Organization (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam thypoid diseluruh dunia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. WHO memperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi paling. umum di dunia dengan perkiraan sepertiga populasi

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif yaitu tahun,

BAB I PENDAHULUAN. halus dan dapat menimbulkan gejala terus menerus, ditimbulkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella para thypi. Demam

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sehat dalam keperawatan anak adalah keadaan kesejahteraan yang optimal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. mentalnya bertambah, pada masa ini juga anak-anak sudah mulai. mengenal dunia luar sehingga pada masa ini anak-anak sangat rentan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DEMAM TIFOID DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN ). Penyakit Typhoid Abdominalis juga merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pasien dewasa yang disebabkan diare atau gastroenteritis (Hasibuan, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang cukup banyak mempengaruhi angka kesakitan dan angka. kematian yang terjadi di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

BAB I PENDAHULIAN. Tuberculosis paru (TB paru) adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit ini juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB 1 PENDAHULUAN. penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tiap tahunnya. Insiden tertinggi demam thypoid terdapat pada anakanak. kelompok umur 5 tahun (Handini, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka

BAB I PENDAHULUAN. diberbagai belahan dunia. Selama 1 dekade angka kejadian atau incidence rate (IR)

BAB 1 : PENDAHULUAN. satu di dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Mycobacterium tuberculosis dan bagaimana infeksi tuberkulosis (TB)

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian demam berdarah dengue (DBD) di dunia semakin meningkat setiap tahunnya. Data di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. lakukan seringkali dekat dengan kuman-kuman yang dapat menyebabkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. dari spesimen-spesimen yang diperiksa. Petugas laboratorium merupakan orang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan termasuk masalah kesehatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam thypoid adalah salah satu penyakit endemik di Indonesia dan masih merupakan masalah kesehatan yang serius di dunia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam UU No. 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam thypoid diseluruh dunia mencapai 16 33 juta dengan 500.000 600.000 kematian setiap tahunnya. Angka kejadian demam thypoid diketahui lebih tinggi dan endemis dinegara berkembang seperti kawasan Asia tenggara, Asia timur, afrika, dan amerika selatan (WHO, 2003). Anak merupakan kelompok umur yang paling rentan terkena demam thypoid. Menurut Pieget, seorang peneliti dengan konsep struktur berfikir membagi tahap perkembangan kognitif anak menjadi 3 tahap yaitu (1) Tahap Praoperasi (Usia 2-7 tahun), (2) Tahap operasi konkret (usia 7-11 tahun), Tahap operasi formal (Usia 11-15 tahun). Pada penelitian di vietnam dilaporkan kelompok umur yang paling sering menderita demam thypoid dibandingkan dengan kelompok umur lainnya yaitu anak pada umur 5 9 tahun dengan angka kesakitan sebesar 531/10.000 penduduk per tahun (Ying et al,2000 dalam Heru laksono, 2009). Di delhi, india, angka insiden penyakit demam thypoid dari 1000 penduduk/tahun adalah sebesar 27,3% pada

anak usia dibawah 5 tahun dan 11,7% pada usia 5 19 tahun (Sinha Et Al, 1999 dalam Heru laksono 2009). Sedangkan rata rata angka kesakitan demam thypoid dilima negara asia (india, cina, indonesia, pakistan dan vietnam adalah sebesar 180 494/ 100.000 penduduk untuk anak umur 5 15 tahun dan 149 573 / 100.000 penduduk untuk anak umur 2 4 tahun (Ochiai, 2007 dalam heru laksono 2009). Di indonesia kasus ini tersebar secara merata diseluruh provinsi dengan insidensi di daerah pedesaan sebesar 358/100.000 penduduk / tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun. Umur penderita yang terkena dilaporkan antara 3 19 tahun pada 91% kasus (WHO, 2003). Berdasarkan penelitian vollaard et al (2004) diketahui angka insidens demam thypoid pada umur 6 14 tahun adalah sebesar 500/100.000 penduduk/tahun (WHO, 2005) Menurut hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001, demam thypoid menempati urutan ke-8 dari 10 penyakit penyebab kematian umum di Indonesia sebesar 4,3%. Pada tahun 2005, jumlah pasien rawat inap demam thypoid yaitu 81.116 kasus (3,15%) dan menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, 2008 demam thypoid menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit, tahun 2004 yaitu sebanyak 77.555 kasus (3,6%). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan (Balitbangkes) provinsi gorontalo mengungkapkan tahun 2011, anak yang menderita demam thypoid sebanyak 991 orang, sedangkan menurut data tahun 2012 sebanyak 1.049 orang anak yang mengidap penyakit demam thypoid. Kepala ruangan sub bidang penyakit menular menyatakan bahwa demam thypoid meningkat dalam 5 tahun terakhir. Hal

