UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930)

dokumen-dokumen yang mirip
ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10

UNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930.

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954.

UNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

PERATURAN MENTERI MUDA AGRARIA NOMOR 15 TAHUN 1959 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI AGRARIA NOMOR 14 TAHUN 1961 PERMINTAAN DAN PEMBERIAN IZIN PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953.

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969

BAB I OBJEK, DJUMLAH DAN TERUTANGNJA PADJAK. Pasal 1

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 2 th. Ke II tg. 15 Ag. 51 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 tahun 1952.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERDJA DENGAN RAHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1.

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1967 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1958 Tentang PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING (Lembaran Negara No. 8 Tahun 1958) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tambahan Lembaran Kotapraja Surakarta Nomor 1 Tahun Ke VII Tanggal 1 April 1957 Nomor 2

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN - NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954.

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 5. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 12 TAHUN 1953, TENTANG AIR MINUM.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 48 TAHUN 1951 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No. 237 TAHUN 1960 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO.44 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA N o.135 TAHUN KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1953 TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska no. 5 th. Ke III tg. 1 Djuni 1953 No. 1

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta Nomor 3 Tahun Ke VI Tanggal 27 Agustus 1956 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 1956

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No. 95 TAHUN KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO 129 TAHUN 1957 KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1953 TENTANG APOTIK DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

P R E S I D E N REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 215 TAHUN 1963 TENTANG PEMBENTUKAN JAJASAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955.

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut :

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERBEKALAN DAN PERHUBUNGAN PADA LEMBAGA PEMILIHAN UMUM

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1960 (7/1960) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA)

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I J A W A T I M U R

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930 (STOOM ORDONANTIE 1930) (Stb. No.225 TAHUN 1930) Mengubah Peraturan Uap No. 342 tahun 1924 Menimbang bahwa dianggap perlu untuk menindjau kembali Peraturan Uap jang ditetapkan berdasarkan Ordonansi tanggal 4 Pebruari tahun 1924 (Stb. No. 42 tahun 1924), sebagaimana diubah dengan Ordonansi tanggal 24 Maret 1924 (Stb. No. 129), tanggal 19 Maret tahun 1925 (Stb. No. 121) dan tanggal 11 Mei tahun 1927 (Stb. No. 257) PASAL I Dengan mentjabut Peraturan-peraturan uap jang ditetapkan berdasarkan Ordonansi tanggal 4 Pebruari tahun 1924 (Stb. No. 42) menetapkan sebagai berikut : I. ATURAN UMUM Pasal 1 (1) Jang dimaksud dengan pesawat uap dalam Undang-undang ini ialah suatu ketel uap dan setiap pesawat lainnja jang ditetapkan dengan peraturan pemerintah secara langsung atau tidak langsung dihubungkan dengan suatu ketel uap dan diperuntukkan guna bekerdja dibawah tekanan jang lebih tinggi dari tekanan udara biasa. (2) Ketel uap ialah suatu pesawat jang dibangun untuk menghasilkan uap jang dipergunakan di luar pesawat tersebut. Pasal 2 Jang dimaksud dengan perlengkapan suatu pesawat uap dalam Undangundang ini ialah semua pesawat jang ditudjukan untuk mendjamin pemakaian pesawat uap itu dengan aman. Pasal 3 Jang dimaksud dengan pemakai suatu pesawat uap dalam Undang-undang ini ialah : a. dalam hal pemakaian khusus untuk keperluan rumah tangga, kepala keluarga atau pengurus suatu bangunan di mana pesawat tersebut dipakai, b. dalam semua hal lainnja, kepala atau pengurus usaha, perusahaan atau bangunan di mana pesawat itu dipakai. Pasal 4 Dalam Undang-undang ini jang dimaksud dengan pesawat uap jang tetap ialah semua pesawat uap jang ditantjapkan di lantai/dinding dan dengan pesawat uap jang dapat dipindah-pindahkan ialah semua pesawat uap jang tidak ditantjapkan di lantai dinding.

