BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu dapat melalui penularan bibit penyakit dari orang atau hewan dari reservoir kepada orang yang rentan terhadap penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui tumbuhan, binatang pejamu, vektor atau lingkungan. Penyakit yang diderita ibu selama kehamilannya tentu akan berdampak kurang menguntungkan bagi sang bayi. Salah satunya penyakit yang saat ini sangat di takuti orang adalah Aqcuired Immunodeficiency Syndrome. Hal ini disebabkan belum ditemukannya vaksin yang manjur dan aman terhadap infeksi HIV maupun AIDS (Ronald, 2003, p. 72). Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus golongan Rubonucleat Acid (RNA) yang spesifik menyerang sistem kekebalan tubuh/imunitas manusia dan menyebabkan Aqciured Immunodeficiency Symndrome (AIDS). HIV positif adalah orang yang telah terinfeksi virus HIV dan tubuh telah membentuk antibodi (zat anti) terhadap virus. Mereka berpotensi sebagai sumber penularan bagi orang lain. AIDS (Aqcuired Immunodeficiency Syndrome/Sindroma Defisiensi Imun Akut/SIDA) adalah kumpulan gejala klinis akibat penurunan sistem imun yang timbul akibat infeksi HIV. AIDS sering bermanifestasi munculnya berbagai penyakit 1
2 infeksi oportunistik, keganasan, gangguan metabolisme dan lainnya (Modul PMTCT DepKes RI, 2008). Sampai tahun 2011 organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah penderita di seluruh dunia meningkat jumlahnya hingga mencapai 5,2 juta jiwa. Padahal pada tahun 2010 hanya 1,2 juta jiwa (Kampung TKI, 2011). Hingga akhhir tahun 2010 lalu data dari KepMenKes menunjukkan ada 14.865 penderita HIV dan 3.863 penderita AIDS di tahun 2009. Sedangkan tahun 2010 penderita HIV ada 15.275 dan AIDS sejumlah 4.158. Secara akumulatif mulai dari April 1987 hingga September 2010 jumlah penderita di Indonesia telah mencapai 22.726 kasus angka kematian 4.249 orang (Pencegahan, 2011). Departemen Kesehatan RI memperkirakan jika di Indonesia setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil positif HIV yang melahirkan bayi, berarti akan lahir sekitar 3.000 bayi HIV positif tiap tahun. Ini akan terjadi jika tidak ada intervensi. Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24-25%. Namun, resiko ini dapat diturunkan menjadi 1-2% tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV positif, yaitu melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral, persalinan sectio caesaria, serta pemberian susu formula untuk bayi (Depkes RI, 2008). Peningkatan jumlah kasus di Jawa Tengah juga terjadi sangat pesat. Sejak tahun 1993-2010 tercatat ada 2.922 kasus korban meninggal sebanyak 406 orang (Suara Merdeka, 2010). AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 10,25/1.000 kelahiran hidup,
3 meningkat bila dibandingkan tahun 2008 sebesar 9,17/1.000 kelahiran hidup (DinKesProv Jawa Tengah, 2009).Laporan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap penyakit menunjukkan selama periode Januari-Maret 2010 tercatat 77 penderita HIV dan 9 penderita AIDS (Napza Indonesia, 2010). Angka kejadian Kota Semarang menduduki peringkat ke-4 tertinggi di Jawa Tengah. Selain itu angka kematian bayi tertinggi adalah Kota Semarang sebesar 18,59/1.000 kelahiran hidup sedang terendah adalah kab. Demak sebesar 4,42/1.000 kelahiran hidup (DinKesProv Jawa Tengah, 2009). Dengan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan pencegahan perluasan transmisi HIV ke dalam keluarga melalui: deteksi dini kasus HIV dalam keluarga melalui pemeriksaan ibu hamil resiko tinggi yaitu ibu hamil sindrom IMS (Infeksi Menular Seksual), ibu hamil suami kelompok potensial, melalui pemeriksaan IMS, VCT (Voluntary councelling and Test). Karena hampir 50% perkiraan ibu hamil di Kota Semarang terjangkau oleh Puskesmas dan secara komprehensif (PKBI Semarang, 2008). Pada periode ini direncanakan program akan difokuskan di wilayah kerja Puskesmas yang dianggap memiliki populasi beresiko antara lain Puskesmas Poncol, Puskesmas karangdoro, Puskesmas Bandarharjo. Adapun metode yang dipandang efektif adalah menggunakan metode Mobile VCT yaitu petugas datang langsung ke masyarakat untuk melakukan VCT. Diharapkan metode ini, program akan berjalan baik dan tepat sasaran (PKBI Semarang, 2008).
