1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kesehatan ibu dengan perhatian utama pada penurunan angka kematian ibu/ AKI merupakan tujuan pembangunan milenium kelima/millennium Development Goals (MDGs) 5. Target pencapaian MDGs tahun 2015 adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan menurut SKDI tahun 2007, angka kematian ibu melahirkan di Indonesia (maternal mortality rate/mmr) adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut hasil Riskesdas tahun 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin (quintile 1) baru mencapai 69,3%. Sedangkan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidaktersediaan biaya. Salah satu upaya terobosan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai komitmen terhadap percepatan pencapaian MDGs 5, yaitu meluncurkan program jaminan persalinan (Jampersal) pada tahun 2011 dengan dana sebesar Rp.1,223 Triliun. Program Jampersal bertujuan untuk: (1) meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan ibu nifas oleh tenaga kesehatan; (2) meningkatkan cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan; (3) meningkatkan cakupan pelayanan Keluarga Berencana (KB) pasca persalinan; (4) meningkatkan cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir; serta (5) terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel (Kemenkes, 2011). Salah satu keuntungan dari program jaminan ini adalah menghapus hambatan keuangan terutama bagi individu yang berpenghasilan rendah sehingga diperkirakan dapat meningkatkan status kesehatan (Meyer et. al., 2011). Kesehatan reproduksi adalah program prioritas untuk semua negara di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang memiliki angka kematian ibu
2 tinggi dan masih menjadi masalah besar (Agus & Horiuchi, 2012), atas dasar itulah program jampersal ini diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia (Kemenkes, 2011). Jember merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang melaksanakan program jampersal. Luas wilayah Kabupaten Jember sekitar 3.293,34 km² (Kabupaten Jember dalam Angka, 2011). Secara administratif Kabupaten Jember terbagi menjadi 31 kecamatan dengan jumlah penduduk sebesar 2.347.752 jiwa, berdasarkan proyeksi penduduk sasaran program kesehatan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Jember adalah terwujudnya masyarakat Jember yang sehat, mandiri dan berkeadilan. Sedangkan misinya adalah (1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, (2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan, (3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan, dan (4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik (Dinkes Jember, 2012). Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, penyerapan dana jamkesmas-jampersal oleh seluruh puskesmas di Kabupaten Jember pada tahun 2011 sebesar Rp.7.796.438.250,- atau sebesar 69,19% dari total dana jamkesmasjampersal yaitu Rp.11.268.362.000,-. Sedangkan penyerapan dana jampersal saja sebesar 82% dari total penyerapan dana jamkesmas-jampersal atau Rp.6.428.482.750,- dari Rp7.796.438.250,- (Tabel 1).
3 Tabel 1. Realisasi Pemanfaatan Dana Jamkesmas-Jampersal di Pelayanan Dasar Kabupaten Jember Tahun 2011 Dana dan Pemanfaatan Jumlah % Total dana luncuran diterima Rp.11.268.362.000 Pemanfaatan dana: Pelayanan Rawat Jalan Rp. 113.261.000 1,45% Pelayanan Rawat Inap Rp. 655.550.000 8,41% Penggantian Transport Rujukan Yandas Rp. 118.394.500 1,52% Pelayanan persalinan (Jamkesmas) Rp. 480.750.000 6,17% Jampersal Rp. 6.428.482.750 82,45% Total realisasi dana Rp. 7.796.438.250 100% Sumber: Laporan pelaksanaan jamkesmas-jampersal Kab. Jember tahun 2011 Cakupan pelayanan maternal, selama tahun 2009 hingga tahun 2011, untuk cakupan pelayanan ibu hamil, persalinan oleh tenaga kesehatan, dan pelayanan bufas di Kabupaten Jember dilaporkan meningkat. Namun, berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Jember tahun 2011, peningkatan cakupan tersebut tidak diikuti oleh penurunan jumlah kasus kematian maternal yang signifikan (Gambar 1). Gambar 1. Capaian K1, K4, Bulin Nakes, Bufas dan Jumlah Kematian Maternal Tahun 2009 s/d 2011 di Kabupaten Jember (Sumber: Profil kesehatan Kabupaten Jember tahun 2011) Pada gambar 1 terlihat, walaupun ada penurunan jumlah kematian maternal di tahun 2011, tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2010, penurunan