II. PEMERIKSAAN RENTJANA GAMBAR PESAWAT UAP Pasal 5 (1) Barang siapa merentjanakan suatu pesawat uap guna dipakai di Hindia Belanda, mengadjukan permohonan pengesahan rentjana gambar pesawat uap tersebut kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja. (2) Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan: a. surat-surat manakah jang harus dilampirkan pada permohonan pengesahan tersebut diatas, b. berapa biaja jang harus dibajar kepada Negara untuk itu dan c. oleh pedjabat manakah pengesahan itu dapat ditjabut. III. IZIN UNTUK MENDJALANKAN PESAWAT UAP Pasal 6 (1) Dilarang mendjalankan suatu pesawat uap tanpa memiliki surat izin untuk itu jang diberikan oleh Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja. (2) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditundjuk pesawat uap, terhadap mana tidak berlaku ajat jang lalu. Pasal 7 (1) Surat izin diberikan, apabila pemeriksaan dan pertjobaan pesawat, juga pemeriksaan terhadap perlengkapannja jang dilakukan oleh Negara menundjukkan hasil jang memenuhi sjarat-sjarat dalam dan berdasarkan peraturan perundangan termasuk pasal 8. (2) Untuk Pesawat Uap jang ditempatkan di kapal berasal dari luar Indonesia dan jang telah diperiksa dan ditjoba di Negeri Belanda, pertjobaan seperti termaksud pada ajat (1) pasal ini tidak diharuskan, asalkan pesawat itu tetap berada di kapal jang sama dimana pesawat itu ditempatkan sewaktu pemeriksaan dilakukan di Negeri Belanda, dan pada surat permohonan dilampirkan bukti jang diberikan oleh Menteri Perburuhan, Perdagangan dan Perindustrian Belanda jang menjatakan bahwa pemeriksaan dan pertjobaan telah dilakukan dengan hasil jang memuaskan. Pasal 8 Dengan Peraturan Perundangan ditetapkan : a. Keterangan apakah jang harus dimuat dalam surat permohonan untuk mendapatkan surat izin dan apakah jang harus dilampirkan; Juga tentang keterangan dan sjarat-sjarat jang harus dinjatakan dalam surat izin tersebut. b. sjarat apakah jang harus dipenuhi oleh pesawat uap dan perlengkapannja termasuk dalam pasal 6; c. cara pemeriksaan dan pertjobaan serta aturan jang harus diindahkan. d. dalam hal manakah Direktur Pembinaan Norma-Norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dapat memberi pembebasan seluruhnja, sebagian atau dengan bersjarat atau ketentuan dalam peraturan pemerintah tersebut.

Pasal 9 Untuk pemeriksaan dan pertjobaan pesawat uap jang pertama kali, dilakukan oleh Negara, juga untuk memperoleh surat izin baru dalam hal surat izin aslinja hilang, dikenakan biaja jang djumlahnja ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Pasal 10 Pemohon izin guna pemakaian pesawat uap harus menjediakan baik pekerdjaan maupun alat mesin jang diperlukan untuk pertjobaan bagi pegawai atau ahli jang mentjoba pesawat tersebut. Pasal 11 (1) Akibat jang merugikan dari suatu pertjobaan dipikul oleh siapa jang memohonnja, kecuali djika pertjobaan itu tidak dilakukan sebagaimana mestinja. (2) Dalam hal jang terakhir kerugian diganti oleh Negara. Pasal 12 (1) Djika menurut Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Keselamatan Kerdja pemakaian pesawat, mengingat sjarat tentang keamanan tidak dapat diperkenankan, ia menolak pemberian izin dan memberitahukannja disertai dengan alasannja kepada pemohon. (2) Pemohon dalam waktu empat belas hari setelah menerima pemberitahuan tersebut, dapat mengadjukan keberatannja kepada suatu dewan jang terdiri dari Direktur Djenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerdja sebagai Ketua dan dua orang Insinjur ahli mesin jang ditundjuk oleh Menteri Tenaga Kerdja dan Transmigrasi setiap tahun sekali, sebagai anggota. (3) Kecuali djika keberatan itu terang tidak mempunjai dasar, dewan memerintahkan agar pesawat diperiksa kembali oleh pegawai atau ahli lain dan djika perlu ditjoba. (4) Djika pemeriksaan kembali menundjukkan bahwa keberatan jang diajukan oleh jang berkepentingan adalah tidak beralasan, dewan memberitahukan kepada jang berkepentingan bahwa penolakan dibenarkan. IV. PENGAWASAN TERHADAP PESAWAT UAP Pasal 13 (1) Semua pesawat uap jang dipakai beserta perlengkapannja berada di bawah pengawasan terus menerus oleh Negara. Pengawasan ini didjalankan oleh pegawai-pegawai dari Kantor Daerah dan Resort dalam wilajah di mana pesawat uap itu berada menurut aturan jang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

