PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2000 TENTANG PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 33 TAHUN 2013

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 170 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOM OR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 120 TAHUN 1987 SERI : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 56 TAHUN 2003 SERI E.5

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN PRAKTEK TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2010 SERI : E NOMOR : 3

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

NOMOR : 7 TAHUN 1989 (7/1989)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

NOMOR : 2 TAHUN 1989 SERI : B =================================================================

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 6 Tahun 2002 Seri: C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

P PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 15 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G LARANGAN PELACURAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG NOMOR 1 TAHUN 1997 SERI B NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN PEDAGANG KAKI LIMA DAN PEDAGANG KAKI LIMA MUSIMAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 14 TAHUN : 2003 SERI :E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA HOTEL DAN PENGINAPAN

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 01 Tahun : 2009 Seri : E

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PENDIRIAN DAN PERUBAHAN BADAN HUKUM KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN `SAMBAS NOMOR : 2 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN, PENGAWASAN, PENERTIBAN PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN USAHA DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA IMPRESARIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN PENGEDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2010 S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 14 TAHUN 1996 TENTANG USAHA HOTEL MELATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 24 TAHUN 2011 SERI : E NOMOR : 7

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor : 1 Tahun 1996 Seri: D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 9 TAHUN : 1990 SERI : A.1

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2000 TENTANG KARTU KELUARGA DAN KARTU TANDA PENDUDUK DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 10 TAHUN 2001 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 15 TAHUN 1996 TENTANG USAHA PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 10

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II G R E S I K PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 30 TAHUN 1997 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2004 Seri E PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 23

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 18 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

USAHA PONDOK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENGAWASAN, PENGENDALIAN DAN PENGEDARAN MINUMAN BERALKOHOL

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS

PEMERINTAH KOTA PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA RESTORAN, RUMAH MAKAN, BAR DAN JASA BOGA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 4 TAHUN 2000 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2000 TENTANG PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan Daerah tujuan wisata, Pusat Pendidikan dan Budaya yang harus terpelihara citra dan kewibawaannya sebagai wahana untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas; b. bahwa dengan semakin meluasnya peredaran gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya dan untuk melindungi masyarakat khususnya dari bahaya penyalahgunaannya, maka harus dilakukan upaya-upaya penanggulangan dan pemberantasannya; c. bahwa penanggulang an dan pemberantasan sebagaimana tersebut huruf b agar pelaksanaannya dapat berdaya guna dan berhasilguna perlu diatur dengan Peraturan Daerah; d. bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Penanggulangan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya;

Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta jo Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang undang Nomor 26 Tahun 1959. 2. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana jo Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 3. Undang undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; 4. Undang undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika ; 5. Undang undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika 6. Undang undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang Dalam pengawasan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah jo Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun1989; 9. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol; 10. Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999 tentang Badan Koordinasi Narkotika Nasional. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta beserta perangkatnya; 3. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 4. Gubernur adalah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta; 5. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Jo. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1990 yang selanjutnya disingkat PNS. 6. Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya adalah zat atau obat yang secara rinci tertuang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Keputusan Presiden Nomor3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Miniman beralkohol, yang selanjutnya disingkat NAPZA. 7. Penyalahgunaan Napza adalah kegiatan penggunaan Napza tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter. 8. Rumah/Tempat Pemondokan, Hotel/penginapan adalah rumah/tempat pemondokan, hotel/penginapan yang secara khusus disediakan untuk dihuni dengan perjanjian tertentu yang bersifat timbal balik dan komersial. 9. Pengusaha/pemilik/pengelola/penanggung jawab adalah orang/badan Usaha yang melakukan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 8. 10. Asrama adalah rumah/tempat yang secara khusus disediakan yang dikelola oleh Istansi/yayasan untuk dihuni dengan peraturan tertentu yang bersifat sosial. 11. Pengusaha/pemilik/pengelola/penanggung jawab asrama adalah orang/badan Usaha yang melakukan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 10.

BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang Lingkup pengaturan NAPZA dalam Peraturan Daerah ini adalahsegala bentuk kegiatan dan atau perbuatan dalam upayapenanggulangan dan pemberantasan penyalahgunaan NAPZA di Daerah. BAB III KEWAJIBAN Pasal 3 Kewajiban bagi Pengusaha/Pemilik/Pengelola/Penanggungjawab rumah/tempat pemondokan/ asrama : 1. Melaporkan penghuninya disertai dengan identitas kepada Ketua RT/RW dan Kepala Dukuh. 2. Mencantumkan peraturan pemondokan/asrama di tempat yang mudah dibaca. 3. Meminta jaminan kepada penghuni pemondokan/asramanya bahwa penghuni rumah/tempat pemondokan/asramanya tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung pada penyalahgunaan NAPZA dengan membuat surat pernyataan diatas kertas bermeterai tidak akan melakukan penyalahgunaan NAPZA. 4. Mengawasi rumah/tempat pemondokan/asrama dan penghuninya agar tidak menjadi ajang kegiatan yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA. 5. Melaporkan kepada RT/RW dan Kepala Dukuh serta aparat keamanan terdekat apabila mengetahui ada penghuni kostnya yang terlibat penyalahgunaan NAPZA.

