BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

5 PEMBAHASAN 5.1 Bambu Bahan Uji

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS PANEL STRUKTURAL DARI KOMBINASI BAMBU TALI (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) DAN KAYU LAPIS PUJA HINDRAWAN

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Perhitungan bahan baku papan partikel variasi pelapis bilik bambu pada kombinasi pasahan batang kelapa sawit dan kayu mahoni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DISTRIBUSI IKATAN PEMBULUH, SIFAT FISISS MEKANIS BILAH BAMBU DAN BAMBU LAMINASI DUA DEA DARA AUGISTYRA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit. Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Bahan

III. BAHAN DAN METODE

6 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Tabel 6 Ukuran Contoh Uji Papan Partikel dan Papan Serat Berdasarkan SNI, ISO dan ASTM SNI ISO ASTM

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS (

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BULUH BAMBU SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI MENGGUNAKAN ISO : 2004 ABDUL HARIS

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI. 3.3 Pembuatan Contoh Uji

METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

Analisis Layer System Bambu Laminasi Berdasarkan Penyebaran Kerapatan Ikatan Pembuluhnya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT. 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tenggara menyediakan kira-kira 80% potensi bambu dunia yang sebagian besar

4 PENGARUH KADAR AIR PARTIKEL DAN KADAR PARAFIN TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

KAYU LAMINASI. Oleh : Yudi.K. Mowemba F

Rasio Ikatan Pembuluh sebagai Substitusi Rasio Modulus Elastisitas pada Analisa Layer System pada Bilah Bambu dan Bambu Laminasi

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat

Analisis Teknis Pengaruh Suhu Ruang Mesin Kapal Kayu Terhadap Bambu Laminasi Dengan Variasi Lama Pemanasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

Kusno Yuli Widiati Laboratorium Rekayasan dan Pengujian Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

BAB I. PENDAHULUAN. Garis perekat arah radial lurus. (c)

METODOLOGI. Kehutanan dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di UPT Biomaterial

LAMPIRAN. Lampiran 1. Nilai kerapatan papan semen pada berbagai perlakuan Anak petak

Pilinan Bambu sebagai Alternatif Pengganti Tulangan Tarik pada Balok Beton ABSTRAK

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

HHT 232 SIFAT KEKUATAN KAYU. MK: Sifat Mekanis Kayu (HHT 331)

3 PENGARUH JENIS KAYU DAN KADAR PEREKAT TERHADAP KUALITAS PAPAN KOMPOSIT

BEBERAPA SIFAT BAMBU LAMINA YANG TERBUAT DARI TIGA JENIS BAMBU. (Some Properties of Laminated Bamboo Board made from Three Bamboo Species)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI KOMPOSIT KAYU SENGON DENGAN PERKUATAN BAMBU LAMINASI

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

Lampiran A. Densitas Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : Tapioka) M k M g M t ρ air Ρ

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN

Pengaruh Variasi Sambungan Satu Ruas dan Dua Ruas Bambu Terhadap Kekuatan Balok Laminasi Bambu Tali MUJAHID

TEKNOLOGI PEMBUATAN PRODUK BAMBU UNTUK KOMPONEN STRUKTUR BANGUNAN

PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU ANDONG (Gigantochloa psedoarundinaceae) DAN BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper) BAYU DWI SANCOKO

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN DAN WAKTU KEMPA TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL SERUTAN BAMBU PETUNG BERLAPIS MUKA PARTIKEL FESES SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Nangka sebagai Bahan Baku Alternatif dalam Pembuatan Papan Partikel untuk Mengurangi Penggunaan Kayu dari Hutan Alam

4. PERILAKU TEKUK BAMBU TALI Pendahuluan

BAB V ANALISIS HASIL

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Ikatan Pembuluh Bambu Foto makroskopis ruas bambu tali disajikan pada Gambar 7 dan bukunya disajikan pada Gambar 8. Foto makroskopis ruas bambu betung disajikan pada Gambar 9 dan bukunya disajikan pada Gambar 10. Kemudian foto makroskopis ruas bambu andong disajikan pada Gambar 11 dan bukunya disajikan pada Gambar 12. Pangkal Tengah Ujung Luar 4,0062x2,2430 mm 2 4,1125x2,9097 mm 2 4,0438x2,0872 mm 2 Pusat 4,0062x2,9969 mm 2 Dalam 4,0000x2,9969 mm 2 4,0062x2,9969 mm 2 4,0062x2,6667 mm 2 Gambar 7 Foto makroskopis pada ruas bambu tali. Ruas bambu tali didominasi oleh tipe ikatan pembuluh III, sedangkan pangkal bagian pusat dan dalam memiliki tipe ikatan pembuluh IV.

18 Pangkal Tengah Ujung Luar 4,0438x2,0872 mm 2 4,0062x2,9907 mm 2 4,0125x2,2804 mm 2 Pusat 4,0062x2,9969 mm 2 4,0000x2,9969 mm 2 Dalam 4,0062x2,9969 mm 2 4,0125x2,9969 mm 2 4,0125x2,9969 mm 2 Gambar 8 Foto makroskopis pada buku bambu tali. Pada buku bambu tali, tipe ikatan pembuluh III lebih mendominasi daripada tipe ikatan pembuluh IV, kecuali pada bagian tengah yang lebih didominasi oleh tipe ikatan pembuluh IV. Foto makroskopis bagian pusat pada ruas bagian tengah dan ujung bambu tali tidak ada karena dimensi tebal bambu yang sangat tipis, sehingga beberapa bagian pusat menyatu dengan bagian luar dan dalam. Begitu juga dengan bagian tengah pada buku bambu tali, foto makroskopis yang dihasilkan hanya cukup untuk bagian luar dan dalam yang masing-masing terdapat beberapa bagian pusat. Ikatan pembuluh pada ruas maupun bukunya semakin banyak dari bagian dalam ke luar tetapi ukurannya semakin kecil. Proporsi luas ikatan pembuluh pada ruas dan buku bambu tali paling tinggi di bagian tengah, sedangkan di bagian ujung paling rendah. Proporsi luas ikatan pembuluh lebih besar pada ruas daripada bukunya. Ringkasan jumlah dan luas ikatan pembuluh pada ruas dan buku bambu tali disajikan pada Tabel 1 dan 2.

