MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

dokumen-dokumen yang mirip
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN MATA KULIAH...

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

A. Perspektif Historis

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. merespon perubahan perubahan yang terkait secara cepat, tepat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

PERAN GPK DALAM PELAYANAN SISWA ABK DI SEKOLAH INKLUSI PASCA DEKLARASIKAN PROVINSI BALI SEBAGAI PENYELENGARA PENDIDIKAN INKLUSI

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF

Implementasi Pendidikan Segregasi

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka peneliti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

GUBERNUR ACEH TENTANG PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA

REVITALISASI PROGRAM STUDI PLB DALAM MENGHADAPI PROGRAM INKLUSI *) Oleh Edi Purwanta **)

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

IbM TERAPI PRAKTIS BAGI KELUARGA ANAK TUNARUNGU

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. berkebutuhan khusus ke dalam program program sekolah reguler. Istilah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

SISTEM JARINGAN PENGIMBAS TERIMBAS DALAM MENGOPTIMALKAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

SIMPOSIUM GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN ARTIKEL PELAN TAPI PASTI MELAYANI PENDIDIKAN INKLUSIF TIADA HENTI

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

PENGEMBANGAN PROGRAM UNGGGULAN DAN MODEL JEJARING KEMITRAAN ANTAR LPTK PLB

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

Educational Psychology Journal

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

GAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF DI INDONESIA TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Transkripsi:

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) telah terinsfirasi dari pernyataan Salamanca pada tahun 1994. Pernyataan tersebut merupakan permaknaan dari tujuan Education For All, yaitu meningkatkan pelaksanaan pendekatan pendidikan inklusif. Hal ini sejalan dengan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) meyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, sedangkan pada ayat (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiyayainya. Sejalan dengan itu pada Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 15 tentang pendidikan khusus menyebutkan bahwa pendidikan khusus. Merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Sejalan dengan itu yang terbaru Provinsi Nusa Tenggara Barat sejak tanggal 23 Desember 2015 telah mendeklarasikan diri sebagai Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai Penyelenggara Pendidikan Inklusif, selanjutnya dikeluarkannya Peraturan Gubernur NTB Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Program penyelenggaraan pendidikan inklusif ini tentunya akan berimplikasi kepada penanganan bagi anak berkebutuhan khusus 1

(ABK) di sekolah yang selama ini telah ditunjuk untuk menjalankan pendidikan inklusi, atau sebagai sekolah inklusi. Selama ini program inklusi di daerah daerah masih hanya sebatas wacana saja, namun demikian sudah banyak juga sekolah inklusi yang telah melaksanakan program ini dengan sungguh sungguh. Karena banyak sekolah inklusi yang telah ditunjuk sebagai sekolah inklusi merasa terbebani dengan adanya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah mereka. Salah satu yang membebani sekolah adalah adanya tuntutan dari dinas kabupaten/kota yang kadangkala menekankan bahwa sekolah harus meluluskan siswa 100% pada ujian akhir baik sekolah ataupun nasional dengan dalih sebagai tolak ukur terjadinya peningkatan mutu. Juga minimnya pengetahuan guru tentang penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sehingga guru yang telah ditunjuk untuk menangani anak berkebutuhan khusus menjadi tidak tahu apa yang akan dikerjakan sehingga anak tersebut menjadi tidak tertangani dengan baik sehingga anak hanya sebagai label dan salah satu syarat sebagai sekolah inklusi. Lebih parah lagi bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang ada disekolah tersebut dianggap sebagai beban dan olokolokan siswa lainnya, tidak terlepas kemungkinan juga orang tua siswa yang normal melarang anaknya bergaul dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang ada di sekolah tersebut. Sehingga seiring dengan jalannya waktu maka pihak sekolah sendiri yang akan memindahkan siswa ke Sekolah Luar Biasa (SLB) karena dianggap sebagai beban. Hal semacam inilah yang akan menjadikan cita-cita inklusi yang tidak membedakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan siswa normal dalam satu sekolah menjadi tidak terlaksana dengan baik dan perlu dioptimalkan pelaksanaannya. Oleh karena itu perlu kombinasi dan peran serta dari komponen yang mempengaruhi dari pelaksanaan 2