Pasal 4 Kewajiban yang menyangkut pengusaha/pemilik/pengelola/penanggung jawab tempat hiburan : 1. Menjamin bahwa tidak ada kegiatan yang berkaitan dengan masalah penyalahgunaan dan pengedaran NAPZA ditempat hiburanyang dikelolanya dengan membuat surat pernyataan diatas kertas bermaterai. 2. Melaporkan kepada yang berwajib apabila mengetahui adanya penyalahgunaan NAPZA baik yang dilakukan oleh karyawan maupun pengunjung 3. Memasang papan pengumuman larangan penyalahgunaan NAPZA. Pasal 5 Kewajiban bagi Pengusaha/Pemilik/Pengelola/Penanggungjawab Hotel/Penginapan : 1. Memenuhi persyartan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Menjamin bahwa tidak ada penyalahgunaan NAPZA di Hotel/Penginapan yang dikelolanya dengan membuat Surat Pernyataan di atas kertas bermeterai. 3. Melaporkan kepada yang berwajib apabila mengetahui adanya penyalahgunaan NAPZA baik yang dilakukan oleh karyawan maupun pengunjung. 4. Memasang papan pengumuman larangan penyalahgunaan NAPZA Pasal 6 Kewajiban bagi pengusaha/pemilik/pengelola/penanggung-jawablembaga Pendidikan : 1. Setiap lembaga pendidikan wajib mengatur dan mengawasi agar di lembaga yang dikelolanya tidak terjadi kegiatan yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA. 2. Setiap lembaga pendidikan wajib berkoordinasi dengan Orang Tua/Wali Siswa dan Instansi terkait terutama aparat keamanan. 3. Setiap lembaga pendidikan wajib bertindak kooperatif dan proaktif dalam hal yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA.

Pasal 7 Apabila dalam lembaga pendidikan ada tenagapendidik/karyawan/siswa/mahasiswa yang terlibat penyalahgunaan NAPZA dan sudah dinyatakan bersalah berdasarkan kekuatan hukumtetap maka Lembaga pendidikan tersebut berkewajiban mengeluarkanpelaku dari Lembaga pendidikannya. Pasal 8 Kewajiban bagi pemilik/pengelola/penanggung jawablembaga/perusahaan : 1. Setiap lembaga dan atau perusahaan yang memiliki karyawan secara langsung maupun tidak langsung untuk mengawasi lingkungan kerja di lembaga/perusahaan yang dipimpinnya agar tidak terjadi penyalahgunaan NAPZA. 2. Bentuk kewajiban dan atau tanggung jawab pengawasan tersebut harus dibuat dan dituangkan dalam peraturan resmi beserta aturan-aturan pelaksanaan dan sanksinya yang akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. 3. Menjamin bahwa karyawan di lembaga/perusahaan yang dipimpinnya termasuk dirinya tidak terlibat pada penyalahgunaan NAPZA dengan masing-masing membuat surat pernyataan di atas kertas bermaterai tidak akan menyalahgunakan NAPZA. 4. Pimpinan / karyawan / lembaga / perusahaan berkewajiban melapor kepada pihak yang berwajib apabila mengetahui ada penyalahgunaan NAPZA di lingkungan kerjanya. Pasal 9 Kewajiban bagi Pimpinan Instansi Pemerintah Daerah : 1. Pemerintah Daerah berkewajiban mengeluarkan ketentuan yang mensaratkan calon PNS harus memiliki : a. Surat keterangan dokter bebas dari NAPZA b. Surat pernyataan di atas kertas bermaterai yang menyatakan tidak akan menyalahgunakan NAPZA.

2. Setiap Pimpinan Instansi Pemerintah bertanggung jawab mengatur lingkungan kerjanya agar tidak digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA. Pasal 10 Kewajiban Pimpinan DPRD dan calon Anggota DPRD : 1. Pimpinan DPRD bertanggung jawab mengatur lingkungan kerjanya agar tidak digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA. 2. Calon Anggota DPRD disyaratkan memiliki : a. Surat Keterangan dokter bebas dari NAPZA. b. Surat pernyataan di atas kertas bermeterai yang menyatakan tidak akan menyalahgunakan NAPZA. Pasal 11 Kewajiban yang menyangkut Sarana pelayanan Kesehatan, tenaga kesehatan baik medis maupun non medis : 1. Pimpinan bertanggungjawab baik langsung/tidak langsung atas lingkungan kerjanya agar tidak terjadi penyalahgunaan NAPZA. 2. Pimpinan berkewajiban melaporkan kepada Pihak yang berwajib apabila ada penyalahgunaan NAPZA dilingkungan kerjanya. BAB IV PENGAWASAN Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah membentuk sebuah bada koordinasi NAPZA yang beranggotakan unsur-unsur dari Pemerintah DAerah, Penegak Hukum, Perguruan Tinggi, Organisasi Lembaga Swadaya (2) Masyarakat, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama tingkat Propinsi yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur.