19 Tabel 1 Ringkasan jumlah dan luas ikatan pembuluh pada ruas bambu tali Parameter Pangkal Tengah Ujung Foto Luar Pusat Dalam Luar Dalam Luar Dalam Luas penampang foto (mm 2 ) Jumlah ikatan pembuluh 8,99 12,01 11,99 11,97 12,01 10,26 10,68 24 15 11 51 12 29 14 Jumlah ikatan 2 2,67 1,25 0,92 4,26 1,00 2,83 1,31 pembuluh/mm Diameter min. (mm) Diameter max. (mm) Luas rata-rata (mm 2 ) 0,37 0,47 0,68 0,39 0,78 0,41 0,74 0,68 1,05 1,05 0,61 0,88 0,63 0,77 0,22 0,46 0,59 0,21 0,54 0,23 0,45 Luas total (mm 2 ) 5,36 5,84 6,44 10,88 6,54 6,69 6,32 Proporsi luas (%) 59,61 56,96 53,70 90,90 54,46 65,22 59,20 Proporsi luas rata-rata (%) 56,76 72,68 62,21 Tabel 2 Ringkasan jumlah dan luas ikatan pembuluh pada buku bambu tali Parameter Pangkal Tengah Ujung Foto Luar Pusat Dalam Luar Dalam Luar Pusat Dalam Luas penampang foto (mm 2 ) Jumlah ikatan pembuluh 8,44 12,01 12,01 11,98 12,03 9,15 11,99 12,03 31 19 9 33 9 43 15 5 Jumlah ikatan 2 pembuluh/mm 3,67 1,58 0,75 2,75 0,75 4,70 1,25 0,42 Diameter min. (mm) Diameter max. (mm) Luas rata-rata (mm 2 ) 0,39 0,56 0,58 0,41 0,59 0,34 0,54 0,50 0,51 0,75 0,99 0,58 1,24 0,43 1,07 1,32 0,17 0,34 0,49 0,21 0,66 0,13 0,51 0,65 Luas total (mm 2 ) 5,21 6,40 4,37 6,85 5,91 5,57 7,68 3,25 Proporsi luas (%) 61,70 53,33 36,40 57,21 49,15 60,89 64,08 27,05 Proporsi luas rata-rata (%) 50,47 53,18 50,67

20 Pangkal Tengah Ujung Luar 4,0062x2,8349 mm 2 4,0062x2,7290 mm 2 4,0312x2,7414 mm 2 Pusat 4,0062x2,9969 mm 2 4,0000x2,9907 mm 2 Dalam 4,0000x2,9844 mm 2 4,0000x2,9969 mm 2 4,0062x2,9969 mm 2 Gambar 9 Foto makroskopis pada ruas bambu betung. Ruas pangkal bambu betung pada bagian pusat didominasi oleh tipe ikatan pembuluh IV tetapi sebagian kecil juga terdapat ikatan pembuluh tipe III. Pada pangkal bagian dalam terdapat tipe ikatan pembuluh III ataupun IV. Ruas bambu betung bagian luar memiliki tipe ikatan pembuluh III baik pada pangkal, tengah maupun ujung. Pada ujung bagian dalam juga memiliki tipe ikatan pembuluh III. Bagian tengah dalam dan bagian ujung pusat memiliki tipe ikatan pembuluh III dan IV tetapi didominasi oleh tipe ikatan pembuluh III.

21 Pangkal Tengah Ujung Luar 4,0188x3,0093 mm 2 4,0312x2,6978 mm 2 4,0062x2,3053 mm 2 Pusat 4,0125x2,9969 mm 2 4,5500x3,2274 mm 2 Dalam 4,0000x2,9907 mm 2 4,0500x3,1028 mm 2 4,0438x3,1776 mm 2 Gambar 10 Foto makroskopis pada buku bambu betung. Ikatan pembuluh pada buku bambu betung sama seperti ruasnya, yaitu memiliki tipe III dan IV, tetapi pada bagian tersebut lebih didominasi oleh tipe ikatan pembuluh IV. Semakin ke arah dalam, ikatan pembuluh semakin sedikit dan ukurannya semakin besar baik pada ruas maupun bukunya. Distribusi ikatan pembuluh dari semua foto makroskopis bambu betung diringkas dalam Tabel 3 dan 4. Pada ruas, proporsi luas ikatan pembuluh bagian tengah mempunyai nilai yang paling tinggi sedangkan bagian ujung paling kecil. Pada buku, proporsi luas paling besar terdapat di bagian ujung dan yang paling kecil di bagian pangkal. Ruas bambu betung memiliki proporsi luas ikatan pembuluh lebih besar daripada bukunya.

22 Tabel 3 Ringkasan jumlah dan luas ikatan pembuluh pada ruas bambu betung Parameter Pangkal Tengah Ujung Foto Luar Pusat Dalam Luar Dalam Luar Pusat Dalam Luas penampang foto (mm 2 ) 11,36 12,01 11,94 10,93 11,99 11,05 11,96 12,01 Jumlah ikatan pembuluh 52 11 7 60 8 41 12 11 Jumlah ikatan pembuluh/mm 2 4,58 0,92 0,59 5,49 0,67 3,71 1,00 0,92 Diameter min. (mm) 0,32 0,61 0,73 0,37 0,84 0,37 0,71 0,96 Diameter max. (mm) 0,71 1,41 1,25 0,59 1,04 0,66 1,00 0,78 Luas rata-rata (mm 2 ) 0,23 0,80 0,81 0,20 0,70 0,23 0,58 0,60 Luas total (mm 2 ) 12,06 9,60 5,64 12,24 5,57 9,48 6,90 6,55 Proporsi luas (%) 106,17 79,97 47,25 111,98 46,44 85,77 57,72 54,57 Proporsi luas ratarata (%) 77,80 79,21 66,02 Tabel 4 Ringkasan jumlah dan luas ikatan pembuluh pada buku bambu betung Parameter Pangkal Tengah Ujung Foto Luar Pusat Dalam Luar Pusat Dalam Luar Dalam Luas penampang foto (mm 2 ) 12,09 12,03 11,96 10,94 14,68 12,57 9,24 12,85 Jumlah ikatan pembuluh 61 12 7 49 13 7 42 12 Jumlah ikatan pembuluh/mm 2 5,04 1,00 0,59 4,48 0,89 0,56 4,55 0,93 Diameter min. (mm) 0,35 0,54 0,55 0,39 0,47 0,61 0,38 0,55 Diameter max. (mm) 0,44 0,96 1,21 0,63 1,19 1,22 0,53 1,08 Luas rata-rata (mm 2 ) 0,14 0,44 0,61 0,23 0,55 0,66 0,17 0,53 Luas total (mm 2 ) 8,79 5,33 4,26 11,12 7,12 4,60 7,23 6,31 Proporsi luas (%) 72,66 44,33 35,57 101,65 48,50 36,58 78,33 49,12 Proporsi luas rata-rata (%) 50,85 62,24 63,73

23 Pangkal Tengah Ujung Luar 4,2000x3,2025 mm 2 4,2562x2,6542 mm 2 4,5812x4,0810 mm 2 Pusat 4,0000x2,9907 mm 2 4,0062x2,9969 mm 2 Dalam 4,0250x3,0156 mm 2 4,0062x2,9969 mm 2 4,2000x3,0841 mm 2 Gambar 11 Foto makroskopis pada ruas bambu andong.

