Uji Potensi sebagai Tabir Surya Secara in Vitro Fraksi Etil Asetat Kulit Batang Tanaman Bangkal (Nauclea subdita)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB III METODE PENELITIAN. ini berlangsung selama 4 bulan, mulai bulan Maret-Juni 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

Determination Sun Protecting Factor (SPF) Of Krokot Herbs Extract (Portulacaoleracea L.)

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL TUMBUHAN OBAT INDONESIA (TOI) KE-50

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

Rendemen dan Flavonoid Total Ekstrak Etanol Kulit Batang Bangkal (Nauclea subdita) dengan Metode Maserasi Ultrasonikasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODE PENELITIAN. kandungan fenolik total, kandungan flavonoid total, nilai IC 50 serta nilai SPF

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan tempat penelitian sebagai berikut :

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

III. METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

BAB IV PROSEDUR KERJA

AKTIVITAS TABIR SURYA EKSTRAK DAUN CEMPEDAK (ARTOCARPUS CHAMPEDEN SPRENG)

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

UJI SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK METANOL KULIT BATANG TUMBUHAN KLAMPOK WATU(Syzygium litorale)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari 20 kg buah naga merah utuh adalah sebanyak 7 kg.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah ekstrak etanol daun pandan wangi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BATANG KERSEN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN UJI DAYA ANTIOKSIDAN EKSTRAK BUAH DENGEN (DilleniaserrataThunbr.)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

3 METODOLOGI PENELITIAN

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Ekstrak Etanol Nanas (Ananas comosus (L) Merr.)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN SIRIH HITAM (Piper sp.) TERHADAP DPPH (1,1-DIPHENYL-2-PICRYL HYDRAZYL) ABSTRAK

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Bab III Bahan dan Metode

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

PROFIL TABIR SURYA EKSTRAK DAN FRAKSI DAUN PIDADA MERAH (Sonneratia caseolaris L.)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB III METODE PENELITIAN

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT DAUN WUNGU (Graptophyllum pictum (Linn) Griff) DENGAN METODE FRAP (FERRIC REDUCING ANTIOXIDANT POWER)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Pertanian Universitas Sultan Syarif Kasim Riau.

Transkripsi:

Uji Potensi sebagai Tabir Surya Secara in Vitro Fraksi Etil Asetat Kulit Batang Tanaman Bangkal (Nauclea subdita) (In Vitro Sunscreen Potency Test Of Ethyl Acetate Fraction From Stem Bark Of Bangkal (Nauclea subdita)) Dina Rahmawanty 1, Zakiah 1, Fadhillaturrahmah 1 1Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat Corresponding email: dinarahmawanty@gmail.com ABSTRAK Bangkal (Nauclea subdita) secara empiris digunakan sebagai kosmetika tradisional oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Ekstrak etanol kulit batang bangkal telah diuji aktivitasnya sebagai antioksidan dan tabir surya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi sebagai tabir surya dari fraksi etil asetat kulit batang bangkal (Nauclea subdita). Uji potensi sebagai tabir surya dari fraksi etil asetat kulit batang tanaman bangkal dilakukan secara in vitro dengan menentukan nilai SPF (Sun Protection Factor) menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 290-320 nm dengan metode Mansur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat kulit batang tanaman bangkal (Nauclea subdita) memiliki potensi sebagai tabir surya dengan nilai SPF berturut-turut sebesar 18, 21 dan 24 (proteksi ultra). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa fraksi etil asetat kulit batang tanaman bangkal (Nauclea subdita) berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sebagai tabir surya alami. Kata Kunci: Kulit batang, Bangkal (Nauclea subdita), Tabir surya PENDAHULUAN Penggunaan tabir surya merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi kulit dari efek merugikan yang disebabkan oleh radiasi UV. Kemampuan suatu tabir surya dapat melindungi kulit dengan menunda eritema dinyatakan dengan Sun Protection Factor (SPF) (Hassan et al., 2013). Nilai SPF menunjukkan berapa kali perlindungan kulit dilipatgandakan sehingga aman di bawah sinar matahari tanpa mengalami eritema (Rai & Srinivas, 2007). Tabir surya yang beredar di pasaran umumnya terbuat dari bahan kimia sintetik. Bahan alam tanaman asli Indonesia belum banyak dimanfaatkan dalam industri produk tabir surya. Masyarakat daerah Kalimantan Selatan memanfaatkan kulit batang tanaman bangkal (Nauclea subdita) secara tradisional sebagai bedak dingin. Bedak dingin ini berkhasiat untuk melindungi kulit wajah dari radiasi ultraviolet yang merupakan salah satu komponen utama yang dipancarkan oleh sinar matahari (Hassan et al., 2013). Selain itu, dapat berkhasiat untuk menghaluskan permukaan kulit, memberi kesan putih (atau kekuningan), menghilangkan flekflek hitam, mencegah jerawat dan membersihkan sel-sel mati pada kulit wajah (Soendjoto & Riefani, 2013). 278