4 itu hanya satu angka. Cakupan pelayanan kesehatan maternal meningkat tetapi tidak demikian dengan status kesehatan maternal. Kondisi ini sejalan dengan penelitian Meyer et. al. (2011), tentang program health voucher. Health voucher adalah program bantuan kesehatan gratis atau bersubsidi berupa voucher yang dilaksanakan di beberapa negara berkembang. Secara teoritis, voucher ini diharapkan berhasil pada populasi target tertentu, meningkatkan pemanfaatan, kualitas, efisiensi, dan pada akhirnya meningkatkan status kesehatan masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan health voucher mampu memberikan pelayanan yang lebih efisien, meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan; dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, namun tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap status kesehatan. Peningkatan jumlah kematian di Kabupaten Jember jika diuraikan berdasarkan masa kematiannya, jumlah kematian maternal pada masa kehamilan dan nifas cenderung menurun di tahun 2011 dibandingkan tahun 2010. Namun kasus kematian maternal pada saat persalinan justru meningkat pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010 (Tabel 2). Tabel 2 Rincian Kasus Kematian Maternal Tahun 2009 s/d 2011 di Kabupaten Jember KASUS 2009 2010 2011 Ibu Hamil 14 27,5% 16 29,1% 14 26% Ibu Bersalin 22 39,2% 14 25,5% 20 37% Ibu Nifas 17 33,3% 25 45,5% 20 37% Total Kematian Maternal 53 100% 55 100% 54 100% Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2011 Sebagaimana pada Tabel 2, jumlah kematian maternal tertinggi di Kabupaten Jember terjadi pada masa persalinan. Sementara cakupan pelayanan ANC pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2010. Menurut tempat kematiannya, kematian ibu di Kabupaten Jember dapat dibedakan yaitu di rumah sakit, puskesmas, dalam perjalanan menuju rumah sakit, dan rumah ibu. Meskipun telah ada jampersal, pada tahun 2011 kematian ibu di rumah sakit mencapai 38 kasus, di puskesmas 6 kasus, dalam perjalanan 3 kasus, dan
5 rumah ibu 7 kasus. Sedangkan pada tahun 2010, sebelum ada program jampersal, kematian ibu di rumah sakit mencapai 42 kasus, di puskesmas 3 kasus, dalam perjalanan 2 kasus, dan rumah ibu 8 kasus. Hal ini menunjukkan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemanfaatan layanan jampersal pada masa persalinan atau bahkan pada saat kegawatdaruratannya. Sebagaimana hasil penelitian di Propinsi Xien Khouang, Lao PDR, (2010), menunjukkan bahwa prediktor signifikan dari pemanfaatan Antenatal Care (ANC) adalah tingkat pendidikan, pendapatan, pengetahuan, jarak, sikap, pelayanan, ketersediaan angkutan umum, biaya transportasi, dan biaya jasa (Ye et. al., 2010, dalam Agus & Horiuchi, 2012). Sejalan dengan penelitian itu, Hoesein (2007 dalam Agus & Horiuchi, 2012), juga menunjukkan sebenarnya status kesehatan ibu tidak hanya terkait dengan layanan kesehatan dan jaminan kesehatan yang disediakan oleh organisasi pemerintah dan swasta, tetapi berkaitan juga dengan kemampuan perempuan sebagai ibu termasuk pendidikannya, lingkungan, dan budaya. Budaya pengambilan keputusan untuk mencari layanan kesehatan maternal oleh keluarga cenderung mempengaruhi bagaimana ibu hamil mendapatkan pelayanan kesehatan lebih awal. Sebagaimana penelitian Irasanty, (2008), bahwa pihak keluarga sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk tindakan rujukan persalinan. dan sangat mempengaruhi keterlambatan rujukan. Hal ini sesuai dengan penelitian di daerah pedesaan Gambia, keputusan untuk mencari tempat bersalin apakah di puskesmas atau rumah sakit biasanya dipengaruhi oleh ibu mertua yang sebagian besar menganggap tidak perlu mengunjungi rumah sakit lebih awal. Para ibu mertua tersebut lebih memilih mempersiapkan ramuan tradisional sambil menunggu kelahiran (Jammeh et. al., 2011). Sejalan juga dengan penelitian Fawole et. al., (2008), yang menekankan bahwa persepsi klien terhadap pelayanan mempengaruhi perilaku kesehatan mereka, pemanfaatan dan kepatuhan dengan layanan. Selain itu, di banyak negara berkembang seorang penolong kelahiran tradisional/ dukun masih dominan, terutama di daerah pedesaan. Ibu-ibu yang akan bersalin lebih menyukai mendatangi dukun bayi lebih dahulu daripada
