BAB I PEMETAAN 1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN 3. TEORI a. Skala

dokumen-dokumen yang mirip
dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

TIM PENYUSUN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH DENGAN WATERPASS MEI 2014

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

Pemetaan situasi dan detail adalah pemetaan suatu daerah atau wilayah ukur

PENGUKURAN WATERPASS

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

Pengukuran Sipat Datar Memanjang dan Melintang A. LATAR BELAKANG

P E N G U K U R A N S I P A T D A T A R

Gambar Penentuan sudut dalam pada poligon tertutup tak. terikat titik tetap P 3 P 2 P 5 P 6 P 7

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

Pengukuran Tachymetri Untuk Bidikan Miring

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG

MODUL AJAR PRAKTIKUM POLIGON & TACHIMETRI DAFTAR ISI BUKU MODUL PRAKTIKUM POLIGON DAN TACHIMETRI PENYETELAN THEODOLITH DAN PEMBACAAN SUDUT

Tujuan Khusus. Tujuan Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM SURVEY PENGUKURAN MENGGUNAKAN ALAT WATERPAS

PANDUAN PENYETELAN THEODOLIT DAN PEMBACAAN SUDUT (Latihan per-individu dengan pengawasan Teknisi Laboratorium)

PEMETAAN SITUASI DENGAN PLANE TABLE

Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. B. Tujuan Praktikum

LEVELLING 3 SIPAT DATAR MEMANJANG & MELINTANG (UNTUK MENDAPATKAN BENTUK PROFIL POT.TANAH) Salmani,, ST, MS, MT 2012

ILMU UKUR TANAH. Oleh: IDI SUTARDI

Pengukuran Poligon Tertutup Terikat Koordinat

PENGERTIAN ALAT UKUR TANAH DAN ALAT SURVEY PEMETAAN

PENGENALAN MACAM-MACAM PENGUKURAN SITUASI

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Peta merupakan gambaran dari permukaan bumi yang diproyeksikan

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

Ilmu Ukur Tanah (Plan Survaying)

3.4 PEMBUATAN. Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah

METODA-METODA PENGUKURAN

ba - bb j Gambar Pembacaan benang jarak pada bak ukur

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 4-5 : METODE PENGUKURAN SIPAT DATAR

BAB II LANDASAN TEORI

ILMU UKUR TANAH. Oleh: IDI SUTARDI

1.Sebagai kerangka Horizontal pada daerah pengukuran 2.Kontrol Jarak dan Sudut 3.Basik titik untuk pengukuran selanjutnya 4.

PRINSIP KERJA DAN PROSEDUR PENGGUNAAN THEODOLITE. Prinsip kerja optis theodolite

Gambar 1. Skema sederhana pesawat Theodolit.

5/16/2011 SIPAT DATAR. 1

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok 2 1

Sipat datar / Levelling/ Waterpassing

PROFIL MEMANJANG. Program Studi D3/D4 Teknik Sipil ITS. Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah

Pengukuran dan Pemetaan Hutan : PrinsipAlat Ukur Tanah

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

TACHIMETRI. Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil. lengkap (situasi) yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip

MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN

LAPORAN PRAKTIKUM PEMETAAN SUMBERDAYA LAHAN (Pengukuran Beda Tinggi dengan Sipat Ukur Datar Profil Memanjang)

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN BEDA TINGGI MENGGUNAKAN ALAT THEODOLIT Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Teknik

SURVEYING (CIV -104)

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud yaitu:

MAKALAH SURVEY DAN PEMETAAN

PROPOSAL KEGIATAN SURVEI PENGUKURAN DAN PEMETAAN

4.1.3 PERALATAN PENDUKUNG SURVEY UKUR TANAH

Definisi, notasi, glossary. Program D3/D4 Teknik Sipil FTSP ITS. Kode Nama Mata Kuliah 1

Can be accessed on:

TEORI SIPAT DATAR (LEVELLING)

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH 1 SENTERING, PENGATURAN SUMBU I VERTIKAL DAN PEMBACAAN SUDUT PADA TEODOLIT FENNEL KASSEL

BAB VII PENGUKURAN JARAK OPTIS

Pengukuran dan pemetaan teristris sungai

Gambar 2.1. Gambar Garis Kontur Dari Suatu Permukaan Bumi

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

Bahan ajar On The Job Training. Penggunaan Alat Total Station

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

Can be accessed on:

Contoh soal : Hitung Beda Tinggi dan Jarak Psw-Titik Horisontal apabila diketahui : TITIK A BA= 1,691 BT = 1,480 BB = 1,296 ta = 1,530 Z = 90'51'02"

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Ukur Tanah adalah suatu ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran yang

PENDAHULUAN Surveying : suatu ilmu untuk menentukan posisi suatu titik di permukaan bumi

Tata cara pembuatan model fisik sungai dengan dasar tetap

BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pengukuran Detail Rehabilitasi Jaringan Irigasi tersier Pada UPTD. Purbolinggo

MAKALAH ILMU UKUR TANAH

alat ukur waterpass dan theodolit

TUJUAN : INFASTRUKTUR : JARINGAN JALAN JARINGAN IRIGASI JARINGAN RAWA PEMUKIMAN

Metode Ilmu Ukur Tanah

Pematokan/Stake out adalah memindahkan atau mentransfer titik-titik yang ada dipeta perencanaan kelapangan (permukaan bumi).