sekolah inklusi dalam Depdiknas (2004:28) yaitu siswa, guru, kurikulum, sarana dan prasarana, manajemen, anggaran/biaya dan pemberdayaan masyarakat dimana unsur-unsur ini disingkat menjadi Si Guruku SMART. Sehingga perlu dibahas tentang tantangan dan harapan dalam mengoptimalkan pendidikan inklusi. Tantangan yang berkaitan dengan siswa, guru, kurikulum, sarana prasarana, anggaran/biaya dan masyarakat yang akan berpengaruh terhadap optimalisasi pelaksanaan program inklusi yang akhirnya akan berdampak pada peningkatan pelaksanaan program inklusi yang dilaksanakan baik di daerah maupun di Indonesia yang lebih luas. B. MASALAH Masalah yang akan disampaikan pada pembahasan karya tulis ini adalah: Bagaimana menciptakan sekolah yang inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bersama Si Guruku SMART?. C. PEMBAHASAN DAN SOLUSI 1. PEMBAHASAN a. Pengertian Inklusi Menurut Staub dan Peck (1995) dalam Depdiknas (2004:9) menyebutkan bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas regular. Arinya bahwa anak bekebutuhan khusus akab belajar penuh di sekolah regular. Selama ini ada tiga model pendidikan yang telah dilaksanakan untuk menggabungkan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal yang diambil dari pendapat Suyanto & Mudjito, AK (2012 : 5 ) yaitu: 1. Mainstream, adalah system pendidikan yang menempatkan anak berkebutuhan khusus di sekolah umum, mengikuti kurikulum akademis yang berlaku dan guru juga tidak harus melakukan adaptasi kurikulum. 3

2. Integrasi, adalah menempatkan anak berkebutuhan khusus dalam kelas anak normal, dimana mereka mengikuti pelajaran yang dapat mereka ikuti dari gurunya. Sedangkan untuk mata pelajaran yang lain anak berkebutuhan khusus memperoleh pengganti di kelas yang berbeda dan terpisah. 3. Inklusi, adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama sama dengan peserta didik pada umumnya. b. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Bandi Delphie (2009:2) menyebutkan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan Khusus. Menurut Suparno (2007:1-1) menyebutkan bahwa anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Selanjutnya Bandi Delphie (2009:2-4) menyebutkan bahwa di Indonesia ABK yang terlayani adalah sebagai berikut: 1) Anak yang mengalami hendaya penglihatan (tunanetra) 2) Anak dengan hendaya mendengar dan berbicara (tunarungu wicara) 3) Anak dengan hendaya perkembangan kemampuan fungsional ( tunagrahita) 4) Anak dengan hendaya kondisi fisik motorik (tunadaksa) 5) Anak dengan hendaya perilaku ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment). 6) Anak berkesulitan belajar khusus. 4

c. Tantangan Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Sekolah Umum Pelaksanaan sekolah inklusi tidak terlepas dari niat baik pemerintah untuk tidak membedakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan anak normal pada umumnya. Hal ini memang sudah tertera dalam Undang Undang Dasar 1945 yaitu pada pasal 31 ayat (1) meyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, sedangkan pada ayat (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiyayainya. Tidak terlepas dari itu pemerintah juga telah mengeluarkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 15 tentang pendidikan khusus menyebutkan bahwa pendidikan khusus. Merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Niat baik dari pemerintah tentang penyelenggaraan sekolah inklusi memang sudah baik, namun di daerah masih belum maksimal. Hal ini masih sebatas pada program dan eksperimen yang tidak merata, karena di daerah masih belum maksimal menjalankan program inklusi ini. Sekolah masih bingung dan tidak tahu apa yang sebenarnya akan dilaksanakan dalam penyelenggaraan sekolah inklusi ini. Tantangan yang terbesar dalam pelaksanaan sekolah inklusi kadangkala berasal dari orang-orang terdekat dari anak berkebutuhan khusus (ABK) tersebut, juga program dari pemerintah yang menggelontorkan program sekolah inklusi itu sendiri. Tantangan dalam penyelenggaraan sekolah inklusi yang benar-benar bersahabat dan terbuka dengan anak 5

