KAPABILITAS CITRA HIPERSPEKTRAL

dokumen-dokumen yang mirip
Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

12/1/2009. Pengamatan dilakukan dengan kanal yang sempit Sensor dapat memiliki 200 kanal masing-

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

bdtbt.esdm.go.id Benefits of Remote Sensing and Land Cover

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh ( Citra ASTER dan Ikonos ) Oleh : Bhian Rangga JR Prodi Geografi FKIP UNS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISTILAH DI NEGARA LAIN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ix

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

Optimalisasi Pemetaan Fase Pertumbuhan Padi Berdasarkan Analisa Pola Reflektan dengan Data Hiperspektral Studi Kasus : Kabupaten Karawang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH ALOS AVNIR UNTUK PEMANTAUAN LIPUTAN LAHAN KECAMATAN

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

BAB I. PENDAHULUAN. produksi padi akan berdampak langsung pada sekuritas makanan nasional pada

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

10/11/2014 SISTEM VISUAL MANUSIA. CIG4E3 / Pengolahan Citra Digital BAB 2. Konsep Dasar Citra Digital

Citra Satelit IKONOS

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI TUTUPAN LAHAN DARI CITRA RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE KLASIFIKASI DIGITAL BERORIENTASI OBJEK (Studi Kasus: Kota Banda Aceh, NAD)

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL TENTANG PENGINDRAAN JAUH (REMOTE SENSING)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JENIS CITRA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

Gregorius Anung Hanindito 1 Eko Sediyono 2 Adi Setiawan 3. Abstrak

BAB III DATA DAN METODOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

EKSTRAKSI INFORMASI PENUTUP LAHAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER LAPANGAN SEBAGAI MASUKAN ENDMEMBER PADA DATA HIPERSPEKTRAL RESOLUSI SEDANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

sehingga tercipta suatu pergerakan partikel partikel atom yang bermuatan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Diterima 14 April 2015; Direvisi 23 Juni 2015; Disetujui 30 Juni 2015 ABSTRACT

Bab 5 HASIL-HASIL PENGINDERAAN JAUH. Pemahaman Peta Citra

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

KAPABILITAS CITRA HIPERSPEKTRAL Wiweka Peneliti Bidang Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Inderaja, LAPAN Kapabilitas Citra Hiperspektral (Wiweka) RINGKASAN Perkembangan teknologi spektroskopi penginderaan jauh telah mencapai 3 (tiga) tingkatan yaitu multispektral, hiperspektral, dan ultraspektral. Kapabilitas setiap tingkatan tergantung pada spectral range, spectral bandwidth, spectral sampling, dan signal-to-noise ratio (S/N). Migrasi citra multispektral ke hiperspektral sebagai langkah strategis, dalam mengemban kebutuhan informasi spasial bagi keperluan identifikasi sumber daya alam dan kelautan Indonesia. Kedalaman informasi spasial dapat dimanfaatkan untuk pemantauan kelas obyek, bagi kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi. 1 PENDAHULUAN Spektroskopi (...,http:://wikipedia. com. id) adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya berdasarkan cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau dipantulkan oleh materi tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara cahaya dan materi. Dalam catatan sejarah, spektroskopi mengacu kepada cabang ilmu dimana "cahaya tampak" digunakan dalam teori-teori struktur materi serta analisa kualitatif dan kuantitatif. Dalam masa modern, definisi spektroskopi berkembang seiring teknik-teknik baru yang dikembangkan untuk memanfaatkan tidak hanya cahaya tampak, tetapi juga bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan non-elektromagnetik seperti gelombang mikro, gelombang radio, elektron, froton, gelombang suara, sinar X dan lain sebagainya. Spektroskopi umumnya digunakan dalam kimia fisik dan kimia analisis untuk mengidentifikasi suatu substansi melalui spektrum yang dipancarkan atau yang diserap. Alat untuk merekam spektrum disebut spektrometer. Spektroskopi juga digunakan secara intensif dalam astronomi dan penginderaan jauh. Kebanyakan teleskop-teleskop besar mempunyai spektrograf yang digunakan untuk mengukur komposisi kimia dan atribut fisik lainnya dari suatu objek astronomi atau untuk mengukur kecepatan objek astronomi berdasarkan pergeseran Doppler garis-garis spektral. Jenis spektroskopi tergantung dari kuantitas fisik yang diukur. Kuantitas yang diukur adalah jumlah atau intensitas dari sesuatu. Jenis-jenis spektroskopi yaitu Spektroskopi elektromagnetik mengukur intensitas radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dan jumlah yang diserap dipelajari di spektroskopi elektromagnetik, Spektroskopi akustik dan spektroskopi mekanika dinamik adalah mengukur amplitudo getarangetaran makroskopik dipelajari di Spektroskopi akustik dan spektroskopi mekanika dinamik, Spektroskopi energi elektron dan spektroskopi elektron Auger mengukur energi kinetik dari partikel, Spektroskopi massa mengukur rasio massa molekul dan atom. Relasional spektroskopi (A. Plaza, et. all, 2006) dikaitkan dengan kemampuan tingkatan informasi spektral penginderaan jauh yang dihasilkan sebagai berikut : Analisa spektral campuran (spectral mixture analysis) : menentukan melimpahnya bahan (misal: precision agriculture), Karakteristik (Characterisation) : menentukan variabilitas materi bahan yang diidentifikasi (misal: bulir pasir basah/kering, efek ukuran partikel tanah), Identifikasi (Identification) : menentukan ciri unik pengkategorian generik (misal: penutup lahan atau pemetaan mineral), 55