Kesalahan Sistematis ( Systhematical error ) Kesalahan acak ( Random error ) Kesalahan besar ( Blunder )

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG STAKE OUT DAN MONITORING

TUGAS ILMU UKUR TANAH 2 TENTANG THEODOLIT. Disusun Oleh : URLY SAFRU Dosen : Ir. Jonizar, M.T / Natawira Hadi Kusuma, S.

KAJIAN PENENTUAN LUAS TANAH DENGAN BERBAGAI METODE. Seno Aji 1) Dosen Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun

MODUL PROGRAM KEAHLIAN MEKANISASI PERTANIAN KODE MODUL SMKP2K04-05MKP

PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

Modul 10 Garis Kontur

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan pada kerja praktek ini merupakan bagian

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pita ukur... 2 Gambar 2. Bak ukur... 3 Gambar 3. Pembacaan rambu ukur... 4 Gambar 4. Tripod... 5 Gambar 5. Unting-unting...

Pembagian kuadran azimuth

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Penyusun

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi. B. Prasyarat. C. Petunjuk Penggunaan Modul

Pertemuan Pengukuran dengan Menyipat Datar. Can be accessed on:

DASAR-DASAR PENGUKURAN BEDA TINGGI DENGAN ALAT SIPAT DATAR

MODUL KERJA I PRAKTEK PENGUKURAN DAN PENGGAMBARAN POLIGON

BAB. XVI. THEODOLIT 16.1 Pengertian 16.2 Bagian Theodolit

PENGUKURAN POLIGOON. by Salmani, ST.,MT.,MS. POLYGON

VISUALISASI 3D LAHAN RENCANA PROYEK UNTUK PERHITUNGAN VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN

PETA TOPOGRAFI. Oleh Ign. Sudarno

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN 7 : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

Transkripsi:

BAB I PEMETAAN 1. PENDAHULUAN Definisi : Peta adalah sarana guna memperoleh infomasi ilmiah mengenai keadaan permukaan bumi dengan cara menggambar berbagai tanda dan keterangan sehingga mudah dibaca dan di mengerti. Dalam Ilmu Ukur Tanah, kita mengenal peta tranches yaitu peta yang dilengkapi dengan garis kontur (garis tinggi) yang menunjukkan ketinggian suatu tempat, situasi dan sebagainya. Peta tersebut biasanya digunakan untuk pembangunan. Jadi jenis peta ada bermacam-macam tergantung dari penggunaannya. 2. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari pengukuran yang akan kita lakukan adalah untuk mengumpulkan data yang diberikan untuk membuat suatu gambaran secara planimetris dan topografis. Yang dimaksud planimetris adalah kedudukan bangunan-bangunan yang dibuat oleh manusia, sedangkan topografis adalah konfigurasi dari keadaan tanah. Peta yang menunjukkan gambaran planimetris dan topografis disebut topografis map. Dimana dalam peta tersebut ditunjukkan sekaligus jarak-jarak horizontal dan vertical dari suatu wilayah. Dalam mempersiapkan suatu pembuatan peta topografi diperlukan pengukuran dilapangan termasuk penentuan titik-titik tetap, pekerjaan hitungan dan penggambaran. 3. TEORI a. Skala Topografi map adalah representasi dari suatu daerah atau bagian dari bumi. Jarak dari dua titik yang diperlihatkan di peta harus diketahui dengan suatu perbandingan tertentu dengan keadaan tertentu,

perbandingan itu disebut skala. Ada beberapa macam skala dari peta misalnya 1 : 1000 artinya 1 cm dipeta sama dengan 1000 cm dilapangan. Pemilihan skala peta tergantung daripada maksud dan penggunaan dari peta, hal ini karena menyangkut masalah ketelitian yang didapat dari hasil pengukuran. Oleh karena itu skala peta harus ditentukan terlebih dahulu sebelum penggambaran dimulai. b. Kontur Garis kontur adalah garis yang menunjukkan tempat-tempat yang mempunyai ketinggian sama. Ketinggian antara dua kontur disebut interval kontur dan jarak horizontal antara kedua kontur tersebut kita bisa menentukan kecuraman suatu lereng. Sedangkan ketinggian (elevasi) dari sembarang titik yang terletak antara kedua kontur bisa kita tentukan dengan cara interpolasi. Pada peta, garis kontur merupakan garis yang tertutup atau garis yang tidak boleh berhenti kecuali pada tepi peta. Umumnya pada setiap lima garis kontur digambarkan dengan garis yang lebih tebal dari yang lain (lihat contoh Gb. 2). Pada garis-garis kontur yang teratur dan dekat jaraknya maka garis kontur diberi angka ketinggian hanya terbatas pada kontur yang berjauhan jaraknya (lihat contoh Gb. 1). 12 11 10 5 Gb. 1. Garis kontur diberi angka ketinggian hanya terbatas pada kontur yang berjauhan araknya.