berkebutuhan khusus (ABK) dapat dikelompokkan dalam beberapa komponen pokok yaitu: 1) Siswa Siswa dalam hal ini merupakan input yang akan menjadi subyek dalam pelaksanaan program sekolah inklusi. Biasanya sikap menutup diri, tidak dapat bergaul dan tidak dapat menyesuaikan dengan lingkungannya akan menjadi bahan olok-olokan siswa normal, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan siswa berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah regular. 2) Guru Guru sebagai ujung tombak dari keberhasilan siswa dan pelaksanaan program inklusi bila tidak mampu bersikap fleksibel dan terbuka dalam menangani anak berkebutuhan khusus yang ada di kelasnya. Akan berpengaruh terhadap perkembangan anak didiknya baik bagi anak berkebutuhan khusus juga bagi siswa normal yang menjadi tanggungjawabnya. Hal ini kemungkinan karena guru belum memiliki bekal untuk penanganan anak berkebutuhan khusus, sehingga guru menjadi tidak percaya diri dalam penanganan anak berkebutuhan khusus yang menjadi tanggungjawabnya. 3) Kurikulum Kurikulum yang dilaksanakan oleh guru hanya menggunakan kurikulum yang berlaku di sekolah regular, yang menyebabkan siswa berkebutuhan khusus menjadi tidak tertangani dengan maksimal. Yang seharusnya tersedia kurikulum khusus yang berupa program pembelajaran individual untuk siswa berkebutuhan khusus. 4) Sarana dan prasarana 6

Sarana dan prasarana yang tidak memadai bagi pembelajaran anak berkebutuhan khusus yang tidak dirancang sesuai dengan kebutuhan anak misalnya tidak tersedianya tempat khusus yang dinamakan ruang terapi bila siswa memerlukan terapi di sekolah umum, menyebabkan anak menjadi terhambat dalam memperoleh pendidikan di sekolah inklusi. 5) Manajemen Memenajemen sekolah inklusi akan berbeda dengan memenajemen sekolah regular. Dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus akan mempengaruhi bentuk pengelolaan yang ada di kelas itu. Pelibahatan tenaga ahli misalnya psikolog, guru khusus, dokter dan sebagainya yang tidak pernah dilakukan guru dengan adanya program ini maka guru tertantang untuk terbuka dengan tenaga ahli lainnya dalam pengelolaan program sekolah inklusi. 6) Anggaran/Biaya Pembiayaan yang dibutuhkan kadangkala tidak dipergunakan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, yang menyebabkan anak berkebutuhan khusus tidak tersentuh sama sekali. Juga pemerintah masih kurang dalam mengucurkan dana yang khusus untuk pelaksanaan sekolah inklusi. Sekolah juga kurang sosialisasi tentang sekolah inklusi kepada masyarakat sehingga peran serta masyarakat tidak dapat tersalurkan dengan baik. 7) Peran serta masyarakat Peran serta masyarakat tidak saja pada masyarakat umum, namun juga pada orang tua dan lingkungan yang ada di sekitar siswa dan sekolah inklusi. Yang tidak kooperatif dengan keberadaan siswa berkebutuhan khusus yang dianggap sebagai penyakit yang menular sehingga orang 7

tua menuntut untuk mengeluarkan siswa berkebutuhan khusus untuk disekolahkan di Sekolah Luar Biasa (SLB) terdekat. d. Harapan Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Sekolah Umum Harapan dalam pelaksanaan sekolah inklusi di sekolah umum tentu saja tercapainya cita-cita pendidikan yaitu pendidikan untuk semua, artinya bahwa semua anak berkebutuhan khusus dapat bersekolah di sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya. Namun demikian harapan yang mulia ini akan tidak terlaksana dengan baik apabila tidak terjadi saling menerima dan terbuka dalam pelaksanaan sekolah inklusi pada setiap komponen yang mempengaruhi terlaksananya sekolah inklusi yang benar-benar inklusi. Harapan dalam pelaksanaan sekolah inklusi dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Siswa Siswa sebagai subyek dalam pelaksanaan sekolah inklusi diharapkan dapat memperoleh pendidikan sesuai dengan tingkat kemampuannya dimana pendidikannya dilaksanakan dengan selalu mulai dari kemampuan anak yang berdasarkan pada hasil identifikasi dan assesmen yang telah dilaksanakan. Selanjutnya siswa normal yang lainnya dapat menerima dan mendukung siswa berkebutuhan khusus menjadi bagian dari kelompok mereka yaitu di kelas-kelas inklusi. 2) Guru Guru sebagai ujung tombak keberhasilan program sekolah inklusi harus dapat bersikap terbuka dan selalu memperbarui ilmu pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus baik melalui pelatihan-pelatihan, membaca dan 8