(3) Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini mempunyai tugas melakukan koordinasi dalam rangka ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran NAPZA. (4) Ketentuan mengenai susunan, kedudukan organisasi dan tatakerja badan koordinasi sebagaimana disebut dalam ayat (1) Pasal ini diatur dengan Keputusan Gubernur. BAB V REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA Pasal 13 (1) Pemerintah Daerah dapat memberi dukungan dan bantuan baik moril maupun materiil kepada lembaga-lembaga yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi pengobatan korban penyalahgunaan NAPZA. (2) Lembaga Pendidikan dapat menerima kembali seseorang yang diberhentikan dari suatu embaga pendidikan karena terlibat penyalahgunaan NAPZA setelah jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya dengan pernyataan dari yang bersangkutan dan dinyatakan sembuh oleh lembaga yang berwenang. BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 14 (1) Pengusaha/Pemilik/Pengelola/Penanggung jawab rumah/tempat pondokan/asrama, hotel, embaga pendidikan, tempat huburan, badan hukum dan perorangan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8,Pasal 11 Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Pimpinan sarana Pelayanan Kesehatan, tenaga kesehatan baik medis maupun non medis yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 11 disamping diancam pidana sebagaimana dimaksud tersebut ayat (1) Pasal ini kepada yang bersangkutan

dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Tindak Pidana yang dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. BAB VII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 15 (1) Selain oleh Pejabat Penyidik Polri yang bertugas menidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 14 Peraturan Daerah ini, dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah. (2) Untuk melaksanakan tugas tersebut Pasal 14 Peraturan Daerah ini Penyidik Daerah ini Penyidik Pegawai Begeri Sipil mempunyai wewenang : a. Menerima laporan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentianpenyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; i. Melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ditetapkan di Yogyakarta Pada tanggal 8 Nopember 2000 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA HAMENGKU BUWONO X Diundangkan di Yogyakarta pada tanggal 8 Nopember 2000 PLH SEKRETARIS DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, IR. SOEBEKTI SOENARTO NIP.080016744 LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2000 NOMOR 14 SERI D

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2000 TENTANG PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA I. UMUM Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang dilakukan melalui berbagai upaya kesehatan diantaranya penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut NAPZA memegang peranan penting. Disamping itu NAPZA juga digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan meliputi penelitian,pengembangan pendidikan dan pengajaran sehingga ketersediaannya perlu dijamin melalui kegiatan produksi dan impor. Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila enggunaannya tidak dibawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Hal ini tidak saja merugikan bagi penyalah guna,tetapi juga berdampak sosial ekonomi dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara. Penyalahgunaan NAPZA mendorong adanya peredaran gelap,sedangkan peredaran gelap NAPZA menyebabkan meningkatnyapenyalahgunaan yang makin meluas. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA danupaya pemberantasan peredaran gelap. Disamping upaya pemberantasan peredaran gelap NAPZA terlebih dalam era globalisasi komunikasi, informasi dan transportasi sekarang ini sangat diperlukan.

Sehubungan dengan itu diperlukan upaya untuk mengendalikan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan NAPZA melalui Peraturan Daerah di bidang NAPZA. II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 angka 1 : Cukup jelas Pasal 1 angka 2 : Cukup jelas Pasal 1 angka 3 : Cukup jelas Pasal 1 angka 4 : Cukup jelas Pasal 1 angka 5 : Cukup jelas Pasal 1 angka 6 : Cukup jelas Pasal 1 angka 7 : Cukup jelas Pasal 1 angka 8 : Cukup jelas Pasal 1 angka 9 : Cukup jelas Pasal 1 angka 10 : Cukup jelas Pasal 2 : Cukup jelas Pasal 3 : Cukup jelas Pasal 4 : Cukup jelas Pasal 5 : Cukup jelas Pasal 6 : Cukup jelas Pasal 7 : Cukup jelas Pasal 8 : Cukup jelas Pasal 9 : Cukup jelas Pasal 10 : Cukup jelas Pasal 11 ayat (1) : Cukup jelas Pasal 11 ayat (2) : Cukup jelas Pasal 11 ayat (3) : Cukup jelas Pasal 12 ayat (1) : Cukup jelas Pasal 12 ayat (2) : Cukup jelas Pasal 13 ayat (1) : Cukup jelas Pasal 13 ayat (2) : Cukup jelas Pasal 13 ayat (3) : Cukup jelas Pasal 14 ayat (1) : Cukup jelas Pasal 14 ayat (2) : Cukup jelas Pasal 15 : Cukup jelas