Gb. 2. Setiap lima garis kontur digambarkan dengan garis yang lebih tebal Gb. 3. Kontur yang teratur dan dekat jaraknya 30 25 20 15 10 Gb. 4. Kontur yang teratur dan jaraknya agak berjauhan Angka pada garis kontur tersebut menunjukkan ketinggian dari kontur. Dari kontur kita dapat mengetahui bentuk konfigurasi permukaan tanah, seperti pada gambar 3 menunjukkan adanya suatu aliran sungai, terlihat dari gambar kontur yang rapat.

c. Poligon Maksud dilakukan pengukuran polygon adalah untuk menentukan arah dan kedudukan titik-titik yang diukur. Perhitungan polygon tertutup terbagi dalam: 1. Perhitungan sudut dan jarak 2. Perhitungan azimuth 3. Perhitungan koordinat CP 2 CP 3 ψ α1 = Azimut = Sudut yang dibentuk dari utara yang bit dari arah kanan : Sudut luar CP 1 CP 4 α2 : Sudut dalam BM Gb. 5 Poligon = Tali Meter 1. Perhitungan Sudut Sudut yang diperhitungkan meliputi sebagai berikut: a. Sudut yang diperoleh dalam pembacaan yang lebih lanjut diterangkan dalam bab pengukuran theodolit. b. Perhitungan sudut polygon c. Data yang diperoleh dari lapangan pada polygon tertutup apabila menggunakan sudut dalam harus memenuhi syarat (n-2) x 180 o, bila menggunakan sudut luar adalah (n+2) x 180 o dimana n = jumlah titik pengukuran. Dalam polygon terbuka harus memenuhi syarat: Y akhir Y awal = n x 180 o - α. K α. K = jumlah sudut dikalikan koreksi

Kesalahan perhitungan sudut akan berpengaruh pada kesalahan penutup polygon atau dengan kata lain polygon tidak akan menutup. Kesalahan tersebut tergantung pada jarak, kedudukan titik dan skala peta. Dalam praktikum ini kesalahan tersebut diabaikan. 2. Perhitungan Azimuth Perhitungan azmuth dapat dihitung bila sudut-sudut yang diperhitungkan telah memenuhi syarat dan azmuth diketahui pada waktu pengukuran. Pada polygon tertutup perhitungan berdasarkan azmuth awal ( awal) sedangkan pada polygon terbuka berdasarkan azimuth awal dan akhir. Sudut yang terpakai dalam perhitungan tiaptiap titik polygon pada praktikum ini seyogyanya dipakai sudut luar. 3. Perhitungan Koordinat Syarat yang harus dipenuhi untuk menghitung koordinat adalah: a. Sudut telah dikoreksi untuk tiap titik. b. Jarak masing-masing titik pengukuran diketahui. c. Koordinat titik awal A (A, YA) atau akhir Z (Z, YZ) diketahui. Selanjutnya dengan diketahui koordinat awal, maka dapat dihitung koordinat titik yang diukur dengan menggunakan rumus. Absis (), n= awal + D Sin Ordinat (Y), Yn = Yawal + D Cos Dimana, n atau Yn = absis atau ordinat yang akan dicari awal atau Yawal = absis atau ordinat awal yang telah diketahui D = jarak antar titik Contoh perhitungan koordinat polygon tertutup adalah sebagai berikut:

No. Azimuth Jarak DSin DCos Koreksi Koreksi Koordinat No. TItik () (D) (D) (DY) (Δ) Y(ΔY) Y Titik BM 0 D DSin DCos Δ ΔY p Yp BM Cp1 0 D1 D1Sin D1Cos Δ1 ΔY1 pd YpDY CP1 Δ1 ΔY1 Cp2 0 D2 D2Sin D2Cos Δ2 ΔY2 1D Y1DY CP2 Δ2 ΔY2 (n-1) 0 Dn DnSin DnCos Δ n-1 ΔY n-1 n-1 Y n-1 CP (n-1) n=bm 0 Δ n ΔY n n-1 D Y n-1 DY N=BM Δ n n Syarat yang harus dipenuhi adalah: D Sin = 0 dan D Cos = 0 Oleh karena itu titik awal dan titik akhirnya sama, apabila n 1 D Sin 0 dan n 1 D Cos 0 kesalahan yaitu : sebesar dan Y sehingga mempengaruhi kedudukan titik dan mengakibatkan polygon tidak tertutup. Kesalahan ini akibat pengaruh pengukuran sudut, azimuth. Besarnya kesalahan tersebut adalah sebesar: (, Y) D1 n 1 D n 1 D Sin Untuk absis 1 D1 Y n 1 D n 1 D Cos Untuk ordinat 1

