKAT IQ TERHADAP KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DI SLB BIMA KOTA PADANG TAHUN 2011 OLEH NOVERY HARIZAL BP

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. diri menjadi multi kompetensi manusia harus melewati proses pendidikan yang

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa

BAB I PENDAHULUAN. PT. Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 13, hlm ), hlm. 97

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISA PENDEKATAN HUMANISTIK DENGAN TEKNIK CLIENT-CENTERED OLEH GURU KELAS DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TUNARUNGU

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. 1 Alvie Syarifah, Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Komitmen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. memprihatinkan. Guru dengan lancarnya menerangkan berbagai macam teori,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal hidup di dunia untuk mengejar masa depan. Kata belajar bukan

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia memiliki tingkat intelektual yang berbeda. Menurut Eddy, tingkatan intelektual manusia terbagi dalam tiga jenis 1. Pertama, individu dengan tingkat intelektual tinggi yang cenderung mendominasi dalam proses pembelajaran. Individu individu dalam tingkat ini memiliki IQ lebih dari 110, sehingga biasa disebut sebagai orang jenius atau berbakat. Kedua, terdapat individu yang memiliki tingkat intelektual normal. Mereka yang tergolong dalam tingkat ini memiliki IQ antara 91-110 2. Ketiga, ada pula individu yang tergolong dalam tingkatan di bawah normal. Individu individu dengan tingkat intelektual di bawah normal disebut sebagai tunagrahita (retardasi mental). Individu yang tergolong dalam penyandang tunagrahita memiliki IQ di bawah 70 3. Selain ketiga jenis tingkatan intelegensi tersebut, tingkatan intelektual manusia dapat dilihat dari kemampuan individu dalam melakukan penalaran. Dalam kehidupan sehari hari, tak jarang ditemukan individu dengan kecerdasan sedikit di bawah normal. Individu individu ini kurang mampu menalarkan sesuatu ataupun berpikir sesuatu yang bersifat abstrak, tetapi cukup 1 Eddy. Tingkatan/urutan kecerdasan. Dalam www.tipscaraterbaik.com/tingkatanurutankecerdasan-dilihat-dari-nilai-iq.html. Diakses 8 Februari 2014 pukul 12 :03 2 Ibid 3 Ibid 1

pandai dan cekatan dalam melakukan sesuatu yang lebih bersifat konkret. Individu individu inilah yang disebut sebagai slow learner. Slow Learner (lamban belajar) adalah isitilah bagi individu yang memiliki keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi lamban 4. Slow Learner memiliki potensi intelektual yang sedikit di bawah normal, tetapi belum termasuk dalam kategori tunagrahita. Sehingga, mereka sering disebut sebagai individu dengan kecerdasan ambang batas (Borderline Intellegence). Rata-rata, mereka memiliki IQ antara 70-90. Mereka mengalami keterlambatan berpikir dan merespon rangsangan serta adaptasi sosial secara lamban. Mereka masih jauh lebih baik dari tunagrahita, tetapi lebih lamban dari individu normal. Slow Learner membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat memahami dan menyelesaikan tugas tugas akademik maupun non akademik. Walaupun secara fisik mereka tampak seperti orang normal, tetapi mereka sulit menangkap materi, memiliki respon yang lambat, dan memiliki kosakata yang minim. Di Indonesia, terdapat banyak anak yang berada dalam kondisi slow learner. Jumlah anak slow learner lebih besar dibandingkan anak anak yang memerlukan pelayanan khusus lainnya. Pada tahun 2008 dan 2009, di Surabaya tercatat ada 856 anak penderita slow learner yang tersebar di berbagai jenjang pendidikan. Sementara di Jakarta, pada tahun 2010 tercatat terdapat 1.123 anak 4 Suryani, S.Pd, M. Si, Kesulitan Belajar, http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewfile/96/56, Pada tanggal 19 November 2013 pukul 16 : 52 2