Berita Dirgantara Vol. 9 No. 3 September 2008:55-60 Diskriminan (Discrimination) : menentukan kategori yang lebih dalam dari kategori umum, Klasifikasi (Classification): memisahkan bahan menjadi kelompok spektral yang sejenis (misal: klasifikasi data perkotaan), Deteksi (Detection) : menentukan kehadiran bahan, objek, aktivitas atau kejadian. Keenam tingkatan informasi di atas dapat dihasilkan dari jenis citra multispektral, hiperspektral dan ultraspektral, kini sudah waktunya melakukan migrasi dari multispektral ke hiperspektral. Pertimbangannya adalah keperluan masyarakat atas kedalaman informasi spasial mengenai sumber alam daratan dan lautan, yang dikaitkan dengan pertahanan keamanan, pemantauan, dan pertumbuhan ekonomi. Liputan lahan pada dasarnya merujuk pada kondisi biofisik yang menutupi bumi meliputi aspek budi daya (cultivated) maupun pada aspek nonbudi daya (noncultivated). Dapat disebutkan bahwa liputan lahan menitikberatkan pada tutupan (cover) lahan itu sendiri. Dalam banyak referensi, liputan lahan sangat berasosiasi dengan istilah penggunaan lahan, walaupun secara esensi keduanya berbeda, namun pada prakteknya dalam beberapa kondisi keduanya dapat merupakan hal yang sama. Istilah penggunaan lahan (land use) sendiri merujuk pada suatu areal yang merupakan hasil olahan manusia baik yang bersifat relatif permanen maupun yang bersifat siklus untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Kondisi liputan lahan di Indonesia memiliki tingkat heterogenitas yang cukup tinggi, khususnya pada daerah-daerah urban dan suburban yang secara intensif diusahakan manusia. Heterogenitas liputan lahan yang tinggi pada suatu areal tertentu dengan tingkat pola campuran penggunaan lahan sangatlah bervariasi. Heterogenitas liputan lahan menimbulkan beberapa masalah dalam penentuan klasifikasi liputan lahan (Wiweka, 2006). Heterogenitas tersebut juga menyebabkan kabur (fuzzy) dalam pemisahan kelas-kelas 56 liputan lahannya. Selain itu dalam kaitannya dengan siklus pemanfaatan, sistem tumpangsari dan proporsi penggunaan lahan dalam suatu kelas tertentu menyebabkan samar (vague) untuk penentuan suatu kelas liputan lahan. Siklus penggunaan yang bersifat musiman atau yang bersifat semusim perubahannya dua kali juga merupakan masalah. Sebagai contoh pada musim hujan, areal sawah bisa ditanami padi sawah, namun pada saat kering bisa berubah menjadi palawija atau bahkan tebu. Karena banyak hal yang bersifat temporer maupun kompleksitas lainnya maka pendugaan liputan lahan harus mempertimbangkan berbagai aspek. Di samping hal yang berkaitan dengan permasalahan klasifikasi liputan lahan itu sendiri, maka teknologi untuk inventarisasi data seperti hiperspektral mempunyai arti penting atas pertimbangan efisiensi dan tingkat akurasinya. Alinea di atas, memberikan inspirasi bahwa citra hiperspektral dapat menghasilkan peta tematik dengan sejumlah skala dan muatan informasi yang berbeda, ada proses agregasi data dalam perubahan skala besar ke skala kecil 2 CITRA HIPERSPEKTRAL Menurut (Erick JB, 2002), pengertian hiperspektral adalah banyaknya jumlah band panjang gelombang yang terukur antara 100-500, dengan perbedaan panjang gelombang 5nm< <10nm. Hiperspektral dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mencirikan materi yang unik serta memiliki potensi ekstraksi informasi lebih akurat dan detail dibanding dengan jenis multispektral. Dalam sub bab ini, akan dikaji ulang sejumlah konsep spektral yang terbaru dan teknik pengolahan yang digunakan berkaitan dengan hiperspektral dan multispektral. Keuntungan yang diperoleh citra hiperspektral, harus didasari dengan sejumlah konsep spektral yang digunakan di penginderaan jauh. Terminologi spektral berkaitan dengan panjang gelombang, dan energi, serta satuan panjang gelombang adalah micron. Seperti yang terlihat pada Gambar 2-1.

