PARADIGMA SALAH TENTANG PT-BHMN

dokumen-dokumen yang mirip
SOAL JALUR SESAT YANG MENYESATKAN

JAWA POS, 24/7/03 PT-BHMN KELUAR DARI CUL-DE-SAC

PIDATO KUNCI REKTOR PADA PEMBUKAAN SEMINAR TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN

STRATEGI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TINGGI

MEDIA INDONESIA 22/7/03 CAPITAL FLIGHT DAN PENDIDIKAN TINGGI. Sofian Effendi 1

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN

Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum.

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

M E M U T U S K A N: Menetapkan : KEPUTUSAN REKTOR TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PEROLEHAN KREDIT AKADEMIK DI UNIVERSITAS INDONESIA.

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

BAB 1 PENDAHULUAN. masih terus menjadi dambaan, ketika sosok yang sesungguhnya belum lagi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

Implementasi Kebijakan BOPTN dan UKT : Implikasinya Terhadap Universitas Indonesia dan Perguruan Tinggi Negeri Lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

Kajian Kebijakan Privatisasi Pendidikan dan Kebijakan Relevansinya Dengan Ketimpangan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. adalah hak dasar bagi setiap warga Negara, dan Negara bertanggungjawab untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERGURUAN TINGGI BADAN HUKUM MILIK NEGARA

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

MENEROPONG PROBLEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Refleksi Hari Pendidikan Nasional*

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sistim Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun tentang pendidikan tinggi, Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun

PENDAHULUAN. bangsa agar salah satu tujuan Negara Indonesia tercapai. Berdasarkan visi dalam

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan praktik penyelenggaraan dari Sekolah Bertaraf Internasional

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan

REVIEW ARTIKEL TENTANG KEPENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional maka

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama yakni bab pendahuluan memuat latar belakang masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, sebagaimana pula termuat dalam pasal 31 bahwa tiap-tiap warga Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga

Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Organisasi. Oleh: Muhammad Ridha Intifadha 1

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Oleh: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd

i Indonesia pendidikan dikenal sebagai hak asasi manusia yang mendasar dan berkembang sebagai komponen yang

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. berwibawa (good gavernance) serta untuk mewujudkan pelayanan publik yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 152 TAHUN 2000 (152/2000) TENTANG PENETAPAN UNIVERSITAS INDONESIA SEBAGAI BADAN HUKUM MILIK NEGARA


Kajian Statuta Universitas Indonesia Aspek Tri Dharma Pendidikan Tinggi. Oleh: Ida Fauziah 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

Insentif Pajak Penghasilan pada Lembaga Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi pengelolaan keuangan Negara masih terus dilakukan secara

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik di butuhkan upaya-upaya dari berbagai

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

I. PENDAHULUAN. yang maju dan mandiri. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN GRATIS BAGI SISWA SLTA NEGERI KOTA SOLOK Oleh. Dr. H. Darul Ilmi, S.Ag, M.Pd. Abstrak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

Oleh: Ir. Agus Pambagio, M.Eng.Mgt., CPN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Education For All Global Monitoring Report tahun 2011 menunjukkan bahwa

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN MEKANISME PENDANAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

I. PENDAHULUAN. Penetapan Peraturan kepala daerah telah diatur dalam Undang-Undang Republik

Dilema Antara Kualitas dan Biaya

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BEASISWA SISWA DAN MAHASISWA BERPRESTASI DARI KELUARGA TIDAK MAMPU

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

Transkripsi:

PARADIGMA SALAH TENTANG PT-BHMN Sofian Effendi 1 Artikel berjudul Stop Privatisasi PTN oleh Darminingtyas, Anggota Dewan Penasihat The Center for the Betterment of Education (CBE) di Kompas terbitan 14 Juli 2003, kembali menunjukkan kesalahfahaman publik termasuk para pengamat tentang perubahan yang sedang berlangsung di perguruan tinggi. Upaya untuk membebaskan PTN dari belenggu birokrasi pemerintah yang kaku, konvensional dan berbudaya total compliance menuju suatu independent administrative entity yang diberi nama BHMN (badan hukum milik negara) serta merta oleh para pengamat dipandang sebagai tindakan privatisasi, kapitalisasi dan komersialisasi PTN. Hasilnya, masyarakat menjadi bingung dan opini negatif mulai terbentuk. Sayangnya, dalam menghadapi kebingungan masyarakat tersebut para cerdik pandai tidak berusaha menempatkan diri sebagai lentera yang menerangi dan mencerahkan nurani masyarakat. Sebaliknya, opini para para pengamat telah membuat masyarakat tambah bingung karena opini subyektif tanpa upaya menafsirkan fakta. Kebingungan masyarakat muncul karena para cerdik pandai telah menggunakan alat analisis atau paradigma yang salah dalam memandang masalah pendidikan tinggi. Konsep-konsep seperti privatisasi, kapitalisasi, komersialisasi dan MacDonaldisasi yang banyak digunakan para pengmat adalah konsep-konsep untuk menggambarkan fenomena kegiatan pembentukan dan penguasaan modal dalam ekonomi pasar. Konsep-konsep tersebut memang cocok untuk menggambarkan kegiatan badan usaha karena dia adalah unit kegiatan usaha pada ekonomi pasa. Sebaliknya, kegiatan pendidikan pada esensinya adalah pelayanan public yang bersifat nirlaba. Karena itu konsep-konsep ekonomi pasar tadi ibarat jauh api dari panggangan, alias tidak tepat yang dapat melahirkan opini yang menyesatkan tentang perubahan dalam dunia pendidikan. 1 Penulis adalah Guru Besar Kebijakan Publik dan Rektor UGM

PRIVATISASI DAN KAPITALISASI Ke-salahfaham-an terjadi karena sebagian publik dan para pengamat cenderung menggunakan konsep ekonomi pasar untuk menganalisis fenomena perguruan tinggi, yang merupakan fenomena layanan publik yang bersifat tidak mencari keuntungnan atau nirlaba. Privatisasi, dalam literatur ekonomi, artinya adalah pengalihan kepemilikan pemerintah atas suatu perusahaan kepada swasta. Pengalihan kepemilikan tersebut dilakukan dengan berbagai cara, antara lain penjualan seluruh perusahaan, penjualan sebagian saham kepada swasta, atau menggunakan manajemen swasta. Dalam perubahan PTN menjadi BHMN tidak ada transfer kepemilikan. Semua lembaga negara yang berstatus BHMN adalah tetap milik Negara yang menerima alokasi anggaran dari APBN. Jadi, kepemilikan BHMN tidak berubah. Seluruh harta kekayaan pemerintah yang ada di PTN, baik tanah, gedung, peralatan, perlengkapan dan SDM, statusnya tetap milik negara. Hanya pengelolaannya didelegasikan oleh Pemerintah kepada suatu Boaard of Trustees yang mewakili Pemerintah, masyarakat dan masyarakat kampus. Dalam literature Administrasi Negara, lembaga seperti ini disebut independent administrative entity. Penetapan PTN menjadi BHMN tidak sama sekali mengubah pengelola pendidikan tinggi milik negara tersebut menjadi economic entity seperti dugaan orang banyak. Juga tidak ada perubahan kepemilikan. Jadi, konsep privatisasi sangat tidak tepat untuk menggambarkan perubahan bentuk organisasi PTN dari instansi pemerintah (public bureaucracy) menjadi lembaga administrasi yang independen (independent administrative entity) yang kegiatannya bersifat nirlaba. Kalau mau menggunakan bahasa yang sedikit lebih akademik, perubahan dari PTN menjadi BHMN adalah perubahan organisasi, bukan pengalihan kepemilikan satuan peneyelenggara pendidikan tinggi. Sama halnya, penggunaan isitilah atau konsep kapitalisasi terhadap upaya subsidi silang yang dilakukan oleh 4 BHMN dapat membelokkan opini publik ke arah yang salah. Kapitalisasi, dalam buku teks managerial economics, berarti proses penambahan modal guna meningkatkan kapasitas produksi perusahaan. Kapitalisasi dilakukan baik 2