dengan kondisi slow learner yang tersebar di berbagai sekolah inklusi 5. Walaupun jumlah anak dengan kondisi slow learner telah banyak ditemukan di Indonesia, perhatian yang minim serta penanganan yang kurang baik dari masyarakat menyebabkan para anak slow learner dapat menjadi individu yang mengalami kegagalan dan melakukan hal negatif dalam hidupnya. Salah satu contoh kasus nyata dialami oleh Reza Prabowo, seorang siswa kelas 5 SDIT Darul Abidin, Depok yang diketahui mengalami kelambanan dalam proses belajar. Reza kurang bersungguh sungguh dalam belajar dan hanya mengerjakan apa yang diminatinya. Saat dibujuk untuk mencoba, ia cenderung menghindar dan tidak mencoba memberikan jawaban. Ia juga mudah menyerah serta sering mengeluh saat melakukan sesuatu. Selain itu, Reza kurang menuruti arahan yang diberikan guru kepada dirinya. Reza kurang mampu dan sering terlambat dalam mengerjakan tugas tugas yang diberikan oleh gurunya. Kejadian yang dialami Reza ini sesungguhnya juga dikarenakan para guru di sekolah tersebut tidak memiliki keterampilan komunikasi khusus untuk menghadapi kondisi Reza. Para guru seringkali tidak dapat mengontrol diri dan tidak dapat menjaga ucapan saat mengajar dirinya, sehingga ia merasa dirinya lebih bodoh daripada teman teman lain seusia dirinya. Ia menjadi kurang bersemangat dalam belajar dan akibatnya beberapa kali harus tinggal kelas 6. Di sekolah tersebut, guru-guru memberikan pelajaran yang terlalu rumit dan tidak 5 Kompas, Kelas Inklusi Gratis, http://nasional.kompas.com/read/2009/07/11/16333912/twitter.com, diakses pada 11 Februari 2014 pukul 14 : 01 6 Ismardhina S.Psi, Keterlambatan Belajar (Slow Learner), www.keterlambatan-belajar-slowlearner.html pada 21 Januari Pukul 15.40 3

mudah ditangkap oleh Reza, sehingga proses pembelajaran menjadi beban tersendiri bagi dirinya. Melalui contoh kasus tersebut, dapat dilihat bahwa tanpa adanya komunikasi yang tepat dari orang orang di sekitar, anak slow learner dapat sering mengalami kegagalan yang membuat mereka tidak dapat berkembang dan bersosialisasi dengan baik di masyarakat. Berkomunikasi dengan anak slow learner memerlukan strategi komunikasi yang berbeda, karena respon dan daya serap anak slow learner berbeda dengan anak normal, sehingga cara berkomunikasi dalam proses belajar mengajar pun harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak slow learner. Pemilihan strategi komunikasi memberi dampak terhadap proses belajar anak slow learner, apakah efektif atau tidak 7. Kesulitan anak slow learner dalam belajar akan berdampak negatif pada kondisi psikologis mereka. Kondisi psikologis di sini mencakup konsep diri, penghargaan diri, serta motivasi belajar. Konsep diri merupakan pandangan atau penilaian manusia terhadap dirinya sendiri berdasarkan pemikirannya atas kondisi yang dimiliki serta penilaian yang diberikan orang lain kepada dirinya. Konsep diri seseorang akan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut bersikap dan bertingkah laku. Orang dengan konsep diri positif akan memandang segala sesuatunya bisa untuk diraih dan dikerjakan dengan berusaha keras. Mereka 7 Pasbanget.com. Cara Mendidik Anak slow learner, http://pasbanget.co/read/2012/06/11/1313/328/9/cara-mendidik-anak-slow-learner, Diakses pada 11 Februari 2014 pukul 14 : 05 4