Kapabilitas Citra Hiperspektral (Wiweka) Gambar 2-1: Spektrum gelombang elektromagnetik Gelombang tampak terletak di 400 nm- 700 nm sedang gelombang radio memiliki panjang gelombang lebih dari gelombang tampak. Setiap materi memiliki identitas yang unik akibat pola reflektasi dan absorbsi dari gelombang elektromagnetik yang menimpanya. Bila delta nilai pantulan panjang gelombangnya sempit dan kecil sekali, maka akan terjadi kontinuitas pada piksel yang merekam pantulan objek, itu terjadi di hiperspektral, Gambar 2-2. Citra hiperspektral seperti yang terlihat pada Tabel 2-1, kesemuanya mengukur radiasi pantulan dalam satu seri panjang gelombang yang sempit dan kontinu, dibanding dengan multispektral. Dikatakan kontinu dan disebut data hiperspektral bila perbedaan panjang gelombangnya kurang dari 5 nm, aplikasi materi yang sejenis secara spektral dapat dibedakan dan informasi berskala sub piksel dapat diekstraksi, hal ini perlu dikembangkan teknik pengolahan citra yang baru. Sensor hiperspektral telah dikembangkan oleh sejumlah negara, dengan karakteristik jumlah spektral dan selang spektral yang berbeda, Tabel 2-1. Gambar 2-2: Konsep hiperspektral 57

Berita Dirgantara Vol. 9 No. 3 September 2008:55-60 Tabel 2-1: JENIS CITRA HIPERSPEKTRAL Sensor Satelit Pabrik Jumlah Band Selang Spektral FTHSI on MightySat II Hyperion on EO-1 Air Force Research Lab NASA Goddard Space Flight Center 256 220 0.35-1.05 µm 0.4-2.5 µm Sensor Pesawat Pabrik Jumlah Band Selang Spektral AVIRIS (Airborne Visible Infrared Imaging Spectrometer) HYDICE (Hyperspectral Digital Imagery) PROBE-1 Earth Search Sciences Inc. CASI (Compact Airborne Spectrographic Imager) HyMap EPS-H (Environmental Protection System) NASA Jet Propulsion Lab 224 0.4-2.5 µm Naval Research Lab ITRES Research Limited Integrated Spectronics GER Corporation 210 0.4-2.5 µm 128 up - 228 0.4-2.5 µm 0.4-1.0 µm 100-200 Visible - thermal infrared VIS/NIR (76),S WIR1 (32), SWIR2 (32),T IR (12) VIS/NIR (.43-1.05 µm), SWIR1 (1.5-1.8 µm), SWIR2 (2.0-2.5 µm), TIR (8-12.5 µm) DAIS 7915 (Digital Airborne Imaging Spectrometer) AISA (Airborne Imaging Spectrometer) EnMAP GER Corporation VIS/NIR (32),S WIR1 (8), SWIR2 (32),MI R (1), TIR (6) Spectral Imaging up - 288 GFZ Postdam Kesyser Threde up-200 VIS/NIR (0.43-1.05 µm) SWIR1 (1.5-1.8 µm) SWIR2 (2.0-2.5 µm), MIR (3.0-5.0 µm), TIR (8.7-12.3 µm) 0.43-1.0 µm VNIR: 420 1030 nm (92 bands) SWIR: 950 2450 nm (108 bands) 3 FENOMENA HUGES Seperti yang terlihat pada Tabel 2-1, melimpahnya jumlah band melebihi dari cukup (dimension), mengakibatkan adanya persoalan pengkelasan dan pelabelan obyek, Gambar 3-1. 58