mencari ilmu secara mandiri. Guru yang tersedia yang selama ini hanya guru umum dapat berkolaborasi atau bekerjasama dengan Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang berasal dari Sekolah Luar Biasa (SLB) yang menjadi sentral pelayanan sekolah inklusi. 3) Kurikulum Penyesuaian kurikulum yang berorientasi pada kebutuhan anak sangat diharapkan untuk meningkatkan pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus. Baik itu dari proses penjaringan dan identifikasi, asesmen, penyusunan program individual siswa sampai dengan mengevaluasi program pembelajaran individual, yang telah disesuaikan dengan keadaan anak berkebutuhan khusus, yang nantinya akan berimbas kepada keberhasilan program sekolah inklusi. 4) Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana diharapkan mampu menunjang pelaksanaan program sekolah inklusi. Salah satunya adalah penyediaan alat bantu pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak berkebutuhan khusus dan juga ketersediaan ruang terapi khusus untuk anak berkebutuhan khusus yang memerlukan penanganan khusus. Sehingga siswa yang mengalami kesulitan dalam mata pelajaran tertentu akan masuk kedalam ruang terapi khusus. 5) Manajemen Harapan dalam pengelolaan atau memanejemen sekolah inklusi ini akan terbentuk kerjasama antar beberapa ahli yang nantinya akan menghasilkan suatu program pembelajaran yang akan benar-benar berpihak kepada 9

anak berkebutuhan khusus dan implikasinya juga kepada siswa normal pada sekolah inklusi. 6) Anggaran/Biaya Pembiayaan merupakan komponen yang sangat penting, sehingga komponen ini diharapkan mampu untuk mencukupi kebutuhan dalam pelaksanaan program sekolah inklussi. Hal ini tidak terlepas dari peran serta pemerintah baik melalui dana BOS ataupun dana pendamping BOS yang berasal dari daerah, orang tua dan masyarakat untuk mewujudkannya. 7) Peran serta masyarakat Peran serta masyarakat diharapkan mampu bersinergi dengan program sekolah inklusi yang dilaksanakan. Salah satunya dengan memberikan dukungan baik itu berupa semangat, sikap terbuka untuk anak berkebutuhan khusus, dan tentu saja dengan memberikan bantuan dalam bentuk swadaya masyarakat untuk memberikan rasa memiliki program sekolah inklusi yang sedang dilaksanakan. 2. SOLUSI Solusi yang akan disampaikan dalam karya tulis ini yaitu dengan cara melaksanakan dan menciptakan sekolah yang Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) bersama Si Guruku SMART. Ada beberapa komponen yang akan menentukan terciptanya sekolah yang inklusi, yaitu siswa, guru, kurikulum, sarana dan prasarana, manajemen, anggaran/biaya dan peran serta masyarakat. Komponen-komponen ini harus saling mendukung satu sama lainnya sehingga tercipta sekolah inklusi yang benarbenar akan paham dengan siswanya, yang memiliki guru yang mengerti akan anak berkebutuhan khusus, kurikulum yang fleksibel, sarana dan prasarana yang lengkap artinya sesuai 10

dengan yang dibutuhkan oleh anak siswa, pembiayaan yang dapat mengatur terlaksananya program inklusi dan tentu saja peran serta masyarakat sebagai pendukung dalam terlaksananya program inklusi. Gambar. Diagram Hubungan Si Guruku SMART dalam penyelenggaraan sekolah Inklusi Komponen-komponen inilah yang disebut Si Guruku SMART yaitu Siswa sebagai inputnya merupakan anak berkebutuhan khusus dan siswa normal sebagai subyek dari sekolah inklusi. Dimana dengan adanya siswa anak berkebutuhan khusus maka sekolah umum disebut sebagai sekolah inklusi. Juga siswa normal yang ada di sekolah inklusi dituntut untuk ikut menyesuaikan atau menerima anak berkebutuhan khusus. Selanjutnya pelaksanaan sekolah inklusi dipengaruhi juga oleh adanya guru atau pendidik yang handal dan terbuka yang faham dengan anak bekebutuhan khusus yaitu memiliki kualifikasi pendidikan yang dipersyaratkan, pengetahuan yang memadai dan memahami siswa baik dari segi karakteristiknya dalam menerima pelajaran di kelas dan apa saja yang akan dibutuhkan dalam proses pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas. Proses ini dapat dilaksanakan guru melalui penjaringan dan identifikasi selanjutnya dilaksanaknnya asesmen. Menurut Tim penyusun 11