cenderung menyenangi diri mereka. Sebaliknya, orang dengan konsep diri negatif akan memandang segala sesuatunya sulit dan tidak bisa dikerjakan. Konsep diri yang negatif pada diri anak anak slow learner menyebabkan semangat belajar pun menjadi rendah. Anak yang mengalami kelambanan belajar mempunyai konsep dan penghargaan diri yang sama dengan anak-anak lain dalam hal non akademik, tetapi mereka merasa lebih rendah jika dibandingkan dengan teman-temannya dalam hal akademik 8. Anak slow learner yang merasa kesulitan dalam belajar lebih sering memiliki perasaan negatif atau situasi hati yang tidak baik. Mereka sangat peka terhadap lingkungan sekitar. Apabila orang orang di sekitar membandingkan kemampuan mereka dengan kemampuan orang normal, mereka akan patah semangat dan cenderung akan menarik diri dari lingkungannya 9. Jika hal tersebut berkembang lebih jauh, maka dapat mengakibatkan depresi dan kecenderungan untuk gagal. Konsep diri anak anak slow learner yang cenderung negatif juga akan mempengaruhi cara mereka dalam berkomunikasi serta bersosialisasi dengan orang lain. Sebagaimana diketahui bahwa konsep diri akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan komunikasi dengan orang lain. Menurut Anita Taylor dalam Rakhmat (2008 : 109), konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi seseorang karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa seseorang bersedia membuka diri, bagaimana seseorang mempersepsi pesan, dan apa yang diingatnya. 8 ISTAROCHA, http://eprints.uny.ac.id/7906/3/bab2%20-%2008108244028.pdf, diakses pada 11 Febuari 2014 pukul 14 :14 9 Ibid 5

Konsep diri anak anak slow learner yang cenderung negatif membuat mereka tidak dapat berinteraksi serta bersosialisasi dengan baik. Menurut Rakhmat (2008 : 109), orang dengan konsep diri negatif seperti halnya anak anak slow learner cenderung sering menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja. Bila kemudian terpaksa berkomunikasi, sering pembicaraannya tidak relevan, sebab berbicara yang relevan tentu akan mengundang reaksi orang lain dan akan dituntut untuk bicara lagi. Merujuk kepada kondisi tersebut, para anak slow learner sangat memerlukan motivasi, dukungan, dan semangat untuk membangun konsep diri mereka menjadi lebih baik. Hal ini bisa didapatkan melalui komunikasi dan interaksi dengan orang orang disekitar mereka. Salah satunya adalah para guru sekolah yang akan mengajar mereka sehari hari. Dengan komunikasi khusus yang diberikan para guru, anak slow learner dapat memiliki konsep diri yang lebih baik. Mereka dapat berkomunikasi serta bersosisalisasi dengan lancar dan percaya diri. Mereka dapat mengasah bakat serta kemampuan mereka dengan lebih baik serta dapat menunjukkan bakat yang mereka miliki kepada umum, sehingga mereka memiliki potensi yang lebih besar untuk menuju keberhasilan dan mencapai prestasi. Komunikasi khusus tersebut tentunya tidak dapat dilakukan oleh semua guru, terutama oleh para guru di sekolah regular. Sebab, tidak semua guru memiliki kemampuan dan keterampilan khusus untuk berkomunikasi dengan para anak slow learner. Komunikasi khusus ini dapat dilakukan oleh para guru yang memang secara khusus mengajar di sekolah slow learner, dimana mereka dituntut 6

untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi kondisi kelambanan belajar siswa. Melihat berbagai permasalahan yang terjadi pada anak slow learner secara umum, para guru sekolah slow learner harus memiliki strategi komunikasi khusus agar para siswanya dapat memiliki konsep diri yang positif. Komunikasi yang sering dilakukan guru kepada siswa adalah komunikasi antarpribadi, tanpa adanya komunikasi antarpribadi antara guru dan siswa di sekolah, maka tidak akan tercipta suatu hubungan yang akrab, dekat dan terbuka satu dengan yang lain. Komunikasi antarpribadi merupakan upaya paling tepat yang dilakukan guru sekolah slow learner dalam membangun konsep diri para siswanya yang cenderung lemah. Bentuk komunikasi antarpribadi dengan anak slow learner diterapkan di SMA Budi Waluyo, sebuah sekolah khusus untuk anak anak slow learner. Selain contoh kasus yang dialami Reza, peneliti juga menemukan adanya konsep diri yang rendah pada diri sebagian besar siswa - siswi SMA Budi Waluyo yang tergolong slow learner. SMA Budi Waluyo adalah pelopor pendidikan bagi anak anak yang mengalami slow learner yang telah berdiri sejak tahun 1989. Di sekolah ini, para anak slow learner tetap diajari materi pelajaran yang sesuai dengan kurikulum nasional, tetapi materi pelajaran tidak hanya dijelaskan satu atau dua kali seperti di sekolah sekolah normal. Materi akan terus menerus di ulang sampai dengan batas yang ditentukan (biasanya sekitar 3-5 kali). Selain diajarkan pelajaran biasa, para siswa juga diajarkan pengembangan diri yang dapat mengasah bakat serta kemampuan mereka dari sisi non akademik. 7