Dimana, Δ 1 dan ΔY 1 = Koreksi atau besarnya kesalahan absis atau ordinat n 1 D = Jumlah jarak polygon n 1 D Sin = Jumlah jarak dikali Sin sudut azimuth (untuk absis) n 1 D Cos = Jumlah jarak dikali Cos sudut azimuth (untuk ordinat) Akibat kesalahan tersebut maka perhitungan koordinat juga dikoreksi, misalnya diketahui koordinat awalnya dititik BM adalah p dan Yp dan titik akhir n adalah juga titik BM perhitungan menjadi sebagai berikut: BM 1 2 (n-1) n = p = p D Sin 1 = 1 D Sin 2 = (n-2) D (n-1) Sin (n-1) = (n-1) D (n) Sin (n) Oleh karena n = BM = p maka harga tersebut harus sama dengan p. Demikian pula untuk perhitungan ordinat Yp identik seperti diatas, jadi harga-harga 1, 2, (n-1), n dan Y 1, Y 2, Y (n-1), Yn yang didapat dari perhitungan adalah saling berkaitan, hingga akhirnya n = p dan Yn = Yp. Toleransi atau limitasi kesalahan dalam praktikum ini (Sx atau Sy) tidak melebihi 1m. Dalam pengukuran yang sesungguhnya toleransi kesalahan ini berfariasi tergantung dari pengadaan peta, sebagai contoh adalah sebagai berikut: Panjang rata-rata Kesalahan penutup sudut imbangan kesalahan penutup (skala peta) 700 m 1000 m 8 x n 1 : 20000 400 m 700 m 10 x n 1 : 10000 200 m 400 m 15 x n 1 : 5000 100 m 200 m 20 x n 1 : 3000

d. Waterpass (Sipat Datar) Perhitungan waterpass dimaksudkan untuk mengetahui ketinggian suatu titik diatas permukaan tanah. Ketinggian disini adalah perbedaan vertical antara dua titik atau jarak dari bidang referensi yang telah ditetapkan kesuatu titik tertentu sepanjang garis vertical. A H = Elevasi titik A muka air laut sebagai bidang referensi 1. Metode dan jenis waterpass a. Penentuan beda tinggi antara dua titik belakang muka HA A HB H = HB - HA B Gb. 6. Waterpass dengan instrument ditengah antara 2 titik Selisih tinggi antara titik A dan titik B adalah sebesar H. Arah bidikan ke titik A disebut pembacaan baak belakang dan titik B disebut pembacaan baak muka. Untuk mengurangi kesalahan diusahakan letak instrument ditengah-tengah antara titik A dan B. Selisih tinggi besarnya adalah: ΔH = BT Belakang BT muka Dimana, BT belakang = Pembacaan benang tengah pada baak belakang BT muka = Pembacaan benang tengah pada baak muka Jika hasil positif maka kondisi permukaan tanah dari titik A ke titik B naik, sebaliknya bila ΔH negative maka titik A ke titik B turun. Pembacaan dilakukan melalui rambu-rambu ukur yang dapat dilihat dari

teropong. Pembacaan terlihat dalam bidang diafragma yaitu benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB), dimana: ΔH = BT Belakang BT muka Serta jarak dapat diketahui yaitu : D = (BA BB) x 100 Angka yang tercantum menunjukkan jarak antara angka tersebut dengan alas mistar. HA A B H HB Pesawat Gb. 7. Waterpass dengan istrument tidak ditengah antara 2 titik Cara lain untuk menentukan beda tinggi seperti terlihat pada Gb. 7 instrumen ditempatkan disebelah kanan titik B atau sebelah kiri titik A serta titik di A dan B atau sebelah kiri titik A serta tinggi titik di A dan B diketahui, selisih tinggi (ΔH) besarnya: ΔH = H A - H B Dimana, ΔH = Selisih tinggi antara titik A dan B H A = Tinggi titik A (pembacaan benang tengah di titik A) H B = Tinggi titik B (pembacaan benang tengah di titik B) Pembacaan pada rambu di titik B bisa dianggap pembacaan muka, sedang pada rambu di titik A adalah pembacaan belakang. b. Pengukuran tinggi dengan garis tinggi bidik Apabila selisih tinggi (ΔH) telah diketahui, maka tinggi suatu titik dapat dicari bila tinggi titik lainnya diketahui.