(2) Di mana berdasarkan aturan itu untuk pemeriksaan dan pertjobaan pesawat uap ditundjuk ahli lain dari pada pegawai jang bersangkutan dari Pengawasan Keselamatan Kerdja, maka ahli ini mempunjai wewenang jang sama seperti pegawai tersebut dan terhadap ahli itu berlaku juga segala sesuatu jang ditetapkan dalam Undang-undang ini jang berkenaan dengan tindakan tersebut bagi pegawai itu. Pasal 14 (1) Pegawai dan ahli tersebut pada pasal 13 setiap waktu berhak memasuki tempat di mana pesawat uap dan perlengkapannja berada. (2) Djika ia ditolak untuk memasuki, ia memasukinja djika perlu dengan bantuan polisi. (3) Djika pesawat atau perlengkapannja hanja dapat dicapai melalui suatu rumah, maka pegawai tidak akan memasuki rumah tersebut bertentangan dengan kemauan penghuni, selain dengan menundjukkan suatu surat perintah khusus dari Bupati/ Kepala Daerah jang bersangkutan. (4) Perihal memasuki ini dibuatnja suatu berita acara; suatu salinannja dikirimkan kepada penghuni rumah dalam waktu dua kali dua puluh empat jam. Pasal 15 Pemakai pesawat uap dan mereka jang melajaninja, wadjib memberi kepada pegawai dan ahli termaksud pada pasal 13 semua keterangan jang diinginkan mengenai hal dan kejadian jang berkenaan dengan didjalankannja Undangundang ini. Pasal 16 (1) Tiap pesawat uap diperiksa dan djika perlu ditjoba lagi oleh Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerdja setiap kali demikian dianggap perlu oleh Direktorat tersebut ataupun atas permohonan pemakai. (2) Untuk pemeriksaan dan pertjobaan termaksud pada ajat jang lalu, pemakai harus membajar kepada Negara sedjumlah uang jang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah. (3) Dengan menjimpang dari ketentuan pada pasal 3, semata-mata untuk pelaksanaan ajat jang lalu, sebagai pemakai pesawat uap ditetapkan seorang jang atas namanja surat idzin dikeluarkan, selama ia tidak mengadjukan surat permohonan tertulis guna menarik kembali surat izin tersebut kepada Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerdja. Pasal 17 Pemakai pesawat uap jang menjediakan bagi orang jang ditugaskan mengadakan pemeriksaan dan pertjobaan, baik pekerdja maupun alat mesin jang diperlukan untuk pemeriksaan dan pertjobaan tersebut.