Di sekolah tersebut, terdapat berbagai jenis anak slow learner dengan gangguan konsentrasi, diskalkulia (kesulitan berhitung), disseleksia (kesulitan mengeja), dan disgrafia (kesulitan menulis). Mayoritas anak yang mengalami slow learner di sekolah tersebut antara lain adalah anak dengan kesulitan dalam berhitung, gangguan pada kemampuan kalkulasi, serta proses sistematis yang disebut dengan diskalkulia. Di SMA Budi Waluyo, para siswa banyak mengalami masalah dalam proses belajar, terutama jika mereka belajar tentang matematika maupun pelajaran lainnya yang membutuhkan hitungan. Sebagian besar siswa kerap menjadi lebih malas dan putus asa dikarenakan daya tangkap dan daya serap akan pelajaran berhitung yang kurang. Mereka juga seringkali menangis jika mendapatkan nilai ulangan atau nilai tugas yang rendah dan tidak mau berusaha untuk memperbaikinya. Banyak dari siswa siswi di sekolah ini yang akhirnya cenderung memiliki emosi yang sangat tinggi serta sulit untuk berteman. Gambaran tersebut mencerminkan bahwa para siswa memiliki kecenderungan konsep diri yang lemah. Di SMA Budi waluyo yang merupakan sekolah khusus bagi anak slow learner, konsep diri para siswa dapat terbentuk melalui banyak hal. Mulai dari kegiatan kegiatan pembelajaran, interaksi dengan teman teman sekolah, interaksi dengan pengurus sekolah, sampai yang paling berperan adalah interaksi dan komunikasi antarpribadi dengan para guru. Para guru berperan sebagai pendidik dan orang tua dari anak-anak slow learner di sekolah yang bertugas mengajarkan mereka untuk memiliki sikap baik, mengontrol emosi, memiliki 8

keterampilan, pengetahuan serta kemandirian sebagai bekal mereka nantinya untuk bertahan hidup dengan baik di masyarakat. Melalui komunikasi dan interaksi antarpribadi selama di sekolah, guru juga berperan untuk memberikan semangat dan motivasi kepada para siswa. Hal ini berperan besar dalam pembangunan konsep diri siswa yang akan berpengaruh pula terhadap emosi serta tingkah laku mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Melihat gambaran konsep diri sebagian besar siswa siswi SMA Budi Waluyo yang cenderung negatif serta melihat betapa pentingnya peran komunikasi antarpribadi yang dilakukan guru sekolah slow learner dalam membangun konsep diri siswa, maka peneliti tertarik untuk meneliti strategi komunikasi antarpribadi yang dilakukan para guru SMA Budi Waluyo sebagai guru sekolah slow learner dalam upaya membangun konsep diri siswa. 1.2 Rumusan Masalah berikut : Dari latar belakang di atas maka dapat ditarik rumusan masalahnya sebagai 1. Bagaimana strategi komunikasi antarpribadi yang dijalankan guru SMA Budi Waluyo sebagai upaya membangun konsep diri para siswa slow learner? 2. Apa saja kendala yang muncul dan dihadapi para guru SMA Budi Waluyo dalam membangun konsep diri para siswa slow learner? 9

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui strategi komunikasi antarpribadi yang dijalankan guru SMA Budi Waluyo sebagai upaya membangun konsep diri siswa. 2. Untuk mengetahui kendala kendala yang muncul dalam penerapan strategi komunikasi antarpribadi. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Manfaat praktis : penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan sekaligus sumber informasi bagi para pendidik khususnya para guru sekolah slow learner dalam membangun konsep diri siswa melalui komunikasi antarpribadi. 2. Manfaat akademis : penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan atau referensi bagi penelitian penelitian selanjutnya dengan topik yang serupa. 10