Modul PLPG Unesa (2012: 6) disebutkan asesmen adalah proses pengumpulan informasi sebelum disusun program pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus. Kurikulum yang akan digunakan haruslah fleksibel atau disesuaikan dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah inklusi. Komponen kurikulum yang akan di adaptasikan pada siswa berkebutuhan khusus adalah yang mencakup tujuan, isi/materi, proses dan evaluasi. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan sekolah inklusi harus disesuaikan dengan tuntutan dari proses pengembangan dari apa saja yang akan dibutuhkan oleh terlaksananya sekolah inklusi. Baik itu sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelenggaraan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah inklusi tersebut. Manajemen berarti pengelolaan dari sekolah inklusi tersebut, baik itu pengelolaan pada pembelajarannya yang disusun dengan bekerjasama dengan beberapa ahli yang terlibat, seperti guru kelas, dokter, psikolog dan guru pembimbing khusus yang nantinya akan menghasilkan program yang sesuai dengan siswa berkebutuhan khusus dan juga memanajemen hubungan antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa yang normal sehingga tercapai pengelolaan kelas inklusi yang menguntungkan bagi siswa berkebutuhan khusus dan siswa normal yang disesuaikan dengan keadaan masing-masing anak. Biaya merupakan hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan sekolah inklusi. Dukungan pembiayaan yang memadai sangat diperlukan. Pembiayaan yang diperlukan diatur oleh sekolah yang berasal dari pemerintah, orang tua siswa dan peran serta masyarakat yang berupa sumbangan dari elemen masyarakat yang peduli dengan pelaksanaan sekolah inklusi. 12

Sehingga terciptanya sekolah inklusi yang akan benar-benar inklusi adalah dengan menerapkan Si Guruku SMART artinya bahwa terjadi hubungan dimana komponen-komponen dari pelaksanaan sekolah inklusi yang benar-benar berpihak kepada anak berkebutuhan khusus baik itu siswa, guru, kurikulum, sarana dan prasarana, manajemen, anggaran/biaya dan peran serta masyarakat. 3. KESIMPULAN Menciptakan sekolah inklusif yang benar-benar inklusif adalah dengan menerapkan Si Guruku SMART yaitu dengan menerapkan komponen-komponen pelaksanaan sekolah inklusi dengan baik yaitu siswa, guru, kurikulum, sarana dan prasarana, manfaat, anggaran/biaya dan peran serta masyarakat. 13

DAFTAR PUSTAKA Bandi Delphie. 2009. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan Inklusi. Yogyakarta: KTSP Depdiknas, 2004. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/Inklusi ( Mengenal Pendidikan terpadu). Jakarta : Direktorat Pendidikan Luar Biasa Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Suyanto & Mudjito, AK. 2012. Masa Depan Pendidikan Inklusi. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal pendidikan Dasar. Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus ( Bahan Ajar Cetak ). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Tim Penyusun Modul PLPG. 2012. Pendidikan Inklusi. Surabaya: Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas negeri Surabaya. 14

15

BIODATA Nama : Gunawan Wiratno, S.Pd TTL : Lombok Timur, 24 Mei 1975 Nip : 197505242006041010 Pangkat/Gol : Pembina. IV/a Jabatan : Guru Kelas Alamat : SLBN Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat NTB Prestasi : 1. Juara I Sayembara Karya Tulis Ilmiah Se Kabupaten Sumbawa Barat (2007). 2. Juara II Guru Berprestasi Tk Provinsi NTB (2009) 3. Juara I Guru Berdedikasi PLB Tk Provinsi NTB (2013). 4. Finalis Guru Berdedikasi Tk Nasional (2013) 5. Finalis LKG Tk Nasional (2013) 6. Special Winner Intel Education (2014) 7. Finalis Simposium Guru Tk Nasional (2015) 16

17