dengan menjual sebagian saham yang dikuasai pemilik atau dengan menambah dana segar. Modal, penambahan modal, biaya dan keuntungan adalah konsep-konsep yang dipakai pada kegiatan ekonomi pasar. Konsep-konsep tersebut amat tidak tepat untuk menggambarkan aktivitas keuangan pada lembaga pendidikan tinggi yang nirlaba dan tidak mengenal keuntungan. Seperti laiknya pada lembaga nirlaba, BHMN hanya mengenal penerimaan dan pengeluaran, yang biasanya seimbang. Penerimaan berasal dari subsidi pemerintah pusat dan daerah, kontribusi dari masyarakat atas penyelenggaraan pelayanan pendidikan tinggi, hibah dari individu atau perusahaan serta penerimaan dari unit usaha. Kalau Pemerintah ingin meningkatkan kapasitas perguruan tinggi milik pemerintah agar dapat memberikan akses pada pendidikan tinggi yang lebih tinggi dan adil serta untuk menyediakan pendidikan tinggi yang tinggi mutunya, pemerintah akan meningkatkan subsidinya sesuai dengan tingkat kinerja yang diharapkan, bukan dengan penambahan modal atau kapitalisasi. PARADIGMA SALAH Penggunaan konsep ekonomi pasar dalam menganalisi fenomenon pendidikan tinggi telah menyebabkan beberapa pengamat sampai pada kesimpulan yang amat absurd dan membingungkan masyarakat. Misalnya, ada pengamat yang menympulkan perubahan status dari universitas publik ke BHMN itulah yang menjadi awal kerusakan sistem penerimaan mahasiswa. Ada pula yang menyimpulkan dan menutup kemungkinan tercapainya target pemerintah untuk mencapai angka partisipasi sebesar 25 persen dan menghalang-halangi tercukupinya kebutuhan bangsa akan orang-orang pintar, cerdas dan cakap. Kesimpulan-kesimpulan ini agak menyesatkan, karena mereka menggunakan paradigma yang kurang pas dalam memandang kegiatan pendidikan. Sedikit uraian faktual mungkin dapat memberikan gambaran yang lebih jernih tentang kondisi pendidikan nasional pada saat ini. Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2003 di Indonesia terdapat 27 juta penduduk usia 19-24 tahun. Jumlah populasi mahasiswa yang terdaftar di sekitar 2200 PT di Indonesia seluruhnya berjumlah 3,7 juta. 3