6 langsung ke pelayanan kesehatan. Hal ini karena didorong oleh rasa nyaman dan pembayaran bisa menggunakan sistem barter; karena jika bersalin di layanan kesehatan mereka takut tidak mampu membayar biaya jasa bidan puskesmas (Agus & Horiuchi, 2012). Kebijakan program jaminan persalinan diselenggarakan untuk mengatasi hambatan biaya persalinan yang sering menjadi masalah. Jaminan persalinan tidak dimaksudkan untuk melindungi semua masalah kesehatan individu (Kemenkes RI, 2011). Sehingga keberhasilan pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh hambatan-hambatan dalam mengakses layanan kesehatan sehingga wanita hamil dapat atau tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan lebih awal pada saat memasuki persalinan. Hambatan-hambatan dalam mengakses layanan kesehatan maternal tepat waktu berupa (Agus & Horiuchi, 2012; Irasanty, 2008): (1) tingkat pengetahuan yaitu pengetahuan tentang kehamilan, kegawatdaruratan persalinan, maupun jaminan kesehatan maternal; (2) faktor sosial budaya/kepercayaan yaitu budaya pengambilan keputusan dalam keluarga, kepercayaan terhadap kemampuan pemberi layanan kesehatan; (3) jarak, termasuk jauh-dekatnya rute ke layanan kesehatan, kondisi jalan, dan waktu tempuh untuk mencapai layanan kesehatan; (4) transportasi yaitu tersedianya kendaraan ke layanan kesehatan; (5) biaya, termasuk biaya persalinan, biaya transportasi dan biaya makan selama berada di rumah sakit. Biaya merupakan kunci penting untuk menentukan pilihan tempat persalinan dalam keadaan darurat dan berdampak pada penundaan mencari layanan kesehatan maternal di luar rumah. Hal ini karena jarak dan waktu yang digunakan dianggap sebagai biaya tidak langsung yang sering memperbesar biaya mengakses layanan kesehatan maternal walaupun secara resmi layanan kesehatan maternal gratis telah diberikan (Jammeh et. al., 2011). Pengetahuan dan persepsi masyarakat yang berbeda tentang tanda-tanda persalinan dan kegawatdaruratannya, dapat menjadi penghambat dalam pemanfaatan layanan jampersal untuk masa persalinan. Sebagaimana penelitian Titaley et. al., (2010), masyarakat menganggap persalinan berbahaya atau dalam kondisi gawat darurat jika persalinan berkembang ke arah komplikasi yaitu
7 perdarahan yang berlebihan, atau tertahannya plasenta di dalam rahim, ibu dalam kondisi sangat lemah dan oedema. Namun, kondisi persalinan demikian hanya dirujuk ke bidan jika penolong persalinan tradisional/ dukun tidak bisa lagi mengelolanya. Masyarakat Kabupaten Jember memiliki budaya yang beragam. Adanya dua suku mayoritas di Kabupaten Jember yaitu Suku Madura dan Suku Jawa memungkinkan adanya perbedaan-perbedaan dalam cara pandang dan pengetahuan tentang kesehatan maternal. Berdasarkan hal inilah, maka kami ingin meneliti bagaimana persepsi, pengetahuan dan budaya masyarakat di Kabupaten Jember terhadap jaminan persalinan dan pemanfaatannya terutama pada masa persalinan dan kegawatdaruratannya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, didapatkan fakta bahwa: 1. Kematian maternal di Kabupaten Jember di tahun 2011 masih tinggi walaupun cakupan K1, K4, dan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat. 2. Penurunan kasus kematian maternal di Kabupaten Jember tahun 2011 belum signifikan walaupun program jampersal telah dilaksanakan. 3. Kasus kematian maternal di Kabupaten Jember terjadi terutama pada masa persalinan. 4. Pemanfaatan layanan kesehatan maternal gratis dipengaruhi oleh pengetahuan, budaya, dan persepsi masyarakat terhadap jaminan kesehatan dan kegawatdaruratan persalinan, serta kepercayaan terhadap jaminan persalinan/ kekhawatiran akan adanya biaya tambahan walaupun jaminan persalinan telah diberikan. Sehingga dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana persepsi masyarakat di Kabupaten Jember tentang pemanfaatan jampersal terutama pada masa persalinan dan kegawatdaruratannya? dan bagaimana jampersal memodifikasi hambatan lainnya yaitu hambatan ekonomi, sosial budaya, tingkat pengetahuan, jarak, dan transportasi dalam mengakses layanan kesehatan maternal?