4 Di daerah pinggiran Kota Semarang kaum laki-laki atau suami lebih banyak bekerja sebagai nelayan, karyawan swasta dan sopir. Mereka lebih sering meninggalkan rumah dalam waktu yang lama. Jika perilaku seks mereka tidak sehat dapat menjadi resiko dalam penularan kepada istri dan bayinya jika sang istri sedang hamil. Deteksi dini ibu hamil yang terinfeksi dapat dilakukan pada saat pertama kali mereka memeriksakan kehamilannya atau ANC (Antenatal Care). Puskesmas Karangdoro dijadikan sebagai salah satu tempat/lokasi untuk dilakukannya pelayanan VCT yang merupakan salah satu program Dinas Kesehatan dalam PMTCT (Prevention Mother To Child Transmision). Di Puskesmas Karangdoro ini sudah sering dilakukan kegiatan VCT pada ibu hamil. Tahun 2010 dilakukan 2 kali. Bulan Februari 2010 dilakukan mobile VCT jumlah pesertanya 10 ibu hamil dari 91 orang atau sekitar 11%. Sedangkan pada bulan Oktober 2010 yang mengikuti 14 ibu hamil dari 94 orang atau sekitar 14,9%. Ini menunjukkan ada peningkatan jumlah peserta tapi yang mengikuti hanya sebagian kecil saja. Walaupun hasilnya semua negatif tetapi daerah tersebut merupakan salah satu resiko terjadinya penularan dari suami kepada istrinya, karena dekatnya lokasi stasiun Tawang, pasar dan juga pelabuhan. Selain itu adanya kedekatan wilayah mereka tempat PSK (Pekerja Seks Komersial)(Siti Shofi ah, 2009). Peran bidan dalam sosialisasi tes dan VCT bagi ibu hamil yang mempunyai faktor resiko tersebut sangat penting untuk menurunkan bahkan mencegah kejadian penularan dari ibu hamil kepada
5 janinnya atau dinyatakan sebagai program PMTCT. Mengingat tugas bidan yang merupakan ujung tombak dalam pelayanan ANC khususnya pada ibu hamil yang mempunyai faktor resiko tertular, maka sosialisasi dan pelaksanaan PMTCT harus tetap dilaksanakan (PKBI Semarang, 2008). Dari penelitian Siti Shofi ah mengatakan bahwa persepsi ibu praktek VCT cukup sebesar 68,6% dan kemauan ibu untuk melakukan VCT sebesar 85,7%. Masih ada yang belum tahu dan berminat untuk melakukan VCT. Jika penelitian Feri Anita menyatakan bahwa wanita penjaja seks mayoritas cukup sebesar 40,6% dan perilaku terhadap konseling dan tes nya positif sebesar 71%. Sedangkan penelitian dari Aris Winarsih mengatakan bahwa tingkat wanita penjaja cukup sebesar 55,8% motivasi untuk mengikuti konseling dan tes positif sebesar 62,8%. Karena ibu hamil dan sikap terhadap konseling dan tes maka dari itu peneliti ingin meneliti itu. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Adakah hubungan antara ibu hamil sikap terhadap konseling dan tes secara sukarela di Puskesmas Karangdoro Semarang?.
6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan ibu hamil sikap ibu terhadap konseling dan tes secara sukarela. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan ibu hamil b. Mendeskripsikan sikap ibu hamil terhadap konseling dan tes secara sukarela c. Menganalisis hubungan ibu hamil sikap terhadap konseling dan tes secara sukarela D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Menambah wacana dan kepustakaan dalam penelitian lebih lanjut konseling dan tes. 2. Manfaat praktis a. Bagi tenaga kesehatan Masukan yang tentunya positif untuk pelaksanaan pelayanan kebidanan yang sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) agar dapat menurunkan angka kejadian pada ibu hamil khususnya.