24 Pangkal Tengah Ujung Luar 4,3000x3,0841 mm 2 4,2125x2,8910 mm 2 4,5750x3,1713 mm 2 Pusat 4,0250x3,0343 mm 2 4,6250x3,2648 mm 2 4,2438x3,1028 mm 2 Dalam 4,3312x3,0966 mm 2 4,0062x2,9969 mm 2 4,0875x3,1526 mm 2 Gambar 12 Foto makroskopis pada buku bambu andong. Ikatan pembuluh pada ruas bambu andong memiliki tipe III, kecuali pada bagian pangkal pusat dan dalam yang memiliki tipe ikatan pembuluh III dan IV. Ikatan pembuluh pada buku didominasi oleh tipe IV, hanya pada pangkal bagian luar saja yang memiliki tipe ikatan pembuluh III. Ringkasan distribusi ikatan pembuluh bambu andong dari semua foto pengamatan disajikan pada Tabel 5 dan 6. Ruas bambu andong memiliki proporsi luas ikatan pembuluh yang lebih besar daripada bukunya. Pada ruas, bagian tengah memiliki proporsi luas paling tinggi, sedangkan proporsi luas pada buku bagian pangkal nilainya paling tinggi di antara buku bambu andong lainnya. Proporsi luas terendah dimiliki oleh bagian ujung pada ruas dan bagian tengah pada buku. Ikatan serabut yang terletak di sebelah dalam ikatan pembuluh pusat pada ruas ukurannya lebih besar daripada bukunya.

25 Tabel 5 Ringkasan jumlah dan luas ikatan pembuluh pada ruas bambu andong Parameter Pangkal Tengah Ujung Foto Luar Pusat Dalam Luar Pusat Dalam Luar Dalam Luas penampang foto (mm 2 ) Jumlah ikatan pembuluh 13,45 11,96 12,14 11,30 12,01 12,01 18,70 12,95 68 16 9 45 13 11 55 16 Jumlah ikatan pembuluh/mm 2 5,06 1,34 1,35 3,98 1,08 0,92 2,94 1,24 Diameter min. (mm) 0,28 0,45 0,53 0,29 0,61 0,66 0,34 0,74 Diameter max. (mm) Luas rata-rata (mm 2 ) 0,59 1,16 1,19 0,73 1,19 1,01 0,67 0,81 0,17 0,52 0,60 0,23 0,64 0,58 0,23 0,48 Luas total (mm 2 ) 11,64 8,28 5,41 10,21 8,35 6,33 12,49 7,67 Proporsi luas (%) 86,54 69,22 44,53 90,31 69,53 52,68 66,80 59,20 Proporsi luas ratarata (%) 66,76 70,84 63,00 Tabel 6 Ringkasan jumlah dan luas ikatan pembuluh pada buku bambu andong Parameter Pangkal Tengah Ujung Foto Luar Pusat Dalam Luar Pusat Dalam Luar Pusat Dalam Luas penampang foto (mm 2 ) Jumlah ikatan pembuluh 17,11 12,21 13,41 12,18 15,10 12,01 14,51 13,17 12,89 56 16 8 44 12 9 39 13 9 Jumlah ikatan pembuluh /mm 2 3,27 1,31 0,60 3,61 0,79 0,75 2,69 0,99 0,70 Diameter min. (mm) Diameter max. (mm) Luas rata-rata (mm 2 ) 0,26 0,41 0,53 0,26 0,43 0,47 0,31 0,42 0,66 0,62 1,20 1,19 0,68 1,09 1,22 0,73 1,17 1,03 0,16 0,51 0,60 0,19 0,45 0,58 0,23 0,50 0,62 Luas total (mm 2 ) 9,14 8,17 4,81 8,36 5,45 5,19 9,00 6,50 5,55 Proporsi luas (%) Proporsi luas rata-rata (%) 53,40 66,91 35,83 68,67 36,08 43,20 62,03 49,38 43,06 52,04 49,32 51,49

26 Proporsi luas rata-rata ikatan pembuluh pada ketiga jenis bambu diringkas pada Tabel 7. Proporsi luas ikatan pembuluh tertinggi dimiliki oleh ruas bambu betung bagian tengah dan proporsi luas terendah dimiliki oleh buku bambu andong bagian tengah. Proporsi luas terendah pada ruas terdapat pada bambu tali bagian pangkal sedangkan proporsi luas tertinggi di bagian buku terdapat pada bambu betung bagian ujung. Tabel 7 Ringkasan persentase ikatan pembuluh bambu yg diteliti Jenis bambu Pangkal Tengah Ujung Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Tali 56,76 50,47 72,68 53,18 62,21 50,67 Betung 77,80 50,85 79,21 62,24 66,02 63,73 Andong 66,76 52,04 70,84 49,32 63,00 51,49 4.1.2 Sifat Fisis Bambu Pengujian sifat fisis bambu terdiri atas kadar air, kerapatan, dan berat jenis. Semua pengujian menggunakan dua sampel untuk masing-masing jenis dan bagian. Data yang diperoleh dirangkum dalam 3 tabel: Tabel 8 untuk bambu tali, Tabel 9 untuk bambu betung, dan Tabel 10 untuk bambu andong. Tabel 8 Ringkasan kadar air, kerapatan, dan berat jenis bambu tali Bagian KA (%) Kerapatan (g/cm 3 ) Berat Jenis Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Pangkal 10,90 10,81 0,65 0,62 0,58 0,56 Tengah 10,95 10,93 0,67 0,63 0,61 0,57 Ujung 12,27 10,98 0,58 0,56 0,51 0,50 Ruas bagian ujung bambu tali memiliki kadar air paling tinggi, sedangkan kerapatan dan berat jenisnya paling rendah. Bagian tengah memiliki kerapatan dan berat jenis paling tinggi, baik pada ruas maupun bukunya. Semua data menunjukkan bahwa ruas memiliki kadar air, kerapatan, dan berat jenis yang lebih tinggi daripada bukunya.