METODE PENELITIAN Pengumpulan dan Pengolahan Sampel Kulit batang bangkal diperoleh dari desa Sinar Bulan Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Kulit batang bangkal dikumpulkan dengan cara dikelupas kulit batang utama dengan ketebalan 2-6 mm, disortasi basah, dicuci bersih, dipotongpotong dengan panjang 10 cm dan lebar 2-3 cm, dikeringkan dengan oven pada suhu 50 oc selama 12 jam, disortasi kering, diserut, dihaluskan dengan blender, lalu diayak dengan ayakan mesh 25. Ekstraksi dan Fraksinasi Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi ultrasonikasi. Sebanyak 1 kg serbuk simplisia diekstraksi dengan etanol 70% (1:5). Sampel diaduk dengan magnetic stirrer pada kecepatan 50 rpm selama 15 menit. Sonikasi dilakukan selama 30 menit pada suhu 50oC. Kemudian dilakukan perendaman pada suhu kamar selama 1x24 jam. Hasil maserasi disaring dengan corong Buchner. Remaserasi dilakukan 3x24 jam. Filtrat dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 55oC sampai menjadi kental. Kemudian diuapkan dalam cawan porselin di atas waterbath hingga bobot tetap. Lima gram ekstrak etanol difraksinasi dengan corong pisah menggunakan pelarut yang memiliki kepolaran berbeda yaitu n-heksana dan etil asetat. Ekstrak kental disuspensikan menggunakan akuades terlebih dahulu dengan perbandingan 1:20, kemudian dilakukan fraksinasi dengan pelarut n-heksana (1:20) dan etil asetat (1:20). Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol dan Fraksi Etil Asetat Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak dan fraksi dari kulit batang bangkal. Skrining fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, flavonoid, tanin, antrakuinon, saponin, triterpen dan fitosterol. Sebanyak 1 gram ekstrak etanol dilarutkan dengan etanol 70% dalam labu ukur 25 ml, sedangkan untuk fraksi etil asetat dilarutkan dengan etil asetat sebanyak 25 mg dalam labu ukur 25 ml, lalu filtrat yang diperoleh digunakan untuk skrining fitokimia. A. Uji Steroid 1) Uji Libermann Burchard Sebanyak 50 mg sampel dilarutkan dengan kloroform kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan asam asetat anhidrat, lalu dipanaskan dan didinginkan. Ditambahkan asam sulfat pekat pada dinding tabung secara perlahan-lahan, jika terbentuk cincin coklat menandakan adanya fitosterol 2) Uji Salkowski Sebanyak 50 mg sampel dilarutkan dengan kloroform kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan beberapa tetes asam sulfat pekat, lalu dikocok. Jika campuran berwarna kuning emas hasil positif triterpen B. Uji Saponin 1) Uji Froth Sebanyak 2 ml sampel ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 ml akuades lalu dikocok selama 15 menit. Diamati perubahan yang terjadi Jika terbentuk lapisan busa setinggi 1 cm menandakan hasil positif saponin 2) Uji Foam Sebanyak 2 ml sampel dikocok dengan 2 ml air. Jika terbentuk busa yang bertahan selama 10 menit menandakan hasil positif saponin 279