Kapabilitas Citra Hiperspektral (Wiweka) Gambar 3-1: Fenomena Hughes Fenomena reduce-dimension ini disebut fenomena Hughes, fenomena ini dapat dijelaskan sebagai berikut : dengan jumlah sampel yang sama, maka pemisahan kelas terhadap n band selalu meningkat, pada titik tertentu terjadi kejenuhan dan bahkan menurun probabilitas hasil klasifikasinya, maka ini terjadi efek counter balancing. Dalam menerapkan proses peng- kelasan dan pelabelan objek dikehendaki adanya exhaustive, separable, dan information value. Agar ketiga momen itu secara simultan dapat terjadi perlu dilakukan pemilihan model klasifikasi yang memenuhi kondisi tersebut. Diharapkan dengan model seperti ini memberi keuntungan lebih yaitu proses cenderung membuat training sampel semakin robust dan berlaku untuk keseluruhan data, sehingga meningkatkan generalisasi data yang melebihi training sampel, mencegah fenomena Hughes (menggeser puncak akurat vs jumlah training, juga meningkatkan akurasi dengan jumlah training sampel yang terbatas), proses diharapkan juga menaksir probabilitas kelas objek lain, yang tidak dapat dilakukan oleh training sampel, sehingga citra tematik yang dihasilkan bukan sebagai hasil akhir. 4 APLIKASI DAN KAPABILITAS CITRA HIPERSPEKTRAL Berdasar sejumlah referensi, berikut ini disampaikan sejumlah aplikasi citra hiperspektral: Melengkapi peta lahan basah untuk memantau lokasi yang menarik, Meningkatkan pemetaan spesies vegetasi, Mengidentifikasi dan memantau rumput yang berbahaya, Meningkatkan pemantauan kuantifikasi biomassa dan evolusi, Pemetaan penetrasi jalur dan tingkat kehancuran untuk lebih baik meredakan serangan spesies yang beracun, Pemantauan wilayah yang terkontaminasi dan rehabilitasi tambang logam, Mendeteksi kontaminasi hidrokarbon terhadap tanah dan air yang dihubungkan dengan aktivitas industri dan pemantauan pipa hidrokarbon, Mengukur pengaruh industri dan pertanggung jawaban manajemen sebagai garis dasar lingkungan, Memodelkan dan memantau kualitas air dari garis pantai, Pengkajian kualitas tanah dan pemantauan pengaruh praktek pertanian, Mendukung perhitungan karbon melalui inventarisasi hutan (komitmen protokol kyoto), Pemantauan kelautan, Deteksi Marijuana dan Ganja, Deteksi Uang palsu, Target Deteksi penyamaran, Deteksi polutan pada sistem saluran air, 59

Berita Dirgantara Vol. 9 No. 3 September 2008:55-60 Eksplorasi geologi, Pemantauan Lingkungan, Precision Farming, Geobotany, Pemanfaatan untuk membangun sistem pengawasan, jalur, pertanian, pertahanan tanah air, pemantauan lingkungan, pengintaian militer dan perencanaan kota, Untuk mendeteksi status nutrisi dan air dari gandum pada sistem irigasi, Deteksi aneka anggur dan dikembangkan sebagai sistem peringatan untuk penjangkitan penyakit, Dapat digunakan untuk mendeteksi komposisi kimia dari tumbuhan, gedung, pabrik, Dapat digunakan untuk mengidentifikasi ragam mineral dan sangat ideal untuk industri pertambangan dan perminyakan, Pemetaan biomedis dan pencitraan biometrik, Identifikasi Mineral Campuran, Bioteknologi : deteksi noda di microarray, deteksi seluler, analisa gel protein, Kesehatan : deteksi melamonia, deteksi kanker perut, Pemantauan asset : jalan yang retak, pemetaan koridor, Aplikasi lain : ukuran serabut, deteksi simetri, deteksi kekerasan kayu. 5 KESIMPULAN Hasil pengolahan citra hiperspektral adalah citra tematik dengan level atau kategori lebih dalam dari umumnya kelas tematik yang dihasilkan dari citra multispektral dan melimpahnya informasi spasial untuk sejumlah aplikasi. Kegiatan teknis pengolahan data citra hiperspektral memerlukan dukungan penelitian dan metodologi kalibrasi reflektansi, pemilihan ciri, identifikasi piksel murni, segmentasi dan klasifikasi. DAFTAR RUJUKAN...,http:://wikpedia.com.id. A. Plaza, et. all, 2006. Advanced Processing of Hyperspectral ImagesAdvanced Processing of Hyperspectral Images, IFFF International Geoscience and Remote Sensing Symposium & 27 th Canadian Symposium on Remote Sensing. David Landgrebe, On Information Extraction Principles for Hyperspectral Data A White Paper. Erick JB, 2002. Wiweka, 2006. Metodologi Penyusunan Citra Multiskala Berdasarkan Citra Hiperspektral Berdasarkan Konsep Integrated Objects dan Agregated Objects, Disertasi Doktor, Universitas Indonesia. 60