27 Tabel 9 Ringkasan kadar air, kerapatan, dan berat jenis bambu betung Bagian KA (%) Kerapatan (g/cm 3 ) Berat Jenis Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Pangkal 9,82 10,31 0,66 0,65 0,60 0,59 Tengah 10,40 10,24 0,66 0,66 0,60 0,59 Ujung 10,73 10,55 0,64 0,73 0,57 0,66 Bagian ujung bambu betung memiliki kadar air paling besar, baik pada ruas maupun bukunya. Kadar air paling kecil terdapat di bagian ruas pangkal dan buku tengah. Pada buku, kerapatan dan berat jenis paling tinggi dimiliki oleh bagian ujung sedangkan ruas sebaliknya. Pada ruas, bagian pangkal dan tengah samasama memiliki kerapatan dan berat jenis paling besar. Ruas bambu betung memiliki kadar air yang lebih banyak dibandingkan bukunya, kecuali pada bagian pangkal. Kerapatan dan berat jenis juga lebih besar pada ruas daripada buku, meskipun nilainya tidak berbeda jauh. Hanya pada bagian ujung, buku bambu betung memiliki kerapatan dan berat jenis yang lebih tinggi daripada ruas. Tabel 10 Ringkasan kadar air, kerapatan, dan berat jenis bambu andong Bagian KA (%) Kerapatan (g/cm 3 ) Berat Jenis Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Pangkal 11,54 10,84 0,66 0,63 0,57 0,54 Tengah 10,91 10,87 0,73 0,68 0,66 0,61 Ujung 10,62 10,74 0,70 0,70 0,64 0,64 Pada bambu andong, bagian pangkal memiliki kadar air paling banyak pada ruasnya dan bagian tengah pada buku. Kadar air di bagian ujung paling sedikit baik pada ruas maupun bukunya. Kerapatan dan berat jenis di bagian pangkal bambu andong memiliki nilai paling rendah, sedangkan pada ruas bagian tengah paling besar. Kerapatan dan berat jenis pada buku paling tinggi nilainya pada bagian ujung. Antara ruas dengan buku, ruas memiliki kadar air, kerapatan dan berat jenis yang lebih besar daripada buku, kecuali pada bagian ujung yang

28 bukunya memiliki kadar air lebih besar serta kerapatan dan berat jenis yang sama besarnya dengan ruas. 4.1.3 Sifat Mekanis Bambu Dalam penelitian ini masing-masing bambu hanya dilakukan uji tarik dan uji lentur. Hasil pengujian tarik disajikan pada Tabel 11 sampai Tabel 14. Pada Tabel 11 pengujian tarik dilakukan pada sampel bilah, sedangkan Tabel 12 sampai 14 pengujian tarik dilakukan pada bagian horizontal (luar, pusat, dalam). Hasil uji tarik dinyatakan oleh besarnya tegangan maksimum (σ. ). Pengujian kekuatan lentur disajikan pada Tabel 15 sampai Tabel 20. Pada Tabel 15, 16, dan 17 pengujian lentur dilakukan pada sampel bilah sedangkan Tabel 18, 19, dan 20 pengujian lentur dilakukan pada bambu laminasi. Bambu laminasi LL adalah laminasi yang direkatkan pada bidang luar dengan luar, sedangkan DD dan LD adalah laminasi yang direkatkan pada bidang dalam dengan dalam dan luar dengan dalam. Pada bambu laminasi LD, bagian yang terkena beban adalah bagian luarnya (tepi). Kekuatan lentur yang diperoleh dinyatakan dalam MOE dan MOR. Tabel 11 Ringkasan uji tarik bilah bambu tali, betung, dan andong Bagian σ. (kg/cm 2 ) Ruas Buku Ruas Buku Ruas Buku Pangkal 2.596 1.353 3.804 2.251 2.980 1.518 Tengah 2.715 1.215 3.496 1.977 3.172 1.666 Ujung 2.767 789 4.238 872 3.403 2.737 Tegangan maksimum pada ruas bambu tali bagian ujung memiliki nilai tertinggi, sedangkan pada buku bambu tali bagian ujung paling terendah. Di antara ruas bambu tali, bagian pangkal memiliki tegangan maksimum paling kecil dan di antara bukunya, bagian pangkal bambu tali memiliki tegangan maksimum paling besar. Sama halnya dengan bambu tali, ruas bambu betung bagian ujung memiliki tegangan maksimum tertinggi sedangkan pada buku bagian ujung terendah. Nilai tegangan maksimum paling kecil di antara ruas dimiliki oleh

29 bagian tengah sedangkan tegangan maksimum paling besar di antara buku dimiliki oleh bagian pangkal. Tegangan maksimum tertinggi pada bambu andong terdapat di bagian ujung dan terendah terdapat di bagian pangkal, baik pada ruas maupun bukunya. Ruas memiliki tegangan maksimum yang lebih besar daripada buku. Rata-rata tegangan maksimum terbesar terdapat pada ruas bagian ujung dan tegangan maksimum terkecil terdapat pada buku bagian pangkal. Hanya buku bambu andong yang tegangan maksimum terkecilnya terdapat pada bagian pangkal. Tabel 12 Ringkasan uji tarik sejajar serat jenis bambu tali Bagian σmaks. (kg/cm 2 ) Luar Pusat Dalam Pangkal 2.026 1.672 1.229 Tengah 2.229 1.649 1.377 Ujung 1.938 1.501 787 Tabel 13 Ringkasan uji tarik sejajar serat jenis bambu betung Bagian σmaks. (kg/cm 2 ) Luar Pusat Dalam Pangkal 2.601 2.010 1.616 Tengah 3.690 1.673 1.689 Ujung 1.771 1.578 1.394 Tabel 14 Ringkasan uji tarik sejajar serat jenis bambu andong Bagian σmaks. (kg/cm 2 ) Luar Pusat Dalam Pangkal 2.540 1.482 1.348 Tengah 2.057 2.197 1.809 Ujung 2.016 1.542 1.757 Bagian luar ternyata memiliki kekuatan tarik yang paling besar, baik itu pada bambu tali, betung, maupun bambu andong. Hanya pada bambu andong bagian tengah yang kekuatan tarik terbesarnya dimiliki oleh bagian pusat. Pada bambu tali dan bambu betung nilai tegangan maksimum terbesar dimiliki oleh bagian tengah luar, sedangkan pada bambu andong nilai tegangan makimum

30 terbesar dimiliki oleh bagian pangkal luar. Tegangan maksimum terkecil pada bambu tali dan betung terdapat pada bagian ujung dalam, sedangkan pada bambu andong terdapat pada bagian pangkal dalam. Tabel 15 Ringkasan uji lentur bilah bambu tali Bagian MOE rata-rata (kg/cm 2 ) MOR rata-rata (kg/cm 2 ) Ruas Buku Ruas Buku Pangkal 139.996 49.240 1.107 635 Tengah 159.364 72.046 1.296 796 Ujung 136.998 56.087 1.067 660 Bambu tali bagian tengah memiliki nilai MOE dan MOR tertinggi, sedangkan MOE dan MOR terendah terdapat pada ruas ujung dan buku pangkal. Ruas bambu tali memiliki nilai MOE dan MOR lebih besar dibandingkan bukunya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ruas tengah bambu tali paling kuat dan paling kaku, sedangkan buku bagian pangkal paling lemah dan paling mudah berubah bentuk akibat adanya beban. Tabel 16 Ringkasan uji lentur bilah bambu betung Bagian MOE rata-rata (kg/cm 2 ) MOR rata-rata (kg/cm 2 ) Ruas Buku Ruas Buku Pangkal 187.823 92.176 1.497 983 Tengah 169.495 75.917 1.437 932 Ujung 159.968 87.409 1.354 1.066 Ruas bagian pangkal bambu betung paling kaku dan paling kuat dibandingkan dengan bagian lainnya karena memiliki MOE dan MOR paling tinggi, sedangkan bagian tengah pada buku kekuatannya paling lemah dan bentuknya mudah berubah akibat adanya beban. Hal tersebut dikarenakan MOE dan MOR-nya paling rendah. MOE dan MOR pada bagian ujung memiliki nilai terendah diantara ruas pangkal dan tengah, sedangkan diantara buku bagian pangkal memiliki nilai MOE tertinggi dan buku bagian ujung memiliki MOR