Pasal 18 Djika pemakai pesawat uap bertentangan dengan pendapat pegawai pengawas jang bersangkutan jang diberitahukan kepadanja, berpendapat bahwa tidak ada tjukup alasan baik untuk dalam jangka waktu biasa jang ditetapkan dalam peraturan pemerintah diadakan pertjobaan atau pemeriksaan jang akan menentukan supaja pesawat uap tidak dapat dipakai lagi, maupun untuk atas perintah pegawai menjiapkannja dalam keadaan untuk diperiksa atau ditjoba, maka dalam waktu tiga hari setelah pemberitahuan tersebut ia menjampaikan secara tertulis keberatannja kepada pegawai itu. Jang terakhir ini memutuskan apakah penundaan dapat diberikan. Djika demikian ini dapat disesuaikan dengan sjarat keamanan, maka olehnja sedapat-dapatnja akan dituruti keinginan pemakai. Pasal 19 (1) Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan: a. kewadjiban-kewadjiban jang harus dipenuhi: I. Oleh pemakai: 1. dalam hal pesawat uap dipindahkan tempatnja. 2. djika keadaan pesawat uap dan perlengkapannja tidak memenuhi uraian dan sjarat-sjarat jang tertjantum dalam surat izinnja. 3. djika penundjukkan pemegang surat izin tidak benar lagi. 4. dalam hal adanja kerusakan pada pesawat dan perlengkapannja. 5. dalam hal ada perbaikan pada pesawat beserta perlengkapannja. 6. tentang hal pemeliharaan dan pelajanan pesawat uap dan perlengkapannja. 7. tentang hal pengaturan ruangan di mana ketel-ketel kapal uap ditempatkan. II. Oleh pemakai dan oleh orang jang melajaninja, selama pesawat dipakai, baik djika pesawat uap dan perlengkapannja dalam keadaan bekerdja maupun tidak mengenai amannja bekerdja pesawat uap beserta perlengkapannja b. Apakah jang harus dilakukan oleh pemakai pesawat uap agar memungkinkan pengawasan jang mudah dan tidak berbahaja, dan halhal apakah jang dapat diperintahkan oleh para pegawai dan ahli seperti termaksud dalam pasal 13 c. Dalam hal manakah surat izin dapat ditjabut (2) Demikian juga dalam peraturan pemerintah, seperti termaksud pada ajat (1) pasal ini, ditentukan hal-hal, di mana Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dapat memberi pembebasan seluruh atau bersjarat atas ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah tersebut. Pasal 20 (1) Pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan terhadap pesawat uap, berwenang memerintahkan dilakukannja usaha jang dipandang perlu guna mendjamin keamanan pesawat dan ditaatinja ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini.

(2) Djika ternjata baginja bahwa orang jang bertugas melajani pesawat tidak memiliki kemampuan jang diperlukan untuk itu, ia dapat memerintahkan agar orang tersebut dibebaskan dari pelajanan pesawat itu. (3) Dalam hal termaksud pada ajat pertama dan kedua pasal ini, ditetapkan suatu jangka waktu dalam waktu mana pemakaian harus melaksanakan perintah tersebut. (4) Djika pemakai menganggap dirinja diberatkan oleh perintah jang demikian itu, dalam waktu empat belas hari setelah perintah itu diberikan kepadanja, ia dapat mengadjukan keberatannja kepada Direktur Pembinaan Normanorma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja jang memberi keputusan mengenai itu. Djika pemakai juga tidak dapat menjetujui keputusan ini, dalam waktu sepuluh hari setelah menerima pemberitahuan keputusan tersebut, ia dapat mengadjukan keberatan dengan suatu surat permintaan jang bermeterai kepada dewan termaksud pada pasal 12 jang kemudian mengambil keputusan terakhir dan menetapkan jangka waktu lagi dalam waktu mana keputusan itu harus sudah dipenuhi. (5) Segera setelah dipenuhinja perintah jang diberikan itu, pemakai memberitahukannja kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dengan perantaraan pegawai pengawas jang bersangkutan. Pasal 21 (1) Djika pada pemeriksaan atau pertjobaan ternjata bahwa pesawat tidak lagi memenuhi sjarat jang diperlukan untuk keamanan dalam pemakaian, pegawai jang bersangkutan melarang pemakaian selanjutnja. (2) Larangan demikian itu ia beritahukan kepada Bupati/Kepala Daerah jang bersangkutan jang bertanggung jawab atas pelaksanaannja, dan kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja. (3) Pemakai dapat mengadjukan keberatannja kepada dewan termaksud pada pasal 12 dalam waktu jang ditetapkan disini, kecuali dalam hal keberatan tersebut terang tidak mempunjai dasar, dewan hanja mengambil keputusan terakhir, setelah pesawat diperiksa kembali atau djika perlu ditjoba oleh seorang pegawai atau ahli lain. (4) Djika larangan tidak dapat diubah lagi karena dibenarkan dalam tingkat banding atau karena lewatnja jangka waktu jang ditetapkan, Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja mentjabut surat izin jang dikeluarkan untuk pesawat itu. Pasal 22 (1) Djika pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan mendapatkan bahwa suatu pesawat uap bekerdja tanpa adanja izin jang diperlukan itu, ia melarang pemakaian selanjutnja. Terhadap larangan ini berlaku ketentuan termaksud pada pasal 21 ajat (2).