7 b. Bagi Institusi Pendidikan Masukan yang dapat dijadikan bekal praktik yang baik dan benar di lahan praktik dan ikut andil dalam penurunan angka kejadian pada ibu hamil dan bayinya. c. Bagi Peneliti Menambah ilmu serta wawasan PMTCT dan konseling dan tes atau VCT. d. Bagi Masyarakat Memotivasi masyarakat, suami dan ibu hamil khususnya untuk mengikuti atau melakukan konseling dan tes sejak dini sebelum terlanjur. E. Keaslian penelitian Tabel 1.1. Keaslian Penelitian No. Judul, Nama, Tahun 1 Hubungan antara persepsi ibu hamil pelaksanaan konseling dan tes sukarela (VCT) terhadap di Puskesmas Karang Doro Semarang Siti Shofi ah Maret 2009 Sasaran Populasi : semua ibu hamil yang melakukan kunjungan di Puskesmas Karangdoro Kabupaten Semarang sebanyak 35 orang. Sampel : menggunakan total sampling sebanyak 35 orang. yang diteliti independent adalah persepsi ibu hamil. dependent adalah pelaksanaan VCT. Metode Jenis penelitian korelatif pendekatan cross sectional metode survey Hasil Persepsi ibu hamil 8,6 %, 68,6% cukup dan 22,9% kurang. Pelaksanaan VCT 85,7% dan yang tidak ikut 14,3%. Teknik sampling :
8 menggunakan sampling jenuh, jadi jumlah sampel 35 orang. Lanjutan tabel 1.1 Keaslian penelitian 2 Hubungan tingkat Penjaja Seks (WPS) perilaku terhadap tes di Resosialisasi Argorejo kelurahan Kali Banteng Kulon Semarang Feri Anita Wijayanti 2009 Populasi : seluruh Penjaja Seks (WPS) di Resosialisasi Argorejo Kali Banteng Semarang. Sampel : Penjaja seks yang mewakili populasi sebanyak 69 orang. Teknik sampling : menggunakan simple random sampling. independent adalah tingkat Penjaja Seks (WPS) dependent adalah perilaku terhadap tes Jenis penelitian studi korelatif pendekatan cross sectional metode survey Tingkat mayoritas cukup 40,6%, perilaku Penjaja Seks terhadap tes mayoritas positif sebanyak 71% 3 Hubungan tingkat Penjaja Seks(WPS) motivasi pemeriksaan tes di Resosialisasi Lorong Indah Margorejo Kabupaten Pati Aris Windarsih 2010 Populasi : seluruh penjaja Seks (WPS) di Resosialisasi Lorong Indah Margorejo Kabupaten Pati. Sampel : Penjaja Seks (WPS) yang mewakili populasi sebanyak 42 orang. Teknik sampling : menggunakan purposive sampling. independent adalah tingkat Penjaja Seks (WPS) dependent adalah motivasi Penjaja Seks (WPS) terhadap pelaksanaan tes Jenis penelitian study korelatif analitik metode survey dan pendekatan cross sectional Tingkat Penjaja Seks (WPS) sebagian besar cukup sebanyak 24 orang (55,8%). Motivasi pemeriksaan tes sebagian besar bermotivasi positif 27 orang (62,8%)
9 Lanjutan tabel 1.1 Keaslian penelitian Sampel : LSL yang ada di Teknik sampling ; purposive sampling 4 Perilaku lakilaki yang berhubungan lakilaki (LSL) untuk melakukan tes di Populasi : Semua LSL (Laki-laki suka Lakilaki) di penelitian : perilaku lakilaki yang berhubungan seks laki-laki (LSL) untuk melakukan test HIV di Kota Jenis penelitian eksploratif Perilaku untuk melakukan test HIV atau VCT belum dilaksanakan sepenuhnya oleh LSL di Kota walaupun mereka telah memiliki HV/AIDS yang cukup baik serta dibarengi sikap yang positif. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan seperti belum ada keberanian untuk melakukan test HIV, adanya perasaan takut mengetahui HIV positif dan keengganan melakukan test HIV karena lebih menyukai untuk tidak mengetahui status terkait dalam masalah Bardasarkan penelitian Siti Shofi ah menjelaskan bahwa persepsi ibu hamil cukup dan pelaksanaan VCT juga mayoritas positif/baik. Sedangkan perbedaan antara proposal yang baru disusun ini penelitian sebelumnya adalah pada variabel independennya yaitu peneliti menggunakan dari ibu hamil dan pada variabel dependen adalah sikap terhadap VCT.