31 tertinggi. Berdasarkan keseluruhan data yang terdapat pada Tabel 16, ruas bambu betung paling kuat dan paling kaku daripada bukunya dikarenakan MOE dan MOR yang dimiliki ruas lebih besar daripada buku. Tabel 17 Ringkasan uji lentur bilah bambu andong Bagian MOE rata-rata (kg/cm 2 ) MOR rata-rata (kg/cm 2 ) Ruas Buku Ruas Buku Pangkal 123.807 65.305 1.002 736 Tengah 178.338 69.974 1.281 846 Ujung 178.199 71.961 1.464 849 Pada ruas bambu andong, bagian tengah memiliki nilai MOE paling tinggi dan bagian ujung memiliki nilai MOR tertinggi. MOE dan MOR paling rendah pada ruas terdapat di bagian pangkal. Pada bagian buku, nilai MOE dan MOR paling besar terdapat di bagian ujungnya dan paling kecil terdapat di bagian pangkal. Kekuatan dan kekakuan pada ruas lebih besar dibandingkan bukunya, baik pada bambu tali, betung, ataupun andong. Tabel 18 Ringkasan uji lentur lamina bambu tali Bagian MOE (kg/cm 2 ) MOR (kg/cm 2 ) LL DD LD LL DD LD Pangkal 145.487 102.969 140.825 1.087 581 904 Tengah 149.736 141.776 141.803 989 717 1.253 Ujung 108.779 118.816 140.931 771 662 819 Keterangan: LL = Luar-Luar; DD = Dalam-Dalam; LD = Luar-Dalam. Lamina bambu tali LL bagian tengah memiliki nilai MOE paling besar dan lamina LD bagian tengah memiliki nilai MOR paling besar. MOE dan MOR terendah dimiliki oleh lamina DD bagian pangkal. Lamina DD pada bambu tali rata-rata lebih kecil nilai MOE dan MOR-nya dibandingkan lamina LL dan LD, maka lamina DD lebih mudah berubah bentuk dan mengalami kerusakan (patah). Lamina LL bagian tengah lebih kaku daripada lamina bambu tali lainnya karena

32 memiliki nilai MOE paling tinggi, sehingga paling sulit untuk berubah bentuk ketika diberikan beban. Nilai MOR pada lamina LD bagian tengah paling tinggi sehingga lebih kuat dari lamina bambu tali yang lain. Jadi ketika diberi beban, lamina ini lebih sulit mengalami kerusakan (patah). Tabel 19 Ringkasan uji lentur lamina jenis bambu betung Bagian MOE (kg/cm 2 ) MOR (kg/cm 2 ) LL DD LD LL DD LD Pangkal 159.647 100.340 153.114 657 1.149 837 Tengah 158.461 138.844 191.616 553 679 665 Ujung 140.649 124.616 129.013 556 455 434 Berdasarkan Tabel 19, lamina LD bagian tengah bambu betung memiliki MOE tertinggi sedangkan lamina DD bagian pangkal memiliki nilai MOR paling tinggi dan MOE paling rendah. MOR terendah dimiliki oleh lamina LD bagian ujung. Jadi lamina LD bagian tengah lebih sulit berubah bentuk ketika diberi beban, sedangkan lamina DD bagian pangkal sebaliknya. Walaupun lamina DD bagian pangkal lebih mudah untuk berubah bentuk, tetapi lamina ini paling kuat sehingga tidak mudah patah. Lamina LD bagian ujung lebih cenderung mudah patah ketika diberikan beban. Tabel 20 Ringkasan uji lentur lamina jenis bambu andong Bagian MOE (kg/cm 2 ) MOR (kg/cm 2 ) LL DD LD LL DD LD Pangkal 163.691 98.326 115.922 1.134 666 819 Tengah 222.834 148.544 185.253 1.333 652 1.060 Ujung 196.093 151.767 137.830 1.339 797 782 Pada Tabel 20, bambu andong bagian tengah pada lamina LL memiliki nilai MOE paling tinggi dan nilai MOR paling tinggi dimiliki oleh lamina LL bagian ujung. Lamina LL bagian tengah lebih kaku dan bagian ujungnya lebih kuat daripada lamina bambu andong bagian lain, sedangkan pada bagian pangkal

33 lamina DD mempunyai MOE paling rendah dan MOR paling rendah dimiliki oleh lamina DD bagian tengah. Lamina DD bagian pangkal bambu andong ini paling mudah berubah bentuk dan bagian ujungnya paling mudah patah. 4.1 Pembahasan 4.2.1 Distribusi Ikatan Pembuluh Bambu Berdasarkan Gambar 7 sampai Gambar 12, distribusi ikatan pembuluh pada ketiga jenis bambu tersebut semakin sedikit dari bagian tepi ke bagian dalam tetapi ukurannya semakin besar. Hal ini didukung oleh penelitian Nuriyatin (2000) yang mengatakan bahwa secara umum penyebaran ikatan pembuluh mempunyai pola yang tidak merata pada setiap bagian penampang melintang. Distribusi ikatan akan semakin rapat ke arah luar dengan ukuran yang semakin kecil. Proporsi luas ikatan pembuluh pada ruas dan buku bambu disajikan pada Gambar 13. Proporsi luas ikatan pembuluh lebih besar pada ruas daripada bukunya, baik pada bambu tali, betung, ataupun andong. Proporsi luas ikatan pembuluh yang paling tinggi terdapat pada bambu betung, baik pada ruas maupun bukunya. Proporsi luas ikatan pembuluh terendah diantara ruas terdapat pada bambu tali dan diantara buku terdapat pada bambu andong. Proporsi luas ikatan pembuluh pada bilah rata-rata ketiga jenis bambu adalah 67,83% dengan kisaran 63,88% - 74,34% pada ruas dan 53,78% dengan kisaran 50,95% - 58,94% pada buku. (%) 100 80 60 40 20 0 Ruas 63,88 74,34 65,26 Buku 51,44 58,94 50,95 Gambar 13 Proporsi luas ikatan pembuluh 3 jenis bambu ruas dan buku.