TB=BTB B TP=BT A GB.8. Mendapatkan tinggi titik pengukuran untuk B bila titik A telah diketahui tingginya Tinggi garis vizir/bidik (tgv) adalah: Tgv =TP + TA Dimana, tgv = Tinggi garis vizie TP = Tinggi pesawat TA = Tinggi titik A Tinggi titik B dapat dicari yaitu TB = tgv - BT Pengukuran cara ini dipakai untuk pengukuran titik detail/kipas yang akan diuraikan kemudian. Cara lain untuk mencari vizir adalah tgv = BT + TA c. Waterpass memanjang Waterpass memanjang/berantai dimaksud untuk memperoleh suatu rangkaian / jaring-jaring pengukuran. H1 H2 H3 H4 b3 m3 b4 m4 b1 m1b2 m2 3 B A 1 2 Gb. 9. Waterpass memanjang Untuk menentukan tinggi antara titik A dan titik B dibagi dalam jarakjarak yang lebih kecil. Jarak-jarak tersebut disebut 1 slag, sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan mudah diteliti. ΔH1 ΔH2 ΔH3 = b1 m1 = b2 m2 = b3 m3

Keterangan H4 = b4 m4 1 n H = (b1+b2+b3+ +bn) (m1+m2+m3+ +mn) 1 n H = 1 n b - 1 n m Dimana, H = Jumlah beda tinggi b = Jumlah pembacaan benang tengah belakang m = Jumlah pembacaan benang tengah muka Untuk memberikan hasil yang teliti maka dilakukan pengukuran pergi dan pulang, dimana apabila hasil antara dua pengukuran mempunyai selisih terhadap hasil rata-rata antara dua pengukuran tersebut maka harganya harus memenuhi toleransi yang diisyaratkan. Toleransi tersebut dinyatakan dalam rumus: Dimana, E Perbedaan dua pembacaan (Kedepan dan kebelakang) Kesalahan penutup K S E = K x S = nilai kesalahan = konstanta = Jarak Tabel berikut adalah toleransi kesalahan pada berbagai tingkat pengukuran Tingkat Pertama Tingkat Kedua Tingkat Ketiga Catatan 2,5mm x S 5 mm x S 10 mm x S S adalah jarak satu arah 2 mm x S 5 mm x S 10 mm x S S dalam Km Dalam praktikum ini tingkat pengukuran waterpass dikategorikan pada tingkat ketiga. d. Waterpass lapangan Yang dimaksud dengan waterpass lapangan adalah untuk menentukan ketinggian dari titik-titik dilapangan sehingga mendapatkan gambaran lengkap tentang kedudukan tinggi dari wilayah dilapangan tersebut. Metode ini disebut metode koordinat kutub. Titik-titik dilapangan

diukur sudut horizontal dan vertikanlnya serta jarak optisnya dengan menggunakan Theodolit. Dengan cara ini semua titik-titik dilapangan dapat ditentukan letak situasi maupun tingginya. Cara ini diuraikan lebih lanjut pada pengukuran detail. Tabel perhitungan waterpass No. Titik Panjang seksi (D) meter Pergi (PG) meter A Perbedaan Tinggi Tinggi Pulang (PL) Pukul rata terhadap meter koreksi nol meter 76.28 2.036-2.034 2.038 345.150 1-0.002 347.186 84.90-1.606 1.605-1.606 2 345.500 92.8 1.900-1.897 1.902 3-0.002 347.480 72.66 2.039-2.037 2.041 4-0.002 349.519 D = 326.64 PG = 4.369 PL = 4.363 = 4.375 Selisih = 6 mm Toleransi pengukuran untuk tingkat ketiga 10 mm x S = 10 x 0.326 = 5.7mm, pada perhitungan diatas selisih = 6 mm maka pengukuran harus diulangi karena kesalahan (selisih) lebih besar dari toleransi yang diisyaratkan. e. Pengukuran detail Yang dimaksud dengan pengukuran detail atau pengukuran kipas adalah pengukuran sama benda-benda atau titik-titik dilapangan yang merupakan kelengkapan daripada sebagian permukaan bumi baik benda buatan seperti jalan, jembatan, bangunan, dsb ataupun benda alam seperti gunung, sungai dsb. Dari pengukuran ini kedudukan

tinggi dari keadaan dilapangan dapat diketahui dapat digambarkan kembali dan akhirnya berwujud suatu peta. 1) Metode pengukuran Metode pengukuran ada 2 macam yaitu: a. Metode ekstrapolasi b. Metode interpolasi Pada praktikum ini digunakan metode ekstrapolasi, dikenal ada 2 cara untuk menentukan titik detail yaitu dengan system koordinat orthogonal dan system koordnat kutub. System koordinat kutub adalah cara pengukuran yang cepat dan dapat mencakup daerah yang luas, alat yang dipakai adalah Theodolit. C 5 D 3 4 1 2 2 3 1 2 3 4 4 6 A B 5 1 5 Gb. 10. Denah Pengukuran detail/kipas Titik-titik A, B, C, D ketinggiannya diketahui dari pengukuran waterpass memanjang seperti yang telah dijelaskan. Pengukuran ketinggian titik-titik 1, 2, 3, 4, 5, dst dapat dijangkau dari tiap-tiap kedudukan instrument yaitu dari titik-titik A, B, C, D, dst maka didapatkan kedudukan titik-titik detail/kipas tersebut. 2) Pengukuran dengan jarak miring Untuk mengetahui kedudukan titik detail tersebut maka dapat dilakukan dengan pengukuran jarak miring dimana diukur dengan sudut vertical, horizontal dan jarak optisnya. Selisih tinggi H dapat dihitung dengan rumus: ΔH = ((BA-BB) x 100xSin αv) (T p -BT)