C. Uji Flavonoid 1) Uji Reagen Alkalin Sebanyak 2 ml sampel ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH. Jika terbentuk larutan berwarna kuning yang akan memudar warnanya jika ditambahkan campuran asam, menandakan adanya flavonoid (Tiwari et al., 2011). 2) Uji Timbal Asetat Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 1 ml Pb Asetat 10% dan dikocok. Perubahan warna larutan menjadi warna coklat kekuningan menandakan adanya flavonoid (Solihah et al., 2012). D. Uji Alkaloid 1) Uji Dragendroff s Sebanyak 1 ml filtrat ditambahkan dengan 3 tetes H2SO4 lalu ditambah 1 ml reagen Dragendroff s (kalium bismut iodida) terbentuk endapan berwarna merah hasil positif alkaloid 2) Uji Meyer s Sebanyak 1 ml filtrat ditambahkan dengan 3 tetes H2SO4 lalu ditambah 1 ml reagen Meyer s (kalium merkuri iodida) terbentuk endapan berwarna kuning menandakan adanya alkaloid E. Uji Tanin 1) Uji Besi (III) Klorida Sebanyak 1 ml sampel ditambahkan dengan 1 ml FeCl3 3%. Adanya endapan hijau kehitaman menandakan adanya tanin (Solihah et al., 2012). 2) Uji Gelatin Sebanyak 2 ml sampel ditambahkan dengan 2 ml larutan gelatin 1% yang mengandung NaCl. Jika terbentuk endapan berwarna putih menandakan adanya tanin F. Uji Antrakuinon Uji Antrakuinon dilakukan dengan cara melarutkan 2 ml sampel dengan 10 ml akuades kemudian disaring, filtrat diekstrak dengan 5 ml benzena. Hasil ekstrak kemudian ditambahkan dengan amonia lalu dikocok, bila terdapat warna merah hasil positif mengandung antrakuinon(marliana et al., 2005). Penentuan Nilai SPF Penentuan nilai SPF secara invitro dilakukan dengan metod sebagai berikut: sebanyak 25 mg fraksi etil asetat dilarutkan dalam 5 ml etanol 70% p.a, diperoleh larutan baku induk 5000 ppm. Kemudian dilakukan pengenceran berbagai konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm dan 300 ppm. Larutan seri kadar dibaca serapannya pada panjang gelombang antara 290-320 nm setiap interval 5 nm, blanko yang digunakan adalah etanol 70% p.a. Nilai SPF dihitung dengan menggunakan persamaan matematis Mansur et al. (1986), persamaan dapat dilihat sebagai berikut: Keterangan: EE = Spektrum efek eritema I = Intensitas spektrum sinar Abs = Serapan tabir surya CF = Faktor koreksi Potensi atau tingkat kemampuan tabir surya dikelompokkan berdasarkan nilai SPF menurut ketentuan FDA dapat dilihat pada tabelsebagai berikut: 280

Tabel 1. Tingkat kemampuan tabir surya berdasarkan nilai SPF (Wilkinson et al., 1982) SPF 2-4 4-6 6-8 8-15 15 Kategori Proteksi Tabir Surya Proteksi minimal Proteksi sedang Proteksi ekstra Proteksi maksimal Proteksi ultra HASIL DAN DISKUSI Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang dari tumbuhan Bangkal (Nauclea subdita). Dasar pemilihan sampel ini karena dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat Kalimantan Selatan sebagai bedak dingin yang dipercaya secara empiris dapat berkhasiat untuk melindungi kulit wajah dari radiasi ultraviolet yang merupakan salah satu komponen utama yang dipancarkan oleh sinar matahari (Hassan et al., 2013). Simplisia kulit batang bangkal dihaluskan dengan menggunakan blender hingga menjadi serbuk, kemudian diayak menggunakan ayakan mesh 25. Simplisia diperkecil bentuknya menjadi serbuk bertujuan agar memiliki luas permukaan yang besar. Luas permukaan serbuk yang besar lebih mudah diadsorpsi pelarut sehingga dapat meningkatkan laju disolusi (Sinko & Singh, 2011) sehingga menghasilkan hasil ekstraksi yang optimal. Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan dan pelarut, serta semakin pendek jalur difusinya sehingga semakin banyak senyawa aktif yang tersari ke dalam pelarut. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi yang dimodifikasi dengan ekstraksi ultrasonik. Sonikasi dilakukan selama 30 menit pada suhu 50oC yang bertujuan untuk meningkatkan permeabilitas dinding sel tumbuhan sehingga lebih permeabel dilewati oleh pelarut dan senyawa aktif dari serbuk simplisia lebih cepat terlarut dalam pelarut (Depkes RI, 2000). Ekstrak kental yang diperoleh difraksinasi dengan pelarut yang memiliki kepolaran yang berbeda. Tingkat kepolaran pelarut yang berbeda pada proses fraksinasi akan mempengaruhi jenis dan kadar senyawa aktif yang terkandung (Widyawati et al., 2010). Pelarut yang digunakan yakni n-heksana, dan etil asetat sehingga diperoleh fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat. Pelarut n-heksana digunakan untuk menarik senyawa nonpolar seperti minyak atsiri, lemak dan resin, sedangkan etil asetat untuk menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti steroid, terpenoid dan flavonoid (Pranata, 2013). Fraksi etil asetat yang diperoleh yakni fraksi kering berupa serbuk kering yang berwarna kuning kecoklatan. Fraksi etil asetat kulit batang bangkal dapat dilihat pada Gambar 1. 281