(2) Pesawat uap tidak boleh dipakai lagi, kecuali setelah berdasarkan suatu permohonan, ternjata dari suatu pemeriksaan dan pertjobaan sesuai dengan pasal 7 dan 8 bahwa terhadap pemakaian ini tidak ada keberatan. V. PERLEDAKAN Pasal 23 (1) Tentang meledaknja suatu pesawat uap, pemakai segera memberitahukan kepada Bupati/Kepala Daerah. Ia mendjaga agar pada tibanja Bupati/Kepala Daerah ini di tempat ketjelakaan, semua berada dalam keadaan tidak berubah, kecuali djika demikian itu dapat menimbulkan bahaja. (2) Tentang meledaknja suatu pesawat uap jang termaksud perlengkapan suatu kapal uap atau alat pengangkutan di darat, pemberitahuan dilakukan kepada Bupati/Kepala Daerah di tempat kapal itu berlabuh atau pelabuhan jang pertama dimasuki atau di mana alat pengangkutan itu berada. (3) Bupati/Kepala Daerah segera setelah ia menerima pemberitahuan mengenai perlengkapan tersebut, mengambil tindakan seperlunja untuk mendjaga agar segala sesuatu di tempat ketjelakaan tetap tidak berubah sampai pemeriksaan termaksud di bawah ini dimulai sekedar demikian itu tidak akan menimbulkan bahaja. Ia memberitahukan kejadian tersebut baik langsung maupun dengan perantaraan Gubernur/Kepala Daerah kepada pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan atas pesawat uap jang secepatnja harus mengadakan pemeriksaan di tempat. Pasal 24 (1) Pemeriksaan ditempat terutama bertudjuan menetapkan apakah perledakan itu adalah akibat : 1. kelalaian atau keteledoran ataupun karena tidak memperhatikan aturan mengenai pemakaian pesawat uap oleh pihak pemakai atau dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan segala sesuatunja untuk mendjaga dilaksanakannja aturan itu, oleh pihak orang jang diberi tugas melajani pesawat itu; 2. Tindakan sengaja oleh pihak ketiga; (2) Mengenai pemeriksaan ini oleh pegawai jang ditugaskan melakukan pemeriksaan, atas sumpah jabatannja dibuat suatu berita acara lipat dua jang sedapat-dapatnja memuat suatu keterangan jang djelas dan tegas mengenai sebab ketjelakaan tersebut. Sebuah berita acara djika ada dugaan bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana secepatnja diajukan kepada pegawai jang berkewadjiban melakukan penuntutan dan jang lainnja kepada Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja jang segera setelah menerima surat tersebut, mentjabut surat izin jang telah dikeluarkan untuk pesawat jang meledak itu. (3) Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja mengirimkan salinan berita acara kepada pemakai jang bersangkutan.