34 Kemudian proporsi luas ikatan pembuluh tertinggi pada ruas bambu terdapat di bagian tengah. Proporsi luas ikatan pembuluh terendah pada bambu tali dan betung terdapat di bagian pangkal sedangkan pada bambu andong terdapat di bagian ujung. Pada pangkal, proporsi luas rata-rata ikatan pembuluh pada bilah ketiga jenis bambu adalah 59,11% dengan kisaran 53,62% - 64,33% dan pada bagian tengah mempunyai proporsi luas rata-rata sebesar 64,58% dengan kisaran 60,08% - 70,73%, sedangkan proporsi luas ikatan pembuluh pada bagian ujung berkisar antara 56,44% - 64,88% dengan rata-rata 59,52%. Proporsi tersebut disajikan pada Gambar 14. (%) 100 80 60 40 20 0 Pangkal 53,62 64,33 59,40 Tengah 62,93 70,73 60,08 Ujung 56,44 64,88 57,25 Gambar 14 Proporsi luas ikatan pembuluh 3 jenis bambu pada arah vertikal. Berdasarkan hasil pengamatan ikatan pembuluh, bambu tali, bambu betung, dan bambu andong memiliki ikatan pembuluh tipe III dan IV. Menurut Nuriyatin (2000), Ikatan pembuluh pada bambu andong adalah tipe III/IV, bambu tali tipe III, dan bambu betung tipe IV/III. Begitu juga menurut Kusumah (2009) yang mengatakan bahwa tipe ikatan pembuluh pada bambu betung dan bambu andong adalah tipe III dan IV, sedangkan bambu tali hanya memiliki ikatan pembuluh tipe III. Ikatan Pembuluh tipe III dan IV dapat ditemukan pada famili Bambusa, Dendrocalamus, dan Gigantochloa (Liese 1980). 4.2.2 Sifat Fisis Bambu Semua kadar air bambu yang diuji adalah kadar air kering udara, yaitu sebesar ± 12%. Bambu tali memiliki kadar air tertinggi sedangkan bambu andong terendah. Kadar air rata-rata ketiga jenis bambu berkisar antara 10,34% - 11,14% dengan rata-rata 10,80%. Kadar air ketiga jenis bambu dapat dilihat pada Gambar

35 15. Nuriyatin (2000) menyebutkan bahwa kadar air pada ketiga jenis bambu tersebut tidak ada perbedaan yang cukup signifikan. (%) 12,00 11,50 11,00 10,50 10,00 9,50 9,00 Kadar air 11,14 10,34 10,92 Gambar 15 Kadar air 3 jenis bambu. Bambu andong memiliki kerapatan dan BJ (berat jenis) tertinggi sedangkan bambu tali terendah. Kerapatan rata-rata ketiga jenis bambu adalah 0,66 g/cm 3 dengan kisaran 0,62-0,68 g/cm 3 dan BJ rata-rata sebesar 0,59 dengan kisaran 0,56-0,61. Semakin besar kerapatan, maka semakin besar pula berat jenisnya. Kerapatan dan BJ ketiga jenis bambu disajikan pada Gambar 16. Menurut Nuriyatin (2012), jenis bambu, posisi vertikal dan pola ikatan pembuluh tidak memberikan pengaruh terhadap berat jenis. 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 ρ (g/cm³) 0,62 0,67 0,68 BJ 0,56 0,60 0,61 Gambar 16 Kerapatan dan BJ 3 jenis bambu. 4.2.3 Sifat Mekanis Bambu a. Kekuatan Tarik Besar tegangan tarik maksimum (σ. ) masing-masing bambu pada ruas dan buku disajikan pada Gambar 17. Tegangan tarik maksimum rata-rata pada ruas adalah 3.241 kg/cm 2 dengan kisaran 2.693-3.846 kg/cm 2 sedangkan pada buku berkisar antara 1.119 1.974 kg/cm 2 dengan rata-rata 1.598 kg/cm 2. Data

36 menunjukkan bahwa baik pada bambu tali, bambu betung, dan bambu andong, nilai σ. lebih besar pada ruas daripada bukunya. Hal ini didukung oleh penelitian Idris et al. (1994) yang menunjukkan bahwa nilai keteguhan tarik bambu tali, bambu betung, dan bambu andong lebih besar nilainya pada ruas daripada buku. Kekuatan tarik yang lebih besar pada ruas daripada buku dikarenakan proporsi luas ikatan pembuluh pada ruas juga lebih besar daripada buku. Janssen (1981) mengatakan bahwa kekuatan tarik tergantung pada persentase sklerenkim (serabut) yang dimiliki bambu. Telah dketahui bahwa penyusun ikatan pembuluh terdiri atas ikatan serabut (1 atau 2 ikatan) dan rongga (xilem dan phloem) dan faktor penyusun ini akan memberikan kontribusi terhadap persentase serabut setiap jenis bambu (Nuriyatin 2000). (kg/cm2) 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0 Ruas 2.693 3.846 3.185 Buku 1.119 1.700 1.974 Gambar 17 Tegangan tarik maksimum 3 jenis bambu pada ruas dan buku. Pada penelitian Idris et al. (1994) disebutkan bahwa keteguhan tarik bambu tali adalah 2.859 kg/cm 2 pada ruas dan 1.231 kg/cm 2 pada buku. Pada bambu betung, 2.358 kg/cm 2 pada ruas dan 2.258 kg/cm 2 pada buku. Kemudian bambu andong memiliki keteguhan tarik sebesar 2.837 kg/cm 2 pada ruas dan 1.252 kg/cm 2 pada buku. Terlihat perbedaan pada penelitian Idris et al. (1994) yang menunjukkan bahwa ruas bambu tali memiliki σ. tertinggi dan bambu betung terendah di antara ruas bambu lainnya. Pada penelitian ini justru ruas bambu betung memiliki nilai σ. tertinggi sedangkan ruas bambu tali terendah. Walaupun begitu, σ. ruas bambu betung pada penelitian ini nilainya jauh lebih besar daripada nilai σ. ruas bambu tali pada penelitian Idris et al. (1994). Kemudian pada buku, bambu tali juga memiliki σ. terendah