Gambar 1. Fraksi etil asetat kulit batang bangkal (Nauclea subdita) Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol dan fraksi etil asetat dari kulit batang tanaman Bangkal(Nauclea subdita). Skrining fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid (triterpen dan fitosterol) dan antrakuinon. Hasil skrining fitokimia golongan senyawa ekstrak etanol kulit batang bangkal mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, triterpen dan fitosterol. Fraksi etil asetat dari kulit batang bangkal mengandung flavonoid, fitosterol dan triterpen. Hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Skrining fitokimia ekstrak etanol dan fraksi etil asetat kulit batang bangkal (Nauclea subdita) Golongan Senyawa Ekstrak Etanol Fraksi Etil Asetat Steroid Fitosterol + + Triterpen + + Flavonoid + + Alkaloid + - Tanin + - Saponin + - Antrakuinon - - Keterangan : (+) : terdapat golongan senyawa (-) : tidak terdapat golongan senyawa Nilai Sun Protection Factor (SPF) digunakan sebagai parameter penentuan potensi tabir surya yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Penentuan nilai SPF, ditentukan dengan menggunakan persamaan matematis yang dikembangkan oleh Mansur et al. (1986). Berbagai konsentrasi larutan sampel fraksi etil asetat diukur serapannya pada panjang gelombang 290-320 nm. Panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang UV-B. Percobaan dilakukan pada panjang gelombang UV-B karena untuk mengukur kemampuan senyawa yang berpotensi sebagai tabir surya dalam melindungi kulit dari UV-B. UV-B memiliki energi yang dapat menembus lapisan paling luar kulit (epidermis) yang efeknya dapat terlihat secara langsung berupa eritema (Rai & Srinivas, 2007). Pengujian tingkat kemampuan atau potensi tabir surya secara invitro dengan penentuan nilai SPF fraksi etil asetat kulit batang bangkal pada konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm, 300 ppm dan 350 ppm. Nilai 282