VI. WEWENANG MELAKUKAN PENGUSUTAN BERKENAAN DENGAN PELAKSANAAN ATURAN DALAM UNDANG-UNDANG INI. Pasal 25 Selain pegawai jang berkewadjiban melakukan pengusutan kejahatan dan pelanggaran pada umumnja, juga pegawai tersebut pada pasal 13 berwenang dan wadjib mengadakan pengusutan pelanggaran dalam Undang-undang ini dan terhadap aturan jang diadakan untuk melaksanakan Undang-undang ini. VII. ATURAN PIDANA Pasal 26 Pemakai pesawat uap dipidana dengan kurungan selama-lamanja tiga bulan atau denda sebanjak-banjaknja tujuh ribu lima ratus rupiah; a. djika pesawat tersebut didjalankan sebelum izin jang disjaratkan untuk itu diperoleh atau sesudah izin itu ditjabut ataupun pemakaian selanjutnja, berdasarkan ajat pertama pasal 21 atau ajat pertama pasal 22, dilarang; b. djika ia tidak mendjaga dengan sepenuhnja atas bekerdjanja alat keamanan seperti jang diuraikan dalam surat izin jang diberikan; c. djika ia membiarkan alat keamanan itu diubah diluar pengetahuan pegawai jang berkewadjiban melakukan pengawasan atau berdjalannja baik dan tepat alat tersebut dirintangi; d. djika ia tidak mendjaga dengan sepenuhnja agar pendjagaan khusus untuk mendjalankannja diindahkan; e. djika ia setelah terjadinja suatu perledakan, tidak segera memberitahukannja kepada Bupati/Kepala Daerah. Pasal 27 Dipidana dengan kurungan selama-lamanja satu bulan atau denda sebanjakbanjaknja empat ribu lima ratus rupiah, barang siapa jang bertugas melajani suatu pesawat uap tidak berada di tempat pada waktu pesawat itu dipergunakan. Pasal 28 Tindakan pidana dalam Undang-undang ini dianggap sebagai pelanggaran. VIII. PENGECUALIAN DAN ATURAN PERALIHAN Pasal 29 Undang-undang ini tidak berlaku terhadap pesawat uap jang dipakai di kapal Angkatan Laut Republik Indonesia, Perhubungan Laut dan Dinas Pemberantasan Penjelundupan Candu di laut serta selain pengecualian jang ditentukan dengan peraturan pemerintah, juga tidak berlaku terhadap pesawat uap jang dipakai di perhubungan dan kepolisian milik Pemerintah Daerah.

Pasal 30 Ketjuali jang ditetapkan pada pasal 23 dan 24, Undang-undang ini juga tidak berlaku terhadap pesawat uap : a. jang dipakai di kapal dan perahu jang tidak diperlengkapi dengan bukti kewarganegaraan Indonesia yang sah atau sebagai gantinja suatu surat idzin, djika pemakai membuktikan bahwa telah dipenuhinja peraturan mengenai uap jang berlaku di Negara jang benderanja ia pakai ataupun kapal itu tidak memperlihatkan surat izin mengangkut penumpang atau surat mengenai kemampuan (fertificaat van deugdelijkheid) jang memuat tjatatan mengenai pengangkutan penumpang dari negaranja sendiri jang masih berlaku dan diakui oleh Indonesia, kecuali djika pemiliknja menjatakan keinginannja untuk menempatkan pesawat uap itu dibawah pengawasan Direktorat Pengawasan Keselamatan Kerdja. b. Direktur Pembinaan Norma-norma Keselamatan Kerdja, Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerdja dapat menetapkan apakah dan dalam hal manakah mengenai kapal jang diklasifikasikan dapat dipandang tjukup dengan pengawasan oleh Biro klasifikasi jang bersangkutan. c. jang dapat diangkut dan milik seorang pemilik jang bertempat tinggal di luar Indonesia, djika pemakai membuktikan, bahwa telah dipenuhi peraturan mengenai uap jang berlaku di Negara di mana pemilik bertempat tinggal dan bahwa pesawat itu dipakai di Indonesia kurang dari enam bulan berturut-turut. Pasal 31 Pemakai pesawat uap jang pada waktu berlakunja Undang-undang ini memiliki surat izin, tetap berhak untuk memakai pesawat uapnja itu berdasarkan surat tersebut dan dengan sjarat jang tertjantum dalam surat izin itu. Hak untuk memakai surat izin ini berakhir pada pembaharuan suatu bagian dari pesawat uap atau perlengkapannja dengan tidak menjesuaikannja dengan ketentuan jang ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini. Pasal 32 Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Uap tahun 1930 PASAL II Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal jang ditetapkan oleh Gubernur Djenderal. Agar supaja setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Staatsblad Hindia Belanda. Diundangkan di Cipanas Pada tanggal 30 Juni 1930 Sekretaris Umum