37 sedangkan bambu andong tertinggi. Hal ini juga sama dengan penelitian Idris et al. (1994) yang menyatakan bahwa buku bambu tali memiliki nilai σ. terendah tetapi berbeda dengan buku bambu betung yang memiliki σ. tertinggi. Pada arah horizontal, bambu bagian luar memiliki σ. tertinggi dan bagian dalam terendah. Diantara bambu tali, bambu betung, dan bambu andong, nilai σ. tertinggi terdapat pada bambu betung dan yang terendah dimiliki oleh bambu tali. Tegangan tarik maksimum rata-rata ketiga jenis bambu pada bagian luar adalah 2.319 kg/cm 2 dengan kisaran 2.064 2.687 kg/cm 2. Pada bagian pusat, σ. berkisar antara 1.607 1.753 kg/cm 2 dengan rata-rata 1.700 kg/cm 2 dan bagian dalam 1.131 1.638 kg/cm 2 dengan rata-rata 1.445 kg/cm 2. Nilai σ. ruas bambu tali, bambu betung, dan bambu andong pada arah horizontal dapat dilihat pada Gambar 18. (kg/cm2) 4.000 3.000 2.000 1.000 0 Luar 2.064 2.687 2.204 Pusat 1.607 1.753 1.740 Dalam 1.131 1.566 1.638 Gambar 18 Tegangan tarik maksimum ruas 3 jenis bambu pada arah horizontal. Pada arah vertikal bambu tali dan andong memiliki σ. yang semakin tinggi dari pangkal ke ujung, sedangkan bambu betung memiliki σ. tertinggi pada ujung dan terendah pada bagian tengah. Pada pangkal, σ. berkisar antara 2.596 3.804 kg/cm 2 dengan rata-rata 3.127 kg/cm 2 sedangkan pada tengah nilai σ. rata-rata sebesar 3.128 kg/cm 2 dengan kisaran 2.715 3.496 kg/cm 2. Tegangan tarik maksimum pada ujung berkisar antara 2.767 4.238 kg/cm 2 dengan rata-rata 3.469 kg/cm 2. Nilai σ. 3 jenis bambu pada arah vertikal disajikan pada Gambar 19.

38 Perbedaan kekuatan tarik yang berbeda-beda dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kadar air, umur bambu, dan lokasi tempat tumbuh. Semakin tinggi kadar air maka kekuatan suatu bahan akan menurun (Haris 2008). Berdasarkan analisis korelasi kerapatan, berat jenis, dan jumlah ikatan pembuluh/mm 2 tidak berhubungan erat dengan kekuatan tarik sedangkan proporsi luas ikatan pembuluh, MOE dan MOR mempunyai hubungan erat dengan kekuatan tarik. (kg/cm2) 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0 Pangkal 2.596 3.804 2.980 Tengah 2.715 3.496 3.172 Ujung 2.767 4.238 3.403 Gambar 19 Tegangan tarik maksimum 3 jenis bambu pada arah vertikal. b. Kekakuan (Modulus of Elasticity) Kekakuan dinyatakan dalam besarnya MOE. Nilai MOE ketiga jenis bambu yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 20. Nilai MOE pada ruas lebih besar daripada MOE pada buku. Bambu betung memiliki MOE tertinggi sedangkan bambu tali terendah, baik pada ruas maupun bukunya. MOE rata-rata bilah ketiga bambu adalah 159.332 kg/cm 2 dengan kisaran 145.453 172.429 kg/cm 2 pada ruas dan 71.124 kg/cm 2 dengan kisaran 59.124 85.167 kg/cm 2 pada buku. Dalam penelitian Idris (1994), urutan MOE dari yang terbesar ke yang terkecil baik pada ruas ataupun bukunya adalah bambu betung, bambu andong, dan bambu tali. Dari ketiga jenis bambu tersebut, ruas juga memiliki nilai MOE yang lebih besar daripada buku. Pada bambu tali, nilai MOE yang dimiliki adalah 121.334 kg/cm 2 pada ruas dan 57.515 kg/cm 2 pada buku. Pada bambu betung, ruasnya mempunyai MOE sebesar 216.577 kg/cm 2 dan bukunya 103.289 kg/cm 2. Kemudian bambu andong memiliki MOE sebesar 121.395 kg/cm 2 pada ruas dan 96.616 kg/cm 2 pada buku.

39 Ruas mempunyai MOE yang lebih besar daripada buku karena proporsi luas ikatan pembuluh yang juga lebih besar dibandingkan buku. Nilai MOE dapat dipengaruhi oleh persentase sklerenkim (Janssen 1981) dan sklerenkim terdapat di dalam ikatan pembuluh. Bambu yang memiliki proporsi luas ikatan pembuluh terbesar atau terkecil belum tentu nilai MOE-nya terbesar atau terkecil juga. Adanya perbedaan nilai MOE diduga karena perbedaan dimensi tebal sampel masing-masing bambu. Jenis bambu, pola ikatan pembuluh dan berat jenis tidak berpengaruh pada nilai MOE (Nuriyatin 2012). Berdasarkan analisis korelasi juga menunjukkan hasil bahwa berat jenis tidak berhubungan erat dengan nilai MOE. x100 (kg/cm2) 2.000 1.000 0 Ruas 1.455 1.724 1.601 Buku 591 852 691 Gambar 20 Nilai MOE 3 jenis bambu pada ruas dan buku. Seperti yang disajikan pada Gambar 21, pangkal bambu betung memiliki MOE paling tinggi. Bambu tali dan bambu andong memiliki MOE terendah pada bagian pangkal. Bagian tengah pada bambu tali memiliki MOE tertinggi sedangkan pada bambu betung terendah. Pada bambu andong, bagian ujung memiliki nilai MOE tertinggi. Terlihat bahwa nilai MOE tertinggi ataupun terendah tidak menentu pada posisi vertikal, Nuriyatin (2012) mengemukakan bahwa nilai MOE juga tidak dipengaruhi oleh posisi vertikal. MOE rata-rata pada pangkal yaitu 150.542 kg/cm 2 dengan kisaran 123.807 187.823 kg/cm 2, pada bagian tengah 169.066 kg/cm 2 dengan kisaran 159.364 178.338 kg/cm 2 dan bagian ujung 158.388 kg/cm 2 dengan kisaran 136.998 178.199 kg/cm 2.