8 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengeksplorasi persepsi, budaya, pengetahuan masyarakat di Kabupaten Jember tentang Jampersal dan pemanfaatannya pada masa persalinan dan kegawatdaruratannya. 2. Mengeksplorasi efek program jampersal memodifikasi hambatan-hambatan lainnya pada pemanfaatan layanan kesehatan maternal. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan dalam pengelolaan jaminan persalinan. 2. Didapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang hal yang menjadi kemungkinan penyebab tingginya jumlah kematian maternal dari perspektif masyarakat. 3. Puskesmas, sebagai ujung tombak pelaksana jampersal, dapat menjadikan penelitian ini sebagai acuan dalam melaksanakan program jaminan persalinan. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain dan memiliki kemiripan dengan peneliti ini adalah sebagai berikut : 1. Hubungan Antara Persepsi Masyarakat Miskin Peserta Jaminan Kesehatan Daerah Dengan Utilitas Layanan Kesehatan Di Kabupaten Ngada yang ditulis oleh Nenu, (2011). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pemanfaatan layanan kesehatan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan utilisasi pelayanan kesehatan di Kabupaten Ngada. Desain penelitian adalah mixmethod dan rancangan penelitian cross sectional. Subyek penelitian adalah masyarakat miskin peserta jaminan kesehatan daerah di Kabupaten Ngada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian masyarakat miskin peserta jamkesda di wilayah Kabupaten Ngada belum memanfaatkan pelayanan kesehatan gratis yang disediakan pemerintah. Ditemukan bahwa faktor paling
9 dominan yang berhubungan dengan utilisasi layanan kesehatan adalah persepsi tentang biaya tambahan berupa biaya obat-obatan. Persamaan dengan penelitian ini adalah merupakan penelitian tentang persepsi masyarakat terhadap jaminan kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada tujuan, lokasi penelitian, metode penelitian, subyek, teknik sampling, dan jaminan kesehatan yang diteliti. 2. Persepsi Masyarakat Terhadap Program Jaminan Kesehatan (PJKMM) Bagi Masyarakat Miskin Di Kota Metro Propinsi Lampung yang ditulis oleh Noviansyah, (2006). Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran mengenai persepsi masyarakat Kota Metro terhadap PJKMM. Desain penelitian adalah mix-method dan rancangan penelitian cross sectional. Sampel diambil dengan cara cluster random sampling. Subyek penelitian adalah kepala keluarga (KK) miskin peserta PJKMMdi Kota Metro Propinsi Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap PJKMM dipengaruhi oleh faktor internal/personal (pendidikan formal, pengetahuan tentag asuransi/jaminan kesehatan, pengalaman dalam askes/jamkes bagi masyarakat miskin, dan motivasi memanfaatkan yankes dalam PJKMM) dan eksternal (sosialisasi PJKMM melalui berbagai sumber dan media informasi), dengan motivasi sebagai faktor dominan. Persamaan dengan penelitian ini adalah merupakan penelitian tentang persepsi masyarakat terhadap jaminan kesehatan dan salah satu variabel yang diteliti yaitu pengetahuan masyarakat tentang jaminan kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada tujuan, lokasi, metode penelitian yang digunakan, subyek penelitian, teknik sampling, dan jaminan kesehatan yang diteliti. 3. Persepsi Masyarakat tentang JPKM dalam Program JPKM JPSBK dan hubungannya dengan minat menjadi peserta JPKM Mandiri di Kota Kediri yang ditulis oleh Siyoto, (2001). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui persepsi dan minat masyarakat untuk menjadi peserta program JPKM JPSBK di Kota Kediri. Desain penelitian adalah kuantitatif dan kualitatif dengan rancangan cross sectional. Subyek penelitian adalah seluruh Kepala Keluarga di kota Kediri dengan teknik sampling multi stage sampling. Hasil penelitian
10 menunjukkan bahwa pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap program JPKM mempunyai peranan penting dalam ikut menumbuhkan minat masyarakat untuk jadi peserta JPKM Mandiri. Sedangkan umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan perbulan tidak mempengaruhi persepsi masyarakat tentang JPKM. Persamaan dengan penelitian ini adalah merupakan penelitian tentang persepsi masyarakat tentang jaminan kesehatan dan salah satu variabel yang diteliti yaitu pengetahuan masyarakat terhadap jaminan kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada tujuan, lokasi penelitian, metode penelitian yang digunakan, subyek penelitian, teknik sampling, dan jaminan kesehatan yang diteliti. 4. Persepsi masyarakat dan pemberi pelayanan kesehatan terhadap jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat Kota Kuala Kapuas di Propinsi Kalimantan Tengah yang ditulis oleh Syamsuri, (2004). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat dan pemberi pelayanan kesehatan terhadap jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat di Kota Kuala Kapuas Kalimantan Tengah. Desain penelitian yang digunakan kuantitatif dan kualitatif dengan rancangan cross sectional. Subyek penelitian yaitu masyarakat pengguna pelayanan kesehatan di sekitar wilayah kerja masingmasing puskesmas dan PPK tingkat I. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat dan PPK mempunyai persepsi baik tentang JPKM dan menganggap bahwa JPKM dapat mengatasi masalah pembiayaan kesehatan sehingga JPKM sebaiknya dilanjutkan dan terus disosialisasikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat adalah umur, pendidikan, pengeluaran rumah tangga per bulan. Persamaan dengan penelitian ini adalah merupakan penelitian tentang persepsi masyarakat terhadap jaminan kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada lokasi, tujuan penelitian, metode penelitian yang digunakan, subyek penelitian, teknik sampling yang digunakan, dan jaminan kesehatan yang diteliti.