SPF menyatakan berapa kali daya tahan alami kulit seseorang dilipatgandakan sehingga aman di bawah matahari tanpa mengalami eritema (Rai & Srinivas, 2007). Nilai SPF 10 menyatakan suatu senyawa dapat melipatgandakan sebanyak 10 kali daya tahan alami kulit seseorang jika berada di bawah matahari. Kenaikan nilai SPF pada tiap konsentrasi fraksi dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Grafik nilai SPF pada tiap konsentrasi fraksi etil asetat kulit batang bangkal (Nauclea subdita) Berdasarkan grafik pada gambar 2, dapat dikelompokkan tingkat kemampuan tabir surya berdasarkan nilai SPF menurut ketentuan FDA (Wilkinson et al., 1982). Fraksi etil asetat kulit batang bangkal dengan konsentrasi 50 ppm dan 100 ppm diperoleh nilai SPF berturut-turut 4 dan 5 yang berada dalam rentang 4-6, termasuk memiliki tingkat kemampuan proteksi sedang. Fraksi etil asetat kulit batang bangkal dengan konsentrasi 150 ppm dan 200 ppm diperoleh nilai SPF berturut-turut 10 dan 11 yang berada dalam rentang 8-15, termasuk memiliki tingkat kemampuan proteksi maksimal. Fraksi etil asetat kulit batang bangkal dengan konsentrasi 250 ppm, 300 ppm, dan 350 ppm diperoleh nilai SPF berturut-turut 18, 21, dan 24 berada dalam kategori lebih dari 15, termasuk memiliki tingkat kemampuan proteksi ultra. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa fraksi etil asetat kulit batang bangkal berpotensi sebagai tabir surya. Potensi sebagai tabir surya ini dikarenakan kandungan flavonoid yang terdapat pada fraksi etil asetat kulit batang tanaman bangkal. Flavonoid memiliki gugus kromofor berupa gugus aromatik terkonjugasi yang dapat menyerap radiasi UV, terutama UV-B yang dapat menyebabkan efek eritema. Penyerapan gugus kromofor terhadap UV-B mampu mengurangi energi UV-B yang dapat menembus kulit sehingga dapat menunda efek eritema (Wolf et al., 2001). Mekanisme golongan senyawa flavonoid berpotensi sebagai tabir surya dianalogikan seperti mekanisme tabir surya kimia yakni dengan mekanisme penyerapan. Mekanisme tabir surya sebagai penyerap adalah terjadi delokalisasi elektron yang menyebabkan eksitasi elektron dari energi rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Eksitasi tersebut memerlukan energi, maka elektron menyerap energi dari radiasi UV. Ketika elektron kembali ke tingkat energi yang 283

lebih rendah maka elektron melepaskan energi yang lebih rendah dari energi yang semula diserap. Radiasi UV dengan energi yang lebih rendah akan berkurang atau tidak menyebabkan efek eritema pada kulit (Wolf et al., 2001). KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah fraksi etil asetat kulit batang bangkal menunjukkan potensi sebagai tabir surya pada konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm, 300 ppm dan 350 ppm dengan nilai SPF berturut-turut sebesar 4 dan 5 (proteksi sedang); 10 dan 11 (proteksi maksimal); 18, 21 dan 24 (proteksi ultra). DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hassan, I., K. Dorjay, A. Sami, & P. Anwar. 2013. Suncreens and Antioxidant as Photo-Protective Measures: An Update. Our Dermatol Online. 4: 369-374. Mansur, J. S., M. N. R. Breder, M. C. A.Mansur, & R. D. Azulay. 1986. Determination of Sun Protection Factor by Ultraviolet Spectrophotometry. Anais Brasileiros de Dermatologia. 61 : 121-124. Marliana, S. D., V. Suryanti & Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Komponen kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Eksrak Etanol. Biofarmasi. 3: 26-31. Pranata, R. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Kloroform Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus lemairei Britton dan Rose) Menggunakan Metode DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil). Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak. Rai, R. & C. R. Srinivas. 2007. Photoprotection. Indian Journal Dermatology, Venereology, and Leprology. 73: 73-79. Sinko, P. J., & Singh, Y. 2011. Martin s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 6th Edition. Baltimore, Lippicott Williams & Wilkins. Soendjoto, M. A. & M. K. Riefani. 2013. Bangkal (Nauclea sp.) Tumbuhan Lahan Basah Bedak Dingin. Warta Konservasi Lahan Basah. 21: 13 dan 18. Solihah, M.A., W.R.W.Ishak & N.A. Rahman. 2012. Phytochemical Screening and Total Phenolic Content of Malaysian Zea mays hair Extracts. International Food Research Journal. 19: 1532-1538. Tiwari, P., B. Kumar, M. Kaur, G. Kaur, & H. Kaur. 2011. Phytochemical Screening and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceuticasciencia. 1: 98-106. Widyawati, P. S., C. H. Wijaya, P. S. Harjosworo & Dondin Sajuthi. 2010. Pengaruh Ekstraksi dan Fraksinasi terhadap Kemampuan Menangkap Radikal Bebas DPPH (1,1-Difenil-2- Pikrilhidrazil) Ekstrak dan Fraksi Daun Beluntas (Pluchea Indica Less). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wolf, R., D. Wolf, P. Morganti & V. Ruocco. 2001. Sunscreen. Clinics in Dermatology. 19: 252-459. 284