40 x100 (kg/cm2) 3.000 2.000 1.000 0 Pangkal 1.400 1.878 1.238 Tengah 1.594 1.695 1.783 Ujung 1.370 1.600 1.782 Gambar 21 Nilai MOE 3 jenis bambu pada arah vertikal. c. Keteguhan Patah (Modulus of Rupture) Keteguhan patah (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu bahan pada saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan (Haris 2008). Bambu tali memiliki MOR terendah dan bambu betung tertinggi, baik pada ruas maupun bukunya. MOR pada ruas lebih besar daripada MOR pada buku. Besarnya MOR pada ketiga jenis bambu tersebut ternyata berbanding lurus dengan nilai MOE. Pada ruas, MOR berkisar antara 1.157 1.429 kg/cm 2 dengan rata-rata 1.278 kg/cm 2 dan pada buku 697 994 kg/cm 2 dengan rata-rata 834 kg/cm 2. Nilai MOR ketiga jenis bambu yang diuji disajikan pada Gambar 22. 2.000 (kg/cm2) 1.000 - Ruas 1.157 1.429 1.249 Buku 697 994 810 Gambar 22 Nilai MOR 3 jenis bambu pada ruas dan buku. Pada penelitian Idris et al. (1994) menunjukkan bahwa MOR pada buku lebih kecil daripada MOR pada ruas, kemudian MOR tertinggi dimiliki oleh bambu betung dan bambu tali memiliki MOR terendah. Pada penelitiannya MOR yang dihasilkan lebih besar dari penelitian ini, yaitu 1.240,3 kg/cm 2 dan 502,3 kg/cm 2 pada ruas dan buku bambu tali; 2.065,3 kg/cm 2 dan 1.236,39 kg/cm 2 pada

41 ruas dan buku bambu betung; 1.835,6 kg/cm 2 dan 1.032,6 kg/cm 2 pada ruas dan buku bambu andong. Hasil yang berbeda ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti umur bambu, kadar air, dan lokasi tempat tumbuh. Pada arah vertikal, posisi nilai MOR yang terendah dan tertinggi hampir sama dengan posisi nilai MOE-nya. Dari pangkal ke ujung, bambu andong memiliki MOR yang semakin meningkat sedangkan pada bambu betung sebaliknya. Pada bambu tali, bagian ujungnya memiliki MOR terendah dan bagian tengahnya memiliki MOR tertinggi. Bambu betung memiliki nilai MOR paling tinggi diantara bambu tali dan andong pada bagian pangkal dan tengah sedangkan pada bagian ujung, bambu andong memiliki nilai MOR tertinggi diantara bambu tali dan bambu betung. Berdasarkan analisis korelasi, MOE mempunyai hubungan erat dengan MOR. Nuriyatin (2000) menyatakan bahwa beberapa penelitian mengungkapkan adanya hubungan yang kuat antara nilai MOE dan MOR sehingga pendugaan MOR dengan MOE dapat dilakukan. Pada pangkal MOR berkisar antara 1.002 1.497 kg/cm 2 dengan rata-rata 1.202 kg/cm 2, pada tengah 1.281 1.437 kg/cm 2 dengan rata-rata 1.338 kg/cm 2 dan pada ujung 1.067 1.464 kg/cm 2 dengan ratarata 1.295 kg/cm 2. Nilai MOR 3 jenis bambu yang diteliti pada arah vertikal disajikan pada Gambar 23. 3.000 (kg/cm2) 2.000 1.000 - Pangkal 1.107 1.497 1.002 Tengah 1.296 1.437 1.281 Ujung 1.067 1.354 1.464 Gambar 23 Nilai MOR 3 jenis bambu pada arah vertikal. 4.2.4 Susunan Bambu Laminasi Dua Lapis Bambu laminasi yang telah diuji menghasilkan nilai MOE dan MOR pada masing-masing susunan lamina. Nilai MOE dan MOR disajikan pada Gambar 24

42 dan 25. Lamina LD (laminasi yang dibuat dengan susunan bagian luar dengan bagian dalam) pada bambu tali dan bambu betung memiliki MOE yang lebih tinggi daripada lamina LL (laminasi luar-luar) dan lamina DD (laminasi dalamdalam). Sedangkan pada bambu andong, lamina LL memiliki MOE paling tinggi diantara lamina DD dan lamina LD. Lamina DD pada bambu tali, betung, dan andong memiliki nilai MOE paling rendah diantara lamina LL dan lamina LD. x100 (kg/cm2) 3.000 2.000 1.000 - LL 1.347 1.529 1.942 DD 1.212 1.213 1.329 LD 1.412 1.579 1.463 Gambar 24 Nilai MOE bambu laminasi pada 3 jenis bambu. 2.000 (kg/cm2) 1.000 - LL 949 589 1.268 DD 654 761 705 LD 992 645 887 Gambar 25 Nilai MOR bambu laminasi pada 3 jenis bambu. Berbeda dengan MOE, nilai MOR tertinggi pada bambu tali dimiliki oleh lamina LD dan MOR terendah dimiliki oleh lamina DD. Pada bambu betung, lamina DD mempunyai MOR tertinggi dan lamina LL mempunyai MOR terendah. Sedangkan lamina bambu andong yang mempunyai MOR tertinggi adalah lamina LL dan MOR terendah adalah lamina DD. Laminasi bambu tali memiliki MOE dan MOR rata-rata sebesar 132.342 kg/cm 2 dengan kisaran

43 121.187 141.186 kg/cm 2 dan 865 kg/cm 2 dengan kisaran 654 992 kgcm 2. MOE dan MOR laminasi bambu betung berkisar antara 121.267 157.914 kg/cm 2 dengan rata-rata 144.033 kg/cm 2 dan 589 761 kg/cm 2 dengan rata-rata 665 kg/cm 2, sedangkan bambu andong 132.879 194.206 kg/cm 2 dengan rata-rata 157.807 kg/cm 2 dan 705 1.268 kg/cm 2 dengan rata-rata 953 kg/cm 2. Laminasi bambu betung seharusnya memiliki MOE dan MOR yang lebih tinggi dari bambu tali dan andong karena pengujian pada sampel bilah, bambu betung mempunyai nilai MOE dan MOR paling tinggi, begitu juga dengan hasil penelitian lainnya. Ketidaksesuaian ini diduga karena saat pengujian bambu betung pertama bagian ujung telah terjadi kerusakan sebelum adanya penurunan grafik yang terlihat di layar komputer, jadi pengujian dihentikan pada saat itu dan beban maksimumnya pun sangat kecil dibandingkan yang lainnya. Hasil rata-rata nilai MOE dan MOR bambu laminasi dua lapis dari ketiga jenis bambu disajikan pada Gambar 26. Nilai MOE dan MOR rata-rata pada lamina LL yaitu 1.606 kg/cm 2 dan 935 kg/cm 2, pada lamina DD 1.251 kg/cm 2 dan 707 kg/cm 2, sedangkan pada lamina LD 1.485 kg/cm 2 dan 841 kg/cm 2. Lamina LL memiliki nilai MOE dan MOR tertinggi sedangkan lamina DD memiliki MOE dan MOR terendah. Hal ini diduga karena adanya pengaruh dari distribusi ikatan pembuluh yang paling banyak terdapat di bagian luar sedangkan paling sedikit di bagian dalam. 3.000 (kg/cm2) 2.000 1.000 - LL DD LD MOE (x100) 1.606 1.251 1.485 MOR 935 707 841 Gambar 26 MOE dan MOR pada susunan bambu laminasi dua lapis.