o o o o o o 0 Dimana, ΔH = selisih tinggi BA, BT, BB = pembacaan baak αv = sudut vertikal Tp = tinggi pesawat (BA-BB)x100 BA,BT,BB H Tp V D Gb. 11. Pengukuran jrak miring Untuk mencari jarak D yaitu jarak datar antara titik tetap (A) dan titik detail (1) adalah sebagai berikut: D = (BA-BB) x k x Cos αv Dimana, D = Jarak datar BA, BB = Pembacaan baak/rambu k = Kontanta, diambil 100 αv = Sudut vertical Sudut Horizontal (αh) Pengukuran sudut horizontal dimaksudkan untuk mengetahui arah dan kedudukan dari pada titik-titik detail terhadap tetap. 1 2 U 10 65 90 3 A 98 130 5 4 Gb. 12 Pengukuran sudut horizontal

Pembacaan dimulai dari titik A (instrument berdiri di titik tetap) dengan posisi pembacaan sudut horizontal 0 o ke utara dan berakhir pada titik 5. Pada setiap arah sudut horizontal dibaca secara kumulatif, artinya besarnya sudut yang dicari adalah jumlah antara pembacaan titik yang diarah dengan titik yang diarah sebelumnya. Perhitungan titik kipas/detail meliputi: a. Mencari selisih tinggi (ΔH) antara titik tetap dengan titik kipas/detail b. Mencari jarak antara titik kipas dengan titik detail c. Mencari tinggi titik kipas/detail 4. MACAM ALAT YANG DIGUNAKAN A. Theodolit Pesawat Theodolit Digital Elektrik

B. Waterpass Pesawat Waterpass Pesawat Waterpass Kompas Unting-unting Meteran

Baak ukur Statif (tripod)

BAB II PETUNJUK PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Pengukuran dengan menggunakan Waterpass Tujuannya untuk mengukur selisih tinggi (ΔH) antara dua titik yang telah ditentukan sehingga apabila ketinggian titik awal diketahui maka ketinggian titik-titik lain dapat diketahui/dicari. Alat yang digunakan : 1. Pesawat ukur waterpass 2. Baak ukur 2 buah 3. Statip 4. Pegas ukur dan perlengkapan lain (unting-unting, dll) Ketentuan teknis 1. Jarak antara 2 titik mengikat asalkan tidak terpengaruh oleh hambatan-hambatan, misalnya: undulasi udara, fatamorgana, bangunan-banguan, dsb. 2. Pada waktu pembacaan baak ukur tidak terdiri diatas patok melainkan berdiri diatas tanah. 3. Ketinggian titik awal diketahui/telah ditentukan 4. Harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Garis vizir atau garis teropong harus // dengan garis arah nivo. b. Garis arah nivo harus tegak lurus dengan sumbu 1 c. Benang saling horizontal harus tegak lurus sumbu 1 Langkah/tahapan praktikum a. Menyetel alat Stabilkan kedudukan pesawat melalui setiap agar kedudukannya tidak bergerak. Setimbangan nivo melalui sekrup penyetel (3 sekrup penyetel) Putar pesawat 180 o sehingga berbalik arah, chek apakah nivo masih dalam keadaan setimbang, jika masih setimbang maka garis bidik // garis arah nivo.

Chek sumbu 1 apakah tegak lurus garis bidik yaitu dengan cara mengatur unting-unting tepat diatas titik yang telah ditentukan sedemikian rupa hingga tidak merubah keseimbangan nivo. b. Pembacaan Pengukuran Pergi Garis bidik Garis bidik A 1 Pembacaan pergi belakang Gb.1. Pembacaan Waterpass pergi Pembacaan pergi muka Pesawat diusahakan berdiri ditengah-tengah antara 2 titik yang telah ditentukan. Lakukan pembacaan baak muka catat benang atas, benang tengah dan benang bawah, dimana: BT = ½ (BA + BB) Lakukan seperti diatas untuk pembacaan baak belakang. Masukkan dalam formulir data yang ada. Pengukuran Pulang Garis bidik Garis bidik A 1 Pembacaan pulang muka Pembacaan pulang belakang Gb. 2. Pembacaan Waterpass belakang