Jadi Angka Partisipasi PT adalah sekitar 12,5 persen. Kalau Pemerintah ingin mencapai angka partisipasi sebesar 25 persen pada 2010, populasi mahasiswa pada waktu itu akan mencapai 7,4 juta orang. Padahal daya tampung 81 PTN hanya sekitar 1 sampai 1,1 juta mahasiswa. Dengan perubahan menjadi BHMN, bukannya kebutuhan bangsa akan orangorang pintar, cerdas dan cakap akan terhambat. Sebaliknya, kalau tidak dilakukan perubahan kelembagaan PTN secepatnya, yang dihasilkan oleh perguruan tinggi nasional hanyalah lulusan yang bermutu rendah dan tidak memilki keunggulan untuk menghadapi arus perubahan global dan kemajuan teknologi yang semakin cepat. Pada beberapa tulisan terdahulu penulis sudah menjelaskan hasil survei Asiaweek yang telah menempatkan PT Indonesia pada posisi bawah. UGM, misalnya, hanya mampu mencapai posisi 68 dari 77 PT di Asia. UI hanya pada posisi 63, sedangkan PTN lainnya hanya mampu mencapai posisi lebih rendah. Kalau tidak ada upaya terencana, sistematis dan berkelanjutan untuk memperbaiki kondisi tersebut, tidak mungkin PTN- PTN mampu menghasilkan lulusan dengan kualifikasi seperti yang dicita-citakan. Masih banyak pengamat dan warga masyarakat yang salah tanggap dalam menyikapi rendahnya mutu akademik dan keadilan akses di PTN. Mutu akademik rendah di PTN bukan karena berkurangnya subsidi Pemerintah. Subsidi pemerintah kepada UGM bahkan meningkat 15 persen setelah PTN ini berubah status menjadi BHMN. Tetapi, peningkatan subsidi pemerintah tersebut memang terlalu kecil untuk membiayai pendidikan tinggi bermutu. Biaya pendidikan per mahasiswa di UGM, misalnya, hanya 1/14 biaya pendidikan di Universitas Malaysia dan 1/80 biaya pendidikan di Universitas Kyoto yang mencapai 6 juta yen per mahasiswa per tahun. Karena biaya yang disediakan sangat sangat kecil, hampir semua komponen yang menentukan mutu pendidikan tidak terpenuhi, dan hasilnya adalah lulusan berkualitas rendah. Belum banyak warga masyarakat yang faham kalau subsidi pemerintah dan PTN merupakan komponen terbesar, sekitar 80-90 persen, dari biaya pendidikan. Sayangnya yang menikmati subsidi tersebut bukanlah para mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Hasil analisis terhadap data SUSENAS 2001 yang dilakukan oleh Triaswati (2003) msalnya, menunjukkan akses warga kelompok kurang mampu pada PT hanya 3.3 persen sedangkan keluarga kaya hampir 10 kali lipat, 30,9 persen. 4

Ketimpangan akses terjadi bukan karena biaya pendidkan mahal, karena semuanya mendapat subsidi yang sama besarnya dari Pemerintah, tetapi sistem seleksi calon mahasiswa lebih menguntungkan anak-anak keluarga mampu. Padahal melalui UM-UGM, akses menajdi lebih adil karena lebih dari 75 persen mahasiswa yang diterima UGM pada 2003 berasal dari golongan menengah ke bawah. REFORMASI PENDIDIKAN TINGGI Setiap kebijakan pbulik yang dikeluarkan oleh Pemerintah selalu memiliki kerangka fikiran tertentu, tak terkecuali kebijakan pendidikan tinggi. Pada konsideran UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, diuraikan kerangka fikiran yang mendasari kebijakan reformasi pendidikan. Salah satu diantaranya berbunyi sebagaiberikut: bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Untuk mendorong reformasi pendidikan tinggi secara berkelanjutan, nampaknya para pernyusun kebijakan pendidikan nasional telah menetapkan dua strategi pokok. Pertama, pengembangan kelembagaan (institutional development). Kedua, menyatakan pendanaan pendidikan merupakan tanggungjawab bersama pemerintah, pemeritah daerah dan masyarakat. Strategi kelembagaan dituangkan dalam Pasal 53 UU Sisdiknas yang mengandung ketentuan tentang bentuk kelembagaan bagi satuan penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah mau pun oleh masyarakat. Tanggungjawab pendanaan pendidikan dituangkan dalam Pasal 46 yang menetapkan pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Selain itu pada Pasal 47 ditetapkan sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. 5

Landasan fikiran UU No. 20 tahun 2003 sebenarnya sudah cukup memadai. Memang ada juga ketentuan-ketentuan yang berlebihan seperti besarnya intervensi negara pada pembinaan agama yang dipeluk oleh murid.. Karena itu judul yang pas untuk menjelaskan perubahan sistem pendidikan bukanlah :Stop Privatisasi PTN tetapi Tidak Ada Privatisasi di PTN. Alasan saya sederhana saja, masyarakat sudah terlalu bingung. Jangan kita buat mereka semakin bingung dengan pendapat dan opini yang belum tentu benar. Yogyakarta, 16 Juli 2003 6