ini didukung oleh data yang menyatakan bahwa daerah gorontalo menempati urutan peringkat terendah provinsi yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Standar PHBS yaitu sebesar 38,7% (Dikes, 2013). Berdasarkan data yang kami dapat dari kepala puskesmas mongolato kecamatan telaga, kabupaten gorontalo tahun 2011 memiliki cakupan penderita demam thypoid sebanyak 17 orang anak, pada tahun 2012 sebanyak 97 orang anak yang menderita demam thypoid, dan pada bulan januari-februari 2013sebanyak 97 orang anak yang menderita demam thypoid. Hal ini terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut hasil wawancara peneliti dengan kepala desa mongolato kecamatan telaga kabupaten gorontalo, desa mongolato memiliki jumlah anak seesar 123 orang anak. Sedangkan berdasarkan data yang peneliti dapat dari salah satu petugas kecamatan, secara keseluruhan kecamatan telaga memilikijumlah anak sebanyak 680 orang anak. Salah satu faktor resiko penyakit demam thypoid adalah anak-anak sebagai kelompok usia rentan, terutama di Indonesia yang menjadi faktor resiko terjangkit infeksi thypoid ini adalah kontak langsung dengan pasien thypoid, sanitasi lingkungan termasuk minum air yang kurang bersih dan memakan berbagai makanan seperti, es krim dan makanan jajanan di pinggiran jalan (WHO,2005). Selain itu, saluran pembuangan air kotor yang tidak memenuhi syarat kesehatan, sumber air bersih yang bukan dari PDAM dan tidak cuci tangan dengan menggunakan sabun sebelum makan berhubungan secara signifikan dengan kejadian demam thypoid di kota gorontalo. Faktor yang paling penting dalam

menentukan prevalensi penyakit yang di tularkan terutama melalui makanan adalah kurangnya perilaku masyarakat dalam penjamahan makanan. Rendahnya angka masyarakat yang menerapkan perilaku hidup bersih di pengaruhi oleh beberapa domain perilaku diantaranya pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku yang pertama yaitu tingkat pengetahuan masyarakat sebagai anggota keluarga memiliki andil dalam menerapkan perilaku hidup bersih. semakin rendah pengetahuan masyarakat akan mengakibatkan keadaan lingkungan yang jelek. Dalam masyarakat yang sedemikian akan mudah terjadi penularan penyakit terutama anak-anak yang merupakan golongan yang peka terhadap penyakit menular. Perilaku yang kedua adalah sikap masyarakat itu sendiri sebagai anggota keluarga. Sikap tersebut mempengaruhi kesehatan anak. Dimana seorang ibu atau anggota keluarga terdekat seharusnya mengajari anak dalam menerapkan perilaku hidup bersih, terutama dalam menjaga kebersihan kuku dan BAB di tempat yang layak untuk anak itu sendiri. Berdasarkan hasil pemantauan peneliti di wilayah kerja puskesmas mongolato kecamatan telaga kabupaten gorontalo, terdapat beberapa orang beberapa anak yang makan dalam keadaan kuku yang kotor. Seperti yang kita ketahui sikap masyarakat ini sebagai anggota keluarga mempengaruhi kesehatan anak itu sendiri. Perilaku ibu selanjutnya adalah tindakan. Dimana tindakan seorang seseorang sangat mempengaruhi kesehatan anak sehingga pantauan keluarga dalam menjaga kesehatan anak itu sendiri sangatlah penting terutama dalam bermain dan penjamahan makanan, agar tidak ada peluang bagi kuman masuk ke tubuh anak

tersebut. Berdasarkan hasil survey lapangan selama 1 hari di desa mongolato kecamatan telaga kabupaten gorontalo terdapat beberapa anak yang membeli jajanan tanpa sepengetahuan keluarganya. Seperti yang kita ketahui, hal ini sangat berpengaruh dalam menentukan kesehatan anak. Peranan masyarakat sebagai anggota keluarga dalam menjaga seorang anak akan mencegah terjadinya penyakit demam thypoid. Hal ini menjadi sangat penting bagi anak itu sendiri. Dalam hal ini dibutuhkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat yang cukup mengenai penyakit demam thypoid untuk dapat melakukan upaya yang benar dalam pencegahan demam thypoid pada anak sekaligus memberikan pembelajaran mengenai pencegahan demam thypoid (Parwitro, 2005) Bertitik tolak dari masalah di atas maka peneliti tertarik untuk memilih juduh penelitian Hubungan Perilaku Keluarga Dengan Kejadian Demam Thypoid Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan masalah penelitian ini yaitu Apakah Ada Hubungan Antara Perilaku Keluarga Dengan Kejadian Demam Thypoid Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan perilaku keluarga dengan kejadian demam thypoid pada anak di Wilayah Kerja Puskesmas Mongolato Kecamatan Telaga

Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. 1.3.2 Tujuan khusus 1.3.2.1 Untuk mengetahui hubungan pengetahuan keluarga dengan kejadian demam thypoid pada anak. 1.3.2.2 Untuk mengetahui hubungan sikap keluarga dengan kejadian demam thypoid pada anak. 1.3.2.3 Untuk mengetahui hubungan tindakan keluarga dengan kejadian demam thypoid pada anak. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.4.1 Secara Teoritis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau sumbangan ilmu pengetahuandalam bidang ilmu keperawatan, khususnya dalam meningkatkan perilaku ibu tentang penyakit demam thypoid pada anak. 1.4.2 Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi yang bermanfaat sebagai masukan dan pertimbangan bagi masyarakat untuk mengetahui arti pentingnya hubungan perilaku ibu dengan kejadian demam thypoid di wilayah kerja Puskesmas Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo Tahun 2013.