Baak tetap ditempat, geser kedudukan pesawat keatas atau kebawah namun alat masih tetap berdiri tadi antara 2 titik kemudian stel kembali seperti yang dijelaskan diatas. Lakukan pembacaan baak belakang dan baak muka seperti tadi, catat dalam formulir data. Setelah dilakukan pengukuran pasang patok pada tempat dimana baak ukur tadi berdiri atau ditentukan terlebih dahulu patok tersebut asalkan pada waktu pengukuran baak tidak berdiri diatas patok. Setelah selesai pesawat dipindahkan. Langkah diatas adalah pengukuran arah PERGI dan PULANG, cara pengukuran waterpass seperti ini biasanya disebut pengukuran waterpass pergi pulang atau lazim disebut double stand. Perlu diingat bahwa pembacaan baak muka atau belakang pada waktu pengukuran pergi pulang berlawanan tanda serta jarak pergi muka harus mendekati jarak pulang belakang dan sebaliknya jarak pergi belakang harus mendekati jarak pulang muka. Berikut ini adalah contoh pengisian data pada formulir. Tp FAKULTAS TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Halaman 1 Diukur oleh Tempat : Budi Hendro Priyanto : UMS No arah Benang Tengah Benang Atas Benang bawah Jarak Beda Tinggi Tinggi Ket Belakang Muka Belakang Muka Blkg Muka Blkg Muka BM 0.530 0.430 0.540 0.520 0.440 0.420 CP1 0.674 0.510 0.700 0.648 0.520 0.500 CP2 0.740 0.620 0.760 0.720 0.640 0.600 CP3 0.7 0.520 0.710 0.690 0.530 0.510

2. Pengukuran Poligon Tujuan : untuk mengetahui kedudukan suatu titik dan sudut arah dengan melakukan pengukuran sudut dan jarak dilapangan. Alat yang digunakan : 1. Pesawat Theodolit 2. Pegas ukur/baak ukur 3. Statip 4. Yaloon Ketentuan teknis 1. Jarak tiap titik tidak terbatas kecuali apabila dipengaruhi oleh hambatan seperti : undulasi udara, fatamorgana dan bangunanbangunan. 2. Setiap pembacaan sudut harus selalu dikontrol, sudut yang dibaca adalah sudut luar. 3. Setiap penyetelan alat harus memenuhi syarat garis vizir/garis bidik sumbu. Langkah/tahapan Poligon 1. Menyetel alat a. Dengan 3 sekrup penyetel aturlah nivo horizontal sehingga sumbu 2 horizontal, maka garis vizir akan // sumbu 2. b. Membuat sumbu 1 vertikal dengan meletakkan unting-unting tepat diatas patok/paku yang telah diberi tanda atau dengan melihat dengan teropong pembidik unting-unting. c. Komposisi kedua hal tersebut diatas menghasilan sumbu 2 tegak lurus dengan sumbu 1 dan ditunjukkan dengan setimbangnya nivo horizontal pada pesawat (nivo tabung). d. Apabila nivo horizontal tersebut belum setimbang maka kedua hal tersebut diulangi sampai mendapatkan hasil yang sempurna. 2. Menentukan Azimuth awal dan sudut horizontal a. Klem horizontal dan bawah dilepas

b. Buat pembacaan sudut horizontal dalam posisi 0 o 0 0 dengan cara memutar piringan hitam (lingkaran graduasi). c. Kemudian klem horizontal atas dikerasakan (dikunci) d. Dengan pertolongan sekrup penggerak halus sudut, buat posisi pembacaan sudut tepat 359 o 59 60 atau 0 o 0 0 dan arahkan ke utara dengan bantuan kompas. e. Kemudian klem bawah dikeraskan (dikunci) dan klem atas dilepas. f. Putar pesawat searah jarum mengarah ketitik CP1 secara kasar dan letakkan yaloon (patok) di titik CP1 tersebut (lihat gambar), klem atas dikeraskan. g. Dengan sekrup penggerak halus horizontal teropong akan bergerak mendekati yaloon dan akhirnya berimpit dengan benang silang. Hal ini terlihat pada bidang diafragma. h. Catat pembacaan sudutnya (azimuth awal) i. Untuk pembacaan sudut horizontal pesawat dengan posisi pembacaan 0 o 0 0 diarahkan putar searah jarum jam arahkan pada titik sesudahnya (titik sesudah tempat pesawat) j. Catat pembacaan sudut horizontal. U awal CP1 H H CP2 BM Gb.3. Pembacaan azimuth awal dan sudut horizontal serta penempatannya CP3

BAB III PENGUKURAN KIPAS Tujuan : Untuk mengukur semua titik-titik atau bangunan-bangunan di lapangan sehingga didapatkan kedudukan tingginya, pengukuran ini disebut juga pengukuran detail. Alat yang digunakan: 1. Bak ukur 2. Pesawat theodolit 3. Statip Ketentuan teknik a. Jumlah titik kipas tidak terbatas, tergantung pada keadaan lapangan. b. Setiap pengukuran harus disertai sketsa dimana di dalamnya ditunjukkan mengenai kedudukan titik-titik dan bangunan yang diukur serta diberi nomor urut sesuai dengan arah saat pengukuran. c. Pada waktu pengukuran titik kipas dari suatu kedudukan titik harus overlap dengan pengukuran yang sama dari titik yang lain. d. Titik pesawat diukur dari permukaan tanah sampai garis bidik. Langkah / tahapan Praktikum a. Menempatkan pesawat Theodolit diatas titik tetap kemudian distel alat seperti yang dijelaskan. b. Setelah itu mencatat tinggi pesawat. c. Menempatkan bak ukur pada tempat yang telah ditentukan, apabila permukaan tanah naik turun, maka bak ukur ditempatkan pada tempat yang mempunyai perbedaan tinggi. d. Membaca BA, BT, BB dan sudut horizontal, sudut vertikal kemudian dicatat pada formulir data. e. Membuat sketsa situasi dimana pengukuran kipas ini dilakukan.

f. Khususnya bila dijumpai bangunan seperti jalan, jembatan, sungai, rumah, dan bangunan lain. Tabel. Pengukuran kipas bila menjumpai bangunan No Nama Bangunan Pengukuran kipas Dilakukan pada Sketsa 1. Jalan beraspal Kedua sisi tepi jalan diukur dengan pegas ukur 2. Jalan tak beraspal Tepi, tengah, tepi jalan, lebar, jalan diukur dengan pegas ukur 3. Jembatan Setiap sudut jembatan, tengah jembatan dan lebar jembatan diukur dengan pegas ukur. ` 4. Sungai Tebing atas kanan kiri, tebing bawah kanan kiri, dasar sungai 5. Rumah Setiap sudut bangunan rumah CP apabila terhalang minimal dua di sudut, yang lain diukur dengan pegas ukur 6. Bangunan Pada batas-batas bangunan bangunan lain tersebut masih dapat dijangkau atau dilihat dari pesawat CP

g. Pada pengukuran seperti pada f diatas, terutama pada bangunan jalan dan sungai pengukuran dilakukan dengan kerapatan yang memadai sehingga didapatkan arah jalan ataupun aliran sungai apabila digambar: CP2 BM CP1 Gb. Pengukuran kipas pada sungai CP2 Gb. Pengukuran kipas pada bangunan jalan

BAB IV PENUTUP Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik serta hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Praktikum Ilmu Ukur Tanah ini dengan baik. Semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami mata kuliah Ilmu Ukur Tanah. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang tela membantu hingga tugas ini selesai. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Penyusun

Perhitungan Interval BM Tinggi Titik (T A ) = -0.02 m Skala = 1 : 250 Interval = 0.05 1. Jarak (D) = 22,5 m 0.9 cm Tinggi Titik Y = -0.27 m 0.02 0.27 9 5 0.05 1.8cm 5 2. Jarak (D) = 44.5 m 17.8 cm Tinggi Titik Y = -0.28 m 0.02 0.28 17.8 5.2 0.05 3.42cm 5.2 3. Jarak (D) = 47.5 m 19 cm Tinggi Titik Y = -0.10 m 0.02 0.10 19 1.6 0.05 11.875cm 1.6 4. Jarak (D) = 57.5 m 23 cm Tinggi Titik Y = 0.75 m 0.75 0.02 23 15.4 0.05 1.493cm 15.4

5. Jarak (D) = 27.5 m 11 cm Tinggi Titik Y = 0.10 m 0.10 0.02 11 2.4 0.05 4.483cm 2.4 6. Jarak (D) = 38 m 15.2 cm Tinggi Titik Y = 0.14 m 0.14 0.02 15.2 3.2 0.05 4.75cm 3.2 7. Jarak (D) = 38.5 m 15.4 cm Tinggi Titik Y = 0.21 m 0.21 0.02 15.4 4.6 0.05 3.347cm 4.6 8. Jarak (D) = 41.25 m 16.4 cm Tinggi Titik Y = 0.20 m 0.20 0.02 16.5 4.4 0.05 3.75cm 4.4 9. Jarak (D) = 47 m 18.8 cm Tinggi Titik Y = 0.20 m 0.20 0.02 18.8 4.4 0.05 3.75cm 4.4

10. Jarak (D) = 52.5 m 21 cm Tinggi Titik Y = -0.10 m 0.02 0.10 21 1.6 0.05 13.125cm 1.6 11. Jarak (D) = 45.5 m 18.2 cm Tinggi Titik Y = -0.12 m 0.02 0.12 18.2 2 0.05 9.1cm 2 12. Jarak (D) = 41.25 m 16.5 cm Tinggi Titik Y = -0.14 m 0.02 0.14 16.5 2.4 0.05 6.875cm 2.4 13. Jarak (D) = 29 m 11.6 cm Tinggi Titik Y = 0.30 m 0.30 0.02 11.6 6.4 0.05 1.825cm 6.4 14. Jarak (D) = 34.25 m 13.7 cm Tinggi Titik Y = 0.94 m 0.94 0.02 13.7 19.2 0.05 0.7135cm 19.2

15. Jarak (D) = 46.75 m 18.7 cm Tinggi Titik Y = 0.60 m 0.60 0.02 18.7 12.2 0.05 1.508cm 12.4